Blog

SBY Tetap Anggap Penting Setgab

JAKARTA – Setgab (sekretariat gabungan), yang menghimpun parpol pendukung pemerintah, mulai tidak solid. Parpol yang menjadi anggota menuding,  energi Demokrat terkuras untuk mengurus kasus Nazaruddin daripada konsolidasi koalisi. Menanggapi reaksi parpol pendukungnya itu, SBY yang menjadi ketua setgab langsung merespons karena tidak ingin isu tidak solid itu semakin berkembang.

SBY tetap menganggap setgab penting serta memperhatikan kelangsungannya. “Tentu presiden tetap memberikan perhatian, apalagi sudah ada kesepahaman baru,” kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Jakarta  kemarin (28/8). Menurut dia, ada kesepakatan antara antarparpol koalisi dan pemerintah setelah dilakukan penataan koalisi beberapa waktu lalu.

Julian menuturkan, kualitas eksistensi setgab tidak hanya dilihat dari pertemuan-pertemuan fisik yang dilakukan anggotanya. “Yang penting ada komunikasi, ada mutual understanding yang kuat di setgab,” urai lulusan Hosei University, Tokyo, Jepang, itu.

Apalagi dengan aktivitas presiden yang padat, kata dia, tentu sulit jika ukurannya adalah intensitas pertemuan. Namun, hal itu tidak menghalangi SBY untuk memberikan perhatian pada setgab. “Dari komunikasi itu cukup baik. Meski frekuensi pertemuan fisik tidak bisa diharapkan terlalu banyak, tapi sesekali sudah cukup,” kata Julian.

Ketua DPP PKB yang juga Ketua Fraksi PKB di DPR Marwan Jafar mengatakan, soliditas setgab mungkin masih terjaga. Tetapi, soliditas itu tidak berguna bila tidak dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. “Setgab memang solid. Cuma hampir dua bulan terakhir ini produktivitasnya tidak ada,” katanya.

Marwan termasuk yang sempat mengeluhkan vakumnya setgab. Terutama setelah Partai Demokrat direpotkan oleh “nyanyian” Nazaruddin. Terhadap jaminan dari Anas Urbaningrum dan SBY bahwa setgab akan terus berjalan, Marwan berharap itu benar-benar bisa dibutkikan.

Menurut dia, setgab sejak awal berdirinya selalu menghadapi persoalan komunikasi. Kekurangan inilah, lanjut Marwan, yang harus selalu direvitalisasi  supaya hubugan yang terbangun menjadi lebih erat. “Kami tunggu bukti konkretnya setelah Lebaran. Mudah-mudahan segera ada pertemuan,” tegasnya.

Dia menyampaikan banyak agenda penting dan strategis yang mendesak untuk dibahas bersama mitra koalisi. Selain terkait sejumlah RUU, yang tak kalah pemting adalah fit and proper test calon pimpinan KPK. “Kalau ini dianggap masuk hal yang strategis, ya harus dibawa ke setgab,” ujar Marwan.

Persoalan vakumnya setgab ini juga mengundang reaksi dari kalangan eksternal. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra  Fadli Zon mengatakan,  setgab mestinya difokuskan pada peningkatan kinerja, bukan polemik teknis di internal setgab. “Apakah setgab bisa membantu koordinasi pemerintah  sehingga bisa lancar. Seharusnya itu yang utama,” ujarnya.

Riuhnya setgab, lanjut Fadli, akhirnya menguatkan anggapan bahwa setgab itu sebenarnya tidak perlukan. Apalagi  kendali eksekutif sepenuhnya berada di tangan presiden. “Setgab itu keinginan parpol yang berkoalisi supaya dilibatkan dalam pengambilan keputusan tertentu,” kata orang dekat Prabowo Subianto itu.

Tetapi, Fadli menegaskan masa depan setgab sepenuhnya tergantung di tangan SBY selaku presiden sekaligus ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat. “User (pengguna, Red) dari setgab itu presiden. Jadi, kalau presiden merasa tidak perlu, ya tidak usah ada setgab,” ujarnya.

