Blog

Kerusuhan Mei 1998 Dipicu IMF

Kerusuhan Mei 1998 Dipicu IMF

Kerusuhan Mei 1998 Dipicu IMF

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, kerusuhan Mei 1998 dipicu agenda Internasional Monetary Fund (IMF) di Indonesia.

Dalam acara peluncuran buku Politik Huru Hara Mei 1998 di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (21/5/2013) Fadli mengatakan, IMF memiliki agenda untuk mengganti rezim yang berkuasa di Indonesia saat itu.

“Kerusuhan Mei triger-nya, karena kondisi yang diciptakan IMF untuk menciptakan rezim change. IMF di Amerika mengatakan, sudah tidak mungkin lagi terjadi kebijakan ekonomi, harus ada perubahan politik,” ujar Fadli.

IMF, menurut Fadli, terlibat menangani krisis moneter di Indonesia pada 31 Oktober 1997, setelah rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto, berusaha mengembalikan kepercayaan pasar dan menstabilkan nilai Rupiah yang terpuruk.

“Pada 8 Oktober 1997, Pemerintah Indonesia mengumumkan akan meminta bantuan IMF,” tuturnya.

“Atas desakan para penasihat ekonominya, maka pada 31 Oktober 1997 ditandatangani nota kesepahaman pertama dengan IMF,” ucap Fadli.

Dalam kesepakatan itu, tercantum pasal mengenai peniadaan subsidi dan kontrol, yang berdampak naiknya harga BBM. Setidaknya, terjadi tiga kali nota kesepahaman antara IMF dan Pemerintah Indonesia, yang menurut Fadli justru makin memerparah kondisi perekonomian di Indonesia.

Sejumlah persoalan yang timbul saat itu, bebernya, adalah anjloknya nilai Rupiah secara dramatis, pasar uang dan pasar modal rontok, ratusan perusahaaan bertumbangan, tingkat pengangguran naik 20 persen lebih dari angkatan kerja, atau tepatnya 20 juta orang, dan naiknya harga-harga kebutuhan pokok dengan cepat.

“Garis kemiskinan mencapai sekitar 50 persen dari total penduduk. Kondisi perekonomian Indonesia semakin memburuk dan semakin tidak jelas titik terang ke arah pemulihan. Ini merupakan indikator kegagalan IMF di Indonesia. Kegagalan IMF sebenarnya bukan saja karena memberikan diagnosa dan resep yang salah terhadap krisis ekonomi Indonesia, dan kesalahan membaca peta sosial politik Indonesia, tapi juga karena IMF tidak punya kapabilitas intelektual yang memadai untuk memahamai situasi Indonesia, selain tidak memiliki good faith,” urai Fadli.

“Sejak saat itu berbagai demonstrasi mahasiswa telah dimulai, dan sejak Februari 1998 semakin marak dan berani dengan tuntutan harga-harga diturunkan, dan agenda reformasi dilaksanakan,” kupas Fadli.

Puncaknya, terang Fadli, dengan ditembaknya empat mahasiswa di Kampus Universitas Trisakti, pada 12 Mei 1998.

“Kemarahan masa memuncak pada 13, 14, 15 Mei 1998, dengan meletusnya kerusuhan massal di Jakarta dan kota-kota lain,” jelasnya. (*)

Fadli Zon Luncurkan Buku Politik Kerusuhan Mei 98 versi Inggris

Fadli Zon Luncurkan Buku Politik Kerusuhan Mei 98 versi Inggris

Fadli Zon Luncurkan Buku Politik Kerusuhan Mei 98 versi Inggris

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon meluncurkan kembali buku tentang politik huru-hara Mei 1998. Yang membuat berbeda, buku ini juga dibuat versi bahasa Inggris dengan judul’The Politics of The May 1998 Riots’.

Fadli ternyata ingin pemahaman mengenai peristiwa 1998 ini sampai kepada audiens internasional.

“Kita harapkan audiens internasional juga bisa membaca apa yang sesungguhnya terjadi. Karena banyak pengamat asing yang juga sebetulnya mempelajari itu hanya dari sumber kedua atau bahkan ketiga,” jelas Fadli di Jakarta, Selasa (21/5).

