Blog

Gerindra: Ide Pemindahan Ibukota Bukan Barang Baru

Gerindra: Ide Pemindahan Ibukota Bukan Barang Baru

Gerindra: Ide Pemindahan Ibukota Bukan Barang Baru

Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari ini. Kerugian kini diperkirakan mencapai 1.5 rupiah miliar per jam. Perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di ibukota tak terulang. Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibukota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung.

Presiden Soekarno tahun 1957 pernah menggagas ibukota dipindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Soekarno memandang Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih selain di Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia.

Begitupun Presiden Soeharto pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Jonggol, Bogor, dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta.

Menurut Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra melalui siaran pers Jumat (18/1/13) di Jakarta, ide pemindahan ibukota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya.

“Hal ini sudah dilakukan misalnya di Malaysia, yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Di Putra Jaya semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area. Ini memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat,” katanya.

Para ahli harus membantu pemerintah pusat menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta bisa menjadi pusat bisnis, dan daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan. Tentu daerah baru nanti bisa dicari yang mudah aksesnya dan lingkungannya mendukung.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” katanya lagi.

Ibu Kota Harus Pindah

Ibu Kota Harus Pindah

Ibu Kota Harus Pindah

 

Istana Dikepung Banjir, SBY Langsung ’’Blusukan’’ Pemindahan ibu kota negara kembali bergulir pascabanjir besar yang mengepung Jakarta. Sejumlah kalangan pun mulai menyuarakannya. Di antaranya Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ia menyatakan, memang sudah seharusnya mulai dipikirkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. Sebab, sebagai ibu kota negara, Jakarta sering kebanjiran.

’’Kalau saya berpendapat, harus kita pikirkan pemindahan ibu kota. Para ahli harus cari tempat yang baik,’’ kata Prabowo di sela-sela acara syukuran Partai Gerindra lolos Pemilu 2014 yang digelar DPP Partai Gerindra di Jakarta kemarin.

Prabowo mengatakan, memang untuk solusi mengatasi banjir di Jakarta harus menyeluruh. ’’Harus ada perencanaan tata ruang yang baik, infrastruktur yang baik,’’ kata Prabowo.

Kendati demikian, Prabowo yakin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah memikirkannya. ’’Gubernur baru sudah memikirkan,’’ tegas bekas Danjen Kopassus itu.

Terkait soal rencana pembangunan terowongan, Prabowo menilai itu masuk akal. Bahkan, ia menegaskan, pembangunan kanal-kanal banjir harus disegerakan. ’’Rencana terowongan masuk akal. Saya kira kanal-kanal banjir mesti dipercepat,’’ ungkapnya.

Desakan pemindahan ibu kota juga dilontarkan Ketua DPR Marzuki Alie. Pemindahan ibu kota Jakarta ke daerah lain sudah harus dilakukan. Hal itu menyusul tak kunjung teratasinya permasalahan banjir, macet, dan kepadatan penduduk di ibu kota.

Bahkan politisi Partai Demokrat itu menilai, permasalahan yang selalu menghantui kota Jakarta itu tidak akan bisa diselesaikan oleh siapa pun dan dengan cara apa pun. ’’Sampai kapan pun, kondisinya akan tetap seperti ini. Ibu kota harus dipindahkan terlebih dahulu, baru permasalahan Jakarta akan segera selesai secara bertahap,’’ katanya.

Menurutnya, jika ibu kota negara dialihkan ke daerah baru, akan mudah untuk penataannya, termasuk dalam hal transportasinya. ’’Semua kantor pemerintahan bisa ditempatkan dalam satu lokasi dengan didukung oleh fasilitas perumahan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial yang memadai,’’ katanya.

Jauh sebelumnya, terkait pemindahan ibu kota RI, Provinsi Lampung menyatakan kesiapannya menjadi calon pusat pemerintahan menggantikan Jakarta. Bahkan sejumlah akademisi telah membentuk tim kajian.

