Blog

Fadli Zon: Mungkin Saja Kami Kerja Sama Dengan Golkar & Demokrat

Pada pemilu lalu, Partai Gerindra pernah bermitra dengan PDIP melalui duet Mega-Prabowo. Setelah kalah di per­tarungan, kabarnya, banteng menjanjikan dukungan untuk Prabowo jadi capres, pada pemilu nanti.

Tapi belakangan ini, manuver kandang banteng sepertinya tak fokus ke pencapresan Prabowo. Petingginya, Taufik Kiemas malah bermesraan dengan Demokrat. Dan terakhir, dia menyatakan bahwa PDIP akan memunculkan capres dari kalangan muda, usia 40-50.

Apakah Gerindra merasa dikhianati? Berikut ini wawan­cara Rakyat Merdeka dengan Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, kemarin.

Taufik Kiemas makin mesra dengan Demokrat. Dan PDIP sepertinya akan memunculkan capres dari kalangan muda. Apa­kah Gerindra khawatir “dikhianati” PDIP dengan wacana itu?
Wacana itu bisa menjadi dis­kusi publik atau bisa menjadi pemikiran kita bersama. Gagasan politik adalah hal yang wajar untuk diungkapkan. Tapi keputu­san politik pasti ditentukan oleh partai. Dan (partai PDIP) dalam hal ini Bu Mega yang akan me­nen­tukan.

Taufik Kiemas saat ini ber­mesraan dengan pemerintah. Apakah tak khawatir Gerindra ditinggal dan PDIP berkoalisi dengan Demokrat?
Ya, itu bukan usaha yang baru. Saya kira dalam politik, sikap seperti itu biasa-biasa saja. Se­bab, ujungnya adalah pendapat resmi dari partai.

Seandainya PDIP bergabung dengan Demokrat di 2014, ba­gaimana?
Saya tidak khawatir. Saya me­lihat bahwa tokoh-tokoh PDIP sendiri, terutama Bu Mega adalah orang-orang yang memegang kata-kata dan punya sikap. Kalau tidak punya sikap tentu dia sangat mudah tergiur oleh tawaran-ta­waran jangka pendek.

Kabarnya ada tokoh Gerin­dra yang marah dengan manu­ver itu?
Saya kira itu bukan marah. Tapi kurang lentur menyikapinya.

Dalam politik, melihat manu­ver tidak bisa dengan kacamata kuda. Harus dari berbagai per­spek­tif. Mungkin itu kesalahpa­haman saja. Kita tidak melihat hal itu sebagai sesuatu yang prinsipil. Itu wacana politik Pak Taufik Kiemas yang sah-sah saja.

Ada pengamat yang menilai Gerindra saat ini gelisah de­ngan manuver Taufik Kiemas.
Saya kita tidak begitu. Kami sama sekali tidak gelisah dan ma­rah. Kami optimis dan yakin bahwa rakyat saat pemilu 2014 akan memilih dengan lebih jernih demi perbaikan-perbaikan.

Seandainya, pada akhirnya, PDIP tidak memenuhi komit­men­nya, dan tidak men­du­kung pencapresan Pra­bowo, bagai­mana?
Saya tidak per­caya. Dinamika politik kita ma­­­sih pan­jang. Masih banyak yang mung­kin bisa terjadi. Kita tidak tahu, jangan-jangan nanti lebih banyak yang mendukung Pak Prabowo. Bisa saja begitu kan? Mungkin saja Gerindra bekerja sama de­ngan Demokrat atau dengan Golkar. Kita kan hidup dengan dinamika yang tidak statis.

Taufik Kiemas mengatakan PDIP baiknya mencalonkan pre­siden dari usia muda 40-50 ta­hun. Ba­gai­mana tang­ga­pan anda?
Itu kan usu­­lan be­liau. Saya kata­kan, sah-sah saja. Yang lain mungkin mengu­sulkan usianya 50-60 tahun, atau 25-30 tahun. (Bagi saya), jangan me­mandang usia. Ha ha ha. Boleh-boleh saja. Berbeda pen­dapat boleh. Sebab, berbeda pen­dapat baik-baik saja adanya.