Ia berharap dengan terbitnya buku ini distorsi sejarah tidak terjadi lagi. Fadli juga mengaku belum semua yang dia ketahui telah ditulis dalam buku itu. Ia mengatakan, dua atau tiga tahun mendatang baru akan ia tulis kembali.

“Menunggu situasi politik selesai. Ini kan masih banyak orang-orang yang dalam kontekstasi politik. Saya tidak ingin sejarah itu menjadi alat kepentingan politk. Nanti mungkin ketika orang-orangnya sudah tidak terlalu ada dalam politik ya baru dibuat,” tutup Fadli yang pernah menjadi pengurus pusat Gerakan Pemuda Islam periode 1996-1999.

Indonesia sulit bangkit tanpa rasa nasionalisme

Indonesia sulit bangkit tanpa rasa nasionalisme

Indonesia sulit bangkit tanpa rasa nasionalisme
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon menilai Hari Kebangkitan Nasional tahun ini merupakan tahun awal kebangkitan bangsa untuk melawan penjajah. Apalagi, kesadaran ini sudah muncul sejak 105 tahun yang lalu saat melawan tindak kolonialisme.

“Semangat itu hingga kini masih sangat relevan. Walaupun secara formal kita sudah merdeka, namun penjajahan dalam bentuk lain masih terus berlangsung. Kita belum merdeka dari kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Kita juga belum punya kedaulatan energi dan pangan,” ujar Fadli kepada LICOM,Jakarta,Senin (20/05/2013)

Menurut Politikus Kekayaan alam belum dinikmati rakyat. Negeri kaya, rakyat masih miskin. Sekitar 74 persen kegiatan usaha hulu minyak masih dikuasai perusahaan asing. Perusahaan nasional hanya 22 persen saja, sisanya konsorsium asing dan lokal.

“Sektor pangan kita juga menyedihkan. Impor pangan tinggi. Kedelai 73 persen masih impor. Begitupun susu, 80 persen masih impor. Impor daging masih 30 persen. Lonjakan harga pangan beberapa waktu lalu pun imbas dari tingginya tingkat ketergantungan pangan kita pada produksi luar,” tandas Fadli

Semua ini terjadi, antara lain minimnya rasa nasionalisme para pemimpin negeri. Minimnya kesadaran nasional untuk menjaga kepentingan nasional. Akhirnya, melahirkan komprador pemburu rente yang bekerja untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok. Korupsi terus merajalela di semua lini.

“Soekarno pernah mengungkapkan, siapa kuasai energi dialah pemenang, sebab gerak yang dibutuhkan dunia ini bergantung pada energi,” ungkap Fadli.

Hari ini menjadi ingatan yang tepat bagi kita semua sebagai bangsa untuk kembali membangkitkan rasa nasionalisme, lalu bergerak merebut kedaulatan energi dan pangan kita. Juga momen bangkit melawan korupsi, musuh bangsa, musuh kesejahteraan rakyat.

Waketum Gerindra: Usut kasus Trisakti, agar tak ada pengaburan data di masa depan !

Waketum Gerindra: Usut kasus Trisakti, agar tak ada pengaburan data di masa depan !

Waketum Gerindra Usut kasus Trisakti, agar tak ada pengaburan data di masa depan

Perlu adanya pelurusan sejarah agar tak ada pengaburan data di masa depan, terkait peristiwa Trisakti 1998, demikian disampaikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), partai yang dibesut oleh Prabowo Subianto.

“Peristiwa Trisakti merupakan titik balik penting dalam sejarah Indonesia kontemporer. Empat mahasiswa yang gugur hari itu menjadi Pahlawan Reformasi,” kata Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Fadli Zon, di Jakarta, Rabu (15/5).

Fadli menjelaskan bahwa peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti 15 tahun lalu, tepatnya 12 Mei 1998, itu menjadi pemicu huru-hara Mei 1998. Disebutkannya, dalam demonstrasi damai, empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak oknum polisi, yang lantas memicu kemarahan massa dan munculnya aksi penjarahan, pembakaran, serta kerusuhan di Jakarta dan kota-kota lain.

