Indonesia sulit bangkit tanpa rasa nasionalisme

Indonesia sulit bangkit tanpa rasa nasionalisme

Indonesia sulit bangkit tanpa rasa nasionalisme
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon menilai Hari Kebangkitan Nasional tahun ini merupakan tahun awal kebangkitan bangsa untuk melawan penjajah. Apalagi, kesadaran ini sudah muncul sejak 105 tahun yang lalu saat melawan tindak kolonialisme.

“Semangat itu hingga kini masih sangat relevan. Walaupun secara formal kita sudah merdeka, namun penjajahan dalam bentuk lain masih terus berlangsung. Kita belum merdeka dari kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Kita juga belum punya kedaulatan energi dan pangan,” ujar Fadli kepada LICOM,Jakarta,Senin (20/05/2013)

Menurut Politikus Kekayaan alam belum dinikmati rakyat. Negeri kaya, rakyat masih miskin. Sekitar 74 persen kegiatan usaha hulu minyak masih dikuasai perusahaan asing. Perusahaan nasional hanya 22 persen saja, sisanya konsorsium asing dan lokal.

“Sektor pangan kita juga menyedihkan. Impor pangan tinggi. Kedelai 73 persen masih impor. Begitupun susu, 80 persen masih impor. Impor daging masih 30 persen. Lonjakan harga pangan beberapa waktu lalu pun imbas dari tingginya tingkat ketergantungan pangan kita pada produksi luar,” tandas Fadli

Semua ini terjadi, antara lain minimnya rasa nasionalisme para pemimpin negeri. Minimnya kesadaran nasional untuk menjaga kepentingan nasional. Akhirnya, melahirkan komprador pemburu rente yang bekerja untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok. Korupsi terus merajalela di semua lini.

“Soekarno pernah mengungkapkan, siapa kuasai energi dialah pemenang, sebab gerak yang dibutuhkan dunia ini bergantung pada energi,” ungkap Fadli.

Hari ini menjadi ingatan yang tepat bagi kita semua sebagai bangsa untuk kembali membangkitkan rasa nasionalisme, lalu bergerak merebut kedaulatan energi dan pangan kita. Juga momen bangkit melawan korupsi, musuh bangsa, musuh kesejahteraan rakyat.