Blog

Pemindahan Pusat Pemerintahan Kembali Diwacanakan

Pemindahan Pusat Pemerintahan Kembali Diwacanakan

Pemindahan Pusat Pemerintahan Kembali Diwacanakan

Banjir yang melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari terakhir kembali memunculkan wacana perlunya pusat pemerintahan dipindah dari Jakarta. Pemindahan pusat pemerintahan juga dinilai bakal mengurangi dampak kerugian jika banjir kembali menerjang Jakarta.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengungkapkan, kerugian akibat banjir diperkirakan mencapai Rp 1,5 miliar per jam. “Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibu kota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung,” kata Fadli, Jumat (18/1/2013).

Fadli mencontohkan, Presiden Soekarno pada tahun 1957 pernah menggagas ibu kota dipindahkan ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. “Soekarno memandang Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih selain Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia,” katanya.

Hal yang sama juga pernah diwacanakan Presiden Soeharto yang berkeinginan memindahkan ibu kota ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat. “Ide pemindahan ibu kota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi, tentu perlu diteliti untung ruginya,” katanya.

Banjir Berdampak pada Produksi Beras

Banjir Berdampak pada Produksi Beras

Banjir Berdampak pada Produksi Beras

Pemerintah diingatkan untuk memperhitungkan dampak banjir terhadap produksi gabah padi dan beras nasional. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, dampak banjir tak hanya melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis di Jakarta. Namun juga berpotensi mengganggu produksi pertanian, dimana banjir juga melanda wilayah lain.

Misalnya di Banten, kata Fadli Zon, lebih dari 6000 hektar lahan sawah terendam banjir dengan potensi kerugian kurang lebih Rp 120 miliar.

“Hampir sebagian besar siap panen awal tahun ini. Akibat banjir, banyak padi yang membusuk,” kata Fadli Zon, yang juga Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, di Jakarta, Sabtu (19/1).

Di Surabaya, lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir. Ratusan hektar lahan sawah di Karawang dan daerah sekitarnya saat ini juga telah diterjang luapan air. Hampir semua daerah itu dipastikan gagal panen, kata Fadli Zon.

Dia melanjutkan curah hujan tinggi yang diprediksi hingga Februari akan berdampak luasan sawah terendam banjir semakin bertambah.

Menurutnya, jika kondisi itu tak diantisipasi, akan dapat mempengaruhi tingkat produksi gabah dan beras nasional, yang akan berdampak langsung pada penghasilan petani yang menggantungkan hidup dari lahan tersebut.

“Potensi gagal panen ini harus segera diantisipasi pemerintah, mengingat lahan terkena banjir sangat luas. Jangan sampai dampak banjir ini, membuat kita harus impor lagi. Perlu dipikirkan strategi kebijakan non-impor yang dapat menggenjot produksi beras,” tegas Fadli.

Dia mengusulkan agar ada langkah mengganti kerugian oleh Pemerintah seperti bantuan benih dan bibit. Hal ini penting agar para petani tidak terjebak hutang untuk membeli bibit baru. Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi para petani yang lahannya terendam banjir.

“Dalam kondisi normal saja, kesejahteraan petani rendah, apalagi gagal panen seperti sekarang. Insentif pengganti kerugian petani sangat diperlukan dari pemerintah,” tandasnya. Beritasatu

Jangan Fokus di Jakarta, Waspadai Potensi Gagal Panen Karena Banjir

Jangan Fokus di Jakarta, Waspadai Potensi Gagal Panen Karena Banjir

Jangan Fokus di Jakarta, Waspadai Potensi Gagal Panen Karena Banjir

Bukan hanya DKI Jakarta yang lumpuh aktivitas pemerintahan dan bisnisnya karena banjir. Tidak banyak perhatian pada daerah lain yang ikut jadi korban musibah banjir. Yang mengkhawatirkan adalah hal itu berpotensi mengganggu produksi pertanian.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Fadli Zon, kepada wartawan, Sabtu (19/1)

Fadli Zon ungkapkan data, misalnya di Banten, lebih dari 6000 hektar lahan sawah terendam banjir dengan potensi kerugian kurang lebih Rp 120 miliar. Hampir sebagian besar siap panen awal tahun ini. Akibat banjir, banyak padi yang membusuk.

