Blog

Fadli Zon pamerkan Sengkuni yang hasut Prabu Duryudana

Fadli Zon pamerkan Sengkuni yang hasut Prabu Duryudana

Fadli Zon pamerkan Sengkuni yang hasut Prabu Duryudana

Univeritas Indonesia (UI) menggelar acara ‘Wayang Goes to Campus’, yang diselenggarakan 4-5 April 2013 di Balairung Universitas Indonesia. Ada sarasehan wayang, bazar, pameran, gelar wayang Nusantara dan ruwatan.

Wakil Ketua Partai Gerindra, Fadli Zon Library pun ikut dalam pameran ini. Berbagai koleksi wayangnya, antara lain wayang kulit Cirebon, wayang suket, wayang klithik, wayang golek tengul, dan topeng ikut dipamerkannya.

Fadli Zon yang juga Ketua ILUNI FIB UI (Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI) memamerkan koleksi wayangnya bertujuan menambah khazanah pewayangan di kalangan mahasiswa UI dan masyarakat umum.

“Semua koleksi saya punya kekhasan masing-masing. Wayang kulit Cirebon, merupakan wayang kulit dengan 10 tokoh punakawan yang merupakan cucu Semar. Tokoh wayang ini tak ada dalam wayang kulit Jawa umumnya,” kata aktivis budaya, kolektor wayang ini.

Kemudian, imbuhnya, koleksinya yang ikut dipamerkan adalah wayang suket. Wayan ini merupakan media sosialisasi anak-anak di pedesaan, sering dimainkan sambil menggembala kerbau.

“Sedangkan wayang klithik dan wayang golek tengul, menjadi media penyebaran Islam di Jawa oleh Wali Sanga dengan mengambil cerita Panji atau Menak karya Ki Yosodipuro,” tambahnya.

Yang menarik adalah dipamerkannya sosok Sengkuni yang sedang beradegan menghasut keponakannya Prabu Duryudana agar mau merebut tahta kerajaan Hastina, dan disaksikan Pendeta Dorna. Adapun alasan dari Fadli Zon untuk mengangkat tokoh Sengkuni dalam WGTC 2013 ini adalah agar masyarakat lebih waspada dan dewasa atas upaya-upaya pemecah-belah bangsa dan usaha penghasutan seperti sikap Sengkuni yang ingin menguasai dan menghancurkan bangsa Indonesia.

“Wayang adalah warisan budaya yang sudah diakui UNESCO. Wayang sudah dikenal masyarakat Nusantara sejak ribuan tahun lalu, selain sebagai media komunikasi dan hiburan, juga sarat tuntunan sosial dan relevan hingga saat ini. Pameran dan WGTC 2013 ini merupakan bentuk apresiasi terhadap wayang,” demikian Fadli Zon.

UI adakan ‘Wayang Goes to Campus’

UI adakan ‘Wayang Goes to Campus’

UI adakan ‘Wayang Goes to Campus’

Universitas Indonesia, yang diwakili oleh Komunitas Wayang UI dan Ikatan Alumni UI, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Institut Seni Indonesia Surakarta menyelenggarakan acara “Wayang Goes to Campus”.

Selama dua hari (4 – 5 April 2013), berbagai kesenian Wayang akan ‘unjuk gigi’ di Balairung UI, kampus Depok. Tercatat, beberapa orang penting pun hadir dalam acara ini seperti Gubernur Lemhanas RI, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, Pjs.Rektor UI Prof. Djoko Santoso, Plh. Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, Dekan FIB UI Prof. Bambang Wibawarta, Ketua Komunitas Wayang UI Prof. Sarlito Wirawan Sarwono. Selain para orang penting, tidak lupa ratusan mahasiswa yang mempunyai antusias terhadap Wayang juga hadir pada acara Wayang Goes to Campus.

Pada hari pertama, acara Wayang Goes to Campus merupakan acara sarasehan dengan tajuk “Konsep Wayang dan Ketahanan Budaya”. Acara sarasehan ini dibuka dengan keynote speech dari Gubernur Lemhanas RI, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji. Sarasehan ini bertajuk Wayang sebagai Falsafah Hidup dan Wayang dan Kaitannya dengan Ekonomi Kreatif. Dalam keynote speechnya, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji menyampaikan, Bangsa Indonesia patut bersyukur dan berbangga karena memiliki guru budaya dan guru kebajikan yang sarat dengan nilai–nilai filosofis tinggi yaitu Wayang. Ia menilai, dunia Wayang memang dunia khayal yang sangat kreatif dan imajinatif. Akan tetapi, di balik kreativitas seni yang imajinatif tersebut, kebenaran, keluhuran dan kemuliaan nilai–nilai yang diajarkan sungguh tidak ternilai harganya. Wajar bila kemudian, dunia memberikan dan menetapkan wayang sebagai masterpiece dan warisan budaya dunia.

