Kemacetan lalu lintas tak terhindarkan saat ribuan massa pendukung pasangan Calon Presiden Nomor urut 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno melintas di Jalan Raya Puncak, Kamis (11/4/2019).
Massa tampak semangat meneriakan dukungan terhadap capres nomor urut 02 tersebut walau pun di bawah sinar matahari yang cukup terik.
“Naik, naik, Prabowo Sandi, turun, turun Jokowi,” salah satu nyanyian kampanye dari lagu ‘Naik ke Puncak Gunung’ yang dikumandangkan massa pendukung 02 saat melintasi Jalur Puncak.
Selain itu, massa pendukung lainnya juga sesekali menahan laju arak-arakan tersebut dengan berjoget di jalan raya selama beberapa menit.
Tidak hanya itu, massa lainnya juga tak ketinggalan berfoto dengan arak-arakan itu salah satunya dengan mobil yang ditumpangi Fadli Zon.
Kemacetan ini terjadi cukup panjang di kedua arah lantaran banyak massa di jalan raya.
Sebelum melakukan arak-arak di Jalan Raya Puncak, massa ini berkumpul di Lapangan Kebun Teh Gunung Mas sejak pagi.
Fadli Zon juga hadir namun tidak melakukan orasi seperti biasanya.
“Beliau tidak orasi, cuma silaturahmi, kumpul-kumpul tadi di sini,” kata salah satu peserta kampanye, Inggi (40), kepada TribunnewsBogor.com, Kamis (11/4/2019).
Ia mengatakan bahwa kedatangan Fadli Zon di lokasi juga tak berlangsung lama.
“Informasinya beliau dipanggil sama Pak Prabowo, dia langsung berangkat,” katanya.
Diketahui kampanye ini digelar dengan tajuk ‘Bogor sambut kemenangan Prabowo – Sandi bersama Fadli Zon.’
Sampai pukul 13.00 WIB, terpantau arak-arakan ribuan massa pendukung ini masih melintas di Jalur Puncak.
Fadli Zon Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra yang juga anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meluncurkan antologi puisi bertajuk ‘Ada Genderuwo di Istana’. Acara peluncuran buku digelar di Aljazeerah Polonia, Jakarta Timur.
“Ada 25 puisi yang dihimpun bertema puisi-puisi politik khususnya puisi dengan nada kritis terhadap pemerintah. Antologi puisi yang diluncurkan diambil dari salah satu judul puisi ‘Ada Genderuwo di Istana’, karena kebetulan kita ingin mengusir ‘genderuwo’ di Istana,” ungkap Fadli Zon melalui siaran tertulis yang diterima, Rabu (10/4).
“Puisi-puisi dalam ‘Ada Genderuwo di Istana’ disajikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris setebal 84 halaman. Dalam buku tersebut, dilampirkan pula kliping judul-judul berita yang menampilkan pemberitaan puisinya. Buku ini juga dilengkapi prolog yang ditulis oleh Rocky Gerung serta epilog yang ditulis oleh Ridwan Saidi,” sambung Fadli.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, menulis puisi lantaran sisi kebudayaan jarang disinggung. “Kita tahu, tak ada peradaban tanpa ada budaya. Saya berharap budaya makin maju dan menjadi aset nasional. Puisi harus menjadi salah satu budaya yang dijaga sebagai aset nasional,” ucap Fadli Zon.
“Sering kali kita tidak melihat budaya dan kebudayaan itu sebagai satu kekayaan nasional. Padahal justru sebenarnya budaya itu adalah aset atau kekayaan nasional yang sangat berharga. Karena di situ kita bisa membentuk identitas, jati diri, keberagaman, dan kebinekaan yang inheren dengan perjalanan sejarah bangsa,” jelasnya
Peluncuran buku puisi “Ada Genderuwo di Istana” dimeriahkan oleh pembacaan puisi dari para tokoh, akademisi, seniman dan budayawan. Fahri Hamzah membacakan puisi berjudul “Arah Baru”, Ridwan Saidi membacakan puisi “Ada Genderuwo di Istana” dan puisi yang ia tulis sendiri berjudul “Rantai Sepeda Putus”. Sarasehan juga menghadirkanpembaca puisi Neno Warisman, Dipo Alang, Tio Pakusadewo, Sang Alang, Derry Sulaeman, Dahnil Anzar Simanjuntak, hingga penyair senior Jose Rizal Manua.
