Blog

Mengingatkan Sejarah Kelam Anak Bangsa

Sanggar Bumi Tarung menggelar diskusi bertema “Kobarkan Patriotisme Daya Tarung Melawan Lupa” di Galeri Nasional, Sabtu (1/10/2011). Diskusi ini bertujuan mengungkap esensi makna di balik karya seni para perupa Sanggar Bumi Tarung (SBT)

“Kami ingin mengingatkan agar generasi muda tidak melupakan sejarah. Bangsa Indonesia pernah melewati peristiwa kelam pada masa pergolakan Gerakan 30 September tahun 1965 silam, dan meninggalkan luka mendalam bagi mereka yang mendapat perlakuan tidak adil,” kata Amrus Natalsya, salah satu pendiri SBT.

Pada masa itu, mereka yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dihukum tanpa diadili. Banyak perupa Sanggar Bumi Tarung menjadi korban karena mendukung Lekra yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Diskusi ini diadakan dalam rangka memeringati 50 tahun hari jadi Sanggar Bumi Tarung yang didirikan tahun 1961. Mereka yang menjadi pembicara adalah Asvi Warman Adam (sejarawan), Fadli Zon (politikus), pelukis Hardi, dan Taufik Razen (pengamat kKebudayaan).

Dalam diskusi tersebut Fadli Zon mengatakan perlunya komunikasi antarberbagai golongan ideologi yang pernah berseteru di masa lalu, termasuk para seniman.

“Melalui karya, para seniman mencoba mengklarifikasi sejarah yang selama ini menyudutkan mereka. Ini merupakan cara untuk memulihkan diri,” kata Fadli.

Pelukis Hardi menyebut karya para perupa SBT beraliran esensialisme, yaitu karya seni rupa yang keindahannya tidak sekedar dipandang dari bentuk fisiknya saja. “Makna yang tersimpan di balik karya itulah yang lebih bernilai,” kata Hardi.

Karya perupa SBT dipamerkan di ruang Galeri Nasional sejak 22 September lalu. Beberapa karya yang mengundang decak kagum adalah pahatan kayu berbentuk kapal karya Amrus. Amrus membuat kapal pameran, kapal nabi Nuh, dan bahtera perantau.

Reshuffle, Siapa Bermasalah? Tak Butuh Lagi, Oposisi Dicueki

Nama Puan Maharani dan Prabowo Subianto pernah disebut-sebut mendapat tawaran untuk masuk kabinet SBY. Itu dulu. Bagaimana sekarang? Tampaknya dua nama itu tidak bakal masuk dalam kabinet SBY pasca reshuffle yang akan diumumkan sebelum 20 Oktober mendatang.

Partai Demokrat (PD) menepis spekulasi parpol opisisi seperti PDIP dan Gerindra akan ditarik masuk kabinet. Hingga kini tidak akan ada upaya lobi yang dilakukan oleh SBY kepada partai oposisi. Pendekatan pada oposisi dikhawatirkan akan kembali memunculkan spekulasi politik yang tidak baik. Pada Maret 2011 lalu, saat reshuffle diwacanakan menyusul parpol koalisi bersikap mbalelo dalam Pansus Mafia Pajak, SBY pernah mengutus Menko Perekonomian Hatta Rajasa untuk melakukan pendekatan kepada Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Lobi juga dilakukan terhadap Gerindra.

Dua partai itu didekati karena SBY butuh dukungan politik setelah PKS dan Golkar bersikap melawan dalam Pansus Mafia Pajak. Bila PDIP dan Gerindra bersedia masuk kabinet maka Golkar dan PKS akan dikeluarkan dari koalisi. Tapi hasilnya PDIP memilih tetap oposisi. Sementara Gerindra mengajukan sejumlah syarat dan akhirnya pun batal masuk kabinet. Sekarang suasana sudah berbeda. SBY lebih percaya diri dan menunjukkan sikap tidak butuh dukungan oposisi. Baik SBY maupun PD tidak akan melakukan upaya untuk membujuk parpol koalisi ikut bergabung. “Belum ada dan tidak ada upaya menuju ke sana (lobi),” kata Ketua DPP PD Kastorius Sinaga.