“Dalam perspektif geopolitik, daya tahan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup dan eksistensi suatu bangsa, sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang komprehensif terhadap sejarah lahirnya bangsa dan negara; Negara dan tanah air serta cita–cita dan ideologi yang diyakini bersama. Oleh karena itu, dalam perspektif geopolitik kebanggaan terhadap budaya, adat istiadat, tradisi dan kearifan lokal harus senantiasa dibangun, dipertahankan dan dilestarikan, salah satunya yaitu pertunjukan wayang di kampus-kampus seperti ini,” ujarnya ketika memberikan keynote speech “Konsep Wayang dan Ketahanan Budaya” di UI Depok (4/3/2013).

Selain sarasehan, rangkaian kegiatan pada hari pertama WGTC adalah pertunjukan wayang Nusantara dengan menampilkan Wayang Potehi dan Wayang Tavip. Di sisi lain, pada hari kedua (Jumat, 5 April 2013) WGTC akan menampilkan ragam pertunjukan seni budaya, khusunya Wayang. Rencananya, acara ini akan diisi oleh seniman dari Komunitas Sastra Jawa FIB UI, komunitas wayang UI, dan Institut Seni Indonesia Surakarta.

Pertunjukan itu terdiri atas pergelaran Wayang Ruwatan, Pergelaran Wayang Kulit Purwa, Panembrama KMSJ FIBUI, Tari Gambyong dan Flash Mob Mahasiswa KMSJ FIBUI. Setelah itu, rangkaian WGTC ditutup dengan pertunjukan Semalam Senang “Pergelaran Wayang Kulit Purwa” dengan lakon Gathotkaca Lahir. Pegelaran ini akan dipegang oleh dalang Ki Purba Asmoro, S.Kar., M.Hum serta Penyerahan Wayang Tokoh Gathotkaca kepada Pjs.Rektor UI Prof.Djoko Santoso.

Gerindra Puji Sikap Ksatria Danjen Kopassus

Gerindra Puji Sikap Ksatria Danjen Kopassus

Gerindra Puji Sikap Ksatria Danjen Kopassus

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon memuji sikap ksatria yang ditampilkan oleh Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Mayjen TNI Agus Sutomo yang mengatakan siap bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya, terkait penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Sabtu (23/3/2013) lalu.

“Sikap Danjen Kopassus yang menyatakan bahwa dirinyalah yang paling terdepan bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya, merupakan sikap ksatria,” ujar Fadli dalam keterangan persnya.

Ia melanjutkan, sikap Danjen Kopassus merupakan bentuk kepemimpinan ksatria, bertanggung jawab, tak cuci tangan, dan tak lari dari perbuatan salah yang dilakukan anak buah. Ia juga berani memastikan prajuritnya untuk menjalani proses hukum yang ada.

“Ini sikap yang jarang ditemukan pada pemimpin lainnya saat ini, yang cenderung angkat tangan, atau melakukan pembiaran ketika bawahan melakukan kesalahan,” katanya.

Fadli mengatakan, sikap yang ditampilkan oleh Mayjen TNI Agus Sutomo sebagai Danjen Kopassus, patut dicontoh pemimpin lembaga manapun di negeri ini. Karena dibalik kewenangan dan kekuasaan seorang pemimpin, ada tanggung jawab yang harus diembannya.

“Inilah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Kadang pejabat hanya mau kekuasaan dan kehormatannya saja, tapi tak mau tanggung jawab atas amanah yang disandang. Danjen Kopassus menunjukkan karakter pemimpin itu. Ia tegas dan berani bersikap, meskipun beresiko terhadap jabatannya,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mengapresiasi kejujuran dan keberanian 11 anggota Kopassus yang terlibat dalam penyerangan itu, untuk mengakui perbuatan mereka. Meski demikian, sebagai anggota Kopassus, 11 orang itu sudah mengambil jalan yang salah dengan cara main hakim sendiri dan melakukan dark justice.