Turut membaca puisi para penyanyi Camelia Malik, Evi Tamala, dan Fitria Evi Sukaesih. Acara juga diramaikan dengan penampilan dari komedian Komeng, Lieus Sungkharisma: Fauzi Baadila, Mustofa Nahra, Abrory A Djabar, Linda Djalil, Nissa Rengganis, Peri Sandi dan Bode Riswandi.
Dalam orasinya, Ridwan Saidi menyinggung kalau puisi menjadi wadah efektif untuk ekspresi kritik terhadap pemerintah. Menurutnya, puisi-puisi Fadli Zon memuat pesan-pesan yang tegas dan aktual. “Puisi Fadli: Ngeri” tulis Ridwan Saidi dalam epilognya. Sementara, Rocky Gerung menulis prolognya, puisi-puisi fadli adalah cara interupsi yang cerdas.
“Tak harus estetik kriteria utama sebuah puisi. Yang utama adalah ia otentik. Artinya,
ia harus tumbuh dari radikalitas rohani. Yaitu ekspresi jujur dari batin yang terganggu. Terganggu oleh ketakjujuran, terganggu oleh kemunafikan, terganggu oleh ketidakadilan. Watak puisi adalah memang subversi: terhadap kemapanan, terhadap kepongahan, bahkan terhadapkepastian. Karena itu, yang terucap dalam sebait puisi adalah ggumpalan kehendak yang menginginkan yang baru. Puisi adalah interupsi terhadap arogansi. Dan dengan itu ia menemukan jalan baru” tulis Rocky dalam prolognya.
Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) mematikan servernya bila tidak bisa meyakinkan masyarakat mengenai server akan diretas. Fadli menyarankan KPU menghitung suara manual daripada menggunakan teknologi yang rawan dicurigai.
“Saya usul server KPU tuh tidak usah dipakai, dimatikan saja. Kalau dia sewa ya sewanya dibatalkan, nggak usahlah lebih bagus hitung manual. Manual berjenjang tidak apa apa lebih lama tapi tidak usah pakai server-serveran lagi,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 9 April 2019.
Fadli khawatir, nanti penghitungan suara akan berubah-ubah karena server KPU diretas. “Nanti paling tanggapannya ya ‘kami belum bisa mampu melakukan’ seperti itu lah, de javu. Jadi kita sudah tahu jawabannya pun sudah tahu. Jadi sebaiknya sever KPU itu dibuang saja kira-kira begitu dalam tanda petik dibuang nggak usah dipakai lagi,” kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon ini menyebut, politisikus NasDem Akbar Faisal yang menyebut data KPU pernah disedot pada tahun 2014.
“Menurut saya server KPU itu memang bermasalah. Pantas dicurigai. Karena di masa lalu tahun 2014 Saudara Akbar Faisal kalau tidak salah pernah kemudian terungkap juga di media ada penyedotan data,” kata Fadli.
Apalagi, kata dia, server KPU pernah down di beberapa pelaksanaan pilkada. Padahal seharusnya, server KPU memiliki perisai yang kuat agar tidak mudah diretas.
“Mau serang hacker mau diserang siapapun lihat saja bank, servernya tidak pernah tuh down, mereka berlapis-lapis,” ucap Fadli Zon.
Sebelumnya, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari membantah, terkait video viral yang menyebut server milih lembaga penyelenggara pemilu tersebut sudah diatur untuk memenangkan capres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Dengan demikian tidak benar tuduhan bahwa KPU sudah mensetting perolehan capres melalui sistem IT,” kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis 4 April 2019.
