Blog

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Bupati

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Bupati

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Bupati

 

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menolak rencana pemerintah menaikkan gaji bupati. Menurutnya, kebijakan ini patut ditolak mengingat pendapatan dan fasilitas yang diterima para bupati sudah sangat besar.

“Para bupati selain gaji juga menerima banyak tunjangan,” kata Fadli kepada VIVAnews, Jumat 22 Februari 2013.
Fadli merinci tunjangan itu seperti biaya rumah tangga, biaya kesehatan, biaya pakaian, dan biaya operasional. Selain itu mereka juga mendapatkan insentif pajak, yang besarnya minimal 6 kali gaji.
“Belum lagi tunjangan biaya operasional yang besarnya minimal 125 juta perbulan. Sehingga, seharusnya para bupati tak perlu  menuntut kenaikan gaji,” kata Fadli.
Menurutnya, kenaikan gaji bupati juga akan membuat beban APBN bertambah berat. Rp547 triliun atau lebih dari 30 persen habis untuk membayar gaji aparatur. Angka ini terus meningkat 18.6 persen pertahunnya.
“Bahkan di beberapa daerah prosentase gaji aparatur ada yang mencapai 70 persen dari APBD. Namun di sisi lain, kualitas pelayanan publik tak mengalami peningkatan,” ujarnya.
“Sehingga sangat kurang pantas kepala daerah  menuntut kenaikan gaji. Yang harus dinaikkan adalah pelayanan terhadap rakyat.”
Janji Presiden SBY menaikkan gaji para bupati itu disampaikan saat menghadiri Rakernas Asosiasi Pemerintah Kabupaten SeIndonesia (APKASI). Presiden minta kementrian terkait membahas kemungkinan implementasi kebijakan itu.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan kebijakan menaikkan gaji bupati itu akan dituangkan dalam Peraturan Presiden. Menurutnya, ini perlu dibuat agar tak ada kesenjangan pendapatan yang terlampu jauh antarpejabat penyelenggara negara.
“Katakanlah gaji bupati itu enam koma juta rupiah, tapi dia juga dapat pendapatan dari ini-itu, yang totalnya bisa sampai enam puluh juta,” terang Gamawan, kepada wartawan, setelah menjadi narsumber pada diskusi tentang Undang-Undang Desa, di kantor pusat Partai Golkar, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2013.
Menurut Gamawan, kebijakan gaji bupati yang baru itu membuat mereka  mendapatkan hanya dari gaji tunggal.

“Jadi, kalau sudah ditetapkan single salary, tidak ada lagi tunjangan-tunjangan. Pendapatan-pendapatan itu akan dihilangkan semua,” tuturnya.

Gerindra Minta SBY Tunda Kenaikan Gaji Bupati

Gerindra Minta SBY Tunda Kenaikan Gaji Bupati

Gerindra Minta SBY Tunda Kenaikan Gaji BupatiKeputusan Presiden SBY yang menaikkan gaji para bupati se-Indonesia membuat Partai Gerindra meradang. Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, menyatakan kebijakan itu patut ditolak mengingat pendapatan dan fasilitas yang diterima para bupati sudah sangat besar.

Selain gaji, para bupati juga sudah menerima banyak tunjangan, seperti biaya rumah tangga, biaya kesehatan, biaya pakaian, dan biaya operasional.

“Selain itu mereka juga mendapatkan insentif pajak, yang besarnya minimal 6 kali gaji. Belum lagi tunjangan biaya operasional yang besarnya minimal 125 juta perbulan. Sehingga, seharusnya para bupati tak perlu  menuntut kenaikan gaji,” tegas Fadli Zon di Jakarta, Jumat (22/2).

Seperti diketahui, dalam rapat kerja nasional Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) pada 20 Februari lalu, di hadapan seluruh bupati di Indonesia, Presiden SBY menyatakan akan menaikan gaji para kepala daerah seluruh Indonesia. Ia menyatakan bahwa sudah delapan tahun gaji bupati tidak naik, sehingga wajar dinaikkan.

Bagi Gerindra, pemerintah SBY juga seharusnya berpikir bahwa kenaikan gaji bupati juga akan membuat beban APBN bertambah berat. APBN Indonesia sebesar Rp 547 triliun atau lebih dari 30 persen, habis untuk membayar gaji aparatur.

Angka ini terus meningkat 18.6 persen per tahunnya bahkan di beberapa daerah, persentase gaji aparatur ada yang mencapai 70 persen dari APBD. Namun di sisi lain, kualitas pelayanan publik tak mengalami peningkatan.