“Meski sudah 15 tahun, tragedi Trisakti dan kerusuhan Mei ini belum benar-benar terungkap siapa yang seharusnya bertanggung jawab,” kata dia.

Sementara selama ini, kata Fadli lagi, ingatan kolektif publik dibentuk bahwa penembak mahasiswa Trisakti adalah sniper atau pasukan misterius. Menurutnya, tak banyak yang tahu bahwa pelaku adalah oknum polisi, di mana mereka sudah disidangkan pada tahun 1999 dan telah dihukum.

“Perlu ada pelurusan sejarah, agar tak ada pengaburan data kelak,” tegas Fadli.

Fadli Zon Pertanyakan Peran Wiranto Saat Kerusuhan 1998

Fadli Zon Pertanyakan Peran Wiranto Saat Kerusuhan 1998

Fadli Zon Pertanyakan Peran Wiranto Saat Kerusuhan 1998

Daripada memojokkan mantan Pangkostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto terlibat sebagai dalang rusuh 1998, jauh lebih baik mempertanyakan peran Wiranto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Hal itu dinyatakan Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang dibesut Prabowo, di Jakarta, Rabu (15/5).

Menurut Fadli Zon, salah satu keganjilan dalam episode kerusuhan Mei 1998 adalah ketika sejumlah pimpinan ABRI saat itu malah tak berada di Jakarta.

Mereka berbondong-bondong diboyong ke Malang untuk menghadiri upacara pemindahan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dari Divisi I ke Divisi II Kostrad.

“Ada pertanyaan masih tersisa, kenapa Panglima ABRI waktu itu, Jenderal Wiranto, membawa para Jenderal ke Malang. Padahal Jakarta sedang dilanda kerusuhan?” Kata Fadli Zon.

Wiranto saat ini adalah Ketua Umum Partai Hanura.

Menurut Fadli Zon, acara seremonial ABRI itu sama sekali tak penting jika dibandingkan keadaan Jakarta di tengah rusuh.

Upacara di Malang dihadiri Pangab Jenderal TNI Wiranto, KSAD Jenderal TNI Subagyo HS, Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto, Danjen Kopassus Muchdi PR, dan beberapa petinggi militer lainnya.

Mereka berangkat pagi ke Malang dan pulang siang hari. Prabowo berkali-kali menyarankan agar acara tersebut ditunda namun Wiranto tetap mengharuskan.

“Ketika para Jenderal kembali ke Jakarta, kerusuhan tak dapat dikendalikan,” ujar dia.

Karena itu, dia mengaku hingga kini masih heran dengan alasan Wiranto bersikukuh pergi ke Malang padahal Jakarta sedang dilanda huru-hara.

“Ini masih misteri. Mudah-mudahan bukan usaha pembiaran,” kata Penulis Buku berjudul ‘Politik Huru Hara Mei 1998’ itu.

Tak Banyak yang Tahu Bahwa Pelaku Penembakan 1998 adalah Oknum Polisi

Tak Banyak yang Tahu Bahwa Pelaku Penembakan 1998 adalah Oknum Polisi

Tak Banyak yang Tahu Bahwa Pelaku Penembakan 1998 adalah Oknum Polisi

Meski tragedi Trisakti dan kerusuhan Mei 1988 sudah berlalu 15 tahun, namun hingga kini, pelaku yang patut bertanggungjawab masih misteri dan belum benar-benar terungkap.

Sementara selama ini, kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, ingatan kolektif publik dibentuk bahwa penembak mahasiswa Trisakti adalah sniper atau pasukan misterius.

“Tak banyak yang tahu bahwa pelaku adalah oknum polisi. Para pelaku sudah disidangkan pada tahun 1999 dan telah dihukum,” kata Fadli Zon beberapa saat lalu (Rabu, 15/5).

Karena itu, kata Fadli, perlu ada pelurusan sejarah agar tak ada pengaburan data di masa mendatang. Apalagi peristiwa Trisakti merupakan titik balik penting dalam sejarah Indonesia kontemporer, dan empat mahasiswa yang gugur hari itu menjadi pahlawan reformasi.