Di Surabaya, lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir. Ratusan hektar lahan sawah di Karawang dan daerah sekitarnya juga telah diterjang luapan air. Hampir semua daerah itu dipastikan gagal panen.

Curah hujan tinggi yang diprediksi hingga Februari akan berdampak pada luas sawah yang terendam banjir. Begitu juga kerugian akibat gagal panen.

“Jika tidak diantisipasi dapat mempengaruhi tingkat produksi gabah dan beras kita. Situasi ini jelas berdampak langsung pada penghasilan petani kita yang menggantungkan hidup dari lahan tersebut,” ucapnya.

Potensi gagal panen ini harus segera diantisipasi pemerintah, mengingat lahan terkena banjir sangat luas. Jangan sampai dampak banjir membuat Indonesia harus impor lagi. Perlu dipikirkan strategi kebijakan non-impor yang dapat menggenjot produksi beras.

Untuk mengganti kerugian, bantuan pemerintah sangat dibutuhkan petani. Bantuan benih dan bibit perlu diberikan. Kalau tidak, petani akan terjebak utang untuk membeli bibit baru.

“Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi para petani kita yang lahannya terendam banjir. Dalam kondisi normal saja, kesejahteraan petani rendah, apalagi gagal panen seperti sekarang. Insentif pengganti kerugian petani sangat diperlukan dari pemerintah,” ucapnya.

Gagal panen akibat banjir harus diantisipasi

Gagal panen akibat banjir harus diantisipasi

Gagal panen akibat banjir harus diantisipasi
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) berharap Pemerintah dapat mengantisipasi gagal panen akibat banjir di sejumlah daerah di Indonesia, sehingga petani tidak mengalami kerugian besar karena bencana tersebut.

“Potensi gagal panen harus segera diantisipasi pemerintah mengingat lahan yang terkena dampak banjir sangat luas. Jangan sampai itu membuat kita harus impor lagi,” kata Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) HKTI Fadli Zon, dalam pernyataan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Untuk mengganti kerugian para petani di daerah, Pemerintah perlu memberikan bantuan benih dan bibit.

Selain itu, Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi petani yang lahannya terendam banjir.

“Dalam kondisi normal saja kesejahteraan petani rendah, apalagi gagal panen seperti sekarang. Insentif pengganti kerugian petani sangat diperlukan dari pemerintah,” katanya.

Strategi kebijakan non-impor juga perlu dipertimbangkan agar produksi beras di Tanah Air dapat meningkat, tambahnya.

Di Banten, lebih dari 6.000 hektar lahan sawah terendam banjir, dengan kerugian yang ditaksir mencapai Rp120 miliar, sementara di Surabaya, lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir.

Sementara itu, ratusan hektar sawah di Karawan dan sekitarnya juga terancam gagal panen karena banjir menggenangi lahan pertanian.

Curah hujan tinggi yang diprediksi hingga Februari dapat berdampak pada luasan sawah terendam banjir semakin bertambah.

“Kondisi tersebut jika tak diantisipasi dapat mempengaruhi tingkat produksi gabah dan beras kita. Situasi ini jelas berdampak langsung pada penghasilan petani kita yang menggantungkan hidup dari lahan itu,” ujarnya.

Banjir yang menggenangi sebagian wilayah Ibukota Jakarta tidak hanya melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis di Jakarta, tapi juga berpotensi pada terganggunya produksi pertanian.

HKTI: Antisipasi Gagal Panen Akibat Banjir

HKTI: Antisipasi Gagal Panen Akibat Banjir

Ribuan Hektar Sawah Terancam Gagal Panen Karena Banjir

Banjir bukan hanya menggenangi wilayah Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya, melainkan juga sejumlah lahan pertanian di Jawa. Akibat banjir, petani mengalami gagal panen dan menderita kerugian cukup besar.

