Blog

Gerindra: Kami Akan Gagalkan Gedung Baru DPR

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra secara tegas menolak rencana pembangunan gedung baru DPR. Gerindra, secara khusus juga mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Ketua DPR Marzuki Alie yang tidak konsisten.

“Setidaknya ada dua fraksi yang secara resmi menolak pembangunan gedung baru DPR. Kalau Marzuki konsisten dengan pernyataannya terdahulu, yaitu kalau ada 1 fraksi saja menolak maka batallah gedung baru. Kami menagih pernyataan itu dan Marzuki harus konsisten,” tandas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon kepada tribun, Kamis (07/04/2011).

Setelah melalui perdebatan panjang, rapat konsultasi pimpinan DPR, pimpinan fraksi dan pimpinan BURT, akhirnya memutuskan untuk meneruskan rencana pembangunan gedung baru DPR. Dari sembilan fraksi yang ada, hanya dua yang menolak pembangunan gedung tersebut
yaitu Fraksi PAN dan Fraksi Partai Gerindra.

Dalam rapat konsultasi itu juga memutuskan untuk tidak membawa keputusan rapat konsultasi ini kedalam sidang paripurna DPR.

“Mayoritas rakyat sudah jelas menolak pembangunan gedung baru ini. Jangan sampai nanti rakyat yang akan menghentikan. Kami akan terus berusaha agar dibatalkan gedung baru DPR ini,” tegas Fadli Zon.

Fadli Zon: Syafruddin Prawiranegara Pendiri Republik

-Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) merupakan tonggak peristiwa sejarah penting yang terlupakan atau tepatnya dipinggirkan.

“Sebagian besar rakyat Indonesia diasingkan dari sejarah PDRI, seolah-oleh PDRI tidak pernah terjadi atau hanya embel-embel dari serentetan peristiwa besar, kata Tokoh Intelektual Muda Sumatera Barat, DR. Fadli Zon, MA yang tampil sebagai salah seorang pemakalah pada Seminar Nasional “Satu Abad Mr Syafruddin Prawiranegara” yang bertemakan “Makna PDRI dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia” di Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Minggu (3/4).

Fadli Zon menilai MR Syafruddin Prawiranegara adalah seorang pendiri Republik, tokoh bangsa yang berjasa dalam memperjuangkan dan mempertahankan Republik Indonesia.

Syafruddin Prawiranegara katanya, adalah tokoh yang dikenal sebagai pemimpin yang jujur, sederhana, tanpa pamrih, satu kata dengan perbuatan, tegas, berpegang pada prinsip dan idealis. Perjalanan hidup Syafruddin Prawiranegara, menunjukkan dia tidak pernah takut pada hidup, betapapun besar tantangan dan godaan.

“Syafruddin Prawiranegara lebih takut pada Allah SWT. Begitulah karekter sosok Syafruddin Prawiranegara,” kata Fadli Zon, putra Limapuluh Kota ini.

Disampaikannya, sebab-sebab utama marjinalisasi sejarah PDRI karena tokoh-tokohnya termasuk Syafruddin Prawiranegara juga ikut dalam peristiwa PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Dua peristiwa yang terpaut satu dekade itu dipimpin oleh aktor-aktor yang sama meskipun konteks sejarahnya sangat berbeda. “Disini kita lihat bahwa sejarah memiliki subyektifitas tinggi,” ujar Fadli Zon.

Fadli Zon yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, menegaskan PRRI adalah koreksi atas pemerintah pusat yang dianggap telah menyimpang dari cita-cita proklamasi.

Setidaknya, katanya, karena pemerintah pusat mengabaikan daerah dan cendrung memberi tempat pada ideologi komunisme yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila.

Hingga kini, Ketua PDRI Mr. Syafruddin Prawiranegara belum diakui sebagai pahlawan nasional. Ia bahkan tetap menjadi kontraversi bagi sebagian kalangan militer, generasi tua dan kalangan nasionalis yang tidak menyukai PRRI, pungkas Fadli Zon.

 

Fadli Zon: Ketua DPR Lebay

Metrotvnews.com, Jakarta: Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah langkah fraksinya di DPR menolak pembangunan gedung baru DPR sekedar untuk pencitraan meraih simpati rakyat. Untuk membuktikan keseriusan partainya, kata Fadli Zon, pihaknya akan segera menarik Pius Lustrilanang sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga dalam waktu dekat.

“Kalau masalah menolak dengan pencitraan, tidak ada urusan,” tegas Fadli Zon kepada metrotvnews.com, Kamis (31/3). Fadli menyatakan penolakan pembangunan gedung baru DPR sudah dilontarkan sejak Oktober 2010, kemudian dilanjutkan 2011.