Secara demografi, Lampung dinilai lebih baik jika dibandingkan kandidat provinsi lainnya, seperti Palangkaraya, Kalimantan Tengah; Jonggol, Jawa Barat; maupun Banten.

Ini pernah diutarakan Syafarudin, kepala Laboratorium Politik Lokal dan Otonomi Daerah FISIP Universitas Lampung (Unila), kepada Radar Lampung. Dijelaskan, potensi Lampung itu masih menjadi bahan kajian tim gabungan Unila dan Universitas Bandar Lampung (UBL) beberapa waktu lalu. ’’Kami lihat Lampung memiliki potensi untuk menjadi pusat pemerintahan,’’ kata Syafarudin kala itu.

Menurut Syafarudin, pemindahan pusat pemerintahan bukan berarti pemindahan ibu kota negara. Ibu kota negara memiliki banyak fungsi yang harus dinaungi, seperti pusat perdagangan, pendidikan, pariwisata, dan sebagainya. Sehingga apabila ibu kota dipindahkan, hal itu akan sulit dilakukan.

’’Kami melihat konsepnya yang dipindahkan hanya pusat pemerintahan. Sehingga ibu kota tetap di Jakarta. Karena fungsi lain sudah ada di sana. Lokasi Lampung pun tidak terlampau jauh dari Jakarta,” ujarnya.

Pemisahan antara ibu kota negara dengan pusat pemerintahan ini, menurut Syafarudin, sudah banyak dilakukan oleh negara lain seperti di Malaysia dengan ibu kota negara Kuala Lumpur dan pusat pemerintahan di Selangor. ’’Ide konsep ini sudah diperdengarkan sejak 2008 sebenarnya. Isu kembali menghangat setelah ada wacana dari pemerintah pusat kalau akan memindahkan ibu kota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah,’’ ungkapnya lagi.

Bahkan dua daerah di Indonesia, yaitu kecamatan Jonggol, Bogor, Jawa Barat, dan Provinsi Banten pun telah mengajukan usul supaya ibu kota dipindahkan ke lokasi itu. Namun, sekali lagi, secara demografi, Lampung lebih baik dibandingkan Palangkaraya, Jonggol, maupun Banten.

Sementara dampak banjir Jakarta juga dirasakan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan luapan air sudah masuk ke Istana Negara, tempatnya melakukan aktivitas sehari-hari.

Saat memantau beberapa titik yang terkena banjir di sekitar Wisma Negara di kompleks itu, presiden pun harus menggulung celana hingga selutut. Hal ini karena banjir yang menggenangi tempat itu setinggi 30 cm. Tampak Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang mendampinginya pun ikut menggulung celana menemani presiden.

’’Kalau sekarang banjirnya sudah berkurang, sudah kering karena disedot. Tadi pagi masih tinggi di beberapa tempat,’’ ujar seorang Paspampres yang mengantar Jawa Pos (grup Radar Lampung) menuju ke Istana Negara.

Setelah sebagian titik banjir itu tersedot, petugas kebersihan istana pun langsung sigap membersihkan lantai yang masih tersisa lumpur dan kotoran. Apesnya, banjir yang mengepung istana terjadi ketika SBY akan menyambut kedatangan Presiden Republik Argentina Y.M. Cristina Elisabet Fernandez De Kirchner.

Kirchner mendatangi Istana Merdeka Jakarta Pusat menemui Presiden RI SBY kemarin. Kirchner tampak cantik dengan dress hitam selutut dan rambut tergerai.

Sementara Presiden SBY pun sudah berganti pakaiannya dengan setelan hitam. Sebelumnya, presiden memakai setelan biasa yang dipakainya berkeliling melihat titik banjir di kompleks istana. ’’Saya senang Ibu datang ke Indonesia. Kita akan membahas isu bilateral dalam pertemuan ini,’’ ujar SBY.