Fadli menyarankan, kalau memang ingin memengaruhi keputusan “penguasa”, setgab harus difokuskan  pada substansi. Bukan hanya larut pada isu teknis yang terkait dengan pembagian kekuasaan. Dalam konteks ini, Fadli menegaskan bahwa presiden mestinya tidak didikte atau tersandera oleh partai-partai yang berkoalisi.

Fadli mencontohkan salah satu isu penting yang harus dibahas setgab adalah kinerja para menteri. Pertanyaan besarnya apakah menteri-menteri yang diutus parpol sudah menunjukkan kinerja yang bagus atau tidak.

“Sekarang ini sebagian besar menteri lebih loyal ke partainya masing-masing daripada presiden. Ini yang membuat kinerja pemerintahan tidak fokus,” kata Fadli.

http://www.jpnn.com/read/2011/08/29/101825/SBY-Tetap-Anggap-Penting-Setgab-

Gerindra Copot Jabatan Pius Sebagai Wakil Ketua BURT DPR

Secara resmi, Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra mencopot jabatan Pius Lustrilanang sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Hal ini, sebagai respon dari sikap Pius yang sebelumnya ngotot agar pelaksanaan pembangunan gedung DPR dilanjutkan. Meski akhirnya, kini, pembangunan gedung baru DPR dihentikan.

Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon kepada tribun, Senin (22/08/2011). “Pak Pius, sekarang anggota fraksi Gerindra biasa. Ia tetap duduk sebagai anggota Komisi VII DPR, tapi tak lagi menjabat sebagai wakil ketua BURT DPR. Pius kini tak punya jabatan apa-apa, hanya anggota fraksi biasa,” ujar Fadli Zon.

Pius, kini posisinya digantikan oleh Nuriswanto. Fadli menegaskan, rotasi yang dilakukan adalah hal biasa, dan sebagai bagian dari bentuk penyegaran di internal fraksi Gerindra di DPR. Sementara Ketua BAKN DPR yang sebelumnya dijabat oleh Sekjen DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani, kini digantikan oleh Sadar Subagyo. Ahmad Muzani, tetap pada posisi semula, sebagai anggota Fraksi Gerindra yang duduk di Komisi I DPR.

Sementara itu, rotasi juga terjadi di internal Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR. Abdul Malik Harmain yang sebelumnya duduk sebagai anggota Komisi II DPR –membidangi masalah pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah–, kini dipindah ke Komisi I DPR. Posisi Malik Harmain digantikan oleh adik kandung Gus Dur, Lily Wahid.

Malik Harmain saat dikonfirmasi membenarkan pergeseran tersebut. Malik menyatakan, kepindahannya dari anggota Komisi II DPR ke Komisi I, hanya bersifat sementara.

Pius Dicopot dari BURT DPR

Pius Lustrilanang dicopot dari kedudukannya sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR oleh partainya, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). “Pak Pius tidak lagi menjabat sebagai Wakil Ketua BURT,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon ketika dihubungi wartawan, Selasa, 23 Agustus 2011.

Fadli mengatakan, Pius resmi tidak bertugas di BURT DPR mulai hari ini. Posisinya di BURT digantikan Nuriswantoro, anggota Fraksi Gerindra di Komisi V yang membidangi Perhubungan dan Infrastruktur. “Suratnya per tanggal 16 Agustus 2011 tapi berlakunya per 23 Agustus 2011,” ujar dia.

Menurut Fadli, pergantian Pius dari BURT murni karena alasan penyegaran fraksi. Dengan pencopotan posisi Pius dari Wakil Ketua BURT, Fraksi Gerindra berharap Pius bisa lebih berkonsentrasi di Komisi Energi dan Lingkungan Hidup DPR, tempatnya bertugas selama ini.

Fadli mengatakan, dengan alasan penyegaran, Fraksi Gerindra juga pernah menggeser kadernya yang lain, Ahmad Muzani, dari Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR. Posisinya lalu digantikan oleh Sadar Subagyo, anggota Fraksi Gerindra di Komisi Keuangan DPR.

Pius adalah kader Gerindra yang selama ini berkeras mendukung rencana proyek pembangunan gedung baru DPR yang menuai banyak kontroversi. Dalam berbagai kesempatan Pius mengatakan sikapnya tidak mewakili Fraksi Gerindra, melainkan jabatannya sebagai Wakil Ketua BURT. Fadli pun tidak membantah atau membenarkan hal tersebut sebagai alasan pencopotan Pius. “Biarlah masyarakat yang menilai,” kata dia.