Anda sepertinya tak yakin sikap Taufik akan jadi sikap PDIP.
Yang menentukan itu adalah keputusan politik yang resmi. Itu semuanya sedang berproses. Terlalu dini untuk mengungkap­kan formasi politik di 2014. Di dalam politik, sering kali yang menentukan adalah kepentingan.

Usia Prabowo pada tahun 2014 adalah 62 tahun.  Apakah ti­dak terlalu tua untuk capres?
Kita tidak melihat usia. Menu­rut saya, yang kita perlukan seo­rang pemimpin yang tegas, yang punya visi jauh ke depan, kapa­bel, punya integritas dan karakter kuat. Jadi, tua dan muda adalah relatif. Ada yang pemimpin tua yang berhasil. (Tapi) ada pemim­pin muda yang kurang berhasil. Begitu juga sebaliknya. Kalau muda tapi tidak berhasil, tidak ada gunanya bagi masyarakat.

Oh ya, adakah strategi khu­sus Gerindra untuk meme­nang­kan pemilu di 2014 nanti?
Ya, tentu ada. Terpenting ada­lah konsolidasi internal, organi­sasi dan konsolidasi ke dalam. Gerindra punya kelebihan soal itu dibanding (partai) yang lain.

Kami sudah punya calon untuk running sebagai Presiden. Jadi, kalau memilih Gerindra, kira-kira tahulah siapa yang akan dicalon­kan untuk jadi presiden. (Partai) lain masih belum tahu, siapa (calon­nya). Ini adalah hal yang menguntungkan posisi kami.

Bagaimana dengan cawapres Gerindra, siapa yang akan di­ajukan. Apakah sudah mengi­ra-ngira calon pendamping Pra­bowo?
Oh, kalau itu belum. Nanti ada saatnya. Ini masih terlalu pagi dan terlalu dini.

Fadli Zon: SBY-Prabowo Nggak Ketemu, kami Tak Ditekan Penguasa

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menolak usulan pembentukan Pansus Hak Angket Mafia Pajak dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa (22/2) bukan gara-gara ditekan pihak penguasa.

”Kami nggak didikte atau ditekan penguasa, itu murni sikap kami yang tidak mau Pansus ini dijadikan alat bargaining bagi partai pendukung pemerintah,’’ ujar Wakil Ketua Umum DPP Par­tai Gerindra, Fadli Zon, ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa di detik-detik terakhir, Fraksi Partai Gerindra berubah sikap?
Kami harus mengambil sikap tegas. Kasus mafia pajak ini me­ru­pakan ranah hukum. Kalau ranah hukum dibawa ke politik, ya hanya akan menciptakan su­bor­dinasi politik, dan akhirnya menjadi berganing politik. Kami tidak mau menari digendang par­tai politik pendukung pemerintah untuk meningkatkan bargaining politiknya.

Berbagai tindakan kami, di­dasari hal-hal yang rasional. Ka­mi tidak mau sekadar dijadikan alat permainan politik saja. Kami juga menginginkan upaya ini di­lakukan murni untuk mem­be­ran­tas persoalan mafia pajak. Bu­kan untuk membersihkan citra diri.

Apakah ada kesepakatan po­litik antara Partai Gerindra de­ngan Partai Demokrat?
Kami kan bukan bagian dari partai koalisi. Kami mengambil sikap tersebut semata-mata dari su­dut pandang kami. Tidak ada ke­sepakatan atau didikte oleh partai manapun. Tidak ada deal-deal politik dan tidak ada hu­bungannya dengan reshuffle kabinet. Kami menjalankaan ini betul-betul demi kebaikan.

Ruhut Sitompul menyatakan, Pra­bowo Subianto bertemu Pre­siden SBY dan membuat kese­pa­kat untuk menolak hak angket ?
Saya tegaskan, tidak ada perte­muan antara Pak Prabowo de­ngan Pak SBY. Nggak ada itu. Ka­lau ada pertemuan pasti orang tahu, karena sejumlah partai yang men­dukung pembentukan pansus me­rupakan partai koalisi pe­me­rintah.

Apakah Partai Gerindra tidak berminat menjadi bagian koalisi pemerintah?
Kalau mau seperti itu, kenapa tidak dari dulu. Kenapa nggak pada saat penyusunan kabinet 2009. Toh, kalau kami mau, itu bisa. Sekali lagi saya tegaskan, langkah menolak pembentukan pansus bukan langkah pragmatis.

