Blog

Fadli Zon: Keputusan Komite Etik Tepat, Jangan Ada Pelemahan KPK

Fadli Zon: Keputusan Komite Etik Tepat, Jangan Ada Pelemahan KPK

Fadli Zon Keputusan Komite Etik Tepat, Jangan Ada Pelemahan KPK

Komite Etik telah menjatuhkan sanksi ringan terhadap Ketua KPK Abraham Samad terkait bocornya sprindik Anas Urbaningrum yang menyatakan tersangka dalam kasus Hambalang. Sanksi yang diberikan oleh tim yang diketuai Anies Baswedan itu dinilai sudah tepat.

“Keputusan Komite Etik sudah tepat. Etika dalam penegakan hukum harus dijunjung tinggi. Namun semua ini harus tetap dibingkai dalam semangat penguatan lembaga KPK dalam memberantas korupsi,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/4/2013).

Fadli berharap, dengan diungkapkannya orang yang bertanggung jawab atas bocornya sprindik itu, akan semakin baik komunikasi internal KPK. “Jangan sampai kasus ini dijadikan momen bagi para koruptor untuk melemahkan KPK dengan memecah belah kekompakan para anggota KPK,” jelas dia.

“Komunikasi dan konsolidasi internal KPK harus terus dilakukan. Sebab, koruptor akan melakukan segala cara untuk menjaga kepentingannya termasuk melemahkan KPK,” imbuh Fadli.

Dalam keterangan yang disampaikan tim Komite Etik, Rabu 3 Maret kemarin, tim menyebutkan pelaku pembocoran dokumen sprindik Anas ialah Wiwin Suwandi, sekretaris Ketua KPK Abraham Samad.

Atas hal ini, Komite Etik juga menyatakan Abraham Samad melanggar kode etik dan diberikan peringatan. Abraham Samad dinilai lalai dalam mengawasi bawahannya. Dan Wiwin Suwandi pun telah diberhentikan dari posisinya di KPK.

Secara hukum, lanjut Fadli, pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 322 KUHP tentang kesengajaan membuka rahasia yang wajib disimpan karena jabatannya.

“Ada ancaman pidana 9 bulan penjara. Namun hal ini tentu bukanlah kewenangan Komite Etik KPK,” tandas Fadli.(Ali)

Fadli Zon: Kasus Sprindik Bocor Usai, KPK Harus Tetap Kompak

Fadli Zon: Kasus Sprindik Bocor Usai, KPK Harus Tetap Kompak

Fadli Zon Kasus Sprindik Bocor Usai, KPK Harus Tetap Kompak

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi kembali fokus menangani kasus-kasus korupsi, setelah bocornya surat
perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum terungkap oleh Komite Etik KPK.

“Jangan sampai kasus sprindik dijadikan momen bagi koruptor untuk melemahkan KPK dengan memecah-belah kekompakan para anggota KPK. Pekerjaan rumah KPK masih banyak,” kata Fadli Zon, Kamis 4 April 2013. Menurutnya, komunikasi dan konsolidasi internal harus terus dilakukan KPK usai kasus bocornya sprindik itu.

Rabu kemarin, Komite Etik KPK mengumumkan, pelaku pembocoran dokumen sprindik Anas Urbaningrum adalah Wiwin Suwandi. Wiwin adalah Sekretaris Ketua KPK Abraham Samad yang tinggal serumah dengan Samad. Wiwin juga menjadi pegawai KPK atas permintaan Abraham Samad.

“Wiwin Suwandi melakukan pemotretan atas dokumen sprindik dengan menggunakan HP BlackBery dan hasilnay dikirimkan kepada wartawan Tri Suharman. Wiwin Suwandi juga menyerahkan print hasil scanning kepada dua orang wartawan yang dikenalnya, Tri Suharman dan Rudy Polycarpus, di gedung Setiabudi One Jakarta,” kata Wakil Ketua Komite Etik KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.

Atas hal itu, Komite Etik menyatakan Abraham Samad melanggar kode etik. Ia diberi peringatan karena dinilai gagal mendidik dan lalai mengawasi bawahannya. Sementara Wiwin Suwandi langsung diberhentikan dari jabatannya secara tidak hormat oleh Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai.

“Keputusan Komite Etik sudah tepat. Etika dalam penegakan hukum harus dijunjung tinggi. Semua ini demi semangat penguatan kelembagaan KPK dalam memberantas korupsi,” ujar Fadli Zon.