Argentina merupakan negara tujuan ekspor ketiga terbesar Indonesia untuk kawasan Amerika Latin setelah Brazil dan Meksiko. Sebaliknya, Indonesia merupakan mitra dagang Argentina terbesar di kawasan ASEAN.

Nilai total perdagangan bilateral kedua negara pada 2011 adalah sebesar USD1,94 miliar. Sementara itu hingga Oktober 2012, nilai perdagangan bilateral mencapai USD1,67 miliar.

Selama di Indonesia, Kirchner dijadwalkan akan mengunjungi Museum Nasional dan melaksanakan upacara peletakan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Selain itu, Kirchner juga akan melakukan pertemuan dengan sejumlah pelaku bisnis utama Indonesia. Turut menyertai dalam kunjungan ini, 230 pelaku bisnis Argentina.

Sementara itu, banjir yang menerjang ibu kota membuat SBY prihatin. Dia pun langsung turun mengunjungi sejumlah tempat pengungsian di kawasan Rawa Jati, Kalibata, Jakarta Selatan.

Kegiatan ini di luar rencana awal kegiatan presiden hari ini (kemarin). Tapi, begitu mengetahui kota Jakarta hampir secara keseluruhan direndam banjir, presiden pun langsung bergerak cepat meminta persiapan kunjungan kelilingnya.

Setelah turun ke lapangan dan melihat langsung, presiden mengaku ini adalah banjir terbesar setelah enam tahun Jakarta hanya diwarnai banjir sedang.

’’Jakarta kembali mengalami banjir besar setelah 6 tahun tidak mengalami banjir seperti ini. Kita masih ingat 2007, semua tempat-tempat kena. Sekarang yang biasanya tidak banjir juga ikut kena banjir. Kantor saya di istana juga terkena banjir,’’ ujar presiden di Rawa Jati, kemarin sore (17/1).

Untuk mengantisipasi banjir yang menggenang di Jakarta, presiden mengatakan sudah menginstruksikan seluruh jajaran di pemerintah pusat dan DKI Jakarta untuk bergerak cepat. Kepada Kepolisian RI dan TNI, presiden menyatakan sudah meminta agar memantau keamanan rumah warga yang mengungsi sehingga aman dari pencurian serta hal-hal yang tidak diinginkan.

’’Pemerintah pusat siap membantu. Saya minta semua jajaran bekerja sama dengan baik. Termasuk dari masyarakat agar bekerja sama dengan aparat untuk bahu-membahu,’’ ungkap presiden.

Tidak hanya itu. SBY juga menginstruksikan kepada Mensesneg, BNPB, Kapolri, TNI, dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk segera mengambil langkah-langkah antisipasi banjir serta menolong para pengungsi

Masalah Nasional

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan, kendati sebagian besar aktivitas warga lumpuh karena banjir, sekarang bukan waktunya saling menyalahkan.

’’Banjir besar di sejumlah titik di Jakarta telah membuat lumpuh sebagian besar aktivitas warga. Kemacetan pun makin bertambah,’’ kata Fadli kemarin.

Dia mengatakan, banyak warga kesulitan untuk bekerja. Menurutnya, ini merupakan musibah dan harus ditangani bersama-sama. ’’Bukan waktunya kita saling menyalahkan. Tak bijak mempertanyakan bahkan menyalahkan kinerja Jokowi-Basuki dalam antisipasi banjir ini,’’ tambahnya.

Menurut Fadli, banjir yang melanda Jakarta sekarang ini harus ditangani dengan gotong-royong saling mendukung dan menolong. ’’Khususnya prioritas menyelamatkan dan membantu korban banjir,’’ katanya.

Dia menyatakan, langkah gubernur DKI sudah tepat. Beberapa upaya taktis jangka pendek yang dilakukan Jokowi-Basuki yang baru tiga bulan menjabat sudah on the right track. ’’Yaitu menangani korban banjir dan identifikasi titik banjir,’’ bela dia.