Gerindra, kata Fadli, melihat pembangunan gedung senilai Rp1,162 triliun bertentangan dengan aspirasi rakyat dan tidak memenuhi rasa keadilan. Dana tersebut lebih baik dipakai untuk kesejahteraan rakyat.

“Jadi, ya tentu usaha kami langkah politik. Kalau upaya ini gagal mungkin rakyat akan menggunakan mekanisme sendiri,” ujar dia.

Fadli memastikan sikap Gerindra menolak gedung baru adalah langkah menyalurkan aspirasi rakyat. Ia menolak jika Gerindra dituding melakukan pencitraan.

“Tugas DPR memperjuangkan aspirasi rakyat. Kami melihat aspirasi rakyat menolak, kami perjuangkan. Apa yang disampaikan Ketua DPR berlebihan, lebay,” ujar dia.

Terkait penarikan Pius, Fadli menerangkan, memang partainya belum mengirimkan surat kepada pimpinan Dewan. Gerindra melihat Pius tidak lagi menyuarakan fraksi, tetapi pribadi.

Tindakan Gerindra tersebut, lanjut Fadli, memang belum diberitahukan kepada Pius. Sebab, langkah ini bukan sebagai pergantian antar waktu. Namun, pada saatnya akan diumumkan secara resmi.(Andhini)

Gerindra Evaluasi Pemecatan Pius dari BURT

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan Fraksi Gerindra saat ini tengah melakukan evaluasi terkait dengan rencana pencopotan Pius Lustrilanang dari Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Nanti kita akan jelaskan, kita sedang bahas itu,” ujar Fadli singkat kepada Liputan6.com, Kamis (32/3).

Fadli juga enggan memberikan komentar soal rencana pencopotan salah satu anggota dari partainya itu. “Nggak ada itu,” ujarnya singkat.

Seperti dikabarkan sebelumnya, Pius yang menjabat sebagai wakil ketua BURT dianggap menyuarakan kepentingan pribadinya dalam mendukung pembangunan gedung baru DPR yang anggarannya mencapai Rp 1,16 triliun itu. Fadli sebelumnya menyatakan selama ini Pius sering menyuarakan kepentingan pribadi dan tidak sejalan dengan kepentingan partai soal gedung baru itu.

Gerindra, menurut Fadli, sejak awal menolak keras pembangunan gedung baru itu. Anggaran pembangunan gedung dinilai terlalu membenam uang negara. Fadli mempertanyakan kepentingan siapa yang diperjuangkan Pius, sehingga tetap memperjuangkan pembangunan gedung baru. Padahal sikap menolak Gerindra itu sudah disampaikan sejak awal kepada kader-kadernya di DPR.

Fadli juga sebelumnya mengaku cukup sangsi terhadap kebijakan yang diambil Pius yang sebelumnya menurut Fadli sudah mengetahui sikap partainya, namun justru memutuskan sebaliknya.

Karena itu, Gerindra pun akan melakukan investigasi untuk mencari tahu motif Pius memperjuangkan pembangunan gedung baru DPR itu. Gerindra juga mempersilakan apabila ada pihak yang akan memberikan laporan atau informasi soal ini.

Gerindra: Kami Tetap Tolak Gedung Baru

Fraksi Gerindra DPR menegaskan, pihaknya masih menolak rencana pembangunan gedung baru DPR hingga saat ini. Menurut Sekretaris Fraksi Gerindra Edi Prabowo, DPR masih harus menahan diri untuk membangun gedung baru di tengah kondisi masyarakat saat ini. Gerindra telah menyatakan penolakannya beberapa waktu lalu dan tak akan menempati ruangan anggota di gedung baru DPR.

“Fraksi kita tetap menolak. Dengan kondisi ini, tidak sebagai prioritas. Tapi masalah kemiskinan, subsidi BBM, kekurangan ini yang harus kita selesaikan. Kita harus menahan diri karena pembangunan ini tidak urgent. Kita bisa menahan,” kata Edi di Gedung DPR, Selasa (29/3/2011).

Menurutnya, kalau sampai saat ini sikap Gerindra masih dipersoalkan karena di dalam rapat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) perwakilan Gerindra sudah setuju, Edi mengatakan, hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab salah satu pimpinan Fraksi Gerindra yang waktu itu hadir dalam rapat dan kemudian turut menyetujuinya.

“Gerindra masih menolak. Kami juga masih berpegangan itu kesalahan Wakil Ketua Fraksi Pius Lustrilanang sebagai Wakil Ketua BURT saja,” tambahnya.

Anggota Komisi VI DPR ini mengatakan, fraksinya sudah mengirimkan dua kali surat penolakan. “Membangun gedung bukan tradisi Indonesia,” tandasnya.

Selain Gerindra, dua fraksi lainnya yaitu Fraksi PAN dan PDI Perjuangan juga menyatakan hal yang sama. Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno mengungkapkan, DPR harus menghentikan rencana pembangunan gedung yang dinilai terlalu mewah oleh masyarakat.