“Meskipun tindakan itu tak dapat dibenarkan, namun harus jadi refleksi bahwa penegakan hukum masih lemah. Keadilan sulit diperoleh. Hukum dapat dibeli dan dipermainkan. Hukum kadang jadi alat kepentingan dan politik. Bahkan ada aparat penegak hukum menjadi penjahat berseragam. Saatnya hukum ditegakkan sesuai kebenaran,” tandasnya.

Seperti diberikan sebelumnya, pada 23 Maret lalu, 11 anggota Kopassus dari group 2 Kartosuro melakukan penyerangan ke Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Aksi tersebut dilakukan untuk mencari empat pelaku pembunuhan seorang anggota TNI bernama Serka Heru Santoso, yang tewas pada 19 Maret di Hugo’s Cafe, Yogyakarta. Empat pelaku tersebut juga terlibat dalam kasus pembacokan mantan anggota Kopassus bernama Sertu Sriyono pada 20 Maret.

Merasa kehormatan dan atas nama jiwa korsa, 11 anggota Kopassus itu pun menuntut aksi balas dendam. Akibatnya, empat pelaku pembunuhan anggota TNI yankni Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31); Yohanes Juan Manbait (38); Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29); dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33), tewas ditembak di Lapas Cebongan.

LP Cebongan, hukum harus ditegakkan

LP Cebongan, hukum harus ditegakkan

LP Cebongan, hukum harus ditegakkan

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan untuk menghindari kasus penyerangan terhadap Lembaga Pemasyarakatan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, terulang kembali maka hukum harus ditegakkan sesuai aturan yang berlaku.

“Agar cara main hakim seperti ini tak terulang lagi di masa depan. Para pelaku yang terlibat harus mempertanggungjawabkan kejahatan yang telah diperbuat,” kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya Ketua Tim Investigasi dari Mabes TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono mengungkapkan, pelaku penyerangan lembaga pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang menyebabkan empat tahanan tewas adalah anggota Grup 2 Kopassus Kartasura pada 23 Maret lalu.

Fadli mengatakan fakta ini juga menunjukan bahwa hukum masih lemah, dan ternyata para aparat sendirilah yang masih sering mempermainkan hukum. Hal ini jika tidak diatasi, katanya, akan memicu ketidakpercayaan publik terhadap hukum, dan akan mendorong orang melakukan main hakim sendiri.

Ke depan, katanya, perlu dicari akar masalahnya, mengapa kekerasan menjadi jalan pintas. Terutama ketika kasus ini melibatkan oknum antar instansi negara.

“Apapun latar belakangnya, eksekusi seperti di Lapas Cebongan tak dapat dibenarkan,” katanya. Ini perlu menjadi pelajaran bersama agar peristiwa serupa tak terulang kembali. TNI dan Polri perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan yang dilakukan oleh oknum di instansi masing-masing.

“Kasus Cebongan, Aparat Sendiri yang Permainkan Hukum”

“Kasus Cebongan, Aparat Sendiri yang Permainkan Hukum”

Kasus Cebongan, Aparat Sendiri yang Permainkan Hukum

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon menyatakan, kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih lemah. Dia prihatin karena pelaku penyerbuan itu adalah oknum aparat.

“Ternyata para aparat sendirilah yang masih sering mempermainkan hukum,” kata Fadli kepada VIVAnews, Kamis malam 4 April 2013.

Fadli memperingatkan, kasus semacam ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap hukum. Apalagi jika tidak diselesaikan dengan adil. Efek lanjutannya, kata dia, publik pun akan mencontoh aparatnya untuk main hakim sendiri.

Untuk menghindari hal itu, para pelaku yang mempertanggungjawabkan kejahatan yang mereka perbuat. Apapun alasannya, eksekusi seperti yang dipraktikkan oknum Kopassus itu tidak dapat dibenarkan. “Ini harus jadi pelajaran bersama agar tidak terulang,” imbuhnya.

Catatan hitam kekerasan aparat
Dia menilai, kasus penyerbuan lapas yang menewaskan 4 tahanan itu menambah panjang daftar hitam kekerasan aparat di Indonesia. Di tengah kepercayaan publik pada instansi negara yang tengah menurun, kata Fadli, “Fakta ini bisa membuat skeptisisme publik terhadap negara semakin bertambah.”

Ke depan, dia menekankan perlu adanya penelitian mencari akar masalah, mengapa kekerasan kerap jadi jalan pintas menyelesaikan persoalan hukum. “Terutama ketika itu melibatkan oknum antar instansi negara.”

TNI dan Polri, menurut dia, perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan yang dilakukan oleh oknum di instansi masing-masing.

