Blog

Kesenjangan Kewenangan TNI Polri Perlu Dikaji

Kesenjangan Kewenangan TNI Polri Perlu Dikaji

Kesenjangan Kewenangan TNI Polri Perlu Dikaji

JAKARTA — Bentrok antara TNI-Polri terus berulang. Terakhir terjadi di Ogan Kumering Ulu, Sumatera Selatan, Kamis (7/3). Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon menyatakan tak sepantasnya konflik antar dua institusi negara ini terjadi. Karenanya, ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali.

“Masing-masing institusi juga harus mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara, TNI-Polri harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas,” kata Fadli, Jumat (8/3).

Ia mengingatkan, hukum harus ditegakkan dalam konflik ini. Proses hukum itu harus berjalan baik. “Pihak-pihak yang bersalah harus mendapat sanksi sepadan,” katanya. Menurutnya, akar masalah yang sering memicu konflik TNI-Polri harus dikaji. Termasuk dari sisi regulasi atau Undang-undang yang menaungi kedua institusi. “Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi,” paparnya.

Ia mengatakan, kejadian ini juga merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada. Saat ini memang ada UU nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, dan UU nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Namun aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan.

“Inpres Kamtibmas nomor 2 tahun 2013 juga masih belum bisa menjawab gap regulasi sehingga, hal ini menjadi sumber konflik dan Presiden harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai,” jelasnya.

Ia menambahkan, komunikasi yang intens antar anggota TNI-Polri harus dibangun lebih serius. Komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga ke level bawah harus diperkuat. “Giatkan pula dengan pertemuan-pertemuan silahturahmi yang bersifat non formal, terutama pada wilayah dinas,” ujarnya.

Konflik di OKU, Gerindra: TNI dan Polri Harus Mengikis Ego Sektoral

Konflik di OKU, Gerindra: TNI dan Polri Harus Mengikis Ego Sektoral

Konflik di OKU, Gerindra TNI dan Polri Harus Mengikis Ego SektoralPembakaran Mapolres OKU di Sumsel oleh puluhan prajurit TNI, mempertontonkan konflik antar dua institusi negara. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai antara TNI dan Polri keduanya perlu mengikis ego sektoral antar institusi.

“Masing-masing institusi harus mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara TNI-Polri harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas,” kata Fadli Zon dalam siaran pers yang diterima, Jumat (9/3/2013).

Menurutnya, kejadian ini patut disesalkan dan seharusnya tak pernah terjadi. Tak sepantasnya konflik ini terjadi antar dua institusi negara. Kejadian ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali.

“Karena kejadian bentrok TNI-Polri sudah berulang kali, perlu juga dikaji akar masalah. Termasuk UU yang menaungi kedua institusi. Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi,” ungkapnya.

Selain itu, menurut Fadli, solusi ke depan adalah harus memastikan agar proses hukum yang ada berjalan baik. Hukum harus ditegakkan, pihak-pihak yang bersalah, mendapat sanksi sepadan.

“Komunikasi yang intens antar anggota TNI-Polri juga harus dibangun lebih serius. Perkuat komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga ke level bawah. Giatkan pula dengan pertemuan-pertemuan silahturahmi yang bersifat non formal, terutama pada wilayah dinas,” ucapnya.

“Kejadian ini juga merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada, yaitu UU No 2/2002 tentang Polri, UU No 34/2004 tentang TNI, dan UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara di mana aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan,” imbuh Fadli.

Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Sejumlah prajurit TNI berbaris sambil memegang senjata, saat mengikuti defile pasukan pada peringatan HUT ke-63 TNI, di lapangan Kodam IV/Diponegoro, di Semarang, Kamis (9/10).

Konflik antara TNI dan Polri dalam kasus pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, kemarin, diduga disebabkan kesenjangan kewenangan. Terutama dalam penanganan kasus tewasnya anggota TNI oleh Polri, akhir Januari lalu.

“Tak sepantasnya konflik ini terjadi antar dua institusi negara. Kejadian ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon kepada wartawan, Jumat (8/3/2013).

Fadli berpendapat, solusi ke depan adalah memastikan agar proses hukum yang ada berjalan baik dan hukum ditegakkan. Pihak-pihak yang bersalah, mendapat sanksi yang sepadan.

“Kejadian bentrok TNI-Polri sudah berulang kali, perlu dikaji akar masalah. Termasuk UU yang menaungi kedua institusi. Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi,” tegasnya.