“Rencana pembangunan menuai penolakan yang luas, jadi aspirasi masyarakat menolak. DPR ditempatkan seolah-olah berhadapan dengan rakyat. Padahal, UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD menegaskan, salah satu wewenang DPR adalah menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Untuk itu, dengan berbagai pertimbangan, Fraksi PAN meminta agar seluruh proses pembangunan gedung DPR dihentikan sampai mendapat persetujuan dari masyarakat,” kata Teguh dalam rapat paripurna DPR, hari ini.

Sementara itu, Ketua Fraksi sekaligus Sekjen PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, menyerukan agar DPR mengkaji ulang pembangunan gedung baru dan menunda target pembangunan yang akan dimulai pada 22 Juni mendatang.

Penolakan terhadap pembangunan gedung baru DPR setinggi 36 lantai kembali menguat setelah pada Jumat pekan lalu Sekretariat Jenderal DPR mengumumkan rencana pembangunan gedung yang akan dimulai pada Juni 2011. Saat ini panitia pembangunan gedung tengah memproses 11 perusahaan pendaftar yang akan mengikuti tender. Atas rencana ini, DPR juga terancam digugat class action oleh sejumlah LSM karena dinilai telah menyalahi prinsip pengelolaan keuangan negara.

Fadli Zon Tak Yakin Koreksi Anggaran PDS

JAKARTA, KOMPAS.com — Masih soal Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Kendati Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo telah meminta maaf dan berjanji akan merevisi anggaran untuk perpustakaan sastra Indonesia terbesar di seluruh dunia itu, Fadli Zon (Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia/Iluni FIB UI, dosen FIB UI), tidak sepenuhnya percaya Pemprov DKI Jakarta akan melaksanakan niatnya itu.

“Intinya Gubernur memang tidak peduli pada PDS HB Jassin. Demikian juga anggota DPRD DKI. Sudah sejak tahun lalu masalah dana ini disampaikan namun tidak pernah digubris oleh mereka. Setelah mencuat, barulah Gubernur ambil langkah. Itu pun belum tentu ada realisasi. Pemerintah ini memang tak peduli pada sastra dan budaya,” ungkap Fadli kepada Kompas.com, Kamis (24/3) di Jakarta. Menurut Fadli, sebenarnya dana Pemprov DKI sangatlah besar. Tahun ini saja APBD-nya Rp 28 triliun dan selalu mengalami kenaikan. “Jadi, apalah artinya Rp 1 atau Rp 2 miliar setahun bagi PDS HB Jassin dari dana Rp 28 triiun itu,” papar Fadli.

Persoalan anggaran Rp 50 juta per tahun untuk PDS HB Jassin yang menjadi pemicu kekhawatiran kalangan seniman dan budayawan, menurut Fadli, sebenarnya telah berlangsung beberapa tahun ini. “Saya sudah tahu masalah ini bukan baru, tapi sejak beberapa tahun terakhir dari Ajip Rosidi (penasihat Yayasan PDS HB Jassin). Juga pernah saya sampaikan kepada DPRD DKI. Pemotongan anggaran hingga Rp 50 juta per tahun merupakan pelecehan terhadap budaya Indonesia khususnya sastra,” tuturnya.

Fadli Zon Tak Yakin Koreksi Anggaran PDS

Masih soal Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Kendati Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo telah meminta maaf dan berjanji akan merevisi anggaran untuk perpustakaan sastra Indonesia terbesar di seluruh dunia itu, Fadli Zon (Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia/Iluni FIB UI, dosen FIB UI), tidak sepenuhnya percaya Pemprov DKI Jakarta akan melaksanakan niatnya itu.

“Intinya Gubernur memang tidak peduli pada PDS HB Jassin. Demikian juga anggota DPRD DKI. Sudah sejak tahun lalu masalah dana ini disampaikan namun tidak pernah digubris oleh mereka. Setelah mencuat, barulah Gubernur ambil langkah. Itu pun belum tentu ada realisasi. Pemerintah ini memang tak peduli pada sastra dan budaya,” ungkap Fadli kepada Kompas.com, Kamis (24/3) di Jakarta.

Menurut Fadli, sebenarnya dana Pemprov DKI sangatlah besar. Tahun ini saja APBD-nya Rp 28 triliun dan selalu mengalami kenaikan. “Jadi, apalah artinya Rp 1 atau Rp 2 miliar setahun bagi PDS HB Jassin dari dana Rp 28 triiun itu,” papar Fadli.

Persoalan anggaran Rp 50 juta per tahun untuk PDS HB Jassin yang menjadi pemicu kekhawatiran kalangan seniman dan budayawan, menurut Fadli, sebenarnya telah berlangsung beberapa tahun ini.