Justru sebaliknya, partai oposisi yang ingin masuk kabinet ditantang untuk tidak bersifat pasif dan segera mengajukan proposal politik kepada istana. “Iya parpol bisa menyodorkan nama,” terang politisi PD lainnya, Ramadhan Pohan. Tantangan itu tentu saja dicueki kelompok oposisi. Mereka tidak akan sudi merendahkan diri mengajukan diri untuk mendapatkan kursi menteri. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo menegaskan sikap partainya untuk tidak bergabung dalam kabinet reshuffle SBY.

“PDIP tidak pada posisi untuk terlibat dalam rencana reshuffle SBY,” ujar Tjahjo Kumolo lewat pesan singkatnya pada detik+.

Berbeda dengan keterangan Kasto yang mengklaim tidak melakukan lobi pada oposisi, Wakil Ketua DPR dari PDIP Pramono Anung justru mengaku partainya tetap didekati untuk masuk kabinet. Namun PDIP yang pernah terpecah sikapnya gara-gara tawaran Puan akan dijadikan menteri kini sudah bulat memilih tetap jadi oposisi.

“Sikap PDIP sudah jelas (oposisi). Walaupun memang masih ada upaya sampai kemarin-kemarin untuk, katakanlah mengajak PDIP masuk dalam kabinet,” ujar Pramono.

PDIP pun tidak akan menunggu kontak dari istana untuk mendapatkan tawaran posisi menteri. Taufiq Kiemas yang sebelumnya berseberangan sikap dengan istrinya, Ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri, kali ini pun lebih memilih pasrah. Ia tidak lagi antusias mendorong Puan untuk masuk kabinet SBY.

“PDIP nggka ada urusan mau reshuffle atau tidak. Tapi kalau ditawarin maka urusan PDIP, urusan Mbak Puan itu,” ujar Taufiq. PDIP berpendapat sikap menolak masuk kabinet adalah sikap sportif karena dalam Pemilu yang lalu tidak mendapatkan tempat pada posisi pertama. Hal ini juga membuktikan PDIP bukan sebagai partai yang pragmatis.

“Dengan konsistensi pada jalur oposisi, maka akan menunjukkan sikap tegas PDIP dan itu terlihat selama 7 tahun terakhir, aspirasi masyarakat terhadap PDIP semakin meningkat,” kata Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait.

Sikap serupa juga dilakukan Gerindra. Partai di bawah pimpinan Prabowo itu menegaskan tidak akan mengajukan penawaran ke pihak istana. Namun mereka akan mempertimbangkan jika mendapat tawaran. “Bagi Gerindra, kita tidak mencari-cari portofolio dan tidak meminta, tapi kalau diperlukan tentu kita akan dirapatkan,” ujar Wasekjen Gerindra Fadli Zon.

Walau tidak akan menyodorkan nama menteri, baik PDIP dan Gerindra sama-sama mendukung dilakukannya reshuffle. PDIP meminta SBY agar tidak ragu-ragu lagi melakukan reshuffle. Menteri yang kinerjanya buruk harus dicopot.

“Daripada tidak maksimal kerjanya, ya segera saja reshuffle. Ya tak perlu subyektif, tapi harus dilihat bagaimana kerjanya,” kata Ketua DPP PDIP Puan Maharani.

PDIP dan Gerindra mengingatkan SBY agar menempatkan orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya dan tidak cuma berdasarkan jatah partai semata.

“Harusnya diisi oleh ahli, meski itu orang partai. Terutama pada kementerian strategis, harus orang yang ahli dalam bidangnya,” kata Fadli Zon.

Fadli Zon melihat waktu 3 tahun yang tersisa dalam masa pemerintahan SBY, cukup untuk melakukan perubahan yang radikal dalam memperbaiki kinerja pemerintahannnya. Semuanya bergantung kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden SBY dan para pembantunya. “Tiga tahun itu waktu yang panjang, satu hari adalah waktu yang berharga,” katanya.