Menurutnya, dalam jangka tengah dan panjang akan dilakukan normalisasi sungai, pengerukan sampah, serta memperbanyak daerah resapan. Kata Fadli, upaya aktif Jokowi melibatkan pemerintah pusat patut didukung. Proses komunikasi dan koordinasi pemerintah pusat serta daerah sangat penting. Hampir seluruh fasilitas pemerintah pusat terletak di Jakarta. ’’Ini masalah nasional. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah. Perlu peran aktif pemerintah pusat,’’ katanya.

Untuk jangka panjang, lanjut dia, ada beberapa upaya bisa dioptimalkan seperti pembenahan sistem drainase Jakarta, normalisasi kali besar seperti Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter. Sebab, kemampuan sungai-sungai di Jakarta untuk mengalirkan air turun 70 persen akibat pendangkalan dan penyempitan.

Hulu Sungai Ciliwung yang berada di Puncak juga harus dibenahi. Debit air Ciliwung meningkat drastis. Kajian citra satelit juga menunjukkan bahwa keseimbangan ekologis kawasan puncak tahun ini merosot 50 persen. Pembenahan oleh pemerintah di hulu sungai di Puncak juga harus ditingkatkan. ’’Kader-kader Partai Gerindra ikut mendirikan beberapa posko di titik banjir,’’ ujar Fadli.

Dampak Banjir

Sekolah-sekolah di Jakarta yang terendam banjir diliburkan. Hal ini disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Gubernur yang biasa disapa Jokowi itu menegaskan, sekolah yang diliburkan hanya yang berada di area banjir.

’’Kalau dalam sebuah kecamatan memang banjirnya terutama yang sudah kena sekolah, sudah nggak bisa dikelola dengan baik, saya perintahkan untuk segera diliburkan,’’ kata Jokowi kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.

Kebijakan ini telah disampaikan Jokowi kepada jajarannya di Dinas Pendidikan. Hanya, ia belum tahu berapa sekolah yang telah diliburkan akibat banjir hari ini.

Sementara untuk para PNS Pemprov DKI, Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak akan memberikan cuti bersama. Menurutnya, dalam kondisi tanggap bencana seperti ini, para PNS justru harus bekerja lebih keras.

’’Kayak gini tuh malah harus bergerak, kok malah cuti bersama. Kalau perlu Sabtu-Minggu harus masuk, kok malah libur nih gimana? Nggak ada,’’ tegas politisi PDIP itu.

Ditemui di lokasi yang sama, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan bahwa Pemprov DKI dibolehkan meliburkan sekolah yang terkena banjir. Tapi, menurutnya, libur yang diberikan nantinya harus diganti. ’’Boleh saja, tapi jam belajar tak boleh kurang. Pokoknya setahun 245 hari, itu bisa diatur oleh sekolah,’’ ujar Musliar.

Sedangkan Menteri Perindustrian M.S. Hidayat khawatir banjir yang mengepung sejumlah ibu kota akhir-akhir ini akan berdampak pada sektor industri. Dia pun memberi semangat agar pelaku industri tidak menyerah pada kondisi yang ada.

’’Yang terpenting sentra produksinya jangan sampai menyerah. Yang kedua, mungkin proses industrinya. Transportasi itu yang menjadi kendala,’’ ujar Hidayat di Gedung Kementerian Perekonomian, Jakarta, kemarin.

Menurut hematnya, bila sektor transportasi sudah lumpuh akan merembet secara keseluruhan. ’’Itu yang terjadi di Thailand, tapi kan hujannya cuma sehari aja, besok mudah-mudahan tidak hujan,’’ terangnya.

Selain itu, Hidayat juga berharap pemerintah DKI bersama pemerintah pusat segera mengatasi bencana ini. ’’Tapi, juga kalau tidak cepat teratasi, ini juga akan memengaruhi kehidupan masyarakat,’’ urainya.