Selain itu, komunikasi yang intens antar anggota TNI-Polri harus dibangun lebih serius, serta memperkuat komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga level bawah.

Menurut Fadli, kejadian ini merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada, yakni UU No. 2/2002 tentang Polri, UU No. 34/2004 tentang TNI, dan UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara.

Namun, aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan. Inpres Kamtibmas No. 2/2013 juga masih belum bisa menjawab gap atau jarak regulasi. “Sehingga, hal ini menjadi sumber konflik dan presiden harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai,” pungkasnya.

Gerindra: Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Gerindra: Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Gerindra Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Sejumlah anggota TNI Batalyon Armed 15/76 Tarik Martapura membakar Polres Ogan Komering Ulu (OKU), Baturaja, Sumatera Selatan, kemarin, Kamis 7 Maret 2013. Empat anggota Polres OKU pun ditusuk dalam kejadian itu.

Pembakaran kantor Polres ini, diduga sebagai respon solidaritas anggota TNI yang tewas tertembak oleh oknum Polri akhir Januari lalu.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, konflik semacam ini seharusnya tidak terjadi. Sebab, konflik antara TNI-Polri ini sudah kerap terjadi. Sehingga perlu dikaji akar masalahnya, termasuk menguji Undang-Undang yang menaungi kedua institusi. Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi.

Selain itu, seharusnya, kata Fadli, komunikasi yang intens antar anggota TNI-Polri harus dibangun lebih serius.

“Perkuat komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga ke level bawah. Giatkan pula dengan pertemuan-pertemuan silahturahmi yang bersifat non formal, terutama pada wilayah dinas,” kata Fadli dalam siaran persnya, Jumat 8 Maret 2013.

Menurut Fadli, masing-masing institusi juga harus mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara, TNI-Polri harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas.

Selain itu, kejadian ini juga merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada. Saat ini ada UU No.2/2002 tentang Polri, UU No.34/2004 tentang TNI, dan UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara.

“Namun aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan. Inpres Kamtibmas No 2/2013 juga masih belum bisa menjawab gap regulasi. Sehingga, hal ini menjadi sumber konflik, dan Presiden harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai,” ujar dia.

Akibat penyerangan tersebut, dipastikan ada empat anggota polisi mengalami luka tusuk karena tusukan sangkur. Dari empat korban, dua anggota dalam kondisi kritis.

Dua korban kritis sudah diterbangkan ke Palembang. Kapolsek Martapura, Kompol Ridwan dan Briptu Berlin Mandala. Mereka mengalami luka tusuk di dada dan robek di tangan.

Empat korban luka:

1. Kapolsek Martapura, Kompol Ridwan, luka tusuk di dada.
2. Briptu Berlin Mandala, luka tusuk di dada dan tangan.
3. Aiptu Marwani luka tusuk di paha
4. Bripka M, luka bakar.
(umi)

Fadli Zon: Konflik TNI-POLRI Terjadi Karena Kesenjangan Kewenangan

Fadli Zon: Konflik TNI-POLRI Terjadi Karena Kesenjangan Kewenangan

Fadli Zon Konflik TNI-POLRI Terjadi Karena Kesenjangan Kewenangan

Konflik antara TNI dan POLRI kembali terjadi. Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, dirusak oknum anggota tentara Yon Armed 76/15 Tarik Martapura Kamis (7/3). Akibatnya, Mapolres terbakar. Hal ini diduga sebagai respon solidaritas anggota TNI yang tewas tertembak oleh oknum POLRI akhir Januari lalu.

“Kejadian ini patut disesalkan dan seharusnya tak pernah terjadi. Partai GERINDRA sangat prihatin. Tak sepantasnya konflik ini terjadi antar dua institusi negara. Kejadian ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali,” terang Fadli Zon kepada SOROTnews.com, Jumat (8/3/2013).

Fadli Zon mengatakan, solusi kedepan. Yang harus dilakukan adalah memastikan agar proses hukum yang ada berjalan baik. “Hukum harus ditegakkan. Pihak-pihak yang bersalah, mendapat sanksi sepadan,” tegasnya.

Lebih jauh, Fadli Zon menilai kejadian bentrok TNI-POLRI sudah berulang kali perlu dikaji akar permasalahannya. Termasuk UU yang menaungi kedua institusi.

“Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi,” imbuhnya.

