Blog

Hanura dan Gerindra Bersikukuh Presidential Threshold Diturunkan

Hanura dan Gerindra Bersikukuh Presidential Threshold Diturunkan

Hanura dan Gerindra Bersikukuh Presidential Threshold Diturunkan

Sejumlah partai politik bersikukuh angka ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold) diturunkan. Mereka beralasan presidential threshold harus membuka peluang bagi hadirnya calon presiden (capres) alternatif. “Seharusnya kita memberi kesempatan bagi tokoh yang memiliki kapabilitas dan kredibelitas untuk mengabdi sebagai pemimpin,” kata Ketua DPP Partai Hanura, Syarifuddin Sudding kepada ROL di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Kamis (21/2).

Sudding mengatakan presidential threshold mestinya mengacu pada angka parliamentary thereshold 3,5 persen. Artinya, setiap partai politik peserta pemilu yang berhasil meraih kursi di DPR diberi hak mengajukan capres. “Mestinya partai di parlemen punya hak mengusung capres,” ujarnya.

Upaya mempertahankan presidential threshold di angka 20 persen hanya akan merugikan masyarakat. Pasalnya masyarakat tidak memiliki alternatif memilih calon pemimpin selain yang diusung partai-partai besar. Padahal menurut Sudding tidak ada jaminan capres yang diusung partai besar memiliki kualitas lebih baik dibandingkan capres partai menengah dan kecil. “Buktinya meski Demokrat memiliki suara terbanyak tapi presiden yang mereka usung tidak terlihat prestasinya,” kata Sudding. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai tingginya angka presidential threshold bisa berdampak buruk bagi sistem demokrasi di Indonesia. “Kalau angkanya terlalu tinggi yang ada adalah koalisi transaksional. Akhirnya rakyat di korbankan demi politik dagang sapi partai,” kata Fadli.

Fadli menyatakan angka presidential threshold yang ada sekarang merupakan bagian dari kekeliruan politik masa lalu. Angka 20 persen, imbuh Fadli hadir dalam rangka menjegal pencalonan Susilo Bambng Yudhoyono (SBY) sebagai capres di pemilu 2009. “Ini akal-akalan politik. Masa mau kita lestarikan?” ujar Fadli.

Ketua Badan Legislasi DPR, Ignatius Mulyono mengakui perdebatan soal presidential threshold menjadi kendala utama segera disahkannya revisi undang-undang pemilihan presiden. “Intinya hanya soal presidential threshold. Kalau sudah sepakat tinggal diketuk,” ujar politisi Partai Demokrat ini.

Ibas Jadi Caleg Lagi, Gerindra: Masyarakat Harus Cerdas!

Ibas Jadi Caleg Lagi, Gerindra: Masyarakat Harus Cerdas!

Ibas Jadi Caleg Lagi, Gerindra Masyarakat Harus Cerdas!

 

Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Edie Baskoro Yudhoyono atau yang disapa Ibas akan dicalonkan kembali oleh Partai Demokrat menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) pada pemilu 2014 mendatang. Padahal, Ibas belum lama ini telah mengundurkan diri dari Anggota DPR RI. Partai Gerindra menilai hal itu sah-sah saja, namun para pemilihnya yang harus lebih selektif.

“Ya sah-sah aja. Tetapi masyarakat atau konstituennya juga harus cerdas dalam memilih wakilnya yang akan duduk di parlemen,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di kantor Sun Institute, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2013).

Fadli menjelaskan, kalau kejadian seperti ini terjadi di Amerika Serikat maka fenomena Ibas mencalonkan lagi jadi anggota parlemen terbilang aneh. Karena alasan mengundurkan diri dari parlemen untuk mengurusi partai dan anaknya yang sedang sakit dinilai kurang logis.

“Kalau di Amerika ini agak aneh memang. Itu kan alasannya minor, tidak substansial. Tidak terlalu kuat. Ini kan masalah amanah, artinya amanah harus diselesaikan. Kalau dia melihat mengurusi anak itu lebih penting daripada mengurusi rakyat, ya itulah dia. Lebih mementingkan urusan keluarga ketimbang rakyat,” paparnya.

Sebelumnya, Ibas dipastikan akan menjadi caleg Partai Demokrat 2014 meskipun beberapa waktu lalu telah mengundurkan diri dari keanggotaan DPR RI lantaran ingin fokus untuk mengurusi partai dan keluarganya saat ini.