Benarkah Ilyas Karim Pengibar Bendera Saat Proklamasi?

Jakarta – Sosok Ilyas Karim mendadak populer setelah mengaku sebagai orang yang mengibarkan bendera pusaka saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pertanyaannya benarkah Ilyas Karim benar-benar melakukan hal itu?

“Tidak pernah ada orang bernama Ilyas Karim saat Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Yang berdiri di samping Latief Hendraningrat adalah Suhud dari barisan pelopor,” ujar budayawan dan pemerhati sejarah, Fadli Zon kepada detikcom, Minggu (21/8/2011). Fadli menambahkan, pengakuan Ilyas yang mengaku sebagai pria bercelana pendek dan berdiri membelakangi kamera dalam foto pengibaran bendera itu tidak bisa diterima. Jelas orang itu adalah Suhud.

“Dia mengaku disuruh membantu Latief. Disuruh memegangi tali. Tapi dalam buku kesaksian Latief Hendraningrat dan lainnya tidak pernah ada hal itu. Jelas bahwa Suhudlah yang berdiri di sana, bukan Ilyas Karim,” beber Fadli. Fadli dan rekan sejarawan lainnya benar-benar telah mempelajari foto-foto saat pengibaran bendera 17 Agustus 1945 yang digelar di Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta itu. Dia yakin Ilyas Karim cuma mengaku-aku saja.

“Ini bahaya, proklamasi itu sangat penting. Kalau semua orang bisa asal mengaku ini bagaimana?” keluh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Apalagi setelah pengakuannya, Karim Ilyas dihadiahi apartemen di Kalibata. Menurutnya, jangan sampai justru orang-orang yang berhak dan berjasa dilupakan, sementara yang mengaku-aku justru dielu-elukan. “Dulu ada yang mengaku-aku Supriyadi juga. Kalau seperti ini terus bagaimana sejarah bangsa,” tutupnya.

Sajak-sajak Fadli Zon

Sampai kapan Indonesia Bertahan?

sampai kapan Indonesia bertahan?
sebuah pertanyaan nakal di tengah lamunan
mengusikku siang malam
menyusun keraguan sepanjang jalan

dua ratus empat puluh juta manusia
dengan suku agama berbeda
menabur beribu harapan
di tanah penuh impian
berdoa menjadi kenyataan

sampai kapan Indonesia bertahan?
negeri kaya diliputi kemiskinan
panorama indah diwarnai kehancuran
hutan musnah, laut dijarah
tambang dikuras tanpa batas
sawah lenyap disulap pertokoan

dua ratus empat puluh juta manusia
perlu makan dan pekerjaan
perlu pakaian dan pendidikan
perlu rumah dan masa depan

apalagi yang dapat dijanjikan?
politisi sibuk korupsi
pejabat jadi penjahat
intelektual siap membual
seniman asyik sendiri
tokoh agama hanya berdoa
mahasiswa, ah, tak punya cukong demonstrasi

jadi apa yang mempersatukan negeri ini?
Pancasila banyak yang tak hafal lagi
bahasa Indonesia dirusak dimutilasi
TNI sudah dikebiri
Presiden tak punya nyali, sibuk pencitraan diri

Sampai kapan Indonesia bertahan?
Mungkin saatnya kita bertanya kepada Tuhan.

Fadli Zon, 14 Agustus 2011

Rakyat di Negeri Demokrasi

dahulu aku percaya demokrasi
dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat
kedaulatan ada di tangan rakyat
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
suara rakyat suara Tuhan
rakyat yang menentukan

kini nyatanya rakyat tak diperlukan
rakyat adalah angka-angka statistik yang mudah dipermainkan
rakyat cukup disuap menjelang pemilu lima tahunan
rakyat dikerahkan meramaikan kampanye banyak-banyakkan
rakyat dininabobokan sinetron dan iklan
rakyat disuguhi tayang gunjingan setiap pagi
setelah itu rakyat sudah mati!