Ancaman Pidana

Menurutnya, sesungguhnya berdasarkan Pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pihak yang sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan terkait jabatannya, terancam pidana 9 bulan penjara. “Tapi memang bukan kewenangan Komite Etik untuk menjatuhkan hukuman,” kata Fadli Zon.

Wiwin Suwandi mengatakan, ia membocorkan dokumen kasus-kasus korupsi karena jengkel pada koruptor yang penampilannya seperti tak punya dosa. Wiwin dinilai Komite Etik tak bisa menempatkan posisinya dengan baik sehingga malah melakukan perbuatan yang merugikan institusi KPK.

Selain membocorkan sprindik Anas, Wiwin juga membocorkan informasi kasus suap Bupati Buol, kasus korupsi proyek simulator SIM di Korlantas Polri, dan kasus suap impor daging yang menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq menjadi tersangka. (ren)

Fadli Zon: Hukum Harus Ditegakkan pada Kasus Lapas Cebongan

Fadli Zon: Hukum Harus Ditegakkan pada Kasus Lapas Cebongan

Fadli Zon Hukum Harus Ditegakkan pada Kasus Lapas Cebongan

Pelaku penyerangan di Lapas Cebongan sudah terungkap. Pelakunya adalah 11 oknum anggota TNI AD, dalam hal ini Grup II Kopassus Kartosuro. Pernyataan ini disampaikan Ketua Tim Investigasi TNI AD, Brigjen TNI Unggul Yudhoyono.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, Jakarta, Kamis (4/4), menyayangkan fakta tersebut. Tentu saja kasus Lapas Cebongan menambah catatan hitam sejarah kekerasan yang terjadi di Tanah Air. Di tengah kepercayaan publik pada instansi negara yang tengah menurun, fakta ini bisa membuat skeptisisme publik terhadap negara semakin bertambah.

Untuk menghindari hal itu, hukum harus ditegakkan sesuai aturan yang berlaku. Harapannya, agar cara main hakim seperti ini tak terulang lagi di masa mendatang. Para pelaku yang terlibat harus mempertanggungjawabkan kejahatan yang telah diperbuat.

Fakta ini juga menunjukkan bahwa hukum kita masih lemah, dan ternyata para aparat sendirilah yang masih sering mempermainkan hukum. Jika tidak diatasi, maka akan memicu ketidakpercayaan publik terhadap hukum, dan akan mendorong orang melakukan main hakim sendiri.

Faldi mengajak semua pihak untuk merenung, apa akar masalah sebenarnya? Mengapa kekerasan menjadi jalan pintas? Terutama ketika kasus ini melibatkan oknum antar instansi negara.

Apapun latar belakangnya, eksekusi seperti di Lapas Cebongan tak dapat dibenarkan. Ini perlu menjadi pelajaran bersama agar peristiwa serupa tak terulang. TNI dan Polri perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan yang dilakukan oknum di instansi masing-masing.

Wayang Goes to Campus

Wayang Goes to Campus

Wayang Goes to Campus

Seni wayang sebenarnya merupakan media komunikasi yang mampu memberikan pembelajaran dan pembentukan karakter. Menyadari hal itu, Komunitas Wayang UI, Iluni UI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Institut Seni Indonesia Surakarta menyelenggarakan acara ‘Wayang Goes to Campus’, pada 4-5 April 2013 di Balairung Universitas Indonesia, Depok.

“Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga akan diundang menghadiri acara tahunan ini,” kata Kepala Kantor Komunikasi UI Dra. Farida Haryoko, M.Psi. Menurut Farida, acara yang mengangkat tema “Bersihkan Hati untuk Kejayaan UI”, ini akan diisi oleh rangkaian kegiatan sarasehan di hari pertama, kemudian ruwatan dan tanggap wayang di hari kedua.

Pada hari kamis 4 April, akan hadir para pembicara seperti Gubernur Lemhanas Prof. Dr. Budi Susilo Soepandji, Ketua Umum Komunitas Wayang Universitas Indonesia Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Ketua Dewan Kebijakan Senawangi Drs. Solichin, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc., dan Sekretaris Direktorat Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Presiden Direktur Jababeka Setyono Djuandi. “Para pembicara akan membahas mengenai waang dan ketahanan budaya bangsa.