“Oh iya, pasti Ibas dipasang lagi,” kata Ahmad Mubarok selaku anggota dewan pembina Partai Demokrat saat dihubungi oleh wartawan di Jakarta.

Mubarok juga menjelaskan bahwa pemilu 2009 lalu, suara Ibas tertinggi di daerah pemilihannya yakni Jawa Timur VII. Karena itu, untuk mendongkrak suara Partai Demokrat di wilayah Jawa Timur VII, maka Partai Demokrat akan mencalonkan kembali Sekjennya itu pada pemilu legislatif 2014.

Gerindra: SBY Jangan Naikan Gaji Kepala Daerah

Gerindra: SBY Jangan Naikan Gaji Kepala Daerah

Gerindra SBY Jangan Naikan Gaji Kepala DaerahPartai Gerindra menilai rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan gaji kepala daerah kurang tepat. Alasannya, gaji mereka saat ini sudah cukup tinggi.

“Sebenarnya gaji sudah cukup tinggi, dan tidak ada jaminan gaji naik tidak ada korupsi. Gaji naik, korupsi tambah naik lagi,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Jakarta, Kamis (21/2).

Menurut Fadli, pelayanan kepala daerah terhadap masyarakat tidak meningkat, malah cenderung memburuk. Karenanya, menaikan gaji kepala daerah hanya menambah beban APBN.

“Tidak perlu ada kenaikan gaji, sudah cukup ya. Sudah cukup membebani APBN, nanti pinjam lagi hutang luar negeri,” ungkapnya.

Sebelumnya, di hadapan ratusan kepala daerah pada Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerinah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Rabu (20/2) kemarin, SBY menyatakan setuju menaikkan gaji kepala daerah.

Dia menilai sangat layak menaikkan gaji kepala daerah mengingat beban dan tanggung jawab yang mereka emban.

Jelang Pemilu 2014, Gerindra Gunakan Dana Subsidi Silang

Jelang Pemilu 2014, Gerindra Gunakan Dana Subsidi Silang

Jelang Pemilu 2014, Gerindra Gunakan Dana Subsidi Silang

Partai Gerindra berencana menggunakan dana subsidi silang untuk keperluan Pemilu 2014 mendatang. Hal itu dilakukan agar tidak memberatkan amggotanya yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

“Jadi gini, para anggota caleg itu akan gotong royong untuk saksi atau atribut. Tapi dananya belum ditentukan, tergantung besar daerah pilihannya. Jadi satu orang tidak harus menanggung semua, itu tidak sehat bagi demokrasi,” kata Wakil Ketua Gerindra Fadli Zon di Megawati Institute, Jakarta, Rabu (20/2/2013).

Menurut Fadli, dana partai memang berasal dari sumbangan dan iuran anggotanya. Karenanya, dana yang besar menjadi penting untuk pemenangan pemilu. Namun bukan berarti itu menjadi alasan bagi Gerindra untuk menerima sembarang anggota yang punya kekuatan materi besar.

“Kalau orang yang potensial tapi dia ada sosial kapital yang kuat, ya kita pertimbangkan. Subsidi silang,” jelasnya.

Selain itu, Gerindra akan menggunakan semangat gotong royong dalam pengumpulan dana untuk pemenangan pemilu. Sehingga, bila berangkat dari semangat itu Fadli melihat tidak akan terjadi yang namanya balas budi.

“Kalau orang itu sudah bergotong royong, dia punya saham juga untuk pemenangan dirinya. Dia tidak gampang disetir. Jadi tidak dibajak pemilik modal. Kalau tidak begitu yang terjadi adalah balas budi,” ucapnya. (Osc/Frd)

Butuh Biaya Besar, Caleg Gerindra Diminta Patungan

Butuh Biaya Besar, Caleg Gerindra Diminta Patungan

Butuh Biaya Besar, Caleg Gerindra Diminta Patungan

Seorang calon legislatif (caleg) yang maju dalam Pemilu 2014 tidak bisa dipungkiri lagi membutuhkan biaya besar untuk dapat duduk menjadi anggota dewan baik di DPR maupun DPRD.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, ada partai politik (parpol) yang akan menanggung biaya para caleg terserbut dan bahkan ada calon wakil rakyat yang meminta bantuan dana dari para pengusaha agar dapat bertarung di 2014.