“Saya sudah tahu masalah ini bukan baru, tapi sejak beberapa tahun terakhir dari Ajip Rosidi (penasihat Yayasan PDS HB Jassin). Juga pernah saya sampaikan kepada DPRD DKI. Pemotongan anggaran hingga Rp 50 juta per tahun merupakan pelecehan terhadap budaya Indonesia khususnya sastra,” tuturnya.

DPR Tidak Butuh Gedung Baru!

Partai Gerindra mengkritik kebijakan DPR yang tetap melaksanakan pembangunan gedung baru DPR. Partai Gerindra menilai gedung DPR saat ini sudah cukup, penataannya saja yang dibenahi.

“DPR tidak butuh gedung baru. Benahi saja penataan gedung yang ada saat ini. Saat ini memang ada gedung yang sudah penuh, tapi ada juga yang masih kosong. Tinggal diatur saja. Ini butuh pembenahan manajemen,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Selasa (23/2/2011).

Menurut Fadli, Gerindra merasa heran dengan sikap DPR yang seolah-olah tuli dalam pembangunan gedung baru ini. Dulu, pimpinan DPR sempat berjanji, jika ada satu saja fraksi yang tidak setuju, maka pembangunan gedung akan dibatalkan.

“Tapi sekarang? Fraksi Gerindra sudah menolak. Resmi melalui surat. Tapi Wakil Ketua DPR Anis Matta menyatakan semua fraksi setuju. Ini kan aneh? memangnya dia bisa bicara atas nama fraksi Gerindra,” sindir Fadli.

Dia menambahkan, jika ada anggota Fraksi Gerindra yang membuat langkah di luar surat resmi, maka hal itu ilegal. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, juga sudah melarang Fraksi Gerindra menyetujui pembangunan gedung baru DPR.

“Kita sudah menegaskan sikap kita. Apalagi saat ini kondisi ekonomi juga sedang tidak bagus,” katanya.

Sebelumnya Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) juga curiga dengan kengototan DPR membuat gedung baru. Formappi telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil perwakilan dari DPR untuk menjelaskan proses pembangunan gedung tersebut.

“Kelihatannya DPR ini tetap ngotot dengan agenda pembangunan gedung baru. Dan kami semakin curiga, ada apa di balik kengototan mereka,” ujar Ketua Formappi, Sebastian Salang, di Kantor Formappi, Jl Matraman Raya 32 B, Jakarta Timur, Selasa (22/3).

Fadli Zon: SBY Ajak Kerjasama Bukan Reshuffle

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membalas surat Partai Gerindra terkait prasyarat untuk masuk dalam koalisi. Namun dalam surat SBY tersebut tak memiliki keistimewaan.

“Itu bagian komunikasi politik, biasa saja tidak ada yang istimewa,” kata Wakil Ketua Fadli Zon saat berbincang dengan INILAH.COM, Jakarta, Selasa (22/3/2011).

Fadli juga mengatakan surat yang disampaikan SBY kepada Gerindra tidak menyinggung akan adanya reshuffle. Namun isu surat tersebut mengajak Gerindra untuk kerja sama membangun bangsa. “Ada, ajakan kerjasama untuk membangun kepentingan bangsa,” ujarnya.

Menurut Fadli Zon, surat SBY itu adalah bentuk proses komunikasi yang belum selesai antara Gerindra dengan SBY. Hal ini biasa dalam menjalin komunikasi politik.

Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah membalas surat Partai Gerindra yang berisi persyaratan koalisi. Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menjelaskan isi surat tersebut masih bersifat normatif.

Namun, Gerindra menyambut baik surat dari SBY tersebut. Karena terbesit di dalam surat tersebut, Presiden SBY mau membina hubungan yang lebih baik dengan Gerindra. “Sepertinya sinyal yang bagus,” ujarnya.

Koalisi itu seperti Jemur Celana Dalam di Halaman

Partai Gerindra semakin geram dengan tingkah laku partai koalisi. Perilaku politik mereka kian tidak sedap dipandang.  Kegeraman Partai Gerindra kian berkembang usai batalnya partai ini bergabung dengan koalisi pemerintah. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon merasa geram atas perilaku partai koalisi yang masih juga saling tuding soal komitmen koalisi.

“Itu seperti menjemur celana dalam di luar halaman,” tegasnya ketika ditemui di Jakarta, Sabtu (12/3). Ia menegaskan pascapertemuan Ketua Umum Partai Golkar dengan Presiden Yudhoyono, harusnya perdebatan dipindah ke dalam ruang koalisi. Bukan dilakukan secara terbuka. Kegeraman itu berawal dari batalnya tawaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meminang Partai Gerindra ke dalam koalisi. Fadli Zon menuturkan bahwa tawaran tersebut sudah konkret, yakni mendudukkan kader partainya ke dalam kabinet.