Lebih jauh, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini memberi saran bahwa komunikasi yang intens antar anggota TNI-POLRI harus dibangun lebih serius. Kata Fadli, komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga ke level bawah harus dibangun dan diperkuat.

“Masing-masing institusi juga harus mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara, TNI-POLRI harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas,” tandasnya.

“Kejadian ini juga merupakan evaluasi terhadap Inpres Kamtibmas No 2/2013. Ini menunjukkan bahwa implementasi Inpres ini tak efektif. Padahal, konsolidasi antara TNI dan POLRI adalah prasyarat efektifnya Inpres ini,” demikian Fadli Zon. (red/njp)

Fadli Zon: Ego dan Kesenjangan Picu Konflik TNI-Polri

Fadli Zon: Ego dan Kesenjangan Picu Konflik TNI-Polri

Fadli Zon Ego dan Kesenjangan Picu Konflik TNI-Polri

Jakarta : Pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU) oleh sekelompok anggota TNI Batalyon Artileri Medan (Armed) 15 Martapura disesalkan banyak pihak. Seharusnya tak perlu terjadi antar-dua institusi negara.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon sangat prihatin lantaran konflik itu terjadi diduga akibat ego sektoral dan kesenjangan kewenangan. Karena itu, kejadian ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali.

“Karena kejadian bentrok TNI dan Polri sudah berulang kali, perlu dikaji akar masalah. Termasuk UU yang menaungi kedua institusi. Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi,” kata Fadli dalam pesan singkatnya di Jakarta, Jumat (8/3/2013).

Menurut dia, solusi ke depan adalah memastikan agar proses hukum yang ada berjalan baik. Hukum harus ditegakkan. Pihak-pihak yang bersalah harus mendapat sanksi sepadan.

“Masing-masing institusi harus mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara, TNI dan Polri harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas,” ujar Fadli.

Komunikasi yang intens antar-anggota TNI dan Polri, lanjut dia, harus dibangun lebih serius. Komunikasi 2 arah diperkuat, mulai dari pimpinan tertinggi hingga ke level bawah. Pertemuan silahturahmi yang bersifat non-formal, terutama pada wilayah dinas, digiatkan.

Gerindra yang dibesut Prabowo Subianto ini juga menilai insiden pembakaran Mapolres oleh anggota TNI merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada. Saat ini ada UU 2/2002 tentang Polri, UU 34/2004 tentang TNI, dan UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara. Namun aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan.

“Inpres Kamtibmas 2/2013 juga masih belum bisa menjawab gap regulasi. Sehingga hal ini menjadi sumber konflik. Presiden harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai,” pungkas Fadli.

Fadli Zon: Kesenjangan Kewenangan Akar Bentrok TNI-Polri

Fadli Zon: Kesenjangan Kewenangan Akar Bentrok TNI-Polri

Fadli Zon Kesenjangan Kewenangan Akar Bentrok TNI-PolriJAKARTA– Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra menyesalkan pecahnya bentrokan antara TNI dan POLRI di Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

Sebagaimana diberitakan Mapolres OKU dirusak dan dibakar oknum anggota tentara Yon Armed 76/15 Tarik Martapura Kamis (7/3/2013). Hal ini diduga sebagai respons solidaritas anggota TNI yang tewas tertembak oleh oknum POLRI akhir Januari lalu.

Atas kejadian itu dia tegaskan, Partai Gerindra sangat prihatin. Tak sepantasnya konflik ini terjadi antar dua institusi negara. “Kejadian ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali,” tegas Fadli kepada Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (8/3/2013).

Menurut Fadli Zon, solusi ke depan adalah memastikan agar proses hukum yang ada berjalan baik. Karena hukum harus ditegakkan dan pihak-pihak yang bersalah, mendapat sanksi sepadan dengan tindakannya.

Lebih lanjut, karena kejadian bentrok TNI-POLRI sudah berulang kali, menurutnya perlu dikaji akar masalahnya. Termasuk Undang-undang yang menaungi kedua institusi.

Lanjut dia, bentrokan TNI-Polri ini juga merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada. Saat ini ada UU No.2/2002 tentang POLRI,UU No.34/2004 tentang TNI,dan UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara.Namun aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan.

Selain itu menurutnya, Inpres Kamtibmas No 2/2013 juga masih belum bisa menjawab gap regulasi. “Sehingga,hal ini menjadi sumber konflik, dan Presiden harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai,” jelasnya.