Mengenai besaran kerugian yang dialami sektor industri, Hidayat mengaku belum bisa berkomentar banyak. ’’Sekarang diinventarisasi hari ini, mungkin besok saya bisa komentar. Delivery time (sampainya barang) jadi terganggu. Yang jelas kalau ini dibiarkan, lama kelamaan bisa mengganggu kinerja dan kontrak-kontrak industri,’’ katanya.

Banjir di sejumlah jalan ibu kota tak menyurutkan langkah beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II untuk menghadiri rakor di Kementerian Perekonomian.

Rakor yang kali ini membahas tentang kebijakan stabilisasi harga pangan (beras, kedelai, gula) dihadiri menteri perekonomian, Menkeu, Bulog, Bappenas, Menhub, kepala BKF, dan menteri pertanian.

Sebagian besar menteri maupun pejabat negara yang hadir menggunakan mobil besar seperti Fortuner. Namun, masih saja ada menteri yang nekat menggunakan mobil dinas sedan Toyota Crown Royal.

’’Semua menteri pake Fortuner, cuma dua menteri yang ’bandel’ naik Crown. Yaitu Pak Hatta (Menko Perekonomian Hatta Rajasa) sama kepala Bappenas (Armida Alisjahbana),’’ ujar Staf Humas Kemenko Perekonomian Sofyan di Menko Perekonomian, Jakarta.

Sementara menurut Staf Pelayan Menteri Pertanian Endang di tempat yang sama menuturkan, digunakan mobil besar agar bisa menerobos banjir. ’’Antisipasi banjir kita pakai Fortuner, dari rumah ke Four Season masih naik Crown. Namun, berdasarkan izin dari Pak Menteri, saya tukar pake Fortuner,’’ ucapnya.

Banjir yang semakin parah merendam wilayah Jakarta membuat PT PLN Distribusi Jakarta Raya memadamkan sejumlah gardu di DKI Jakarta. Hingga pukul 12.30 WIB, sekitar 866 gardu dipadamkan untuk wilayah Jakarta dan Tangerang.

’’PLN berusaha mengamankan pelanggan dengan memadamkan aliran listrik,’’ tegas Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan Irwan Darwin dalam keterangan persnya kemarin.

Sebanyak 866 gardu yang dipadamkan sebarannya di area Menteng, Cempaka Putih, Tanjung Priok, Marunda, Pondok Kopi, Bandengan, Teluk Naga, Cikupa, Cengkareng, Kebon Jeruk, dan Bulungan.

Wacana Pemindahan Ibukota Perlu Dikaji Ulang

Wacana Pemindahan Ibukota Perlu Dikaji Ulang

Wacana Pemindahan Ibukota Perlu Dikaji Ulang

 

Wacana perpindahan pusat pemerintahan dan pusat bisnis keluar Jakarta kembali diserukan. Kali ini Wakil ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang menyampaikan. “Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari ini. Perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di ibukota tak terulang. Kerugian kini diperkirakan mencapai Rp1.5  miliar per jam,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima Aktual.co, Jum’at, (18/01).

Wacana pemindahan ibukota perlu dikaji ulang, namun perlu kajian yang mendalam terkait lokasi-lokasi yang akan ditetapkan.
“Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibukota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung,” tambahnya.
Ide pemindahan ibukota merupakan wacana yang realistis melihat situasi jakarta saat ini, pemindahan tersebut bisa mengurangi beban aktivitas di jakarta.
“Ide pemindahan ibukota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya,” tegasnya.
Pamindahan Ibukota negara sempat dilakukan oleh negara tetangga, yakni malaysia,  yang memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Di Putra Jaya semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area. Ini memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Selain itu, secara langsung pemindahan tersebut mampu mengurangi kepadatan aktifitas di Kuala Lumpur.
Gerindra: Pindah Ibu Kota Buat Jakarta Lebih Sehat

Gerindra: Pindah Ibu Kota Buat Jakarta Lebih Sehat

Gerindra: Pindah Ibu Kota Buat Jakarta Lebih Sehat

Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari ini. Perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian tak terulang. Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibu kota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung. Presiden Soekarno tahun 1957 pernah menggagas ibu kota dipindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Soekarno memandang Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih selain di Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia.