“Kenaikan gaji bupati ini harus ditolak. Selain pendapatan bupati sudah sangat besar dan tentu akan membebani APBN, jabatan bupati merupakan jabatan politik dan pengabdian, bukan seperti pekerjaan pada umumnya yang memang mengejar pendapatan,” tutur Fadli.

Dia menekankan bahwa sangat kurang pantas kepala daerah menuntut kenaikan gaji.

“Lebih baik mereka berpikir dan bekerja menaikkan pelayanan terhadap rakyat,” katanya.

Penulis: Markus Junianto Sihaloho/RIN

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Kepala Daerah

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Kepala Daerah

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Kepala DaerahDalam rapat kerja nasional APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) pada Rabu (20/2) lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menaikan gaji para bupati seluruh Indonesia. Alasannya sudah delapan tahun gaji bupati tidak naik. Namun kebijakan tersebut langsung ditentang Partai Gerindra.

“Kebijakan ini patut ditolak mengingat pendapatan dan fasilitas yang diterima para bupati sudah sangat besar,” ucap Wakil Ketum Partai Gerindra Fadli Zon Jumat (22/2). Karenanya dia pun menolak kebijakan tersebut.

Menurut Fadli, selain gaji para bupati juga menerima banyak tunjangan. Misalnya biaya rumah tangga, biaya kesehatan, biaya pakaian, dan biaya operasional. Selain itu mereka juga mendapatkan insentif pajak yang besarnya minimal enam kali gaji.

Belum lagi tunjangan biaya operasional yang besarnya minimal Rp 125 juta per bulan. “Sehingga, seharusnya para bupati tak perlu  menuntut kenaikan gaji,” ujar Fadli.

Menurutnya, pemerintah SBY juga seharusnya berpikir bahwa kenaikan gaji bupati akan membuat beban APBN bertambah berat. APBN sebesar Rp 547 triliun atau lebih dari 30 persen akan habis untuk membayar gaji aparatur. Angka itu terus meningkat 18.6 persen per tahunnya. Bahkan di beberapa daerah prosentase gaji aparatur ada yang mencapai 70 persen dari APBD. Namun di sisi lain, kualitas pelayanan publik tak mengalami peningkatan.

Ia menegaskan, kenaikan gaji bupati harus ditolak. Selain pendapatan bupati sudah sangat besar dan tentu akan membebani APBN, jabatan bupati merupakan jabatan politik dan pengabdian, bukan seperti pekerjaan pada umumnya yang memang mengejar pendapatan.

Sehingga sangat kurang pantas kepala daerah  menuntut kenaikan gaji. “Yang harus dinaikkan adalah pelayanan terhadap rakyat,” pungkasnya.

Gerindra: Sangat Kurang Pantas SBY Naikkan Gaji Bupati

Gerindra: Sangat Kurang Pantas SBY Naikkan Gaji Bupati

Gerindra Sangat Kurang Pantas SBY Naikkan Gaji Bupati

Dalam rapat kerja nasional Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) pada 20 Februari di hadapan seluruh bupati di Indonesia, Presiden SBY menyatakan akan menaikkan gaji para kepala daerah seluruh Indonesia. SBY menyatakan, sudah 8 tahun gaji bupati tidak naik.

“Sangat kurang pantas kepala daerah menuntut kenaikan gaji. Yang harus dinaikkan adalah pelayanan terhadap rakyat. Kebijakan ini patut ditolak mengingat pendapatan dan fasilitas yang diterima para bupati sudah sangat besar,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon dalam pesan tertulis di Jakarta, Jumat (22/2/2013).

Menurutnya, selain gaji, para bupati juga menerima banyak tunjangan, seperti biaya rumah tangga, biaya kesehatan, biaya pakaian, dan biaya operasional. Mereka juga mendapatkan insentif pajak, yang besarnya minimal 6 kali gaji. Belum lagi tunjangan biaya operasional yang besarnya minimal Rp 125 juta per bulan. Sehingga, mestinya para bupati tak perlu menuntut kenaikan gaji.

“Pemerintah SBY seharusnya berpikir, kenaikan gaji bupati juga akan membuat beban APBN bertambah berat,” sebut Fadli.

APBN sebesar Rp 547 triliun atau lebih dari 30%, urai dia, habis untuk membayar gaji aparatur. Angka ini terus meningkat 18,6% per tahunnya. Bahkan di beberapa daerah persentase gaji aparatur ada yang mencapai 70% dari APBD. Namun kualitas pelayanan publik tak mengalami peningkatan.