Menurutnya lagi, aspek kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi.

Selain itu, kata dia, komunikasi yang intens antar anggota TNI-POLRI harus dibangun lebih serius. Karenanya, pelu diperkuat komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga ke level bawah. Giatkan pula dengan pertemuan-pertemuan silahturahmi yang bersifat non formal, terutama pada wilayah dinas.

“Masing-masing institusi juga harus mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara, TNI-POLRI harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas,” ucapnya.

Kunjungan SBY ke Luar Negeri Dinilai Pemborosan

Kunjungan SBY ke Luar Negeri Dinilai Pemborosan

Kunjungan SBY ke Luar Negeri Dinilai PemborosanWakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon mempertanyakan efektivitas atau manfaat kunjungan luar negeri yang dilakukan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mulai tanggal 3-8 Maret 2013.

Presiden SBY dalam pekan ini mengunjungi dua negara di benua Eropa, yakni Jerman dan Hongaria. Di Jerman misalnya, SBY akan menghadiri acara pembukaan pameran pariwisata internasional di Berlin. SBY akan mempromosikan pariwisata Indonesia di sana.

Menurut Fadli, krisis ekonomi yang sedang melanda Eropa dengan jumlah pengangguran tertinggi sejak Perang Dunia II, promosi pariwisata yang dilakukan SBY itu tidak akan efektif.

“Kunjungan SBY kali ini patut dikritisi. Di tengah kondisi krisis, sulit menjual pariwisata pada Eropa. Mereka masih berjuang keras bertahan hidup. Jumlah wisatawan Eropa ke Indonesia pun turun enam persen,” kata Fadli melalui siaran pers-nya, Kamis (7/3).

Selain itu, Fadli juga menilai kunjungan ke luar negeri yang dilakukan SBY itu bagian dari pemborosan anggaran. Anggaran kunjungan ke luar negeri era SBY adalah terbesar dibandingkan dengan presiden sebelumnya.

“Termasuk era Presiden Abdurrahman Wahid maupun Megawati Soekarnoputri. Total alokasi keseluruhan perjalanan dinas para pejabat negara dari APBN per tahun lebih dari Rp21 triliun rupiah. Angka yang sangat besar di tengah banyak masalah lain yang lebih prioritas,” kata Fadli.

Selektif
Dengan begitu, sambung Fadli, SBY mestinya lebih selektif dalam melakukan kunjungan ke luar negeri. Bahkan, SBY seharusnya membatasi kunjungan ke luar negeri itu.

“Bulan lalu (SBY) pergi ke Nigeria, padahal neraca perdagangan dengan Nigeria grafiknya tetap sejak 15 tahun terakhir. Akhir 2012 juga berkunjung ke Inggris. Hampir setiap dua bulan dia ke luar negeri. Kapan bisa fokus urus dalam negeri? Seharusnya SBY datang ke Papua ketika 8 prajurit dan 4 sipil tewas beberapa waktu lalu,” kata Fadli.

Dalam akhir periode jabatannya, mestinya SBY lebih fokus menuntaskan permasalahan yang terjadi di dalam negeri. Kunjungan ke luar negeri, nilai Fadli, banyak mengandung seremonial dan pencitraan belaka.

“Blusukan di dalam negeri harus lebih diperbanyak agar ada perhatian pada rakyat secara langsung. Partai Gerindra kini satu-satunya partai yang melarang kunjungan studi banding bagi anggota DPR dan DPRD. Karena itu hanya pemborosan anggaran,” kata Fadli.

Gerindra: Lebih baik SBY blusukan ketimbang ke luar negeri

Gerindra: Lebih baik SBY blusukan ketimbang ke luar negeri

Gerindra Lebih baik SBY blusukan ketimbang ke luar negeriPresiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Terhitung tanggal 3 hingga 8 Maret 2013, SBY dan rombongan berkunjung ke Jerman dan Hongaria untuk menghadiri pembukaan pameran pariwisata Internasional Berlin sebagai promosi pariwisata Indonesia.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritisi kunjungan ke luar negeri SBY kali ini. Menurut dia, promosi pariwisata terhadap negara Eropa dirasa belum perlu dilakukan. Sebab, saat ini Eropa mengalami krisis ekonomi berat dengan jumlah pengangguran tertinggi sejak Perang Dunia II.