“Begitupun Presiden Soeharto pernah mewacanakan pemindahan ibu kota ke Jonggol, Bogor, dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta,” kata Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Jakarta, Jumat (18/1/2013).

Ide pemindahan ibu kota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tetapi tentu perlu diteliti untung ruginya. Hal ini sudah dilakukan misalnya di Malaysia, yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Di Putra Jaya semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area. Ini memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Para ahli harus membantu pemerintah pusat menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta bisa menjadi pusat bisnis, dan daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan. Tentu daerah baru nanti bisa dicari yang mudah aksesnya dan lingkungannya mendukung.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” ucap Fadli

Ide Pemindahan Ibu Kota Realistis

Ide Pemindahan Ibu Kota Realistis

Ide Pemindahan Ibu Kota Realistis

 

Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dalam dua hari ini. Perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di ibu kota tak terulang. Kerugian kini diperkirakan mencapai 1.5 rupiah miliar per jam. Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibukota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung.

“Presiden Soekarno tahun 1957 pernah menggagas ibu kota dipindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Soekarno memandang Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih selain di Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, Jumat (18/1/2012).

Begitupun Presiden Soeharto pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Jonggol, Bogor, dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta.

“Ide pemindahan ibukota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya,” Fadli mengingatkan.

Dijelaskan, hal ini sudah dilakukan misalnya di Malaysia yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Di Putra Jaya, imbuh Fadli, semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area. Ini memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Para ahli harus membantu pemerintah pusat menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta bisa menjadi pusat bisnis, dan daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan. Tentu daerah baru nanti bisa dicari yang mudah aksesnya dan lingkungannya mendukung.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” ujar Fadli Zon.

Gerindra: Pemindahan Ibukota Perlu Kajian Mendalam

Gerindra: Pemindahan Ibukota Perlu Kajian Mendalam

Gerindra: Pemindahan Ibukota Perlu Kajian Mendalam

Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari terakhir. Karenanya, perlu ada kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di ibukota tak terulang.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, akibat banjir, angka kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,5 rupiah per jam.

“Wacana lama yang perlu dikaji adalah pemindahan ibukota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung,” katanya, Jumat (18/1).

Menurutnya, Presiden Soekarno pada 1957 pernah menggagas ibukota dipindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Soekarno memandang  Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih selain di Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia. Presiden Soeharto juga pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Jonggol, Bogor. Dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta.

“Ide pemindahan ibukota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya,” tambah dia.

Apalagi, lanjut Fadli, hal itu sudah dilakukan oleh negara lain. Malaysia misalnya yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya.

Di Putra Jaya semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area. Sehingga memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Menurut Fadli, para ahli harus membantu pemerintah menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta memamg bisa menjadi pusat bisnis. Jadi, daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan.

Daerah baru itu tentunya dicari yang memiliki akses mudah dan lingkungan mendukung.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi. Risiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” ujar Fadli.

Gerindra: Pindah Ibu Kota, Indonesia Bisa Belajar dari Malaysia

Gerindra: Pindah Ibu Kota, Indonesia Bisa Belajar dari Malaysia

Gerindra: Pindah Ibu Kota, Indonesia Bisa Belajar dari Malaysia

 

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai wacana pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta memerlukan kajian mendalam. Indonesia perlu belajar dari Malaysia yang memindahkan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya.

“Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari ini. Perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di Ibu Kota tak terulang,” kata Fadli kepada Metrotvnews.com, Jumat (18/1).