“Kenaikan gaji bupati harus ditolak. Pendapatan bupati sudah sangat besar dan tentu akan membebani APBN. Jabatan bupati merupakan jabatan politik dan pengabdian. Bukan seperti pekerjaan pada umumnya yang memang mengejar pendapatan,” tandas Fadli. (Frd)

Fadli Zon: Kalau Naikkan Gaji Bupati, Beban APBN Tambah

Fadli Zon: Kalau Naikkan Gaji Bupati, Beban APBN Tambah

Fadli Zon Kalau Naikkan Gaji Bupati, Beban APBN Tambah

 

Rencana Presiden SBY menaikkan gaji bupati ditolak partai Gerindra. Ini mengingat selama ini pendapatan dan fasilitas yang diterima bupati sudah cukup banyak.

“Selain gaji, bupati juga menerima banyak tunjangan, seperti biaya rumah tangga, biaya kesehatan, biaya pakaian, dan biaya operasional. Selain itu, bupati juga mendapatkan insentif pajak, yang besarnya minimal enam kali gaji. Belum lagi tunjangan biaya operasional yang besarnya minimal 125 juta perbulan., “kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon di Jakarta, Jum’at (22/2)

Fadli mendesak para bupati tak perlu  menuntut kenaikan gaji. Sebab jika itu dilakukan, akan semakin terjadi kesenjangan yang lebar antara pejabat pemerintah dan rakyat.

“Dan pemerintah SBY juga seharusnya berpikir, bahwa kenaikan gaji bupati juga akan membuat beban APBN bertambah berat,” tambahnya.

Fadli mengingatkan selama ini Rp 547 triliun atau lebih dari 30 persen APBN yang tersedia habis untuk membayar gaji aparatur. Angka ini terus meningkat 18,6 persen pertahunnya, bahkan di beberapa daerah persentase gaji aparatur ini ada yang mencapai 70 persen dari APBD.

“Namun di sisi lain, kualitas pelayanan publik tak mengalami peningkatan. Untuk itu kenaikan gaji bupati ini harus ditolak,” tegasnya.

Fadli menegaskan jabatan bupati merupakan jabatan politik dan pengabdian. Jabatan itu bukan seperti pekerjaan pada umumnya yang memang mengejar pendapatan.

“Sehingga sangat kurang pantas kepala daerah  menuntut kenaikan gaji. Yang harus dinaikkan adalah pelayanan terhadap rakyat,” pungkasnya.

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Bupati

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Bupati

Gerindra Tolak Kenaikan Gaji Bupati

 

Partai Gerindra menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan gaji bupati. Sebab, pendapatan dan fasilitas yang diterima para bupati sudah sangat besar.

“Para bupati, selain gaji juga menerima banyak tunjangan seperti biaya rumah tangga, biaya kesehatan, biaya pakaian, dan biaya operasional. Selain itu mereka juga mendapatkan insentif pajak, yang besarnya minimal enam kali gaji. Belum lagi tunjangan biaya operasional yang besarnya minimal 125 juta perbulan. Sehingga, seharusnya para bupati tak perlu  menuntut kenaikan gaji,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dalam siaran pers, Jumat (22/2).

Pemerintah SBY juga seharusnya berpikir, bahwa kenaikan gaji bupati juga akan membuat beban APBN bertambah berat. APBN yang hanya sebesar Rp 547 triliun atau lebih dari 30 persen habis untuk membayar gaji aparatur. Angka ini terus meningkat 18,6 persen pertahunnya. Bahkan, di beberapa daerah persentase gaji aparatur ada yang mencapai 70 persen dari APBD. Namun di sisi lain, kualitas pelayanan publik tak mengalami peningkatan.

Dalam rapat kerja nasional APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) 20 Februari, di hadapan seluruh bupati di Indonesia Presiden SBY akan menaikan gaji para kepala daerah seluruh Indonesia. SBY menyatakan bahwa sudah 8 tahun gaji bupati tidak naik.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor yang menjadi juru bicara para kepala daerah, menyampaikan kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat pembukaan Rakernas IX Apkasi di Jakarta, Rabu (20/2) lalu agar gaji para bupati dinaikkan.

“Pesan-pesan dari kawan-kawan para bupati sekaligus wali kota, minta disampaikan pada kesempatan ini. Mohon maaf dengan segala ampun, sudah tiga tahun lalu janji menaikkan gaji para bupati dan wali kota, tapi hingga kini belum,” kata Irsan saat itu.