Sementara itu di hari kedua akan digelar pertunjukan Wayang Tavip, Wayang Kulit Minang, dan Apresiasi Teater Sesaji Raja Surya. Dilanjutkan dengan Ruwatan bareng di danau UI dan Pagelaran Wayang ‘Gatotkaca Lair’ dengan Dalang Ki Probo Asmoro, S.Kar., M.Hum. Acara pendukung lain seperti bazaar, demo, pameran, flash mob, dan tari daerah juga turut digelar.

Fadli Zon: Bendera GAM Perlu Direspons Secara Demokratik

Fadli Zon: Bendera GAM Perlu Direspons Secara Demokratik

Fadli Zon Bendera GAM Perlu Direspons Secara Demokratik

Penetapan bendera GAM sebagai simbol Provinsi Aceh dalam Qanun Nomor 3/2013, menuai pro dan kontra. Ada masyarakat Aceh yang sepakat dengan penetapan bendera GAM sebagai bendera Aceh, namun ada pula yang berbeda pendapat.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, perbedaan pendapat dan pandangan, merupakan hal wajar. Sejauh perbedaan tersebut tak mengarah pada konflik yang mengganggu situasi damai di Aceh.

Lalu bagaimana menyelesaikan polemik ini? Fadli mengatakan, pertama, penyelesaiannya harus dilakukan secara dialogis dan demokratik, yakni melalui mekanisme yang terlembaga. Kedua, proses yang berjalan, selain juga harus memperhatikan aspirasi warga, juga harus memperhatikan Nota Kesepahaman Helsinki, di mana di sana diatur tentang atribut dan simbol GAM. Dan ketiga, yang paling utama, polemik ini harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraannya.

Menjadikan Bendera GAM sebagai bendera provinsi, kata Fadli, selama itu menjadi aspirasi rakyat Aceh ,tentu harus dihargai. Namun sebagai bendera NKRI, tetap harus Merah Putih. Perlu dicatat, rakyat Aceh sangat berjasa dalam kemerdekaan RI dan ikut dalam mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1949. Aceh punya saham terhadap kemerdekaan RI.

Fadli menambahkan, bendera dan lambang provinsi adalah hal yang penting, namun kesejahteraan warga Aceh, perdamaian, dan keadilan di sana, jauh lebih penting.

Di sisi lain, lanjut dia, polemik ini merupakan evaluasi juga bagi pemerintah pusat, untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. Aceh sebagai daerah yang baru saja terbebas konflik, perlu pendekatan khusus. Dengan demikian, respons yang diberikan pusat tak reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh.

“Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi, dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama,” pungkas dia.

Gerindra: Perdamaian Aceh Lebih Penting dari Bendera

Gerindra: Perdamaian Aceh Lebih Penting dari Bendera

Gerindra Perdamaian Aceh Lebih Penting dari Bendera

Penyelesaian pro dan kontra terhadap penggunaan bendera GAM sebagai simbol provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) harus dilakukan secara dialogis dan demokratis. Yakni melalui mekanisme yang terlembaga. Selain itu, juga harus memperhatikan aspirasi warga dan memperhatikan Nota Kesepahaman Helsinki yang mengatur tentang atribut dan simbol GAM.

“Ketiga, yang paling utama, polemik ini harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraannya,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Rabu (3/4).

Sebelumnya, penetapan bendera provinsi Aceh dalam Qanun Nomor 3/2013 menuai pro dan kontra. Ada masyarakat Aceh yang sepakat dengan penetapan bendera GAM sebagai bendera Aceh. Namun ada pula yang tak berbeda pendapat. Menurut Fadli, perbedaan pendapat dan pandangan merupakan hal wajar. Sejauh tak mengarah pada konflik yang menganggu situasi damai di Aceh.

Ia menjelaskan, menjadikan lambang GAM sebagai bendera provinsi harus dihargai. Selama itu merupakan aspirasi rakyat Aceh. Namun tetap harus diperhatikan kalau bendera NKRI tetap Merah Putih. Perlu dicatat, rakyat Aceh sangat berjasa dalam mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan pada 1945-1949. Artinya, Aceh punya saham terhadap kemerdekaan Indonesia. “Bendera dan lambang provinsi adalah hal yang penting. Namun kesejahteraan warga Aceh, perdamaian, dan keadilan di sana, jauh lebih penting,” lanjutnya.