Rencana pemindahan Ibu Kota negeri ini pernah dipikirkan Presiden Soekarno. Soekarno memandang Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya, Kalimantan dipilih karena di tengah gugus Indonesia.

Begitupun Presiden Soeharto pernah mewacanakan pemindahan Ibu Kota ke Jonggol, Bogor, dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta.

“Ide pemindahan Ibu Kota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya,” kata Fadli.

Ia berharap Pemerintah Pusat harus menentukan daerah baru pusat pemerintahan.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” tandasnya.

Pemisahan Pusat Pemerintahan dan Bisnis Jadi Alternatif Solusi buat Jakarta

Pemisahan Pusat Pemerintahan dan Bisnis Jadi Alternatif Solusi buat Jakarta

Pemisahan Pusat Pemerintahan dan Bisnis Jadi Alternatif Solusi buat Jakarta

Banjir Jakarta telah melumpuhkan aktivitas pemerintahan dan bisnis dua hari ini. Tentu saja, perlu kebijakan lebih strategis ke depan agar dampak kerugian banjir di ibukota tak terulang. Kerugian pun diperkirakan mencapai Rp 1,5 miliar per jam.

Wacana lama yang perlu dikaji untuk mengatasi hal ini, menurut Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, adalah pemindahan ibukota ke daerah baru. Namun, perlu kajian mendalam agar lokasi baru benar-benar mendukung.

Presiden Soekarno, ungkap Fadli, pada tahun 1957 pernah menggagas ibukota dipindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Soekarno memandang  Jakarta tak akan mampu menampung sekaligus pusat pemerintah dan bisnis. Palangkaraya dipilih selain di Kalimantan sebagai pulau terbesar, juga posisinya berada di tengah gugus pulau Indonesia.

Begitupun Presiden Soeharto  pernah mewacanakan pemindahan ibukota  ke Jonggol, Bogor, dengan akses yang tak terlalu jauh dari Jakarta.

“Ide pemindahan ibukota ini sangat realistis untuk mengurangi beban aktivitas di Jakarta. Tapi tentu perlu diteliti untung ruginya,” kata Fadli kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 18/1).

Hal ini, lanjut Fadli, sudah dilakukan misalnya di Malaysia, yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Di Putra Jaya semua gedung pemerintahan terintegrasi dalam satu komplek area, dan ini memudahkan aktivitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Karena itu, masih kata Fadli, para ahli harus membantu pemerintah pusat menentukan daerah baru pusat pemerintahan. Jakarta bisa menjadi pusat bisnis, dan daerah baru nanti menjadi pusat pemerintahan. Tentu daerah baru nanti bisa dicari yang mudah aksesnya dan lingkungannya mendukung.

“Dengan pemisahan pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta bisa menjadi kota yang sehat, manusiawi, dan resiko kerugian pun lebih kecil ketika terjadi musibah serupa,” demikian Fadli.

Gerindra: Jakarta Lumpuh Dikepung Banjir, Jangan Salahkan Jokowi!

Gerindra: Jakarta Lumpuh Dikepung Banjir, Jangan Salahkan Jokowi!

Gerindra Jakarta Lumpuh Dikepung Banjir, Jangan Salahkan Jokowi!DKI Jakarta lumpuh dikepung banjir di sejumlah titik. Partai Gerindra menilai tak sepatutnya masyarakat menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) terkait musibah ini.

“Banjir besar di sejumlah titik di Jakarta telah membuat lumpuh sebagian besar aktivitas warga. Bukan saatnya kita saling menyalahkan. Tak bijak mempertanyakan bahkan menyalahkan kinerja Jokowi-Basuki dalam antisipasi banjir ini. Banjir yang melanda Jakarta saat ini, harus ditangani dengan gotong royong saling mendukung dan menolong. Khususnya prioritas menyelamatkan dan membantu korban banjir,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Kamis (17/1/2013).