“Di tengah kondisi krisis, sulit menjual pariwisata pada Eropa. Mereka masih berjuang keras bertahan hidup. Jumlah wisatawan Eropa ke Indonesia pun turun 6 persen. Promosi wisata di tengah krisis, pasti tak efektif,” kata Fadli dalam rilis yang diterima merdeka.com, Kamis (7/3).

Selain itu, kata dia, kunjungan SBY dengan agenda kurang strategis ini, merupakan pemborosan anggaran. Menurut data yang Fadli miliki, di era SBY, anggaran kunjungan luar negeri terbesar dibanding anggaran presiden sebelumnya.

“Termasuk era Presiden Abdurrahman Wahid maupun Megawati Soekarnoputri. Total alokasi keseluruhan perjalanan dinas para pejabat negara dari APBN per tahun mencapai lebih dari Rp 21 triliun. Angka yang sangat besar di tengah banyak masalah lain yang lebih prioritas,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, dia berharap agar SBY lebih selektif dan harus membatasi kunjungan luar negerinya. Karena jika tidak, lanjut dia, presiden tidak akan bisa fokus untuk mengurusi urusan dalam negeri yang masih dalam kondisi memprihatinkan.

“Hampir setiap dua bulan presiden ke luar negeri. Kapan bisa fokus urus dalam negeri? Seharusnya SBY datang ke Papua ketika 8 prajurit dan 4 sipil tewas beberapa waktu lalu,” tegas dia.

“Blusukan di dalam negeri harus lebih diperbanyak agar ada perhatian pada rakyat secara langsung,” tandasnya.

Kunjungan SBY ke Luar Negeri Dinilai Pemborosan

Kunjungan SBY ke Luar Negeri Dinilai Pemborosan

Kunjungan SBY ke Luar Negeri Dinilai Pemborosan

JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali melakukan kunjungan luar negeri. Sejak tanggal 3 sampai 8 Maret 2013, SBY dan rombongan berkunjung ke Jerman dan Hungaria.

Dalam kunjungan tersebut, SBY menghadiri pembukaan pameran pariwisata Internasional Berlin sebagai promosi pariwisata Indonesia. Kunjungan SBY kali ini patut dikritisi. Pertama saat ini Eropa mengalami krisis ekonomi berat dengan jumlah pengangguran tertinggi sejak Perang Dunia II.

“Di tengah kondisi krisis, sulit menjual pariwisata pada Eropa. Mereka masih berjuang keras bertahan hidup. Jumlah wisatawan Eropa ke Indonesia pun turun 6 persen. Promosi wisata di tengah krisis, pasti tak efektif,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon dalam keterangan pers, Kamis (7/3).

Kemudian sambung Fadli, kunjungan SBY dengan agenda kurang strategis tersebut merupakan pemborosan anggaran. Di era SBY, anggaran kunjungan luar negeri terbesar dibanding anggaran presiden sebelumnya. Termasuk era Presiden Abdurrahman Wahid maupun Megawati Soekarnoputri.

Total alokasi keseluruhan perjalanan dinas para pejabat negara dari APBN pertahun mencapai lebih dari Rp 21 triliun. “Angka yang sangat besar di tengah banyak masalah lain yang lebih prioritas,” kata Fadli.

Itu sebabnya, sebaiknya SBY selektif dan harus membatasi kunjungan luar negerinya. Pasalnya bulan lalu. SBY pergi ke Nigeria, padahal tidak ada perkembangan neraca perdagangan dengan Nigeria sejak 15 tahun terakhir. Selain itu pada akhir 2012 juga, SBY berkunjung ke Inggris.

“Hampir setiap dua bulan Presiden ke luar negeri. Kapan bisa fokus urus dalam negeri? Seharusnya SBY datang ke Papua ketika 8 prajurit dan 4 sipil tewas beberapa waktu lalu,” terangnya.

Fadli menyarankan, lebih baik di akhir periodenya, SBY fokus pada urusan dalam negeri. Sebab masih banyak masalah yang perlu dibenahi. Menurutnya, kunjungan luar negeri banyak seremonial dan pencitraan. Karena itu lebih baik blusukan di dalam negeri lebih diperbanyak agar ada perhatian pada rakyat secara langsung.

“Partai Gerindra kini satu-satunya partai yang melarang kunjungan studi banding bagi anggota DPR RI dan DPRD. Karena itu hanya pemborosan anggaran,” pungkasnya. (gil/jpnn)