Diberitakan sebelumnya, Tim Investigasi bentukan TNI mengungkapkan bahwa 11 oknum Kopassus dari Grup II Kartosuro, terlibat dalam penyerangan lapas, 23 Maret lalu.

Oknum TNI Terlibat, Harus Dicari Akar Masalah Kasus LP Cebongan

Oknum TNI Terlibat, Harus Dicari Akar Masalah Kasus LP Cebongan

Oknum TNI Terlibat, Harus Dicari Akar Masalah Kasus LP CebonganInvestigasi kasus penyerangan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, sebaiknya dilanjutkan dengan upaya mencari akar masalah kekerasan selalu dijadikan solusi oleh oknum aparat bila mentok menghadapi persoalan.

“Ke depan perlu dicari akar masalahnya, mengapa kekerasan menjadi jalan pintas? Terutama ketika kasus ini melibatkan oknum antar instansi negara,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, di Jakarta, Jumat (5/4).

Diketahui TNI AD mengakui anggota pasukan elit Kopassus terlibat dalam penyerangan ke LP Cebongan tanggal 23 Maret lalu yang mengakibatkan tewasnya empat orang tahanan.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (4/4), Wadanpom TNI AD Brigjen Unggul K. Yudhoyono, yang memimpin tim investigasi, dengan tegas mengatakan keterlibatan tentara.

“Secara ksatria serangan 23 Maret 2013 yang terjadi pukul 00:15 WIB diakui dilakukan oleh oknum TNI Angkatan Darat, dalam hal ini anggota Kopassus grup dua Kartasura, yang menyebabkan tewasnya empat ‘preman’,” kata Unggul.

Lebih lanjut disebutkan olehnya personel yang terlibat berjumlah 11 orang dengan enam pucuk senjata, sebagian besar jenis AK 47, dan mendatangi lokasi naik Toyota Avanza dan Suzuki AVP.

Di antara mereka, “satu orang sebagai eksekutor,” kata Unggul.

Menurut Unggul, motif tindakan karena rasa korsa terhadap Kopasus, terutama setelah rekan mereka Serka Heru Santoso dibunuh secara keji dan sadis oleh preman.

Sebelum itu, Markas Polres OKU, di Sumatera Selatan, juga diserang prajurit TNI di wilayah itu, menuntut aparat Kepolisian memproses dengan segera oknum polisi yang menjadi pelaku penembakan prajurit TNI hingga tewas.

Fadli Zon menyatakan apapun latar belakangnya, eksekusi seperti di Lapas Cebongan tak dapat dibenarkan. Ini perlu menjadi pelajaran bersama agar peristiwa serupa tak terulang kembali.

“TNI dan Polri perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan yang dilakukan oleh oknum di instansi masing-masing,” tandas Fadli Zon.

Baru 2 Fraksi yang Tolak Kunker Komisi III ke 4 Negara Eropa

Baru 2 Fraksi yang Tolak Kunker Komisi III ke 4 Negara Eropa

Baru 2 Fraksi yang Tolak Kunker Komisi III ke 4 Negara EropaDua fraksi yakni Gerindra dan PKS telah menyatakan tegas menolak kunjungan kerja Komisi III ke 4 negara Eropa. Apa kabar fraksi lain?

Dalam rangka memperdalam pembahasan RUU KUHP dan KUHAP, anggota Komisi III DPR memang melakukan kunjungan kerja 4 negara Eropa. Anggaran untuk berkunjung ke Rusia, Prancis, Belanda, dan Inggris ini ditaksir Rp 6,5 miliar.

“Kami pastikan tidak ada yang ikut. Ini pemborosan, hanya jalan-jalan dan kami tidak melihat ada urgensinya,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, saat berbincang, Rabu (3/4/2013).

Kunker Komisi III DPR ke 4 negara Eropa tersebut akan dilaksanakan selama 5 hari, yaitu pada 14-19 April 2013. Masing-masing rombongan berisi 15 anggota DPR.

Tak hanya Gerindra yang menolak kunjungan kerja ini. FPKS DPR juga secara tegas menolak. PKS melihat masih ada sarana lain untuk menggali informasi tentang sistem hukum di 4 negara tujuan tersebut, tanpa mendatangi langsung.

“Kami sudah putuskan sejak akhir 2012 lalu bahwa PKS tidak ikut kunker atau studi banding ke luar negeri sampai selesai masa jabatan (tahun 2014). Kami juga akan studi banding, kami punya perwakilan di luar negeri. Kami bisa searching ke ‘Profesor Google’,” kata Ketua FPKS DPR Hidayat Nur Wahid.