PDIP dan Gerindra Mantap Tetap Di Luar Pemerintahan

Hiruk pikuk politik terkait isu reshuffle kabinet tidak mendapat perhatian istimewa dari PDIP dan Partai Gerindra. Meskipun ikut menyoroti kinerja sejumlah sektor, kedua partai yang berkoalisi saat pilpres 2009 itu, sudah memantapkan hati untuk tetap berada di luar pemerintahan. “PDIP tidak dalam posisi melibatkan diri soal reshuffle. Lebih baik PDIP di luar pemerintahan saja,” kata Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo di gedung parlemen, kemarin (26/9). Dia menegaskan PDIP tidak berkepentingan secara langsung dengan agenda perombakan kabinet. Tidak ada kader PDIP yang akan didistribusikan sebagai menteri.

Saat ditanya apakah SBY sudah berkomunikasi dengan PDIP, walau sekedar meminta masukan, Tjahjo membantahnya. “Sudahlah kami di luar. Silahkan reshuffle. Ini hak prerogatif presiden yang akan memimpin kabinetnya,” tandas Tjahjo yang juga Ketua Fraksi PDIP di DPR, itu.
Secara terpisah, Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon juga menyebut belum ada komunikasi dari SBY kepada Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra terkait isu reshuffle. “Saya kok belum mendengar. Saya kira tidak ada komunikasi itu. Biarkan saja “lah Pak SBY tahu apa yang harus dilakukan,” kata Fadli.

Dia menegaskan Gerindra tidak pernah berharap dan tidak akan meminta-minta diberi jatah kursi menteri. “Kami hanya berharap presiden bisa memilih tim terbaik, the dream team,” ujar tangan kanan Prabowo, itu. Kalau kinerja pemerintahan baik, Fadli optimistis kesejahteraan masyarakat juga akan ikut membaik.

Untuk itu, menurut Fadli, SBY seharusnya membentuk zaken kabinet atau cabinet ahli. Sumber rekrutmentnya tidak harus dari kalangan partai politik. Pilihannya juga biasa dari perguruan tinggi, LSM, atau tokoh masyarakat yang independen.

“Seharusnya dicari orang “orang yang terbaik dan ahli dibidangnya. Biar ketika masuk ke kementerian tidak belajar dari nol dan dikerjai sama anak buahnya,” kata Fadli.

Dalam pandangan Fadli, ada dua bidang utama yang harus mendapat perhatian serius dari SBY, yaitu perekonomian dan kesejahteraan rakyat. “Kita tidak bicara menteri satu per satu. Tapi, kedua bidang ini harus menjadi fokus. Apalagi, kita tengah menghadapi potensi krisis ekonomi di tingkat dunia,” ingatnya.
Pada bagian lain, Partai Golkar sebagai bagian dari koalisi memilih tidak terlalu aktif dalam proses reshuffle kali ini. “Apakah akan nambah atau tidak (kursi menteri), kami menunggu sinyal dari beliau (SBY, Red),” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menko Kesra Agung Laksono di kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.

Namun Agung tidak menampik jika pernah terlontar keinginan agar jatah menteri untuk partai berlambang pohon beringin itu ditambah. “Meskipun dari awal ada keinginan agar kita ditambah kursinya, tapi akhirnya kami menyadari semuanya dikembalikan pada presiden,” tuturnya. Golkar, lanjut dia, memahami dan mematuhi ketentuan dalam undang “undang dasar itu.

Agung mengatakan belum ada pembicaraan mengenai reshuffle Golkar dengan presiden. Selain itu, tidak ada aturan presiden harus melibatkan parpol anggota koalisi dalam proses perombakan kabinet. Namun dia yakin, SBY memiliki pemikiran untuk berkomunikasi dengan pimpinan parpol anggota koalisi. Golkar siap untuk ikut dalam proses komunikasi itu.

Bagaimana jika Golkar tidak diajak rembukan sebelum diumumkan reshuffle” Agung memilih menjawab diplomatis. “Ya kita lihat nanti. Kan dia bilang suruh tunggu tanggal mainnya,” jawabnya.

Agung menolak menjawab terkait posisinya sebagai menteri koordinator yang dimintai masukan oleh presiden. Terutama dengan kinerja menteri-menteri di bawah koordinasinya. “Nanti pada waktunya saja lah. Kan nanti diumumkan,” elak mantan ketua DPR itu.(pri/fal/bay)

Gerindra Pilih Bertahan di Luar Pemerintahan

Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon juga menyebut belum ada komunikasi dari SBY kepada Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra terkait isu reshuffle. “Saya kok belum mendengar. Saya kira tidak ada komunikasi itu. Biarkan saja “lah Pak SBY tahu apa yang harus dilakukan,” kata Fadli saat dihubungi, Senin (26/9).

Dia menegaskan bahwa Gerindra tidak pernah berharap dan tidak akan meminta-minta diberi jatah kursi menteri. “Kami hanya berharap presiden bisa memilih tim terbaik, the dream team,” ujar tangan kanan Prabowo, itu. Kalau kinerja pemerintahan baik, Fadli optimistis kesejahteraan masyarakat juga akan ikut membaik.Untuk itu, menurut Fadli, SBY seharusnya membentuk zaken kabinet atau cabinet ahli. Sumber rekrutmentnya tidak harus dari kalangan partai politik. Pilihannya juga biasa dari perguruan tinggi, LSM, atau tokoh masyarakat yang independen.

“Seharusnya dicari orang “orang yang terbaik dan ahli dibidangnya. Biar ketika masuk ke kementerian tidak belajar dari nol dan dikerjai sama anak buahnya,” kata Fadli.

Dalam pandangan Fadli, ada dua bidang utama yang harus mendapat perhatian serius dari SBY, yaitu perekonomian dan kesejahteraan rakyat. “Kita tidak bicara menteri satu per satu. Tapi, kedua bidang ini harus menjadi fokus. Apalagi, kita tengah menghadapi potensi krisis ekonomi di tingkat dunia,” ingatnya

Gerindra Siap Diajak SBY

Isu reshuffle kabinet semakin kencang berhembus. Meski sebelum-sebelumnya isu perombakan kabinet ini selalu urung dilakukan. Namun kali ini Presiden SBY secara resmi, terbuka, dan untuk pertama kalinya menegaskan akan menata jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II sebelum 20 Oktober.

Menyikapi sikap Presiden ini wajar jika sejumlah partai di luar koalisi bersiap jika sewaktu-waktu mendapat tawaran kursi bagi partainya, termasuk partai yang dipimpin Prabowo Subianto, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Menurut Sekretaris Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaedi Mahesa, sesuai portofolio yang sudah pernah diajukan sebelumnya kepada presiden, saat berhembus isu reshuffle pada beberapa waktu lalu, pihaknya telah mengajukan dua nama kader untuk mengisi posisi menteri menteri pertanian dan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Pak Fadli Zon sebagai menteri pertanian dan pak Edy Prabowo sebagai menteri BUMN,” ungkapnya kepada Okezone, Minggu (25/9/2011).

Dua posisi ini dipilih Gerindra karena dinilai sesuai dengan misi partai, sedangkan pemilihan dua nama tersebut adalah berdasarkan pengalaman dan kompetensi mereka dalam bidang yang berkaitan. “Pak Fadli Zon adalah sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan pak Edy itu anggota DPR di Komisi VI yang membawahi BUMN,” terangnya.

Kendati sudah memastikan dua nama untuk mengisi kabinet, namun Desmond mengatakan Gerindra belum punya keputusan final apakah akan menerima atau menolak, lagi-lagi jika datang tawaran bergabung dari presiden. Apalagi, jika posisi di kabinet yang ditawarkan di luar dua posisi yang telah diajukan Gerindra.

“Kami pada level tertentu masih mengevaluasi apa akan bergabung atau tidak jika diajak, kan reshuffle ini sebelum-sebelumnya tidak jadi terus. Kalau ditawarkan untuk posisi menteri yang tidak sesuai dengan yang kita tawarkan, kita tentu harus rapat lagi karena belum ada orang yang lain,” paparnya.

Desmond mengungkapkan hingga kini belum ada diskusi yang dilakukan SBY dengan Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Gerindra Tak Diberi dan Tak Minta Jatah Menteri

Reshuffle kabinet segera bergulir. Partai Gerindra dulu sempat dikabarkan akan mendapatkan posisi menteri dan masuk koalisi, namun kini tidak lagi. Partai Gerindra mengaku tidak ada tawaran untuk masuk koalisi dan tawaran posisi menteri. Gerindra juga mengaku tidak pernah meminta apapun pada Presiden SBY.

“Tidak ada tawaran pada kita. Kita juga tidak pernah mengemis untuk posisi apapun,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Sabtu (24/9/2011). Walau berada di luar pemerintahan, Gerindra mengaku menginginkan SBY memilih menteri-menteri yang terbaik. SBY diminta tidak memilih seseorang karena posisi politisnya, tapi karena kemampuannya.

“Sudah seharusnya Presiden SBY membentuk zaken kabinet. Dimana posisi menterinya diisi oleh orang-orang yang ahli di bidangnya,” harap Fadli.
Fadli menilai di sisa waktu 3 tahun ini, Presiden SBY harus lebih meningkatkan kinerjanya. Jangan sampai memilih menteri-menteri dari politisi yang tidak mampu bekerja. “SBY harus buat dream team. Jangan pilih menteri-menteri yang nantinya akan menghambat dan menyulitkan dirinya,” tutup Fadli.

Gerindra: Banggar Mogok Bukti Tak Pikirkan Rakyat

Badan Anggaran (Banggar) DPR mogok melakukan pembahasan RAPBN 2012 karena protes diperiksa KPK. Partai Gerindra menilai aksi ini sama sekali tidak pantas dilakukan dan hanya menunjukkan arogansi Banggar DPR.

“Ancaman mogok seperti itu berlebihan. Ini memperlihatkan Banggar bukan mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara tapi arogansi kelembagaan,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Sabtu (24/9/2011).

Fadli menilai wajar saja KPK hendak memeriksa Banggar. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK memiliki kewenangan itu. Jika tak salah, Banggar juga tidak perlu takut.

“Penting untuk KPK menyusuri penyusunan anggaran. Apalagi seperti pengakuan Nazaruddin, banyak penyimpangan di Banggar. Ini harus dibuktikan benar atau tidak,” jelasnya.

Fadli meminta Banggar berhenti bersikap kekanak-kanakan dan mulai bekerja kembali. Apalagi saat ini Banggar sedang menyusun RAPBN 2011.

“Sudah seharusnya Banggar bersikap profesional dan bekerja kembali. Apalagi kini mereka menyusun RAPBN yang menyangkut rakyat banyak,” tegas Fadli.

Banggar DPR mogok membahas RAPBN 2012 akibat pimpinannya diperiksa KPK pekan lalu. Banggar beralasan pemeriksaan yang dilakukan KPK tidak seharusnya karena hanya menanyakan mekanisme rapat dan pengambilan keputusan di Banggar. Banggar menilai jika hanya menanyakan mekanisme, KPK bisa datang ke DPR tanpa perlu pemanggil ke empat pimpinan Banggar.

http://www.detiknews.com/read/2011/09/24/011633/1729406/10/?992204topnews

Prabowo: Pergantian Pius di BURT DPR Diatur Fraksi Gerindra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto tak mau komentari kabar pencopotan Pius Lustrilanang, kader Gerindra dari Wakil Ketua BURT DPR RI. Prabowo menjawab diplomatis, bahwa jika ada pergantian merupakan hal biasa.

“Dan itu, nanti pimpinan fraksi (Fraksi Gerindra DPR yang atur. Saya kira, pergantian, rotasi, itu biasa,” kata Prabowo saat ditemui di acara Halal Bihalal Partai Gerindra, Senin (12/09/2011).

Sebelumnya diberitakan, Pius Lustrilanang resmi diganti oleh Nur Iswanto untuk menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.

“Ya, Pak Pius tak lagi menjabat sebagai Wakil Ketua BURT DPR RI dan mulai hari ini berlaku,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.

Menurut Fadli Zon, penggantian Pius sebagai Wakil Ketua BURT DPR RI dikarenakan berbagai hal. Mereka ingin terjadi rotasi secara keseluruhan di internal fraksi Gerindra agar semua anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra merasakan dan bisa berkiprah di badan-badan yang ada di DPR

“Pius selanjutnya hanya bertugas di Komisi VII DPR RI,” jelas Fadli. Ketika ditanya, apakah digantinya Pius tersebut dikarenakan soal tidak sejalannya Pius dengan Fraksi Gerindra dan DPP Gerindra soal gedung baru, Fadli hanya tertawa renyah.

“Hahaha, silahkan saja masyarakat menilai. Terlepas dari itulah,” kata Fadli singkat. Fadli menyebutkan, pergantian tersebut tidak hanya dilakukan pada Pius. Pergantian juga dilakukan terhadap Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Ahmad Muzani yang digantikan oleh Sabar Subagyo. “Surat pergantian di internal Fraksi Gerindra dibuat tanggal 16 Agustus 2011 lalu,” kata Fadli.

Moderate critics seek solution to entrenched Indonesian corruption

JAKARTA — Insiders’ stunning revelations and a barrage of media investigative coverage have convinced everybody that the Indonesian House of Representatives’ Budget Committee is infested with “mafiosos” who gang up to plunder taxpayers’ money, but no one can agree what to do about it.

Non-compromised critics seek the dissolution of the committee. Moderate critics propose a reform to reduce its ridiculously formidable authority, while lawmakers just want to form a special task force to check if all the reported corrupt practices really exist

Fed up with rampant corruption in high places, the public yearns for serious measures to either ax the committee, boost oversight or slash its sweeping powers which have been allegedly misused by its members to enrich themselves and the political parties they represent.

With the relevant Cabinet ministers, the committee sets budgets for state institutions, from ministries to regency administrations, including allocations of grants administered by the state.

According to the Indonesia Budget Center (IBC), an NGO monitoring the state budget, the committee is so powerful that it commands the authority to appoint contractors for state projects. This would illustrate well why celebrity big-time graft suspect Muhammad Nazaruddin controls 154 companies handling state-funded projects in various ministries worth more than 6 trillion rupiah (US$705 million) that the Corruption Eradication Commission (KPK) has been investigating.

And there is nothing new about politicians and government bureaucrats’ wives, children, relatives and cronies doing lucrative business in ministries. What else is better than awarding yourself multi-billion rupiah projects, or engaging in small talks and receiving large kickbacks?

The committee is notorious for its lack of transparency. Budget deliberations are held behind closed doors and in hotels, away from the public eyes. Even lawmakers’ expert staff are barred from the meetings. And there is no public participation of any kind such as in the form of public hearings.

Great Indonesia Movement Party (Gerindra) politician Fadli Zon says corrupt politicians and bureaucrats treat the state budget as an object of fee-seeking and as the primary source of corruption in Indonesia.

“Unless the problem is solved, Indonesia will never inch forward and this [reforming or disbanding the Budget Committee] would be a good start to put national development back on track,” he told Antara news agency.

Ramson Siagian, a budget observer and an ex-House member, says 641 trillon rupiah, or almost half of the 2011 state budget, is in danger of being looted by the “budget mafia” under the committee because of the weak state budgetary system.

In its May 16-22 edition, Tempo magazine reported that the lawmakers charge between 5 and 10 percent of the development fund that the local government secures with his/her “help” and as “success fee,” which must be paid up front.

Corruption in the House Budget Committee has been brought to the limelight — interestingly enough — by members of the committee, lawmakers Nazaruddin of the ruling Democratic Party and Wa Ode Nurhayati, of the National Mandate Party (PAN).

Nazaruddin has given us a valuable glimpse of how legislators who become committee members have abused their immense power and exploit extensive information about budget allocations for their personal and political parties’ financial gains.

In his bizarre revelations while on the run for almost three months, Nazaruddin said the Budget Committee received kickbacks for fixing the tender of the 191-billion-rupiah SEA Games facility project in Palembang, South Sumatra. He is one of four collaborators who have been detained by the KPK.

His insinuation is seen as credible because he is a chief suspect along with the winning contractor M. El Idris, whom the KPK has accused of bribing Sports and Youth Deputy Minister Wafid Muharram with 3.2 billion rupiah through middle-woman Mindo Rosalina Manulang.

Nazaruddin is reported to have received 5 billion of 25 billion rupiah for successfully giving El Idris’ company the job.

He named his fellow Democratic Party lawmakers Angelina Sondakh and Mirwan Amir along with Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) I Wayan Koster as the Budget Committee’s operators in milking the SEA Games funds.

Citing that she was dreadfully concerned about “mafia-like” practices in the House, Wa Ode provoked the wrath of House leadership and even a death threat for alleging in a TV talk show in May that the rampant corrupt practices in the Budget Committee involved top House leaders.

“I know of a House leader who wrote the Finance Minister telling him to immediately sign the list [that the Budget Committee had made] of regions entitled to infrastructure funds without altering anything,” the 29-year-old politician from Southeast Sulawesi said.

The furious House Speaker Marzuki Alie went as far as filing a complaint with the House Council of Ethics for slander. Irate fellow lawmakers in charge of state budgeting accused her of being a “hypocritical budget broker,” which she vehemently denied.

All the calls for dissolution and reform of the Budget Committee, where politicians can set aside their differences for a common goal, seem to have hit a wall. Lawmakers do not take them seriously and the committee will likely retain its status as the mother of all corruption.

http://www.chinapost.com.tw/commentary/the-china-post/special-to-the-china-post/2011/09/08/315996/p1/Moderate-critics.htm

Tak Usah Perdebatkan Pemberian Honoris Causa Kepada Raja Arab

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Semua pihak diminta untuk tidak lagi memperdebatkan pemberian gelar doktor honoris causa kepada Raja Saudi Arabia.

Pernyataan ini disampaikan kepada Ketua Ikatan Alumni Fakultas ilmu Budaya (FIB), Fadli Zon, kepada tribun, Senin (05/09/2011).

Pemberitaan pemberian gelar doktor honoris cause kepada Raja Saudi Arabia menjadi simpang siur. Dan sebenarnya, pemberian itu bagus, bahkan UI sudah beberapa kali memberikan seperti ini, dan tidak sembarangan diberikan. Bahkan, kalau perlu, Presiden Iran, Ahmadinejad juga diberikan gelar yang sama,” kata Fadli Zon.

Kritik yang disampaikan beberapa pihak terkait pemberian gelar doktor honoris causa kepada Raja Saudi Arabia, hanya tertuju terkait vonis pancung kepada TKI bernama Ruyati. Padahal, Fadli menegaskan, hukuman pancung terhadap Ruyati, adalah kesalahan pemerintah, yang terlambat membela.

Jangan hanya karena masalah Ruyati. Masalah Ruyati adalah kesalahan pemerintah yang tidak secara maksimal membantu Ruyati. Di sisi lain, TKI yang bekerja di Saudi Arabia menghasilkan sampai puluhan trilyun yang dibawa ke daerahnya, dan ini menjadi pendapatan negara selain pajak,” papar Fadli.

Pemerintah Saudi Arabia, lanjutnya lagi, juga banyak memberikan bantuan kepada Indonesia, tak fokus terhadap kasus Ruyati saja. “Dan tak terlalu substansial kalau terus diperdebatkan pemberian gelar honoris causa itu. Pemimpin Brazil atau pemimpin-pemimpin yang pro kerakyatan, juga layak bagi UI untuk memberikan gelar honoris causa,” papar Fadli Zon.