Hasyim menjelaskan, semua proses penghitungan suara dilakukan secara manual. Mulai dari di Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga KPU Provinsi dan KPU pusat.
Menurut dia, hasil scan dari formulir hasil penghitungan suara pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) atau C1 pun diunggah di website KPU. Sehingga, pada dasarnya hasil suara di TPS sudah diketahui dulu oleh publik, seperti saksi, panwas TPS, warga pemilih, pemantau, media dan lainnya.
”Semua pihak diberi kesempatan untuk mendokumentasikan hasil penghitungan suara dalam Form C1-Plano,” kata Hasyim.
“Puisi Fadli Ngeri! Saya baru ketemu model puisi seperti karya Fadli Zon. Pesan sangat tegas, tema pun aktual. Cara pengungkapan tidak keluar dari rima artinya masih dalam koridor puisi. ”
Demikian penilaian budayawan Betawi ‘Babe’ Ridwan Saidi dalam Sarasehan Budaya dan Peluncuran Buku Antologi Puisi Politik Fadli Zon “Ada Genderuwo di Istana” di Restoran Al Jazeerah, Polonia, di Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Senin (8/4/2019) lalu.
Dari situlah, kata Ridwan Saidi, kita kenali bahwa yang ditulis Fadli Zon adalah puisi. Karena kita sudah terbiasa dengan puisi yang pesannya tidak jelas, tema pun tidak kita pahami. Karena puisi-puisi tersebut penuh dengan metafora. Jadi kita hanya memperkira saja, jangan-jangan ini hanya puisi cinta, atau puisi renungan nasib diri. Tapi, begitu kita membaca judul puisi Fadli Zon, langsung kita berpapasan dengan politik.
“Apakah ini salah? Tidak ada yang salah dalam puisi, apalagi mempidanakan puisi. Tidak pernah terjadi dalam sejarah. ltulah keuntungan menggunakan puisi sebagai infrastruktur ungkapan perasaan. Berbeda dengan misalnya penulisan kolom. Fadli dengan sangat cerdik menggunakan infrastruktur puisi untuk membawa muatan ungkapan-ungkapan perasaan dia di bidang politik,” ungkap Babe, begitu ia akrab disapa.
Sejauh ini, lanjut Babe, banyak sekali puisi yang bernuansa romantis, dimana puisi-puisinya hanya mengisahkan hidup penyairnya dalam urusan pangan dan cintanya sendiri. Tapi Fadli berbeda, karena ia menulis puisi-puisi yang tercipta dari kejengkelan pada realita politik yang di dasarkan pada ketololan para pelakunya.
“Tolol itu endemik. Hampir tanpa waktu untuk inkubasi. Sebenarnya, Fadli itu orang yang ketakutan ketularan tolol. Perasaan dia tersiksa oleh panorama politik tolol. Itulah yang mendorong, dan memicu dia untuk melahirkan puisi. Dari sinilah keistimewaan Fadli. Puisinya pun gamblang dan bicara langsung apa adanya. Tidak berputarputar.”
Yang agak tersamar adalah sajak orang kaget. Tapi selebihnya kita mudah mencerna sajak-sajak Fadli. Ini yang mungkin disebut sebagai sajak milenial. Dia tetap sajak, tapi penampilannya kekinian. Kekinian itu artinya bicara sesuai konteks dan realita yang terjadi.
“Jika bicara pantun betawi yang sangat berterus terang, pantun betawi pun diringkas dari empat baris menjadi dua baris yang kita kenal dengan istilah cengcowakan. Misalnya begini:
‘apa itu di atas pagar
perut gue laper tahu”
Dikatakan Babe Ridwan, melihat perubahan seperti itu, kita tidak boleh marah. Karena ini adalah konsekuensi dari era cyber society, dimana orang tidak mau membuang waktunya untuk merenung dan euphemisme. Orang hanya mau terang-terangan langsung bicara pada persoalan. Tidak menggelap-gelapkan puisi dan terjebak pada phrase puitis. Ini yang bisa kita temukan dalam puisi-puisi Fadli.