kematian rakyat adalah pesta politisi
anggaran untuk rakyat dimanipulasi dan dikorupsi
tentu dengan komisi sebagai praktik kolusi
selebihnya sandiwara yang tak berhenti

legislatif membahas gedung baru dan pelesiran ke luar negeri
eksekutif mencari proyek sabet kanan kiri
yudikatif menegakkan hukum sesuai selera sendiri

rakyat adalah angka-angka
tak punya suara
apalagi kuasa

Fadli Zon, Agustus 2011

Untuk Apa Kita Merdeka

untuk apa kita merdeka
ketika rakyat tetap bergelimang kemiskinan
pengangguran menyergap hampir setiap keluarga
kesenjangan makin menganga
dan korupsi bebas merajalela

untuk apa kita merdeka
mengorbankan jiwa dan raga sepanjang sejarah
dipenjara disiksa diasingkan
diplomasi dan gerilya yang panjang
airmata dan darah tak henti jatuh ke tanah
kalau hanya berganti penjajah

pidatomu Bung Karno masih terngiang
tapi kini menabrak tembok-tembok lengang
pikiranmu Bung Hatta masih kubaca, jauh menembus zaman
tapi sekarang cita-citamu semakin karam

perahu ini tak tentu akan kemana
berlayar di tengah gulita
terombang-ambing tanpa nakhoda

untuk apa kita merdeka
kalau akhirnya cuma begini saja

aku bukan generasi keluh kesah
tak juga memupuk sejuta gundah
aku bertanya padamu jiwa-jiwa merdeka
sampai kapan kita berdiam saja

Fadli Zon, 14 Agustus 2011
Renungan 66 tahun Proklamasi

Biodata Singkat

Fadli Zon lahir di Jakarta, 1 Juni 1971. Kini Wakil Ketua Umum Partai GERINDRA, Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Redaktur majalah sastra HORISON sejak 1993 hingga kini. Lulus S1 Program Studi Rusia UI dan Master of Science (MSc) dari London Shool of Economics and Political Science (LSE) Inggris. Kini sedang menempuh S3 Program Studi Sejarah UI. Menjadi dosen di UI dan Ketua ILUNI Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Mendirikan Fadli Zon Library di Jakarta dan Rumah budaya Fadli Zon di Aie Angek, Sumatera Barat. Menulis sejumlah buku sejarah, ekonomi dan politik. Buku kumpulan puisinya adalah “Mimpi-Mimpi yang Kupelihara” diterbitkan Horison tahun 2009.

Gerindra: Insiden Papua Kesalahan KPUD

Jakarta, PelitaOnline—WAKIL Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menjelaskan insiden bentrokan di Kabupaten Puncak, Papua, bukanlah kesalahan Partai Partai  Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), melainkan kesalahan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

“Pemicunya adalah kesalahan KPUD yang tidak menerima pendaftaran si calon (Simon Alom-Josia—red).  Seharusnya, pihak KPU menerima saja. Meskipun ada administrasi yang belum clear, nanti bisa dikonfirmasi ke DPP,” kata Fadli Zon, kepada PelitaOnline, seusai acara Bedah buku Jatuh Bangun Pergerakan Islam di Indonesia, di Jakarta, Kamis (4/8).

Namun, lanjut Fadli, Partai besutan Prabowo Subianto itu turut prihatin dan berduka cita atas insiden, yang menewaskan 17 orang, tersebut. “Kami juga sangat prihatin dan turut berduka cita atas kejadian tersebut. Tapi kalau dilihat duduk persoalannya, ini bermula dari KPU setempat yang tidak menerima pendaftaran calon,” tuturnya.

Fadli memaparkan masalah tersebut itu berawal dari penolakan pencalonan Simon Alom-Josia, sedangkan si calon telah membawa masa hingga ribuan orang.

“Sehingga terjadi yang tidak kami inginkan. Padahal, dia tidak hanya diusung oleh Gerindra saja. Tetapi ada PBR yang  mendukung dua suara. Ada tiga atau empat partai yang mendukung dia,” tambahnya. Menurut Fadli, pihaknya tidak menyalahkan partai yang mendukung Alom-Josia. Namun, pihak KPUD sayangnya tidak merespon para calon itu.