Fadli sendiri menilai peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti 15 tahun lalu itu, atau tepatnya 12 Mei 1998, menjadi trigger huru hara Mei 1998. Dalam demonstrasi damai, empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak oknum polisi. Peristiwa itu pun akhirnya memicu kemarahan massa dan muncul aksi penjarahan, pembakaran, serta kerusuhan di Jakarta dan kota-kota lain.

Fadli Zon Ungkap Distorsi Pertemuan Makostrad

Fadli Zon Ungkap Distorsi Pertemuan Makostrad

Prabowo Subianto

Lima belas tahun lalu, Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto disudutkan karena dituduh melakukan pertemuan makar di Makostrad 14 Mei 1998.

Laporan akhir TPGF (Tim Gabungan Pencari Fakta) menyimpulkan untuk menyelidiki dan mengungkap peran Prabowo dalam pertemuan di Makostrad 14 Mei 1998. TPGF melihat pertemuan itu berkaitan dengan terjadinya kerusuhan di Jakarta Mei 1998. Hal ini diungkap oleh orang dekat yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon.

Dijelaskan, satu hari setelah TPGF menyampaikan laporannya, informasi yang berkembang seolah-olah pertemuan Makostrad adalah rahasia merancang kerusuhan dan dalangnya Letjen Prabowo.

“Saya hadir dalam pertemuan tersebut. Tuduhan merancang kerusuhan jelas fitnah besar. Pertemuan itu hanya silaturahmi dan diskusi tanpa rencana. Dilakukan malam hari 14 Mei setelah Magrib, digagas Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Rendra, Bambang Widjojanto dan lain-lain. Prabowo menyampaikan informasi mutakhir situasi,” papar Fadli Zon dalam rilisnya kepada Tribun, Rabu (15/5/2013).

“Para tokoh yang hadir membantah hasil laporan TPGF. Bagaimana merancang kerusuhan, padahal huru hara sudah terjadi,” tambahnya.

Laporan TPGF, Fadli Zon menegaskan, memang dipesan dan diarahkan menyudutkan Prabowo. Hingga kini laporan TGPF soal pertemuan Makostrad tak pernah diluruskan. Ini, katanya lagi, membuktikan TGPF memang jadi alat politik ketika itu.

Pertemuan Makostrad, imbuhnya, justru bicara mengenai upaya-upaya yang mungkin dilakukan untuk mengatasi situsi saat itu.

“Inilah distorsi sejarah yang dibangun ketika itu dalam upaya mencari kambing hitam dan menutupi dalang sesungguhnya. Sehingga yang terjadi pada Pangkostrad Letjen TNI Prabowo adalah black propaganda, propaganda hitam,” pungkas Fadli Zon.

Gerindra Nilai Probowo Disudutkan dalam Peristiwa Mei 1998

Gerindra Nilai Probowo Disudutkan dalam Peristiwa Mei 1998

Gerindra Nilai Probowo Disudutkan dalam Peristiwa Mei 1998

Partai yang dibesut Prabowo Subianto, Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), merasa perlu meluruskan sejarah terkait kesan publik terhadap peran Prabowo di masa kerusuhan Mei 1998.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menjelaskan 15 tahun lalu, Prabowo Subianto menjabat sebagai Pangkostrad berpangkat Letnan Jenderal. Dia kemudian disudutkan karena dituduh melakukan pertemuan makar di Makostrad pada 14 Mei 1998.

Hal itu didasari laporan akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang menyelidiki dan mengungkap peran Prabowo dalam pertemuan di Makostrad 14 Mei 1998. TPGF melihat pertemuan itu berkaitan dengan terjadinya kerusuhan di Jakarta pada Mei 1998.

“Satu hari setelah TPGF menyampaikan laporannya, informasi yang berkembang seolah-olah pertemuan Makostrad adalah rahasia merancang kerusuhan dan dalangnya Letjen Prabowo,” jelas Fadli Zon di Jakarta, Rabu (15/5).

Fadli mengaku hadir dalam pertemuan tersebut dan tuduhan bahwa Prabowo merancang kerusuhan adalah jelas fitnah besar. Sebab menurut dia, pertemuan itu hanya silaturahmi dan diskusi tanpa rencana.