“Ini menjadi salah satu tanda bahwa hari ini, orang-orang semakin malas untuk merenung. Tetapi kita tidak perlu cemas dalam keadaan seperti ini, karena ini hanya selintas saja. Dan orang-orang akan kembali pada kontemplasi karena renungan adalah matriks kehidupan,” jelas Babe.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meluncurkan antologi puisi bertajuk ‘Ada Genderuwo di Istana’. Acara peluncuran buku digelar di Aljazeerah Polonia, Jakarta Timur, Senin (8/4/2019).
Fadli mengatakan, ada 25 puisi yang dihimpun bertema puisi-puisi politik khususnya puisi dengan nada kritis terhadap pemerintah. “Antologi puisi yang diluncurkan diambil dari salah satu judul puisi ‘Ada Genderuwo di Istana’, karena kebetulan kita ingin mengusir ‘genderuwo’ di Istana,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
Menurutnya, puisi-puisi dalam ‘Ada Genderuwo di Istana’ disajikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris setebal 84 halaman. Dalam buku tersebut, dilampirkan pula kliping judul-judul berita yang menampilkan pemberitaan puisinya. Buku ini juga dilengkapi prolog yang ditulis oleh Rocky Gerung serta epilog yang ditulis oleh Ridwan Saidi.
“Saya menulis puisi lantaran sisi kebudayaan jarang disinggung. Kita tahu, tak ada peradaban tanpa ada budaya. Saya berharap budaya makin maju dan menjadi aset nasional. Puisi harus menjadi salah satu budaya yang dijaga sebagai aset nasional,” ucap Fadli.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu mengatakan, sering kali kita tidak melihat budaya dan kebudayaan itu sebagai satu kekayaan nasional. “Padahal justru sebenarnya budaya itu adalah aset atau kekayaan nasional yang sangat berharga. Karena di situ kita bisa membentuk identitas, jati diri, keberagaman, dan kebinekaan yang inheren dengan perjalanan sejarah bangsa,” jelas Fadli.
Peluncuran buku puisi “Ada Genderuwo di Istana” dimeriahkan oleh pembacaan puisi dari para tokoh, akademisi, seniman dan budayawan. Fahri Hamzah membacakan puisi berjudul “Arah Baru”, Ridwan Saidi membacakan puisi “Ada Genderuwo di Istana” dan puisi yang ia tulis sendiri berjudul “Rantai Sepeda Putus”. Sarasehan juga menghadirkan pembaca puisi Neno Warisman, Dipo Alang, Tio Pakusadewo, Sang Alang, Derry Sulaeman, Dahnil Anzar Simanjuntak, hingga penyair senior Jose Rizal Manua.
Turut membaca puisi para penyanyi Camelia Malik, Evi Tamala, dan Fitria Evi Sukaesih. Acara juga diramaikan dengan penampilan dari komedian Komeng, Lieus Sungkharisma: Fauzi Baadila, Mustofa Nahra, Abrory A Djabar, Linda Djalil, Nissa Rengganis, Peri Sandi dan Bode Riswandi.
Dalam orasinya, Ridwan Saidi menyinggung kalau puisi menjadi wadah efektif untuk ekspresi kritik terhadap pemerintah. Menurutnya, puisi-puisi Fadli Zon memuat pesan-pesan yang tegas dan aktual. “Puisi Fadli: Ngeri” tulis Ridwan Saidi dalam epilognya. Sementara, Rocky Gerung menulis prolognya, puisi-puisi fadli adalah cara interupsi yang cerdas.