“Dampak banjir tak hanya melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis di Jakarta. Namun juga berpotensi mengganggu produksi pertanian,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (Sekjen DPN HKTI), Fadli Zon di Jakarta, Sabtu (19/1).

Di luar Jakarta, banjir juga merendam Provinsi Banten dan 6.000 hektar lahan sawah dengan potensi kerugian sekitar Rp 120 milyar. Lahan yang sebagian besar siap panen awal tahunun ini pun membusuk.

Selain di Banten, di Surabaya, Jawa Timur pun lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir. Kemudian, ratusan hektar lahan sawah di Karawang dan daerah sekitarnya saat ini juga telah diterjang luapan air, sehingga hampir semua daerah itu dipastikan gagal panen.

Menurut Fadli, masih tingginya curah hujan yang diprediksi akan berlangsung hingga Februari mendatang, akan menambah luasan sawah dan lahan pertanian terdampak banjir yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar akibat gagal panen.

“Kondisi ini, jika tak diantisipasi dapat mempengaruhi tingkat produksi gabah dan beras kita. Situasi ini jelas berdampak langsung pada penghasilan petani yang menggantungkan hidup dari lahan tersebut,” ujar Fadli.

Menurutnya, potensi gagal panen harus segera diantisipasi pemerintah, mengingat lahan terkena banjir sangat luas. Jangan sampai dampak banjir membuat negeri ini harus kembali melakukan impor. Perlu dipikirkan strategi kebijakan non-impor yang dapat menggenjot produksi beras.

Untuk mengganti kerugian, kata Fadli, bantuan pemerintah sangat dibutuhkan petani. Bantuan benih dan bibit perlu diberikan. Jika tidak, petani akan terjebak utang untuk membeli bibit baru. Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi para petani yang lahannya terendam banjir.

“Dalam kondisi normal saja, kesejahteraan petani rendah, apalagi gagal panen seperti sekarang. Insentif pengganti kerugian petani sangat diperlukan dari pemerintah,” pungkasnya.HKTI: Antisipasi Gagal Panen Akibat Banjir

Ribuan Hektar Sawah Terancam Gagal Panen Karena Banjir

Ribuan Hektar Sawah Terancam Gagal Panen Karena Banjir

Ribuan Hektar Sawah Terancam Gagal Panen Karena Banjir

Pemerintah diingatkan untuk memperhitungkan dampak banjir terhadap produksi gabah padi dan beras nasional. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, dampak banjir tak hanya melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis di Jakarta. Namun juga berpotensi mengganggu produksi pertanian, dimana banjir juga melanda wilayah lain.

Misalnya di Banten, kata Fadli Zon, lebih dari 6000 hektar lahan sawah terendam banjir dengan potensi kerugian kurang lebih Rp 120 miliar.

“Hampir sebagian besar siap panen awal tahun ini. Akibat banjir, banyak padi yang membusuk,” kata Fadli Zon, yang juga Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, di Jakarta, Sabtu (19/1).

Di Surabaya, lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir. Ratusan hektar lahan sawah di Karawang dan daerah sekitarnya saat ini juga telah diterjang luapan air. Hampir semua daerah itu dipastikan gagal panen, kata Fadli Zon.

Dia melanjutkan curah hujan tinggi yang diprediksi hingga Februari akan berdampak luasan sawah terendam banjir semakin bertambah.

Menurutnya, jika kondisi itu tak diantisipasi, akan dapat mempengaruhi tingkat produksi gabah dan beras nasional, yang akan berdampak langsung pada penghasilan petani yang menggantungkan hidup dari lahan tersebut.

“Potensi gagal panen ini harus segera diantisipasi pemerintah, mengingat lahan terkena banjir sangat luas. Jangan sampai dampak banjir ini, membuat kita harus impor lagi. Perlu dipikirkan strategi kebijakan non-impor yang dapat menggenjot produksi beras,” tegas Fadli.