Contohnya, waktu voting kasus Bank Century, Fraksi Partai Gerin­dra mengambil sikap yang ber­beda. Padahal, kalau kami mau bersikap pragmatis, ya bisa saja. Kali ini pun sama.

Bagaimana dengan kubu pen­dukung, apakah ada yang me­na­warkan sesuatu kepada Partai Gerindra?
Dalam proses lobi, beberapa orang anggota fraksi kami, sem­pat ditawari sejumlah uang se­belum mengambil sikap. Se­dikit­nya ada dua orang anggota yang berusaha dipengaruhi agar me­reka abstein atau mendukung pem­bentukan pansus. Bagaimana mau memberantas mafia pajak, kalau proses awalnya diwarnai kasus suap.

Siapa yang mau disuap dan siapa penyuapnya ?
Saya tidak mau menyebut na­ma kader dan fraksi mana yang berupaya menyuap kami. Ini bu­kan manuver untuk menyerang partai pengusung hak angket. Pengakuan kader kami bisa di­pertanggungjawabkan, dan ada bukti-bukti kuat.

Jadi, bagaimana pendapat  Anda tentang mafia pajak?
Mengenai mafia pajak, ko­mitmen partai kami sangat jelas. Kami ingin persoalan tersebut di­bongkar sampai ke akar-akarnya, melalui proses hukum yang tegas, berani dan transparan.

Artinya, upaya hukum lebih tepat digunakan untuk mem­be­rantas mafia pajak?
Betul. Menurut kami yang pa­ling tepat adalah langkah hukum. Se­bagai kepala negara, presiden harus serius mengangani per­soal­an ini, sehingga seluruh aparat yang terkait dengan persoalan pajak dapat dibersihkan dari prak­tek mafia. Dengan langkah hukum yang serius, nanti akan terlihat oknum-oknumnya dan bagaimana praktek mafia tersebut berlangsung.

Salah satu kendala yang mem­buat lembaga perpajakan sulit dibenahi adalah lemahnya Undang-undang tentang Pajak, apa Partai Gerindra mendukung revisi Undang-undang tersebut?
Kenapa tidak. Kalau revisi ter­se­but akan membuat persoalan pajak menjadi lebih transparan dan menutup ruang untuk me­lakukan korupsi, ya tentu akan ka­mi dukung. Prinsipnya, Ge­rin­dra akan mendorong atau ber­upaya agar mafia pajak itu di­ber­sihkan.

Widjono & Rahmat Pambudi, calon menteri asal Gerindra

Partai Gerindra telah mempersiapkan dua nama kader yang akan diusung sebagai calon menteri bila memang ditarik dalam Kabiner Indonesia Bersatu II ialah Widjono Harjanto dan Rahmat Pambudi.
“Pak Rahmat lebih berpengalaman dan disiplin ilmunya jadi lebih ke prtanian sdangkan pak Widjono disiapkan untuk Menteri yang lain tentunya (BUMN),” ujar Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa di Gedung DPR Ri, hari ini.

Dua kader yang digadang-gadangkan tersebut, menurut dia, bukan asal pilih karena sudah dipersiapkan secara matang sebagai menteri BUMN dan Pertanian untuk kemungkinan terpilihnya Prabowo menjadi Presiden. “Kalau hari ini ada tawaran mentan dan menteri BUMN tentu tinggal memasangkan baju saja dan orang-orang itu yang lebih pas memakai baju itu,” tuturnya.

Ketika ditanya kemungkinan Fadli Zon untuk masuk dalam jajaran kabinet, anggota Komisi III ini mengatakan bahwa Fadli lebih tepat ditempatkan sebagai Menkominfo. “Ya, dia lebih baik kepada komunikasi dan kebijakan ekonomi.”

Menurut Desmond, pos-pos tersebutlah yang tepat untuk ditempati oleh kader partai berlambang Kepala Garuda tersebut. “Karena itu yang signifikan dengan jalan kita,” katanya.