Namun, apa yang akan dilakukan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berbeda dari lainnya. Partai besutan Prabowo Subianto tersebut akan mengumpulkan iuran caleg untuk membantu dana kampanye.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Fadli Zon mengatakan, iuran caleg akan diberlakukan di seluruh daerah pemilihan (dapil) yang ada. “Nantinya iuran caleg ini akan disebut dana gotong royong, jadi nanti tidak ada satu orang caleg menanggu biaya seluruh caleg di dapilnya,” kata Fadli kepada wartawan, di Megawati Institute, Jalan Proklamasi No. 53, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2013).

Menurutnya, dana gotong royong tersebut akan digunakan untuk membayar saksi, sosialisasi dan lainnya dimasing-masing dapil. “Contoh setiap dapil perlu 5 ribu saksi, nah iuran tersebut akan digunakan untuk membayar transportasi dan keperluan saksi,” jelasnya.

Fadli menjelaskan, iuran caleg ini nantinya berbeda-beda tergantung dapil yang ditempati oleh para calon wakil rakyat. Dikatakannya, bagi caleg yang tidak memiliki uang namun sangat potensial, maka akan diberikan subsidi silang.

Iuran caleg ini, kata dia, dilakukan untuk menghindari politik balas budi yang akan dilakukan setelah mereka duduk di DPR maupun DPRD.

“Kami mau menghindari politik balas budi, dengan dana gotong royong ini mereka akan merasa memiliki saham sehingga tidak dibajak pemilik modal,” tambahnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan pendaftaraan caleg Gerindra yang dibuka pada 15 hingga 28 Febuari, sudah mendapatkan 1.600 orang yang akan menjadi caleg.

“Dari 1.600 orang tersebut, kami akan menyaringnya lagi sesuai dengan jumlah kekuatan kami di dapil,” pungkasnya.

Gerindra: Minim Kontrol, Banyak Parpol Korupsi

Gerindra: Minim Kontrol, Banyak Parpol Korupsi

Gerindra Minim Kontrol, Banyak Parpol Korupsi

Politisi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan banyak partai politik (parpol) yang terlibat korupsi. Salah satu faktor utamanya ialah lantaran Indonesia menganut sistem demokrasi liberal. Sistem itu dinilai memberi ruang kepada parpol melakukan berbagai tindakan penyimpangan serta minimnya kontrol terhadap parpol.

“Tidak ada atau hampir sedikit kontrol terhadap parpol. Parpol sebagai institusi demokrasi seharusnya netral. Tetapi fungsi itu semakin tidak berjalan,” kata Fadli dalam diskusi Seri Empat Pilar di Megawati Institute, Jakarta, Rabu (20/2/2013).

Fadli menambahkan, jika kondisi ini dibiarkan, akan berdampak pada sistem oligarki parpol. Yaitu, segala keputusan tidak lagi untuk rakyat, tapi untuk elite-elite parpol atau pemilik parpol.

Untuk memperbaiki sistem ini, lanjut dia, sebaiknya parpol harus kembali kepada kepentingan rakyat. Dan rakyat juga harus memiliki sense of belonging terhadap parpol.

“Rakyat harus punya sense of belonging yang ditunjukkan dengan iuran. Saat zaman dulu misalnya, Partai Masyumi dan lainnya rakyat mau menyumbang. Karena mereka merasa yakin parpol bisa memperjuangkan kepentingannya,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, saat ini hampir tak ada konstituen yang membayar iuran kepada partai politik. Bahkan, tak sedikit pengusaha yang membiayai dirinya saat maju sebagai calon legislatif.

“Parpol dijadikan alat kepentingan. Mungkin memang untuk memperbaiki keadaan, ada juga untuk merebut kekuasaan,” tandasnya.(Ali)

Demokrasi di Indonesia Belum Membawa Kesejahteraan

Demokrasi di Indonesia Belum Membawa Kesejahteraan

Demokrasi di Indonesia Belum Membawa KesejahteraanWakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan demokrasi liberal yang berlangsung di Indonesia perlu dievaluasi. Dalam diskusi. “Demokrasi tidak membawa kesejahteraan, karenanya mesti dievaluasi,” kata Fadli Zon dalam diskusi Partai dari, oleh dan untuk (si) apa di Megawati Institute, Jakarta, Rabus (20/2).