“Tak harus estetik kriteria utama sebuah puisi. Yang utama adalah ia otentik. Artinya, ia harus tumbuh dari radikalitas rohani. Yaitu ekspresi jujur dari batin yang terganggu. Terganggu oleh ketakjujuran, terganggu oleh kemunafikan, terganggu oleh ketidakadilan. Watak puisi adalah memang subversi: terhadap kemapanan, terhadap kepongahan, bahkan terhadap kepastian. Karena itu, yang terucap dalam sebait puisi adalah ggumpalan kehendak yang menginginkan yang baru. Puisi adalah interupsi terhadap arogansi. Dan dengan itu ia menemukan jalan baru” tulis Rocky dalam prolognya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon curiga pihak Joko Widodo-Ma’ruf Amin membayar sejumlah lembaga survei.
Awalnya, dia mengatakan survei dari lembaga Puskaptis sesuai dengan survei internal BPN Prabowo-Sandiaga.
Pada survei Puskaptis, elektabilitas pasangan Jokowi-Ma’ruf 45,37 persen sementara Prabowo-Sandiaga 47,59 persen.
Fadli kemudian diminta pendapat mengenai survei tersebut yang berbeda dengan survei kebanyakan.
“Karena kan mayoritas survei itu mungkin dibayar oleh paslon 01, menjadi tim kampanye paslon 01 itu. seolah-olah independen,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Fadli mengaku sejak dulu kerap menantang lembaga survei untuk mengumumkan penyokong dananya.
Terlebih lagi jika lembaga survei tersebut juga menyediakan jasa sebagai konsultan politik.
Lembaga yang seperti itu dinilai berpotensi menggunakan survei sebagai propaganda.
“Sebisa mungkin mereka mencari cara untuk menjadikan hasil survei itu sebagai alat propaganda,” kata dia.
Ketidakpercayaan Fadli terhadap lembaga survei semakin menjadi setelah Pilkada DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Menurut dia pada saat itu lembaga survei meleset jauh dari hasil penghitungan akhir.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon meyakini aksi gebrak podium yang dilakukan Prabowo Subianto tidak akan menggerus elektabilitas.
Justru sebaliknya para pendukung akan semakin bersemangat memenangkan Prabowo-Sandiaga.
Sebelumnya, Prabowo Subianto menggebrak podium saat pidato kampanye di Yogyakarta, Senin (8/4/2019).
Lebih dari sekali Prabowo Subianto menggebrak podium saat membahas soal antek asing.
“Saya lihat pendukungnya malah semakin semangat. Karena mereka tahu ini lah pemimpin yang dibutuhkan, pemimpin yang tegas, yang tahu mau ke mana, dan tidak pura pura gitu,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (9/4/2019).
Fadli Zon mengatakan aksi yang dilakukan Prabowo tersebut bukan merupakan kemarahan.
Prabowo Subianto hanya bersemangat dalam berorasi.
“Itu ekspresif, pak Prabowo itu orangnya ekspresif dan tidak dibuat-buat. Jadi menurut saya itu gaya, dinamika panggung tadi,” katanya.
Fadli Zon mengatakan Mantan Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Khrushchev, pernah menggebrak meja menggunakan sepatu dalam Sidang Tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat pada 1960 silam.
“Ya biasa saja, biasa kok gebrak gebrak kaya begitu malah di PBB itu pernah ada Khrushchev, penah pakai sepatunya digebrak gebrakan ke panggung biasa saja itu. Malah itu jadi historikal moment,” katanya.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menggebrak podium saat berorasi di Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin (8/4/2019).
Hal itu dilakukan Prabowo saat berorasi menyinggung mengenai netralitas TNI dan Polri. Dari video yang beredar di sejumlah media, saat berpidato, Prabowo berpesan kepada tentara dan polisi yang masih aktif agar netral.
Ia berharap aparat tidak mengabdi kepada segelintir orang, apalagi antek asing.
“Hai adik-adikku, kau yang ada di tentara, polisi yang masih aktif. Ingat kau adalah tentara rakyat, kau polisi rakyat. Seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya dengan penuh semangat, disambut riuh massa pendukung.