Sementara itu, Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan usulan yang disampaikan Gerindra kepada pemerintah merupakan suatu hal yang wajar. “Tapi tetap keputusan akhir tawaran diterima atau tidak itu hak prerogatif Presiden.”

Gerindra Sodorkan Dua Nama Calon Menteri

Gerindra telah siap untuk mengisi dua posisi menteri dalam Kabinet Indonesia Jilid II. Anggota Fraksi Gerindra Desmon Junaidi Mahesa mengatakan, dua orang kader Gerindra telah siap mengisi posisi Menteri Negara BUMN dan Menteri Pertanian.

Desmon menyebutkan, posisi Meneg BUMN siap diisi oleh Widjono Harjanto. Sedangkan, Rahmat Pambudi telah dipersiapkan untuk posisi Mentan.

Menurutnya, jika tawaran untuk posisi itu telah diberikan Presiden SBY kepada Gerindra, prosesnya tinggal ‘memasangkan baju’ menteri kepada keduanya.

“Sejak awal dua kader inilah yang dipersiapkan untuk bicara BUMN dan Pertanian, kalau hari ini ada tawaran Menteri Pertanian dan BUMN tentunya. Ini kan tinggal memasangkan baju saja pada mereka kan,” papar Desmon.

Meski demikian, Desmon tidak dapat memastikan apakah keduanya telah berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subiyanto.

Namun, sebagai salah kader pimpinan DPP, keduanya dinilai Desmon paling tepat untuk mengisi dua posisi menteri tersebut. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, menurutnya, tepat untuk posisi Menteri Komunikasi dan Informasi.

“Ini masalah kemampuan dan profesionalisme yang menjadi jalan Gerindra. Kami melihat bahwa dua orang ini paling pas untuk menjabat jabatan itu,” terangnya.

Gerindra, menurutnya, tidak memikirkan tentang jumlah kursi yang akan diberikan SBY pada mereka.

Jika akhirnya SBY, menyetujui mengangkat menteri dari Gerindra, kata Desmon, Gerindra ingin kadernya tetap menjalankan pemerintahan sesuai konsep Gerindra.

Meski begitu, Gerindra, lanjut Desmon, tidak percaya pada SBY tentang masalah pengisian posisi. Menurutnya, belajar dari kasus Anggito Abimanyu, Gerindra tidak akan lantas percaya pada SBY.

“Anggito Abimanyu , SK-nya sudah ditandatangani kok tidak jadi. Jadi salah kalian percaya ke SBY, sampai hari ini kami tidak percaya sama SBY,” pungkasnya.

Gerindra masih pikir-pikir soal koalisi

Sampai saat ini Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) belum mengambil keputusan terkait tawaran untuk masuk koalisi Kabinet Indonesia Bersatu II sehingga belum menyiapkan kadernya, termasuk Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto, untuk bergabung ke pemerintah.
“Kami masih melihat, apakah bisa membantu pemerintah dalam menyelamatkan ekonomi rakyat,” katanya. Dia juga menambahkan bahwa apakah Gerindra masuk kabinet dan siapa nama-nama yang akan mengisi kabinet akan diputuskan oleh Prabowo sebagai ketua dewan pembina partai.

Menurut dia, kalau partainya bergabung ke kebinet maka posisinya haruslah menjadi penggerak perubahan seperti dalam mengefektifkan perusahaan-perusahaan di bawah badan usaha milik negara dan dalam upaya kemandirian pangan. Oleh karena itu, sebelum menerima tawaran, Fadli Zon mengungkapkan akan mempertimbanghkannya secara matang.

Menurut dia, Gerindra tidak akan mengejar posisi menteri di pemerintahan SBY, akan tetapi Gerindra melihat apakah ada peluang kader Gerindra menduduki kursi menteri yang sesuai dengan cita-cita partai. Hanya saja Fadli Zon tidak mau berspekulasi apakah kader Gerindra akan mengisi posisi Kementrian Pertanian dan BUMN.

“Belum ditetapkan,” ujarnya menegaskan.

Posisi tawar Partai Gerindra belakangan terus menguat, terutama sejak sikap partai ini sama dengan Partai Demokrat ketika menolak usulan Hak Angket Mafia Pajak di Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah itu, Partai Demokrat semakin gencar merayu Gerindra untuk berkoalisi memperkokoh pemerintahan SBY-Boediono.