“Dilakukan malam hari 14 Mei setelah Magrib, digagas Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Rendra, Bambang Widjojanto, dan lain-lain. Prabowo menyampaikan informasi mutakhir situasi,” jelasnya.

“Para tokoh yang hadir membantah hasil laporan TPGF. Bagaimana merancang kerusuhan, padahal huru hara sudah terjadi.”

Dia menyatakan bahwa laporan TPGF memang dipesan dan diarahkan menyudutkan Prabowo. Hingga kini laporan TGPF soal pertemuan Makostrad tak pernah diluruskan.

“Ini membuktikan TGPF memang jadi alat politik ketika itu,” imbuhnya.

Dia melanjutkan bahwa pertemuan di Makostrad justru bicara mengenai upaya-upaya yang mungkin dilakukan untuk mengatasi situsi saat itu.

“Inilah distorsi sejarah yang dibangun ketika itu dalam upaya mencari kambing hitam dan menutupi dalang sesungguhnya. Sehingga yang terjadi pada Pangkostrad Letjen TNI Prabowo adalah black propaganda, propaganda hitam,” tegasnya.

Koleksi Keris Rumah Budaya Fadli Zon Diresmikan

Koleksi Keris Rumah Budaya Fadli Zon Diresmikan

Koleksi Keris Rumah Budaya Fadli Zon Diresmikan

Seratusan keris Minangkabau koleksi Rumah Budaya Fadli Zon, Aie Angek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat diresmikan, Ahad (20/5/2012). Sejumlah tokoh Minang yang terdiri dari kalangan seniman, sastrawan dan budayawan menghadiri peresmian itu.

Usai peresmian dilanjutkan diskusi kebudayaan dengan tema “Rediscovery Keris Minang” dengan pembicara Fadli Zon, Ketua Lingkaran Keris Indonesia yang juga pendiri Rumah Budaya Fadli Zon, dan mendapatkan gelar Kanjeng Pangeran Kusumo Hadiningrat, serta gelar Kanjeng Pangeran Aryo Kusumo Yudho dari Pakubuwono XIII. Pembicara lainnya Zaenal dari Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) dan Mak Katik, Seniman Tradisi Sumatera Barat.

“Kita tak mengetahui kapan punahnya tradisi pembuatan keris Minangkabau. Tak diketahui siapa Mpu di Ranah Minang, nenek moyangnya atau penerusnya. Yang jelas, artefak keris Minangkabau banyak ditemukan, termasuk koleksi di Rumah Budaya,” ujar Fadli Zon.
Dia menyebutkan, sebagian keris koleksi Rumah Budaya yang dibangunnya diperoleh dari Bukittinggi, melalui Saudara Iwan Edwar yang mengumpulkannya selama puluhan tahun.

“Inilah awal dari sebuah studi untuk menemukan kembali keris Minangkabau (rediscovery),” harapnya.

Selain dipengaruhi Jawa, menurut Fadli Zon, kemungkinan keris Minang banyak juga terpengaruh keris Palembang. Palembang pernah merupakan bagian Persemakmuran Mataram hingga masa Amangkurat I. Ketika Mataram diserang Trunojoyo, Palembang menjadi Kesultanan Palembang Darussalam.

Puncak kemajuan keris Palembang, jelas Fadli Zon, adalah di masa Sultan Candilawang (1662-1706), Sultan Kamaruddin (1715) dan Sultan Jayawikrama (1722). Pada masa ini produksi Mpu keris di Palembang cukup besar. Keris Palembang pudar di awal abad 20.
Sementara itu, keris Minangkabau selalu hadir dalam buku-buku keris dan senjata tradisional.

Dalam buku Traditional Weapons of the Indonesian Archipelago oleh Albert G. Van Zonneveld, foto-foto keris Minangkabau dibedakan dari keris Palembang dan keris Sumatera lainnya. Dalam The Krisdisk (Karsten Sejr Jensen), digambarkan bahwa dalam Perang Paderi, orang-orang Belanda merampas keris Minang dari pasukan Paderi dan dibawa ke Belanda. Pada keris itu tertera tahun 1835 dan 1837.

“Ini artinya, keris telah menjadi budaya yang tak terpisahkan bagi orang Minang, termasuk kaum ulama yang memegang teguh ajaran agama (wahabi). Terbukti Tuanku Imam Bonjol juga menggunakan keris,” tambahnya.