“Kau tidak boleh mengabdi pada segelintir orang, apalagi membela antek-antek asing, apalagi kau bela antek-antek asing,” ucapnya sambil menggebrak podium. Gebrakan itu membuat pengeras suara yang menempel di podium terlepas.
Ketua DPW PPP Khittah DIY Syukri Fadholi dan Amien Rais yang berada di belakang Prabowo lantas maju menenangkan Prabowo.
Amien bahkan sempat mengelus pundak Prabowo.
“Cukup mereka khawatir. Tadi dibisikin ‘sabar-sabar’,” kata Prabowo.
Massa pendukungnya kemudian memberikan semangat kepada Prabowo dengan menyanyikan lagu “Naik-naik ke Puncak Gunung” yang liriknya diubah menjadi ‘Naik-naik Prabowo-Sandi, Turun-turun Jokowi’ Mendapatkan dukungan masyarakat yang memenuhi Stadion Kridosono, Prabowo mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Yogyakarta.
“Terima kasih rakyat Yogyakarta, kita harus merebut keadilan. Keadilan kebenaran tidak akan jatuh dari langit. Setiap insan harus berani menegakkan dan meraih keadilan,” katanya.
Prabowo mengajak pendukungnya pada 17 April nanti untuk ikut menjaga TPS agar tidak ada kecurangan.
“Lihat jangan sampai tuyul ikut nyoblos. Jangan sampai ada hantu-hantu ikut nyoblos. Sanggup? Berani?” ucapnya disambut teriakan massa.
Survei lembaga Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menyebut elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengungguli pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin jelang Pemilu. Hal itu disebut sejalan dengan survei Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi.
Survei lembaga Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menyebut elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengungguli pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin jelang Pemilu. Hal itu disebut sejalan dengan survei Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi.
Mengenai hasilnya yang berbeda dengan mayoritas survei lain, dia menilai mereka kebanyakan dibayar oleh kubu Jokowi-Ma’ruf. Dia menantang kubu Jokowi mengumumkan hal itu.
“Ya kan mayoritas survei dibayar oleh paslon 01, menjadi tim kampanye paslon 01 itu. Seolah-olah independen, itu yang saya tantang. Declare dong,” ujar Fadli.
Menurut politikus Partai Gerindra ini, banyak lembaga survei merupakan konsultan politik. Mereka dianggap banyak melakukan propaganda politik terhadap masyarakat.
“Ada yang mengatakan seperti dari SMRC bahwa mereka juga sebagai konsultan politik. Konsultan politik kan berbeda fungsinya dengan lembaga survei. Tapi mereka menjadikan lembaga survei ini alat propaganda, alat propaganda untuk memenangkan paslon yang didukung olehnya,” ucapnya.
Sebelumnya Puskaptis mengatakan, Prabowo dan pasangannya dipilih dengan tingkat keterpilihan 47,56 persen, sedangkan Jokowi dan rekan duetnya, 45,2 persen. Artinya, keungggulan Prabowo dan Jokowi hanya 2,14 persen.
“Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan respons publik sebesar 47,59 persen, sedangkan pasangan nomor urut 01 (Jokowi-Ma’ruf), mendapat suara 45,37 persen, belum menentukan 7,04 persen,” ucap Direktur Eksekutif Puskaptis, Husin Yazid kepada wartawan, Senin 8 April 2019.
Gaya orasi Prabowo Subianto tersebut, menurut Fadli Zon sudah selevel dengan dengan gaya pidato Soekarno. Prabowo pidato berapi-api dan tanpa teks.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon menilai bahwa aksi calon Presiden Prabowo Subianto gebrak podium merupakan bagian dari gaya orasi. Aksi tersebut merupakan bentuk semangat Prabowo dalam berkampanye.
Sebelumnya, Prabowo menggebrak podium saat pidato kampanye di Yogyakarta, pada Senin (8/4/2019). Lebih dari sekali Prabowo menggebrak podium saat membahas soal antek asing.
