Blog

Gerindra: KPK Harus Tangkap Pemberi Suap Politisi

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra mendukung segala usaha dan upaya memberantas penyakit korupsi di Indonesia. Korupsi, bagi Gerindra, merupakan wabah penyakit menular dan laten yang harus disembuhkan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon berharap kepada KPK, penahanan terhadap 19 politisi harus didasarkan pada fakta hukum, jangan kemudian dianggap publik seakan menjadi alat politik.

“Untuk itu perlu diungkap, siapa pemberi suap dan para perantaranya. Jika penyuap tak dapat disentuh, maka wajar kalau KPK dianggap tebang pilih dan menjadi instrumen politik,” kata Fadli Zon kepada tribun, Minggu (30/01/2011).

Dikatakan, usaha KPK ini juga harus segera diikuti penyidikan terhadap kasus-kasus korupsi lain yang jauh lebih besar seperti Gayus dan Bank Century.

Fadli menegaskan, KPK juga harus mengusut kasus-kasus dugaan korupsi yang dilakukan politisi partai yang berkuasa dalam kasus lain.

“Bila itu dilakukan, barulah kita bisa berharap pemberantasan korupsi memang serius dilakukan. Dan tidak ada kesan, KPK dalam menjalankan tugasnya, terkesan tebang pilih, diintervensi politik oleh penguasa,” Fadli Zon menandaskan.

Sekjend HKTI : Pemerintah Gagal Swasembada Beras

Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadlizon mengatakan, pemerintah belum mampu melakukan kebijakan pertanian secara nasional, terkait dengan swasembada beras. “Buktinya, pada 2010 misalnya, Indonesia belum mampu swasembada beras dan bahkan melakukan kegiatan impor beras hingga 1,8 juta ton,” katanya di Denpasar, Jumat (28/01).

Pada pembukaan musyawarah daerah (Musda) ke-6 DPD HKTI Bali itu, Fadlizon mengatakan, peningkatan angka impor beras ini memang berbeda dengan data yang disajikan pemerintah karena sifatnya sangat politis. “Pernah suatu saat Menteri Pertanian menjelaskan bahwa Indonesia hanya impor sekitar 600 ribu ton. Tetapi HKTI langsung kontak organisasi petani yang ada di Vietnam, ternyata menurut penjelasan dari organisasi petani Vietnam, angkanya naik hingga 1,8 juta ton. Ini menjadi beban tersendiri karena kebijakan nasional pertanian Indonesia belum tepat sasaran,” katanya.

Ia mengatakan, angka impor beras yang meningkat tersebut terjadi karena pemerintah kurang mampu melakukan manajemen beras yang baik. Dikatakan, kebijakan anggaran untuk pertanian juga sangat tidak mendukung. Anggaran untuk pertanian saat ini hanya Rp16 triliun atau tidak lebih dari 2 persen dari total APBN yakni sebesar Rp1.200 triliun. “Minimal anggaran untuk pertanian naik hingga 15 persen untuk mampu mengoptimalkan sektor pertanian, bukan sebaliknya. Bila sektor pendidikan meningkat hingga 20 persen, kenapa sektor pertanian harus berada di bawah dua persen,” katanya.

Meningkatkan anggaran di sektor pertanian mutlak diperlukan, karena hingga saat ini sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani yang jumlahnya mencapai 50 hingga 70 persen. Fadlizon juga menyoroti kebijakan sektor pertanian yang sama sekali belum terintegrasi. Pemerintah Indonesia belum mampu mengintegrasikan kebijakan pertanian. Pupuk untuk pertanian misalnya, berada di bawah Kementerian Perindustrian, irigasi di bawah Kementerian PU, pemasaran produk pertanian berada di bawah Kementerian perdagangan.

Pemerintah, menurutnya perlu belajar dari beberapa negara lain yang sudah menerapkan kebijakan ketahanan pangan nasional secara terintegrasi. Kebijakan yang tidak terintegrasi merupakan biang kegagalan upaya pemerintah meningkatkan sektor pertanian. “Belum lagi pertanian Indonesia yang harus menghadapi anomali cuaca selama ini yang tidak menentu, produk pertanian yang kian merosot, di samping harga barang pertanian yang terus melonjak,” katanya.

HKTI Prabowo akan Gugat Usman Sapta

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang dipimpin Prabowo Subianto akan menggugat Usman Sapta Odang karena dianggap telah menggunakan nama organisasi para petani itu secara ilegal.

“Usman Sapta yang menggelar Musyawarah Nasional HKTI di Hotel Aston Bali adalah inkonstitusional dan bertentangan dengan AD/ART HKTI yang legal,” kata Sekjen Dewan Nasional HKTI Fadli Zon disela Musda ke-6 HKTI Bali di Denpasar, Jumat.

Rencananya, kata dia, awal Februari 2011, HKTI Prabowo akan melakukan gugatan terhadap Usman Sapta Odang dan seluruh pengurus HKTI bentukannya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

“Kami tidak akan main-main dengan hukum. Maka dari itu Kementerian Hukum dan HAM harus berani bersikap, yaitu menolak pendaftaran ormas HKTI versi Usman Sapta,” katanya.