Dia mengatakan tanggung jawab bupati dan wali kota cukup besar. Risikonya pun tinggi. Tapi, besaran gaji yang diterima relatif rendah. Apalagi dibandingkan gaji anggota DPRD.

“Penerimaan dari negara jauh lebih rendah daripada anggota DPRD di kabupaten/kota. Mohon maaf Bapak Presiden, ini sebenarnya berat saya sampaikan. Tapi, karena amanah, apa boleh buat,” ucap Irsan.

Saat itu Presiden pun menyambut baik permintaan kepala daerah se-Indonesia yang meminta kenaikan gaji terutama untuk bupati dan walikota. Menurut Presiden, bupati dan walikota sudah selayaknya mendapat gaji yang sesuai dengan beban kerja mereka selama ini.

“Yang disampaikan pimpinan Apkasi benar, setuju, jadi tidak perlu minta maaf. Karena bagaimanapun gaji itu harus layak dibandingkan tugas, tanggungjawab, dan perannya,” ujar Presiden saat memberi sambutan di acara tersebut.

Untuk menjalankan pertimbangan kenaikan gaji itu, Presiden meminta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk berkoordinasi dengan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Agus Martowardoyo untuk membahasnya lebih lanjut. Ia berharap kenaikan gaji itu bisa diimplementasikan sesegera mungkin.

Mencari Pemimpin Baru Indonesia di 2014

Mencari Pemimpin Baru Indonesia di 2014

Mencari Pemimpin Baru Indonesia di 2014Solusi Untuk Negeri (SUN) Institute menggelar diskusi bertema ‘Mencari Presiden 2014’. Sudah munculkah kandidat kuat pemimpin baru Indonesia di 2014 mendatang?

“Belum ada satu pemimpin di negeri ini yang bisa meyakinkan saya, ke mana arah Indonesia melangkah,” kata Eros Djarot, Ketua Umum PNBKI, dalam diskusi yang digelar di Kantor SUN Institute, di Jalan Tebet Barat Dalam VIII A No. 25, Jakarta, Kamis (21/2/2013).

Menurut Eros, tak ada lagi dikotomi sipil dan militer di Pilpres 2014 mendatang. “Tentara apa signifikan lagi? Nggak. Tentara sudah cukuplah,” katanya.

Dalam forum diskusi ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyoroti tingginya syarat pencapresan. Gerindra yang mendorong pencapresan Prabowo Subianto tengah mengupayakan penurunan Presidential Threshold setara Parliamentary Threshold yakni 3,5 persen suara di Pemilu 2014.

“Threshold diturunkan 3,5 persen, bagi Gerindra itu masuk akal karena itu akan terbuka peluang generasi baru,” ungkapnya.

Fadli termasuk yang meyakini Prabowo akan menjadi pemimpin Indonesia ke depan. Dia tak melihat ada capres dari partai berbasis agama, yang cukup kuat.

“Partai atas nama agama itu dosanya dua kali lipat, membohongi rakyat, membohongi Tuhan. Yang benar itu, partai nasionalis. Kalaupun bohong, itu hanya membohongi rakyat, tidak kepada Tuhan,” katanya.

Dalam kesempatan ini dia juga menjelaskan Prabowo tak tersangkut kasus HAM. “Ini sesuatu yang biasa saja. Setiap calon presiden, itu sah-sah saja jika akan diungkit masa lalunya. Pasti akan dicari-cari lawan politik. Saya kira itu risiko, ada kekuatan dan kelemahan,” imbuh Fadli.

Di tempat yang sama, Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Khotibul Umam Wiranu menyoroti perlunya revisi UU Pilpres. Terutama menyangkut kriteria capres.

“Sekarang ngambang, sehat jasmani rohani, tidak cacat ideologi dan sebagainya. Itu menurut saya, kriteria umum yang siapa saja bisa masuk. Kriteria dalam UU pilpres itu sebenarnya formalitas, kata Khotibul.

Dia menilai capres harus jelas rekam jejaknya. “Lebih bagus jika tegas, misalnya, dibuktikan dengan rekam jejak. Jadi, akhirnya rakyat itu tahu bagaimana calonnya dulu. Syarat menjadi presiden, itu harus paham tata negara, harus seorang aktivis di partai politik, dan harus terlibat pada rakyat,” katanya.

Fadli Zon Dukung Pembersihan Birokasi DKI

Fadli Zon Dukung Pembersihan Birokasi DKI

Fadli Zon Dukung Pembersihan Birokasi DKI

 

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dalam revolusi birokrasi di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Upaya itu harus terus dilakukan dari tingkat birokrasi teratas.