Fadli juga memandang, polemik ini merupakan evaluasi bagi pemerintah pusat. Yaitu, untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. Apalagi Aceh sebagai daerah yang baru saja terbebas konflik, perlu pendekatan khusus. Sehingga, respon yang diberikan pusat tak boleh reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh. “Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama,” jelas dia.

Soal bendera, jangan sampai ada konflik baru Aceh-Jakarta

Soal bendera, jangan sampai ada konflik baru Aceh-Jakarta

Soal bendera, jangan sampai ada konflik baru Aceh-Jakarta

Penetapan bendera GAM sebagai simbol provinsi Aceh dalam Qanun Nomor 3/2013, menuai pro dan kontra. Ada masyarakat Aceh yang sepakat dengan penetapan bendera GAM sebagai bendera Aceh, namun ada pula yang tak berbeda pendapat.

Perbedaan pendapat dan pandangan, merupakan hal wajar. Sejauh perbedaan tersebut tak mengarah pada konflik yang mengganggu situasi damai di Aceh. Jangan sampai masalah bendera ini menguak konflik lama dan menimbulkan konflik antara Aceh dan pemerintah pusat di Jakarta.

Lalu bagaimana menyelesaikan polemik ini?

“Pertama, penyelesaiannya harus dilakukan secara dialogis dan demokratik, yakni melalui mekanisme yang terlembaga,” kata wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, Rabu (3/4).

Kedua, proses yang berjalan, selain juga harus memperhatikan aspirasi warga, juga harus memperhatikan Nota Kesepahaman Helsinki, dimana disana diatur tentang atribut dan simbol GAM. Dan ketiga, yang paling utama, polemik ini harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraannya.

“Menjadikan Bendera GAM sebagai bendera provinsi selama aspirasi rakyat Aceh tentu harus dihargai. Namun sebagai bendera NKRI tetap harus Merah Putih,” tegas Fadli.

Yang perlu dicatat, rakyat Aceh sangat berjasa dalam kemerdekaan RI dan ikut dalam mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1949. Aceh punya saham terhadap kemerdekaan RI. Bendera dan lambang provinsi adalah hal yang penting, namun kesejahteraan warga Aceh, perdamaian, dan keadilan di sana, jauh lebih penting.

Di sisi lain, polemik ini merupakan evaluasi juga bagi pemerintah pusat, untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. Aceh sebagai daerah yang baru saja terbebas konflik, perlu pendekatan khusus. Sehingga, respon yang diberikan pusat tak reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh.

“Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama,” tutupnya.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh sepakat tidak mengibarkan bendera Aceh sementara. Sampai ada kejelasan soal bendera ini dan menunggu persetujuan pemerintah pusat.

Fadli Zon: Polemik Bendera GAM Perlu Didialogkan

Fadli Zon: Polemik Bendera GAM Perlu Didialogkan

Fadli Zon Polemik Bendera GAM Perlu Didialogkan

Penetapan bendera GAM sebagai simbol Provinsi Aceh dalam Qanun 3/2013, menuai pro dan kontra. Ada masyarakat Aceh yang sepakat dengan penetapan bendera GAM sebagai bendera Aceh, namun ada pula yang berbeda pendapat.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, dalam siaran pers yang diterima Beritasatu.com, Rabu (3/4), perbedaan pendapat dan pandangan merupakan hal wajar, sejauh tak mengarah pada konflik yang mengganggu situasi damai di Aceh.

Untuk menyelesaikan polemik itu, kata Fadli Zon, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, penyelesaiannya harus dilakukan secara dialogis dan demokratik, yakni melalui mekanisme yang terlembaga.

Kedua, proses yang berjalan, selain memperhatikan aspirasi warga, juga harus memperhatikan Nota Kesepahaman Helsinki yang mengatur tentang atribut dan simbol GAM.

Ketiga, meski muncul polemik, tetap harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraannya.

“Menjadikan bendera GAM sebagai bendera provinsi sesuai aspirasi rakyat Aceh, tentu harus dihargai. Namun, sebagai bendera NKRI harus Merah Putih. Perlu dicatat, rakyat Aceh sangat berjasa dalam kemerdekaan RI dan ikut dalam mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1949. Aceh punya saham terhadap kemerdekaan RI,” katanya.