Informasi yang didapatnya, HKTI versi Usman Sapta telah mendaftarkan ke Menkumham dengan izin notaris yang tidak sah. Karena itu pihaknya akan menghubungi Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar untuk mengecek kebenaran tersebut.

Ia mengatakan, HKTI di bawah kepemimpinan Usman Sapta sangat bernuansa politik yang ingin memperalat HKTI untuk kepentingan politik tertentu.

“HKTI tidak boleh dibawa ke ranah politik, karena HKTI adalah organisasi masyarakat dengan tujuan meningkatkan taraf hidup para petani di seluruh Indonesia,” katanya.

Menurut dia, HKTI harus berada di atas partai politik dan organisasi milik pemerintah mana pun, karena HKTI murni organisasi masyarakat, bukan organisasi pemerintah.

Ia menegaskan bahwa HKTI pimpinan Prabowo adalah adalah organisasi yang resmi karena dipilih dalam Munas yang dihadiri pengurus 29 provinsi dan empat pengurus provinsi lainnya menyatakan mundur.

“Usman Sapta Odang itu bukan anggota HKTI sebelumnya. Kemudian dia membuat munas lanjutan dan mencalonkan diri menjadi ketua umum. Kami sungguh menyesal atas tindakan Usman Sapta yang sangat gegabah dan kekanak-kanakan,” ucapnya.

Saat munas di Bali, katanya, Usman Sapta tidak diundang tetapi tiba-tiba saja dia hadir. Sebenarnya, HKTI yang resmi tidak mau ada kekisruhan secara organisasi karena semakin banyak orang yang bergabung untuk mengurus petani akan semakin baik.

Tetapi hadirnya Usman Sapta, kata dia, membuat HKTI kisruh dan tidak efektif. Hal ini harus diakui karena HKTI saat ini sedang dilirik oleh banyak partai politik agar HKTI bisa dijadikan alat politik tertentu.

Impor Beras Tahun 2010 Capai 1,8 Juta Ton

Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (KHTI) Fadli Zon mengatakan, Pemerintah Indonesia belum mampu melakukan kebijakan pertanian secara nasional terkait dengan swassembada beras.

Buktinya, tahun 2010 misalnya, Indonesia masih melakukan impor beras hingga 1,8 juta ton.

“Pernah suatu saat Menteri Pertanian menjelaskan, Indonesia hanya impor sekitar 600 ribu ton. Tetapi HKTI langsung kontak organisasi petani yang ada di Vietnam, ternyata menurut penjelasan dari organissi petani Vietnam, angkanya naik hingga 1,8 juta ton. Ini menjadi beban tersendiri karena kebijakan nasional pertanian Indonesia belum tepat sasar,” ujarnya saat membuka Musda ke-6 DPD HKTI Bali di Wisma Sabha Renon Denpasar, Jumat (28/1).

Peningkatan angka impor beras ini memang berbeda dengan data yang disajikan pemerintah karena sifatnya sangat politis. Angka impor beras yang meningkat tersebut terjadi karena pemerintah kurang mampu melakukan manajemen beras yang baik.

Kebijakan anggaran untuk pertanian juga sangat tidak mendukung. Anggaran untuk pertanian saat ini hanya Rp16 triliun atau tidak lebih dari 2% dari total APBN. “Minimal anggaran untuk pertanian naik hingga 15%, bukan sebaliknya. Bila sektor pendidikan meningkat hingga 20%, kenapa pertanian harus berada di bawah 2%?,” tanyanya.

Meningkatkan anggaran di sector pertanian mutlak diperlukan karena hingga saat ini sebagain besar rakyat Indonesia adalah petani yang jumlahnya mencapai 50% hingga 70% penduduk.

Politisi Gerindra ini juga menyoroti kebijkan sektor pertanian yang sama sekali belum terintegrasi. Pemerintah Indonesia belum mampu mengintegrasikan kebijakan pertanian. Pupuk untuk pertanian, misalnya, berada dibawah Kementerian Perindustrian, Irigasi di bawah Kementerian PU, pemasaran produk pertanian berada di bawah Kementerian perdagangan.

Dikatakan, Indonesia perlu belajar dari beberapa negara lainya yang sudah menerapkan kebijakan ketahanan pangan nasional secara terintegrasi. Kebijakan yang tidak terintegrasi tersebut merupakan biang kegagalan upaya pemerintah untuk meningkatkan sektor pertanian.

Belum lagi pertanian Indonesia yang harus menghadapi anomali cuaca yang membuat produk pertanian kian merosot, di samping harga barang pertanian yang terus melonjak.

Anggaran Minim, RI Tidak Mungkin Bisa Swasembada Beras

Kebijakan pemerintah yang hanya mengalokasikan anggaran di sektor pertanian sebesar Rp16 triliun atau dua persen dari total APBN, sulit diharapkan bisa membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 2011.