Gerindra menilai langkah Gubernur DKI sudah tepat. Beberapa upaya taktis jangka pendek yang dilakukan Jokowi-Basuki, yang baru 3 bulan menjabat, sudah on the right track.

“Yaitu menangani korban banjir dan identifikasi titik banjir. Dalam jangka tengah dan panjang akan dilakukan normalisasi sungai, pengerukan sampah, dan memperbanyak daerah resapan,” paparnya.

Upaya aktif Jokowi melibatkan pemerintah pusat patut didukung. Proses komunikasi dan koordinasi pemerintah pusat dan daerah sangat penting. Hampir seluruh fasilitas pemerintah pusat terletak di Jakarta. “Ini masalah nasional. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah. Perlu peran aktif pemerintah pusat,” imbuh Fadli.

Untuk jangka panjang, menurut Fadli, ada beberapa upaya bisa dioptimalkan seperti pembenahan sistem drainase Jakarta, normalisasi kali besar seperti kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter. Sebab, kemampuan sungai-sungai di Jakarta untuk mengalirkan air turun 70 persen, akibat pendangkalan dan penyempitan.

“Hulu sungai Ciliwung yang berada di Puncak juga harus dibenahi. Debit air Ciliwung meningkat drastis. Kajian citra satelit juga menunjukkan bahwa keseimbangan ekologis kawasan puncak tahun ini merosot 50 persen. Pembenahan oleh pemerintah di hulu sungai di Puncak juga harus ditingkatkan,” pungkasnya.

Banjir Jakarta, Masalah Nasional yang Harus Diatasi Bersama

Banjir Jakarta, Masalah Nasional yang Harus Diatasi Bersama

Banjir Jakarta, Masalah Nasional yang Harus Diatasi Bersama

Banjir besar di sejumlah titik di Jakarta telah membuat lumpuh sebagian besar aktivitas warga. Kemacetan pun semakin bertambah, dan banyak warga kesulitan untuk bekerja.

“Ini merupakan musibah, dan harus ditangani bersama-sama. Bukan saatnya kita  saling menyalahkan. Tak bijak mempertanyakan bahkan menyalahkan kinerja Jokowi-Basuki dalam antisipasi banjir ini,” kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Kamis, 17/1).

Banjir yang melanda Jakarta saat ini, lanjut Fadli, harus ditangani secara gotong royong, saling mendukung dan menolong, dengan prioritas menyelamatkan dan membantu korban banjir. Apalagi beberapa upaya taktis jangka pendek yang dilakukan Jokowi-Basuki, yang baru tiga bulan menjabat, juga sudah on the right track, yaitu dengan menangani korban banjir dan identifikasi titik banjir serta dalam jangka tengah dan panjang akan dilakukan normalisasi sungai, pengerukan sampah, dan memperbanyak daerah resapan.

“Upaya aktif Jokowi melibatkan pemerintah pusat patut didukung. Proses komunikasi dan koordinasi pemerintah pusat dan daerah sangat penting. Hampir seluruh fasilitas pemerintah pusat terletak di Jakarta. Ini masalah nasional. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah. Perlu peran aktif pemerintah pusat,” tegas Fadli.

Untuk jangka panjang, lanjut Fadli, ada beberapa upaya yang bisa dioptimalkan seperti pembenahan sistem drainase Jakarta, normalisasi kali besar seperti kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter. Sebab, kemampuan sungai-sungai di Jakarta untuk mengalirkan air turun 70 persen, akibat pendangkalan dan penyempitan.

Hal lain yang juga tak kalah penting adalah membenahi hulu sungai Ciliwung yang berada di Puncak. Kajian citra satelit juga menunjukkan bahwa keseimbangan ekologis kawasan Puncak tahun ini merosot 50 persen sehingga pembenahan oleh pemerintah di hulu sungai di Puncak juga harus ditingkatkan.