Sementara itu, lanjut Fadli Zon, keris merupakan kebudayaan material yang mewakili identitas Indonesia di tengah arus budaya dunia. Keris telah diakui oleh UNESCO pada 2005 sebagai salah satu karya agung warisan kemanusiaan milik dunia. Tak ada yang dapat menandingi keris sebagai benda budaya hasil karya manusia Indonesia.

“Keris adalah karya adiluhung bangsa Indonesia yang telah berlangsung turun-temurun sejak zaman kerajaan-kerajaan awal Nusantara. Sebagai benda budaya, keris memiliki nilai sejarah, seni, filsafat, simbol, dan religi,” terangnya.

Di Sumatera, keris adalah perlengkapan pakaian kebesaran Penghulu. Keris Sumatera biasanya dipakai di pinggang depan sebelah kiri dengan hulu menghadap ke luar. Dengan mata keris yang tajam di kedua sisi, seorang penghulu diharapkan berlaku adil dalam mengambil keputusan.

“Hulu keris yang menunduk berarti sang pemilik harus berhati-hati dalam berperilaku, rendah hati, dan cermat. Luk keris diartikan perlunya hidup bersiasat. Secara umum, keris melambangkan keselarasan dan keharmonisan,” katanya.

Keris Minangkabau merupakan jenis keris yang memiliki keunikan tersendiri. Meskipun umumnya hampir sama dengan keris Sumatera lainnya, tapi keris Minang punya garap agak berbeda dengan keris Jawa. Perbedaan itu antara lain dari bentuk (dhapur) serta detil dari sekar kacang dan greneng. Perbedaan lain tentunya busana, perabot dan asesoris keris.

Rumah Budaya Fadli Zon dibangun pada tahun 2009, berhadap-hadapan dengan Rumah Puisi Taufiq Ismail yang beralamat di Jalan Raya Padangpanjang – Bukittinggi, Km. 6, Nagari Aie Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Selama ini Rumah Budaya eksis menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan, mulai dari diskusi-diskusi kebudayaan, pameran lukisan, pementasan musik dan lain sebagainya.

Di dalam Rumah Budaya tersimpan sejumlah koleksi benda-benda kuno bernilai tinggi, khususnya yang terkait dengan benda kebudayaan Minangkabau tempo dulu. Di antara koleksi itu, adalah keris Luk Sembilan asal Pagaruyuang yang dibuat pada abad 18, seterika pakaian dari bara, songket lama, seribu koleksi buku bertema Minang, dan sejumlah lukisan kuno dan fosil kerbau berusia dua juta tahun.

Muhammad Subhan
Pengurus Rumah Puisi
Media Center Rumah Budaya

Gerindra Minta Lembaga Survei Umumkan Pemesan

Gerindra Minta Lembaga Survei Umumkan Pemesan

Gerindra Minta Lembaga Survei Umumkan Pemesan

Maraknya lembaga survei yang melakukan penelitian jelang Pemilu 2014 menimbulkan sejumlah pertanyaan, siapa berperan memanfaatkan lembaga survei guna mendongkrak popularitas.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon meminta agar lembaga survei yang berafiliasi terhadap salah satu parpol atau bakal calon presiden tertentu dapat mengumumkannya kepada publik.

“Iya, lembaga survei yang dedicated kepada partai dan kandidat sebaiknya menyatakan diri. Jadi, jangan pura-pura independen, padahal didanai salah satu partai atau kandidat,” katanya saat dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu (12/5).

Meski begitu, Fadli Zon mengaku tidak tahu lembaga survei mana yang penelitian berdasarkan pesanan pihak tertentu.

“Saya tidak tahu, tanya ke mereka,” singkatnya.

Dia mengaku tidak begitu mempercayai terhadap hasil penelitian yang kerap dirilis lembaga survei.

“Perlu dilihat apa pertanyaan-pertanyaannya. Seringkali ada survei yang diframe sejak awal. Survei semacam itu namanya push polling. Karena itu, perlu diperiksa bagaimana pertanyaan-pertanyaannya,” jelas Fadli Zon.