Sayangnya baru 2 fraksi tersebut yang menolak kunjungan kerja Komisi III DPR ke 4 negara Eropa. 7 Fraksi lainnya bahkan juga memberi lampu hijau kunjungan kerja Komisi I DPR ke Turki dan Ukraina pada waktu yang hampir bersamaan.

FPD, PPKB dan FPPP, secara tegas menilai kunjungan kerja tersebut diperlukan. PDIP, Hanura, PAN, dan Golkar masih pikir-pikir menyangkut rencana kunjungan kerja ke luar negeri ini.

Meskipun demikian beberapa anggota Komisi III DPR mulai terpanggil untuk membatalkan kunjungan tersebut. “Daripada menimbulkan perdebatan atau kontroversi yang berpotensi kontraproduktif bagi tim penyusun RUU KUHP dan KUHAP, sebaiknya rencana studi banding ke luar negeri dibatalkan saja,” kata anggota Komisi III DPR dari Golkar Bambang Soesatyo.

Lalu akankah semakin banyak pimpinan fraksi di DPR yang mendengarkan masukan dari masyarakat? Apakah kunjungan Komisi III DPR ke Rusia, Prancis, Belanda, dan Inggris akan tetap digelar, ataukah dibatalkan atas nama penghematan uang negara demi kepentingan rakyat?

“Seharusnya dibatalkan karena ini pemborosan. Semua kembali ke nurani para wakil rakyat di Senayan,” kata Direktur Eksekutif Fitra, Uchok Sky Khadafi.

DPR ke LN, Gerindra: Seperti Tak Ada Orang Pandai di Negeri Ini

DPR ke LN, Gerindra: Seperti Tak Ada Orang Pandai di Negeri Ini

DPR ke LN, Gerindra Seperti Tak Ada Orang Pandai di Negeri Ini

DPR kembali melakukan studi banding ke luar negeri. Tak tanggung-tanggung, 1 komisi bisa berkunjung ke 4 negara sekaligus. Namun aksi ini dianggap sebagai bentuk penghinaan intelektualitas terhadap para akademisi Indonesia.

“Sepertinya tak ada lagi orang kita yang pandai di negeri ini,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/4/2013).

Pada era kemajuan teknologi, ucap Fadli, kegiatan studi banding ke luar negeri itu tak lagi relevan. Internet dan kajian akademisi sudah sangat maju tersedia di berbagai jurnal Internasional, “Dan itu dapat diakses dari manapun.”

“Tahun ini dianggarkan lebih dari Rp 21 triliun dikucurkan dari APBN untuk perjalanan dinas. Ini merupakan pemborosan,” tegas Fadli.

Menurut Fadli, DPR lebih baik meningkatkan pemberdayaan lembaga penelitian yang tersebar di Indonesia. Negara ini memiliki banyak perguruan tinggi, pusat-pusat kajian seperi LIPI, Lemhannas, BPPT, dan lembaga kajian lainnya.

“Kalau ini dilakukan, tak perlu lagi yang namanya studi banding ke luar negeri. DPR juga bisa mencontoh Kongres di AS yang memiliki perpustakaan besar dan lengkap yang dinamakan Library of Congress. Di sanalah bahan kajian undang-undang bisa dicari dan digali,” tuturnya.

Oleh karena itu, sambung dia, Partai Gerindra sejak awal telah melarang seluruh kadernya di DPR untuk melakukan studi banding ke luar negeri. Gerindra melakukan moratorium studi banding hingga 2014. Bukan karena anti-belajar ke negara lain, namun caranya yang menghamburkan uang rakyat.

“Agenda kunjungan kerja tersebut hanya pemborosan. Dan merupakan alasan saja untuk melakukan wisata ke luar negeri dengan uang rakyat. Kedok studi banding harus dicegah,” pungkas Fadli.

Kunjungan luar negeri ini akan dilakoni Komisi III DPR yang berkunjung ke 4 negara, yakni Rusia, Prancis, Inggris, dan Belanda pada 14-19 April 2013 nanti. Selain itu, Komisi I DPR juga akan melakukan studi banding ke Ukraina dan Turki terkait industri pertahanan pada 13-19 April mendatang. (Ndy)

Kasus LP Cebongan, Tegakkan Hukum atau Kepercayaan Publik Sirna

Kasus LP Cebongan, Tegakkan Hukum atau Kepercayaan Publik Sirna

Kasus LP Cebongan, Tegakkan Hukum atau Kepercayaan Publik Sirna

Terungkapnya keterlibatan oknum anggota Korps Pasukan Khusus TNI AD sebagai pelaku penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta, mengundang kecaman dan keprihatinan. Penegakan hukum harus dipastikan atas kasus ini, untuk mencegah semakin meningkatnya ketidakpercayaan publik pada hukum dan para aparat negara.