Polemik tersebut, lanjut Fadli Zon, sekaligus merupakan evaluasi bagi pemerintah pusat untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. “Aceh sebagai daerah yang baru saja terbebas konflik, perlu pendekatan khusus. Respons yang diberikan pemerintah pusat tidak reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh. Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi, dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama,” ujarnya.

Fadli Zon: Soal Bendera GAM, Hargai Aspirasi Rakyat

Fadli Zon: Soal Bendera GAM, Hargai Aspirasi Rakyat

Fadli Zon Soal Bendera GAM, Hargai Aspirasi Rakyat

Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Fadli Zon menegaskan, polemik pro kontra penetapan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadi bendera Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) harus diselesaikan melalui cara terlembaga yang demokratis.

“Lalu bagaimana menyelesaikan polemik ini? Pertama, penyelesaiannya harus dilakukan secara dialogis dan demokratik, yakni melalui mekanisme yang terlembaga,” ujar Fadli di Jakarta, Rabu, (3/4).

Kedua, imbuh dia, dalam proses berjalan, selain harus memperhatikan aspirasi warga, juga harus memperhatikan Nota Kesepahaman Helsinki, yang mengatur tentang atribut dan simbol GAM.

“Dan ketiga, yang paling utama, polemik ini harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraan,” paparnya.

Menurut Fadli, menjadikan bendera GAM sebagai bendera provinsi NAD selama aspirasi rakyat Aceh, tentu harus dihargai. Namun sebagai bendera NKRI, harus merah putih.

Perlu dicatat, tandasnya, rakyat Aceh sangat berjasa dalam kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dan ikut dalam mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1949. Aceh punya saham terhadap kemerdekaan RI.

“Bendera dan lambang provinsi adalah hal yang penting, namun kesejahteraan warga Aceh, perdamaian, dan keadilan di sana, jauh lebih penting,” ujarnya.

Di sisi lain, imbuh Fadli, polemik ini merupakan evaluasi bagi pemerintah pusat, untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. Aceh sebagai daerah yang baru saja terbebas konflik, perlu pendekatan khusus, sehingga respon yang diberikan pusat tak reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh.

“Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi, dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama,” pungkasnya

Gerindra Larang Anggota Komisi III Kunjungi 4 Negara Eropa

Gerindra Larang Anggota Komisi III Kunjungi 4 Negara Eropa

Gerindra Larang Anggota Komisi III Kunjungi 4 Negara EropaPartai Gerindra melihat kunjungan kerja Komisi III DPR ke 4 negara Eropa sebagai pemborosan. Gerindra melarang anggotanya di DPR ikut kunjungan ke Rusia, Prancis, Belanda, dan Inggris ini.

“Nggak boleh, nggak ada yang kami ikutkan. Karena kami melihat ini sebagai pemborosan saja. Kita tidak melihat urgensinya pergi ramai-ramai ke sana,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, saat berbincang, Rabu (3/4/2013).

Menurut Fadli, pembahasan revisi UU KUHP dan KUHAP tidak memerlukan kunjungan spesifik ke 4 negara di Eropa. Karena semangat penyusunan KUHP dan KUHAP adalah membuat aturan hukum mandiri di Indonesia.

“Kalau kita mau melihat informasi ada di google, kalau itu tidak ada bisa di perpustakaan, kalau tidak bisa lagi ke duta besar. Kalau memang masih tidak bisa kita datangkan saja ahlinya, itu jauh lebih hemat,” katanya.

Gerindra memang melarang semua bentuk kunjungan kerja ke luar negeri. Fadli menuturkan Gerindra tak mau ikut dalam pemborosan anggaran negara.

“Itu hanya modus untuk mengakomodasi jalan-jalan dan itu mubazir. Kita tidak mau menjadi bagian yang memboroskan uang negara,” tandasnya.

Dalam rangka memperdalam pembahasan RUU KUHP dan KUHAP, anggota Komisi III DPR melakukan kunjungan kerja 4 negara Eropa. Anggaran untuk berkunjung ke Rusia, Prancis, Belanda, dan Inggris ini ditaksir Rp 6,5 miliar. Kunker Komisi III DPR ke 4 negara Eropa akan dilaksanakan selama 5 hari, yaitu pada 14-19 April 2013. Masing-masing rombongan berisi 15 anggota DPR.