Fadli Zon Tak Minat Kursi Menteri

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah mengincar kursi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB).

Sikap Fraksi Gerindra menolak hak angket pajak saat sidang paripurna, Selasa (22/2/2011) bukan ditujukan untuk mencari kursi menteri. Melainkan murni agar tak dimanfaatkan kekuatan politik tertentu.

“Tidak ada itu, tidak benar,” ujarnya kepada INILAH.COM, Kamis (24/2/2011) melalui pesan singkat.

Fadli juga kembali menegaskan bahwa Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subinato tidak pernah melakukan pertemuan dengan Presiden SBY. Dia menegaskan partainya tetap independen. “Tidak benar ada pertemuan itu.”

Sebelumnya diberitakan, pengakuan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon soal percobaan penyuapan terhadap anggota Fraksi Gerindra oleh fraksi pengusung hak angket pajak menuai protes kader sendiri.

Sebab, pengakuan ini memunculkan dugaan F-Gerindra menolak menerima suap dari pendukung hak angket pajak karena menerima suap dari penolak hak angket pajak.

“Ini akan menciptakan opini seolah olah kader partai Gerindra di DPR tidak menerima suap dari fraksi pendukung hak angket tapi menerima suap dari fraksi koalisi pendukung SBY,” ujar Ketua Umum Barisan Kader Gerindra Rahman Tiro kepada INILAH.COM, Kamis (24/2/2011) malam.

Selain itu, pernyataan Fadli Zon juga memunculkan kesan Gerindra berkorban menolak suap demi mendapatkan imbalan dari pemerintahan SBY.

“Keputusan murni dan tulus yang dilakukan oleh Partai Gerindra harus cacat akibat manuver Fadli Zon yang coba melakukan atraksi politik untuk bisa duduk sebagai menteri di kabinet SBY,” ujarnya.

Diisukan Jadi Menteri, Fadli Zon Malah Santai Nonton Java Jazz

Isu reshuffle dan koalisi memanas 2 minggu terakhir. Salah satu yang diisukan akan menempati posisi menteri jika Gerindra masuk kabinet adalah Fadli Zon. Namun wakil ketua umum Partai Gerindra ini santai saja menanggapi segala isu yang berkembang. Dia malah sempat nonton java jazz beberapa hari lalu.

“Saya santai saja. Kemarin malah sempat nonton java jazz, 3 hari berturut-turut,” ujar Fadli kepada detikcom di Fadli Zon Library, Jl Limboto, Benhil, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2011).

Fadli menjelaskan sudah 5 tahun berturut-turut dia selalu menyaksikan pegelaran musik akbar ini. Menurutnya hal semacam menjadi refreshing di luar kegiatan politik dan akademisnya.

“Refreshing yang berkualitas. Daripada pusing mengurusi kemelut dan hiruk pikuk yang ujungnya tidak jelas kemana,” jelasnya.

Menurutnya java jazz sudah layak disejajarkan dengan pegelaran musik dunia. Indonesia menjadi sorotan dunia saat pegelaran musik tersebut. Dia pun mengapresiasi promotor gelaran tersebut, Peter Gontha.

“Peter Gontha layak jadi menteri Kebudayaan dan Pariwisata,” candanya.

Walau sibuk nonton, tentunya Fadli masih menjalin komunikasi politik dengan koleganya. “Masih, kan teknologi sekarang canggih. Bisa lewat telepon atau yang lain,” katanya.

Fadli pun santai menghadapi isu koalisi dan reshufle ini. Menurutnya jika Demokrat menerima syarat untuk menerapkan ekonomi kerakyatan, maka Gerindra siap mengirim kader terbaiknya untuk bergabung.

“Kalau tidak, ya tidak apa-apa. Kita tidak rugi apapun. Kita kan tidak mengincar jabatan, tapi bagaimana program bisa berjalan,” tutupnya.

Prabowo Ditawari Menteri BUMN, Fadli Zon Mentan

Eskalasi politik jelang reshuffle kabinet yang akan dilakukan oleh Presiden SBY, terus bergulir. Kini berhembus isu, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto ditawari posisi Menteri BUMN. Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, ditawari posisi Menteri Pertanian.