“Kita semua patut prihatin. Hukum harus ditegakkan sesuai aturan yang berlaku pada para pelaku,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya, Fadli Zon, melalui layanan pesan, Kamis (4/4/2013) petang. Penegakan hukum harus dipastikan untuk mencegah cara main hakim seperti ini tak terulang lagi.

Menurut Fadli, terungkapnya pelaku penyerangan ini menambah catatan hitam sejarah kekerasan di tanah air. “Di tengah kepercayaan publik pada instansi negara yang tengah menurun, fakta ini bisa membuat skeptisisme publik terhadap negara semakin bertambah,” kecam Fadli.

Fadli juga berpendapat kasus ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih lemah. Karena ternyata justru para aparat sendiri yang masih sering mempermainkan hukum. “Jika tidak diatasi, akan memicu ketidakpercayaan publik terhadap hukum, dan akan mendorong orang melakukan main hakim sendiri,” ujar dia.

Akar masalah

Selain penegakan hukum, Fadli juga meminta akar persoalan dari beragam kekerasan termasuk dalam kasus ini, bisa terjadi. “Terutama ketika kasus ini melibatkan oknum antar-instansi negara,” ujar dia.

Apapun alasan penyerangan, tegas Fadli, aksi seperti di Lapas Cebongan ini tak dapat dibenarkan. “Harus jadi pelajaran bersama agar peristiwa serupa tak terulang,” kata dia. TNI dan Polri, imbuh Fadli perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan, termasuk yang dilakukan oknum dari instansinya.

Tim Investigasi TNI Angkatan Darat, Kamis (4/4/2013) menyatakan pelaku penyerangan Lapas Kelas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, adalah oknum anggota Grup 2 Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Kartasura, Jawa Tengah. Penyerbuan lapas melibatkan 11 oknum anggota Kopassus, dengan satu orang eksekutor, delapan pendukung, dan dua orang berusaha mencegah penyerbuan.

Gerindra Dukung Keputusan Komite Etik KPK

Partai Gerindra menyatakan mendukung keputusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikatakan, jangan sampai kasus ini menjadi momen bagi para koruptor untuk melemahkan KPK. Yaitu, dengan cara memecah belah kekompakan para anggota lembaga superbodi tersebut.

“Keputusan Komite Etik sudah tepat. Etika dalam penegakan hukum harus dijunjung tinggi. Namun, semua ini harus tetap dibingkai dalam semangat penguatan lembaga KPK dalam memberantas korupsi,” kata Wakil Ketua Partai Gerindra, Fadli Zon, Kamis (4/3).

Sebelumnya, Komite Etik KPK telah mengumumkan pelaku pembocoran dokumen sprindik atas nama Anas Urbaningrum. Pelakunya yaitu Wiwin Suwandi, sekretaris Ketua KPK Abraham Samad. Atas dasar itu, Komite Etik juga menyatakan Samad melanggar kode etik dan mendapat peringatan. Samad dinilai lalai dalam mengawasi bawahannya.

Sementara Wiwin diberhentikan dari posisinya di KPK. Menurut Fadli, jika melihat pasal 322 KUHP, perbuatan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan karena jabatannya diancaman pidana sembilan bulan penjara. “Namun, hal ini tentu bukanlah kewenangan Komite Etik KPK.”

Ia berharap, setelah kasus sprindik ini para pimpinan KPK dapat kembali fokus menangani kasus korupsi yang ada. Karena pekerjaan rumah KPK masih banyak dan rakyat menunggu hasil berbagai kasus korupsi besar yang belum tuntas.

Tak hanya itu, lanjutnya, komunikasi dan konsolidasi internal KPK pun harus terus dilakukan. Sebab, koruptor akan melakukan segala cara untuk menjaga kepentingannya termasuk melemahkan KPK. “Pada saat lembaga penegakan hukum lain masih tercemar dan lemah, KPK menjadi lilin di tengah gulita bagi pemberantasan korupsi di Indonesia,” papar Fadli.