Menurutnya, demokrasi di Indonesia seharusnya sesuai kultur yaitu gotong royong. Demokrasi ekonomi yaitu persamaan akses dan kesejahteraan serta demokrasi politik yaitu kebebebasan yang ada saat ini tidak membawa kesejahteraan. “Demokrasi sosial yang berdasar gotong royong, kita masih jauh dari sistem itu.” Katanya.

Terkait dengan partai politik yang bermasalah saat ini dimana terdapat partai yang bermasalah dengan korupsi menurutnya terjadi karena sistem demokrasi liberal menyebabkan partai politik bermasalah. Menurutnya sistem demokrasi ini menyebabkan partai politik bisa melakukan penyimpanan serta tidak adanya kontrol.

Fadli Zon mengatakan dalam demokrasi liberal terjadi oligarki. “Segala keputusan merupakan kepentingan Partai Politik, bukan untuk rakyat. Menurutnya, sekarang bagaimana mengembalikan partai politik kepada rakyat.

Fadli Zon mengatakan pada tahun 50an, kenapa partai dekat rakyat. Karena partai dirasa oleh rakyat akan memperjuangkan rakyat sehingga rakyat banyak yang menyumbang kepada partai politik. “Saat ini, mana ada rakyat yang menyumbang kepada rakyat.”

Menurutnya, saat ini tidak ada arah membangun demokrasi jangka panjang. “UU pemilu diganti lima tahun sekali sesuai dengan kepentingan sendiri, UU pilpres digantilima tahun sekali.” Ujarnya.

Fadli Zon menyampaikan bahwa demokrasi di Indonesia butuh prinsip mengarahkan politik kepada subtansi bukan jangka kepentingan jangka pendek.

CAPRES 2014: Gerindra & PPP Tolak Presidensial Treshold 20%

CAPRES 2014: Gerindra & PPP Tolak Presidensial Treshold 20%

CAPRES 2014 Gerindra & PPP Tolak Presidensial Treshold 20Partai Gerindra dan PPP tidak sepakat jika persyaratan partai politik untuk mencalonkan presiden minimal memperoleh (presidensial treshold) 20% suara dalam pemilihan legislatif 2014.

Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon mengatakan revisi UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden agar anggota DPR tidak ngotot untuk membatasi perolehan suara minimal 20%.

“Politik kita pada substansi bukan kepentingan jangka pendek. Pilpres jangan ngotot 20% [perolehan suara parpol dalam pemilu legislatif 2014]. Pemilu 2004 dengan ketentuan perolehan suara 20%, itu artinya demokrasi bukan mlik rakyat,” ujarnya saat Diskusi Parpol: Dari, Oleh, dan Untuk Siapa oleh Megawati Institute, Rabu (20/2/2013).

Dia menuturkan ada tiga suara dalam rencana revisi aturan itu yaitu kelompok yang menginginkan parpol dengan perolehan suaran minimal 20% yang diperbolehkan mencalonkan presiden dan wakil presiden, kelompok yang meminta treshold 3,5%, serta kelompok yang menginginkan treshold 0% yaitu Partai Persatuan Pembangunan.

Jika ketentuan pilpres itu dengan treshold 0%, artinya 10 parpol peserta pemilu diperbolehkan untuk mencalonkan presiden, sehingga kemungkinan bisa ada 10 calon presiden dan wakil presiden.

“Semua parpol berhak mencalonkan presiden, sebanyak-banyak calon presiden hanya ada 10 calon, karena hanya ada 10 parpol. Kalau ketentuan treshold 20%, kitia dipaksa berkoalisi dan koalisi itu traksaksional. Menurut saya yang rasional itu treshold 3,5%,” ujarnya.

Dia menyangkal tidak setuju dengan treshold 20% itu bukan berarti Gerindra takut tidak dapat mencapai angka 20% sehingga tidak dapat mencalonkan presiden dari partainya. “Masalahnya sistem yang ada bisa berkelanjutan.”

Wakil Ketua Umum DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin mengatakan untuk mencalonkan presiden, PPP akan menunggu hasil dari revisi UU Pilpres yaitu apakah ada ketentuan presidensial treshold (batas minimal suara parpol untuk bisa mencalonkan presiden).