“Kami bukan bicara siapa dukung siapa. Mestinya kalau ada yang mendaftar, KPUD harus menerima terlebih dahulu. Jangan seperti itu,” sesal Fadli. Gerindra, tegasnya, tidak akan segan-segan menindak kader yang melakukan kesalahan atau keluar dari kode etik kepartaian.

“Kami juga akan segera mengklarifikasi jika ada kesalahan dari kader Gerindra,” tegas pria kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971 ini. Seharusnya, lanjut Fadli, baik Alom-Josia ataupun Elfis Tabuni-Herry Dosinaen masih dapat mencalonkan diri sebagai bupati Puncak, tanpa adanya dukungan Gerindra. “Kami juga tidak menyalahkan partai lain untuk mendukungnya. Sebenarnya tanpa Gerindra pun dia bisa mencalonkan diri kok,” terang Fadli.

Sebelumnya, Minggu (31/7), kerusuhan terjadi antara warga pendukung Elvis Tabuni, Ketua DPRD Kabupaten Puncak dan pendukung Simon Alom, mantan caretaker Bupati Kabupaten Puncak yang baru dimekarkan. Insiden tersebut dipicu proses Pemilukada Kabupaten Puncak yang saat ini sedang berlangsung. Elvis Tabuni dan Simon Alom ikut dalam proses tersebut.

Fadli Zon: Jangan Asal Bunyi

Liputan6.com, Jakarta: Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengecam pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dibubarkan terkait pertemuan para petinggi KPK dengan Muhammad Nazaruddin, yang kini jadi buron dalam kasus suap Sesmenpora.

Fadli berpendapat, sebagai seorang Ketua DPR, Marzuki sangat tidak pantas mengutarakan hal tersebut kepada media massa tanpa memikirkan secara matang dampak ucapannya tersebut.

“Jangan asbun (asal bunyi), buat pernyataan tidak dipikirkan baik-baik,” ungkap Fadli saat ditemui usai menghadiri peluncuran buku berjudul Pesan-pesan Islam yang diselenggarakan di Museum Nasional, Jakarta, Sabtu (30/7).

Fadli menambahkan keberadaan KPK saat ini masih sangat diperlukan di tengah kondisi penegakan hukum yang masih carut-marut dalam menangani berbagai macam kasus korupsi di Indonesia ini. Meski berstatus lembaga ad hoc, KPK terbukti mampu menjadi harapan masyarakat. Hal itu terkait keberadaan tiga lembaga penegak hukum di Indonesia, yakni kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman yang kinerjanya dinilai masih buruk.

Jika ketiga lembaga penegak hukum itu mampu menjalankan konstitusi dengan baik, Fadli yakin keberadaan KPK tidak diperlukan lagi. “Ketua DPR bebas berbicara, tapi diabaikan saja karena KPK masih diperlukan,” imbuhnya.

Fadli Zon: APBN Boros, Cermin Negara Salah Urus

Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini mencerminkan muka buruk pengelolaan negara oleh elit pemerintah. Pengelolaan APBN dinilai gagal memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Partai Gerindra menilai, ABPN justru ditempatkan sebagai instrumen “perburuan rente” bagi para oknum.

“Partai Gerindra menilai kondisi ini merupakan cermin dari salah urus negara yang dapat menyebabkan terjadinya lingkaran kemiskinan di Indonesia. Hal ini disebabkan penerimaan yang belum maksimal, penyerapan anggaran yang tak rasional dan belanja yang tak efektif serta boros,” ungkap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dalam keterangan pers di Restoran Pulau Dua, Selasa (26/7/2011).

Fadli mencatat, ada tujuh indikator dalam pengelolaan ABPN yang menguatkan penilaian Gerindra. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang tak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Indikator kedua adalah pertumbuhan hanya terjadi di sektor non-tradable, seperti sektor konsumsi. Padahal, menurut dia, sektor tradable, seperti pertanian, menyerap banyak tenaga kerja. Tapi ironisnya, alokasi dana untuk pertanian dalam APBN masih sangat rendah.