Sekjen DPP Partai Gerindra, ketika dikonfirmasi soal isu ini tak secara tegas membenarkan. Ia hanya menjawab diplomatis, tawaran untuk berkoalisi sudah ada.

“Kita sudah mendengar ada tawaran dari pihak Demokrat termasuk istana kepada kami. Tawaran kesediaan Gerindra bergabung di pemerintahan. Keputusan di paripurna tidak terkait tawaran itu,” kata Ahmad Muzani, Rabu (3/3/2011).

“Menghadapi tawaran itu kita juga mikir apakah diterima atau tidak,” imbuhnya.

Saat disinggung soal tawaran posisi Menneg BUMN dan Menteri Pertanian kepada Gerindra, Muzani menyatakan akan memaksimalkan BUMN sebagai penggerak ekonomi pembangunan nasional.

Gerindra: Fadli Zon Cocok di Bidang Komunikasi

Setelah dikabarkan Prabowo Subianto akan masuk kabinet, Partai Gerindra mempersiapkan tiga nama lain sebagai calon menteri.

Menurut politisi asal Partai Gerindra, Desmon J Mahesa, tiga nama calon menteri yang akan diajukan ke Presiden itu adalah Widjono Harjanto, Rahmat Pambudi dan Fadli Zon.

“Inilah yang dipersiapkan untuk bicara BUMN dan Pertanian, kalau hari ini ada tawaran Menteri Pertanian dan BUMN, tentunya, ini kan tinggal memasangkan baju saja, pada mereka kan,” kata Desmon di DPR, Jakarta, Senin (7/3/2011).

Sementara Fadli Zon, lanjut dia lebih menguasai masalah komunikasi. “Dia lebih baik kepada komunikasi dan kebijakan ekonomi,” ujarnya.

Desmon mengatakan dirinya merasa yakin tiga orang ini merupakan yang paling cocok untuk diangkat menjadi menteri. Namun demikian anggota Komisi III DPR RI ini tidak mengetahui apakah Prabowo telah melakukan komunikasi kepada tiga nama ini, selain itu menurutnya Gerindra tidak terlalu berharap mendapatkan jatah menteri. “Kami tidak mimpi banget, ini kan belum pasti juga” ucapnya.

Despon mencontoh Anggito Abimanyu yang Surat Keputusnya sudah ditandatangani namun tetap gagal menempati kursi Menteri Keuangan. “Apalagi kisruh-kisruh seperti ini, antara iya dan tidak. Jadi kalau kita percaya ke SBY, salah kalian percaya ke SBY, sampai hari ini kita tidak percaya sama SBY,” tutupnya.

Prabowo Utus Fadli Zon Temui Megawati

Wakil Ketua Umum Fadli Zon mengakui dirinya menemui Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Fadli, diutus Prabowo Subianto untuk menjelaskan kepada Mega terkait dukungan Fraksi Gerindra yang berseberangan dengan Fraksi PDI-P, dalam paripurna atas usulan Hak Angket Mafia Pajak DPR, Selasa (22/02/2011) lalu.

“Dua hari setelah voting yang akhirnya usulan angket mafia pajak kalah, saya menemui Ibu Mega di Lenteng Agung. Saya jelaskan secara rinci soal sikap kami, dan Bu Mega mendengarkan apa yang saya sampaikan,” kata Fadli kepada tribun, Sabtu (05/03/2011).

Sekjen DPP PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo juga membenarkan soal pertemuan Fadli Zon dengan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri terkait soal angket pajak.

“Gerindra sudah mengutus Fadli Zon untuk menjelaskan kepada DPP PDI-P. Diterima Ibu Mega dan saya,” kata Tjahjo Kumolo.

Fadli kemudian menjelaskan, dalam pertemuan itu, Megawati Soekarnoputri dapat memahami keputusan Gerindra yang tak ikut mendukung usulan Hak Angket Mafia Pajak DPR.

Intinya, saya yang lebih banyak menjelaskan kepada Bu Mega. Dan Ibu Mega bisa memahami kalau dukungan ini, sama sekali tidak karena iming-iming apapun,” kata Fadli.

“Saya sangat menghormati Ibu Mega yang memahami sikap kami terkait yang menolak angket.”