Dia mengusulkan agar ada langkah mengganti kerugian oleh Pemerintah seperti bantuan benih dan bibit. Hal ini penting agar para petani tidak terjebak hutang untuk membeli bibit baru. Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi para petani yang lahannya terendam banjir.

“Dalam kondisi normal saja, kesejahteraan petani rendah, apalagi gagal panen seperti sekarang. Insentif pengganti kerugian petani sangat diperlukan dari pemerintah,” tandasnya.

Antisipasi Gagal Panen akibat Banjir

Antisipasi Gagal Panen akibat Banjir

Antisipasi Gagal Panen akibat Banjir

Pemerintah diminta segera mengantisipasi gagal panen akibat banjir di sejumlah daerah yang merupakan lumbung padi nasional. Dampak banjir tak hanya dirasakan di Jakarta. Di sejumlah sentra produksi beras nasional, banjir berpotensi mengancam kegagalan panen petani.

Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) versi Prabowo Subianto, Fadli Zon, mengungkapkan, banjir di Banten telah mengakibatkan lebih dari 6.000 hektar lahan sawah terendam air dengan potensi kerugian kurang lebih dari Rp 120 miliar. Hampir sebagian besar merupakan lahan padi siap panen awal tahun ini. Di Jawa Timur tercatat lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir.

Menurut Fadli, saat ini ratusan hektar lahan sawah di Karawang dan daerah sekitarnya juga telah diterjang luapan air.

“Curah hujan tinggi yang diprediksi hingga Februari akan berdampak pada luas sawah terendam banjir semakin bertambah. Begitu juga kerugian akibat gagal panen. Kondisi ini jika tak diantisipasi dapat memengaruhi tingkat produksi gabah dan beras kita,” kata Fadli di Jakarta, Sabtu (19/1/2013).

Fadli mengatakan, cuaca buruk dan curah hujan tinggi yang mengakibatkan banjir akan langsung berdampak pada penghasilan petani yang menggantungkan hidup dari lahan pertanian mereka.

“Potensi gagal panen ini harus segera diantisipasi pemerintah mengingat lahan terkena banjir sangat luas. Jangan sampai dampak banjir ini membuat kita harus impor lagi. Perlu dipikirkan strategi kebijakan non-impor yang dapat menggenjot produksi beras,” katanya.

Pemerintah Jangan Sampai Impor Beras karena Gagal Antisipasi Banjir

Pemerintah Jangan Sampai Impor Beras karena Gagal Antisipasi Banjir

Pemerintah Jangan Sampai Impor Beras karena Gagal Antisipasi Banjir

Fadli Zon, Sekjen DPN HKTI (Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) khawatir curah hujan tinggi yang mengakibatkan banjir berpotensi mengganggu produksi pertanian.

Kata Fadli, selain Jakarta, daerah lain di luar Jakarta juga mengalami musibah banjir adalah lumbung beras. Misalnya di Banten, lebih dari 6000 hektar lahan sawah terendam banjir dengan potensi kerugian kurang lebih Rp120 miliar rupiah.

“Hampir sebagian besar siap panen awal tahun ini. Akibat banjir, banyak padi yang membusuk,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Jakarta, Sabtu (19/1/2013).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga katakan, di Surabaya, lebih dari 220 hektar lahan sawah terendam banjir. Ratusan hektar lahan sawah di Karawang dan daerah sekitarnya saat ini juga telah diterjang luapan air. Hampir semua daerah itu dipastikan gagal panen.

Menurutnya, curah hujan tinggi yang diprediksi hingga Februari akan berdampak luasan sawah terendam banjir semakin bertambah. Begitu juga kerugian akibat gagal panen.

Karenanya, tegas Fadli Zon, kondisi ini jika tidak diantisipasi dapat mempengaruhi tingkat produksi gabah dan beras Nasional. “Situasi ini jelas berdampak langsung pada penghasilan petani kita yang menggantungkan hidup dari lahan tersebut,” tegasnya.

Menurutnya lebih lanjut, potensi gagal panen ini harus segera diantisipasi pemerintah, mengingat lahan terkena banjir sangat luas.