Fadli mengatakan, ia pernah diberitahu oleh Basuki bahwa ada upaya penggelembungan anggaran dalam perluasan satu halte bus di Jakarta. “Beberapa kali saya bertemu dengan dia (Basuki). Dia mengatakan, anak buahnya mengajukan anggaran perluasan satu halte bus mencapai Rp 46 miliar,” kata Fadli dalam diskusi “Mencari Presiden 2014” di Sun Institute, Jakarta, Kamis (21/2/2013). Namun, Basuki belum dapat dikonfirmasi mengenai informasi tersebut.

Menurut perhitungan Fadli, dana miliaran rupiah itu sangat besar untuk proyek perluasan satu halte bus. Menurutnya, perbaikan fasilitas halte bus paling besar hanya membutuhkan alokasi anggaran Rp 250 juta. “Paling mahal ya Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar lah. Itu pun halte busnya sudah dilapisi dengan logam mulia berupa emas,” ujarnya.

Menyikapi hal tersebut, Fadli menilai bahwa pengawasan anggaran dan bersih-bersih di tubuh Pemprov DKI harus terus dilakukan. Menurut Fadli, tindakan Jokowi dan Basuki itu merupakan revolusi birokrasi dalam tubuh pemerintahan. “Ini menunjukkan adanya still coruption. Pembenahan itu, revolusi birokrasi, harus dilakukan dari atas, baru ke bawah,” ujarnya.

Ahok Kaget Dengar Biaya Perluasan 1 Halte Rp46 M

Ahok Kaget Dengar Biaya Perluasan 1 Halte Rp46 M

Ahok Kaget Dengar Biaya Perluasan 1 Halte Rp46 M

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ternyata pernah mengutarakan curahan hatinya kepada Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, terkait mark up anggaran di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov).

Fadli menuturkan, Ahok, sapaan Basuki, pernah bercerita bahwa dalam anggaran perluasan satu halte bus yang diajukan anak buahnya mencapai Rp46 miliar.

“Beberapa kali saya bertemu dengan dia (Ahok), dia mengatakan anak buahnya mengajukan anggaran perluasan satu halte bus mencapai Rp46 miliar,” kata Fadli dalam diskusi ‘Mencari Presiden 2014’, di Sun Institute, Jalan Tebet Barat Dalam VIII A No. 25, Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2013).

Dikatakan Fadli, Rp46 miliar merupakan jumlah sangat besar jika hanya untuk memperluas satu halte bus yang ada di Jakarta. Padahal, kata dia, untuk memperbaiki halte bus paling besar hanya membutuhkan biaya Rp250 juta.

“Paling mahal ya Rp500 juta sampai Rp1 miliar lah, itupun halte busnya sudah dilapis dengan emas,” tuturnya.

Untuk itu, sambung dia, Gerindra sangat mendukung pengawasan anggaran dan bersih-bersih di tubuh Pemda DKI yang dilakukan oleh Ahok bersama dengan Joko Widodo.

“Ini menunjukan adanya still corruption, pembenahan itu harus dilakukan dari atas baru ke bawah,” jelasnya.

Fadli Zon: Gerindra tak butuh Ahok jadi jurkam di Pilkada

Fadli Zon: Gerindra tak butuh Ahok jadi jurkam di Pilkada

Fadli Zon Gerindra tak butuh Ahok jadi jurkam di Pilkada

Partai Gerindra tidak membutuhkan suara Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun, Ahok tetap dibutuhkan jika kampanye untuk skala nasional.

“Nanti pada waktunya diperlukan iya untuk nasional, tapi kalau untuk di daerah, pilkada-pilkada nanti malah membingungkan,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon usai mengunjungi Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (21/2) malam.

Gerindra menurutnya tidak pernah meminta Ahok untuk menjadi juru kampanye, karena memang diminta untuk bekerja mengurus Jakarta.

“Ya, kita emang enggak pernah minta dia jadi kuru kampanye kok. Kita memang minta beliau untuk konsentrasi kerja urus Jakarta,” jelas Fadli.

Fadli enggan mengomentari persoalan PDIP yang selalu meminta Jokowi menjadi jurkam di Pilgub. Sebab, hal tersebut urusan internal masing-masing. “Ya kalau itu kan hak masing- masing. Pak Jokowi kan juga berusaha untuk benahi Jakarta,”katanya.

Sekali lagi, Gerindra meminta Ahok untuk konsentrasi mengatasi masalah Ibukota. “Enggak dong, biar dia konsen di Jakarta, masalah Jakarta saja segitu banyaknya,” tandasnya.