Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Konflik TNI-Polri Dipicu Kesenjangan Kewenangan

Sejumlah prajurit TNI berbaris sambil memegang senjata, saat mengikuti defile pasukan pada peringatan HUT ke-63 TNI, di lapangan Kodam IV/Diponegoro, di Semarang, Kamis (9/10).

Konflik antara TNI dan Polri dalam kasus pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, kemarin, diduga disebabkan kesenjangan kewenangan. Terutama dalam penanganan kasus tewasnya anggota TNI oleh Polri, akhir Januari lalu.

“Tak sepantasnya konflik ini terjadi antar dua institusi negara. Kejadian ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait agar hal serupa tak terulang kembali,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon kepada wartawan, Jumat (8/3/2013).

Fadli berpendapat, solusi ke depan adalah memastikan agar proses hukum yang ada berjalan baik dan hukum ditegakkan. Pihak-pihak yang bersalah, mendapat sanksi yang sepadan.

“Kejadian bentrok TNI-Polri sudah berulang kali, perlu dikaji akar masalah. Termasuk UU yang menaungi kedua institusi. Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi,” tegasnya.

Selain itu, komunikasi yang intens antar anggota TNI-Polri harus dibangun lebih serius, serta memperkuat komunikasi dua arah mulai dari pimpinan tertinggi hingga level bawah.

Menurut Fadli, kejadian ini merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada, yakni UU No. 2/2002 tentang Polri, UU No. 34/2004 tentang TNI, dan UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara.

Namun, aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan. Inpres Kamtibmas No. 2/2013 juga masih belum bisa menjawab gap atau jarak regulasi. “Sehingga, hal ini menjadi sumber konflik dan presiden harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai,” pungkasnya.