Dia tegaskan, jangan sampai dampak banjir ini, membuat bangsa ini harus impor lagi. Perlu dipikirkan strategi kebijakan non-impor yang dapat menggenjot produksi beras.

Sementara itu, dia tambahkan, untuk mengganti kerugian, bantuan pemerintah sangat dibutuhkan petani. Bantuan benih dan bibit perlu diberikan. Kalau tidak, petani akan terjebak hutang untuk membeli bibit baru.

“Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi para petani kita yang lahannya terendam banjir. Dalam kondisi normal saja, kesejahteraan petani rendah, apalagi gagal panen seperti sekarang. Insentif pengganti kerugian petani sangat diperlukan dari pemerintah,” ujarnya.

Gerindra Dukung Pemindahan Ibu Kota Negara

Gerindra Dukung Pemindahan Ibu Kota Negara

Gerindra Dukung Pemindahan Ibu Kota NegaraWakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menyatakan perlu mengkaji kembali wacana pemindahan pusat pemerintahan Indonesia, dari Jakarta ke daerah lain, yang aman dari banjir. Musibah ini setiap tahun kerap melanda kota ini, sebagaimana terjadi sejak Kamis (17/1), yang melumpuhkan hampir semua sendi-sendi kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan kerugian sekitar Rp 1,5 milyar per jamnya.

Meski demikian, Fadli mengingatkan perlunya kajian mendalam agar daerah baru yang akan dijadikan pusat pemeritahan Indonesia itu benar-benar layak sebagai pusat pemerintahan, bukan hanya bebas bahaya banjir dan bencana lainnya semata.

Fadli menuturkan, wacana pemindahan pusat pemerintahan Indonesia ini pernah digagas Presiden Soekarno tahun 1957. Bung Karno mengusulkan Palangkaraya, di Kalimantan Tengah, sebagai kota yang pantas sebagai Ibu Kota RI. Wacana pemindahan itu dilontarkan karena Jakarta dinilai tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih, selain di Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya pas berada di tengah-tengah gugus Kepulauan Nusantara.

Hal serupa juga di era Presiden Soeharto, yang mewacanakan pemindahan pusat pemerintahan ke Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang aksesnya tak terlalu jauh dari kota Jakarta.

“Ide pemindahan Ibu Kota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi, tentu perlu diteliti untung ruginya,” ujar Fadli.

Menurutnya, hal serupa pernah dilakukan negara tetangga Malaysia yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Di Putra Jaya, semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area, sehingga memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Atas pertimbangan itu, ujar Fadli, para ahli harus membantu pemerintah pusat menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta bisa menjadi pusat bisnis dan daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan. Tentu daerah baru nanti bisa dicari yang mudah aksesnya dan lingkungannya mendukung.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” pungkasnya.

Fadli Zon: Pemisahan Pusat Pemerintahan dan Bisnis, Solusi Alternatif

Fadli Zon: Pemisahan Pusat Pemerintahan dan Bisnis, Solusi Alternatif

Fadli Zon: Pemisahan Pusat Pemerintahan dan Bisnis, Solusi Alternatif

Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari ini. Perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di ibukota tak terulang. Kerugian kini diperkirakan mencapai 1.5 rupiah miliar per jam.

“Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibukota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung,” kata Fadli Zon dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Jumat (18/1/2013).

Menurut Fadli, Presiden Soekarno tahun 1957 pernah menggagas ibukota dipindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Soekarno memandang Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis.

Palangkaraya dipilih selain Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia. “Begitupun Presiden Soeharto pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Jonggol, Bogor, dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta,” katanya.

Ide pemindahan ibukota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya. Sebagai contoh, kata Fadli Zon, Malaysia memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya.

“Di Putra Jaya semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area. Ini memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra.

Menurut Fadli, untuk merealisasikan pemisahan tersebut, para ahli harus membantu pemerintah pusat menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta bisa menjadi pusat bisnis, dan daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan.

“Tentu daerah baru nanti bisa dicari yang mudah aksesnya dan lingkungannya mendukung,” katanya.

Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa.