Mengingatkan Sejarah Kelam Anak Bangsa

Sanggar Bumi Tarung menggelar diskusi bertema “Kobarkan Patriotisme Daya Tarung Melawan Lupa” di Galeri Nasional, Sabtu (1/10/2011). Diskusi ini bertujuan mengungkap esensi makna di balik karya seni para perupa Sanggar Bumi Tarung (SBT)

“Kami ingin mengingatkan agar generasi muda tidak melupakan sejarah. Bangsa Indonesia pernah melewati peristiwa kelam pada masa pergolakan Gerakan 30 September tahun 1965 silam, dan meninggalkan luka mendalam bagi mereka yang mendapat perlakuan tidak adil,” kata Amrus Natalsya, salah satu pendiri SBT.

Pada masa itu, mereka yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dihukum tanpa diadili. Banyak perupa Sanggar Bumi Tarung menjadi korban karena mendukung Lekra yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Diskusi ini diadakan dalam rangka memeringati 50 tahun hari jadi Sanggar Bumi Tarung yang didirikan tahun 1961. Mereka yang menjadi pembicara adalah Asvi Warman Adam (sejarawan), Fadli Zon (politikus), pelukis Hardi, dan Taufik Razen (pengamat kKebudayaan).

Dalam diskusi tersebut Fadli Zon mengatakan perlunya komunikasi antarberbagai golongan ideologi yang pernah berseteru di masa lalu, termasuk para seniman.

“Melalui karya, para seniman mencoba mengklarifikasi sejarah yang selama ini menyudutkan mereka. Ini merupakan cara untuk memulihkan diri,” kata Fadli.

Pelukis Hardi menyebut karya para perupa SBT beraliran esensialisme, yaitu karya seni rupa yang keindahannya tidak sekedar dipandang dari bentuk fisiknya saja. “Makna yang tersimpan di balik karya itulah yang lebih bernilai,” kata Hardi.

Karya perupa SBT dipamerkan di ruang Galeri Nasional sejak 22 September lalu. Beberapa karya yang mengundang decak kagum adalah pahatan kayu berbentuk kapal karya Amrus. Amrus membuat kapal pameran, kapal nabi Nuh, dan bahtera perantau.