Indikator ketiganya adalah penerimaan negara melalui pajak belum maksimal yang ditunjukkan oleh tax ratio yang masih jauh ketinggalan dibanding Malaysia, Thailand dan Filipina. Selain itu, penyerapan anggaran juga tak rasional.

Menurut Gerindra, hanya realisasi belanja pegawai saja yang mencapai lebih dari 80 persen. Sementara yang lain masih di bawah 75 persen. Bahkan, realisasi belanja modal tak mencapai 50 persen.

Gerindra juga mencatat bahwa anggaran belanja tak digunakan secara efektif. Pos-pos anggaran yang dinilai tak efektif adalah anggaran vakasi, seperti untuk studi banding, anggaran bantuan sosial, anggaran bantuan sosial melalui kementerian dan lembaga, anggaran subsidi yang tidak efektif digunakan.

Indikator berikutnya adalah pembangunan yang salah arah karena tak memiliki prioritas yang fokus dan jelas. Seharusnya, lanjut Fadli, dari 14 prioritas pembangunan, pemerintah cukup fokus ke 3-5 prioritas setiap tahunnya, terutama bidang pertanian.

Sementara itu, indikator terakhirnya adalah korupsi di Indonesia semakin hari semakin merajalela. “Berbagai indikasi negara salah urus ini menjadi titik awal menuju negara gagal. Implikasi selanjutnya dapat menyebabkan krisis kepercayaan terhadap institusi-institusi yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan negara,” tandasnya.

Gerindra Temukan Kesalahan Pengelolaan APBN

JAKARTA–MICOM: Partai Gerindra mencatat sejumlah kesalahan dalam pengelolaan APBN. Partai Gerindra menilai kondisi seperti ini merupakan cermin salah urus negara hingga menyebabkan kemiskinan di Indonesia.

Ada enam indikator yang dicatat Gerindra terkait salah kelola APBN. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua, pertumbuhan hanya terjadi di sektor non-tradable.

Selain itu, penerimaan negara melalui pajak belum maksimal serta penyerapan anggaran tak rasional. “Kelima, anggaran belanja tak efektif dan pembangunan salah arah. Dan terakhir korupsi di Indonesia semakin hari semakin merajalela,” kata Fadli Zon selaku Ketua Bdan Komunikasi Partai Gerindra di kawasan Senayan, Selasa (26/7).

Menurut Fadli Zon, hasil survei Political & Economic Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2010 menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei pada 2010. “Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dari 16 negara se-Asia Pasifik,” tambahnya.

Untuk itu, Gerindra mendukung dibentuknya panja panitia anggaran (panggar). “Kalau ada panja panggar, Gerindra tentu akan mendukungnya,” ujar Fadli. Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Sadar Subagiyo mengatakan, potensi kebocoran anggaran terjadi di setiap titik dari penerimaan sampai pembelanjaan APBN.

“DPR harus membentuk badan akuntabilitas negara dan memiliki tiga badan pengawasan yaitu Baleg, Banggar dan BAKN,” ujarnya.

Gerindra Lobi Partai Menengah Soal PT

Jakarta – Perdebatan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) masih santer terdengar di gedung DPR. Partai Gerindra siap melobi partai-partai menengah soal PT ini.

“Kita akan lobi2 dengan PPP, PKS, PAN, PKB. Partai menengah yang ada di setgab akan kami ajak untuk menyamakan pandangan soal PT. Kemungkinan penyeragaman PT akan ditetapkan di angka 3%,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, di Rumah Makan Pulau Dua, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (26/7/2011).

Menurut Fadli, banyak partai menengah di Setgab yang kecewa dengan partai besar di Setgab soal PT ini. Karena itu Gerindra akan merangkul partai-partai menengah ini untuk menggalang kesepakatan soal angka PT.

Gerindra sendiri mengusulkan PT sebesar 3 persen. Namun Gerindra mengaku siap bertarung dengan PT 5 persen. “Namun menurut kami, jumlah partai dibawah 10 masih sangat wajar. Masih bisa mencerminkan penduduk Indonesia 240 juta,” katanya. Partai Golkar di Setgab mengusung angka PT 5 persen sementara Partai Demokrat mengusulkan angka 4 persen. Pembahasan angka PT dalam Revisi UU Pemilu ini akan dibahas di Pansus DPR.