“PPP berharap itu [presidensial treshold] sama sekali ditiadakan, karena konstitusi tidak mensyaratkan itu,” ujarnya.

Dia menambahkan presidensial treshold tidak ada korelasi pemilu legislatif untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. “Selama dia [parpol] menjadi peserta pemilu, maka sesungguhnya parpol itu berhak untuk mencalonkan capres dan cawapres.” (bas)

Gerindra Wajibkan Calegnya Gotong-royong Iuran Hadapi Pemilu 2014

Gerindra Wajibkan Calegnya Gotong-royong Iuran Hadapi Pemilu 2014

Gerindra No 6 1

Gerindra akan menerapkan sistem gotong-royong dalam pengumpulan dana kampanye menghadapi Pemilu 2014. Sehingga nantinya dana tersebut tidak ditanggung oleh satu orang yang bisa menyetir para caleg saat terpilih nanti.

“Kalau satu orang tanggung semua caleg, demokrasi apa itu?” ujar Wakil Ketua Partai Gerindra, Fadli Zon usai diskusi bertema Parpol: Dari, Oleh dan Untuk Si (apa)? di Gedung Megawati Institute, Jalan Proklamasi no 53, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2013).

Ia mengatakan, jika dana ditalangi oleh satu orang, yang akan terjadi adalah balas budi. Sebab menurutnya yang bersangkutan akan menjadi anak buah pemilik dana.

“Tapi kalau orang itu sudah bergotong royong, dia punya saham juga untuk pemenangan itu. Untuk pemenangan dirinya juga,” tuturnya.

Sehingga, menurut Fadli, caleg tersebut tidak mudah disetir. “Juga tidak dibajak oleh pemilik modal,” tambahnya.

Fadli juga mengatakan rencana tersebut akan direalisasikan dalam Pileg 2014 ini. Namun besarnya dana yang akan dikeluarkan belum diketahui.

“Dananya lagi dihitung per dapil. Per dapil kan bisa beda-beda,” ujarnya.

Selain itu, kata Fadli, tidak menutup kemungkinan adanya subsidi silang. Sebab tidak semua caleg memiliki finansial yang cukup.

“Kalau orang yang potensial tapi tidak ada finance yang kuat, tapi dia ada social capital yang kuat, ya kita pertimbangkan subsidi silang,” pungkasnya.

Gerindra Minta Calegnya Iuran Dana Kampanye

Gerindra Minta Calegnya Iuran Dana Kampanye

Gerindra Minta Calegnya Iuran Dana Kampanye

 

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) memiliki cara lain untuk mengatasi kebutuhan dana kampanye. Gerindra akan meminta iuran kepada calon legislatif atau bergotong-royong mengumpulkan dana kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Iuran caleg tersebut akan berlaku di seluruh daerah pemilihan (dapil) yang ada.

“Iuran ini dana gotong royong. Tidak ada satu orang caleg menanggung biaya seluruh caleg di dapilnya. Kalau satu orang menanggung semua caleg, demokrasi model apa itu?” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon seusai diskusi acara di Megawati Institute, Jakarta, Rabu (20/2/2013).

Ia menjelaskan, jika dana hanya disokong oleh satu orang atau pihak tertentu, dikhawatirkan akan ada utang budi. Kekhawatiran itu berlanjut jika nantinya dimanfaatkan untuk menyetir para caleg setelah mereka terpilih. “Dengan gotong royong, kami ingin menghindari balas budi. Kalau orang itu sudah bergotong royong, dia punya saham juga untuk pemenangan itu dan tidak dibajak oleh pemilik modal,” ujarnya.

Fadli mengatakan, saat ini, sudah ada sekitar 1.600 orang yang mendaftar menjadi caleg Gerindra. Fadli mengatakan, belum mengetahui besarnya dana yang akan dikeluarkan untuk kampanye. Menurutnya, dana kampanye di setiap dapil akan berbeda-beda. Sementara itu, caleg potensial yang tidak memiliki finansial cukup dapat diberlakukan subsidi silang.

“Kalau orangnya potensial tapi tidak ada finance yang kuat, tapi dia ada social capital yang kuat, ya akan kita pertimbangkan subsidi silang,” kata Fadli.