“Kalau style begitu, kan semangat gitu. Beliau itu orator jadi enggak dibuat buat, enggak direncanakan mau gebrak gebrak itu tidak direncanakan. Jadi itu bagian dari sebuah dinamika panggung yah,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (9/3/2019).
Menurut Wakil Ketua Umum Gerindra itu, apa yang dilakukan Prabowo tersebut spontan. Prabowo merasa nyaman dengan kampanyenya tersebut.
“Spontanitas, itu namanya dinamika panggung. Itu berarti Pak Prabowo merasa at home dan merasa komunikatif dengan para audiens. Kan sekarang beliau, kalau komunikasi satu orang saja, bisa diajak ngomong di antara puluhan ribu ratusan ribu orang bisa begitu,” katanya.
Gaya orasi Prabowo tersebut, menurut Fadli sudah selevel dengan dengan gaya pidato Soekarno. Prabowo pidato berapi-api dan tanpa teks.
“Saya kira enggak ada yang menandingi lah, gaya Prabowo ini saya kira sudah selevel dengan gayanya Bung Karno, tanpa teks lagi. Bung Karno luar biasa hebatnya, tapi ada beberapa Bung Karno merencanakan itu dengan pakai teks gitu,” pungkasnya.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, Fadli Zon, menyinggung aksi pemimpin Uni Soviet Nikita Krushchev di sidang Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 1960. Hal ini disampaikan Fadli sekaligus menanggapi aksi gebrak mimbar yang dilakukan Prabowo saat pidato kampanye di Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin kemarin, 8 April 2019.
Menurut Fadli, aksi gebrak podium yang dilakukan Prabowo itu merupakan spontanitas, bentuk ekspresi, dan dinamika panggung. Dia pun menyebut aksi Prabowo itu sebagai hal yang biasa saja.
“Ya biasa saja, biasa kok gebrak-gebrak kaya begitu malah di PBB itu pernah ada Krushchev pakai sepatunya digebrak-gebrakan ke panggung, biasa saja itu. Malah itu jadi historycal moment,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 9 April 2019.
Aksi gebrak meja Krushchev yang dimaksud Fadli terjadi saat sidang umum PBB ke-15 pada 12 Oktober 1960. Dalam sidang itu, Krushchev beradu pendapat dengan kepala delegasi Filipina Lorenzo Sumulong. Kruschchev emosional lantaran Sumulong menyindir Uni Soviet sebagai negara penjajah. Namun, ada versi lain yang menyebut Krushchev tak membanting sepatunya di mimbar, melainkan di meja delegasi.
Adapun Prabowo tampak pidato dengan berapi-api saat berkampanye di Stadion Kridosono, Yogyakarta. Prabowo juga berulang kali menggebrak mimbar tempatnya berpidato dengan keras ketika mulai menyinggung tentang peranan aparat negara khususnya tentara dan polisi.
“Hai, adik-adikku, Kau yang ada di tentara dan kepolisian yang masih aktif, ingat Kau adalah tentara rakyat!” ujar Prabowo dengan suara tinggi.
Prabowo mengungkapkan bahwa tentara dan polisi seharusnya bisa menjadi aparatur negara yang mengabdi semata kepada rakyat. “Kau adalah polisinya rakyat, seluruh rakyat Indonesia. Kau tidak boleh mengabdi kepada segelintir orang, apalagi sampai kau membela antek-antek asing, apalagi kau bela-bela antek-antek…” ujar Prabowo sembari menggebrak mimbar pidatonya berulangkali di tengah makin riuhnya teriakan massa.
Di sela kalimat Prabowo yang terputus di akhir itu, politikus senior Partai Amanat Nasional Amien Rais serta tokoh PPP Yogya Syukri Fadholi yang awalnya duduk di belakang Prabowo, sontak maju mendekati dan menenangkan pendiri Partai Gerindra itu.