Minimnya anggaran untuk pertanian untuk tahun ini yang hanya Rp16 triliun atau tidak lebih dari dua persen dari total APBN yakni sebesar Rp1.200 triliun, sangat disayangkan Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Fadli Zon. Berdasar perhitungannya, untuk bisa memajukan pertanian di Indonesia, maka minimal anggaran pertanian harus dinaikkan hingga 15 persen sehingga mampu mengoptimalkan sektor pertanian, bukan malah sebaliknya.

“Bila sektor pendidikan meningkat hingga 20 persen, kenapa sektor pertanian harus berada dibawah dua persen,” kata Fadli disela-sela Musda keenam HKTI Bali di Gedung Wisma Sabha, Denpasar, Jumat (28/01/2011).

Menurut dia, peningkatkan anggaran di sektor pertanian mutlak diperlukan sebab hingga saat ini sebagain besar rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya di pertanian bahkan berdasar catatannya saat ini jumlah petani mencapai 50 hingga 70 persen dari jumlah penduduk.

Kecilnya anggaran tersebut kata dia menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu merumuskan kebijakan pertanian secara nasional terkait Swasembada beras.

Dia menunjukkan bukti pada tahun 2010 lalu, Indonesia ternyata belum mampu mewujudkan swasembada beras. Bahkan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok dalam negeri, kegiatan impor beras mencapai 1,8 juta ton.

Ditambahkan Fadli, suatu kali usai Menteri Pertanian memaparkan bahwa kegiatan  impor beras jumlahnya sekira 600 ribu ton, namun setelah HKTI mengontak organisasi petani di Vietnam, ternyata angkanya jauh lebih tinggi sebesar 1,8 juta ton.

Masih tingginya impor beras itu, sambung dia, tentunya menjadi beban tersendiri karena kebijakan nasional pertanian Indonesia belum tepat sasaran. Peningkatan angka impor beras tersebut sangat berbeda dibanding data versi pemerintah sebab sifatnya lebih politis.

Tingginya angka impor beras tersebut dinilai karena pemerintah belum mampu membuat manajemen beras yang baik dan terintegrasi, kondisi itu diperparah dengan Kebijakan anggaran pertanian juga tidak mendukung.

“Pemerintah belum mampu mengintegrasikan kebijakan pertanian, misalnya pupuk untuk pertanian berada dibawah Kementerian Perindustrian, Irigasi dibawah Kementerian PU dan kebijakan lainnya,” ujar dia.

Kebijakan yang tidak terintegrasi merupakan sumber kegagalan pemerintah dalam pembangunan pertanian. Selain itu, tantangan dihadapai pertanian Indonesia  adalah anomali cuaca yang tidak menentu belakangan ini mengakibatkan produk pertanian merosot serta melonjaknya harga barang pertanian.

Pemerintah Dinilai Belum Terapkan Kebijakan Pertanian Nasional

Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadlizon mengatakan, pemerintah belum mampu melakukan kebijakan pertanian secara nasional, terkait dengan swasembada beras. “Buktinya, pada 2010 misalnya, Indonesia belum mampu swasembada beras dan bahkan melakukan kegiatan impor beras hingga 1,8 juta ton,” katanya di Denpasar, Jumat (28/1).

Pada pembukaan musyawarah daerah (Musda) ke-6 DPD HKTI Bali itu, Fadlizon mengatakan, peningkatan angka impor beras ini memang berbeda dengan data yang disajikan pemerintah karena sifatnya sangat politis. “Pernah suatu saat Menteri Pertanian menjelaskan bahwa Indonesia hanya impor sekitar 600 ribu ton. Tetapi HKTI langsung kontak organisasi petani yang ada di Vietnam, ternyata menurut penjelasan dari organisasi petani Vietnam, angkanya naik hingga 1,8 juta ton. Ini menjadi beban tersendiri karena kebijakan nasional pertanian Indonesia belum tepat sasaran,” katanya.

Ia mengatakan, angka impor beras yang meningkat tersebut terjadi karena pemerintah kurang mampu melakukan manajemen beras yang baik. Dikatakan, kebijakan anggaran untuk pertanian juga sangat tidak mendukung. Anggaran untuk pertanian saat ini hanya Rp 16 triliun atau tidak lebih dari 2 persen dari total APBN yakni sebesar Rp 1.200 triliun.

“Minimal anggaran untuk pertanian naik hingga 15 persen untuk mampu mengoptimalkan sektor pertanian, bukan sebaliknya. Bila sektor pendidikan meningkat hingga 20 persen, kenapa sektor pertanian harus berada di bawah dua persen,” katanya.

Meningkatkan anggaran di sektor pertanian mutlak diperlukan, karena hingga saat ini sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani yang jumlahnya mencapai 50 hingga 70 persen. Fadlizon juga menyoroti kebijakan sektor pertanian yang sama sekali belum terintegrasi. Pemerintah Indonesia belum mampu mengintegrasikan kebijakan pertanian. Pupuk untuk pertanian misalnya, berada di bawah Kementerian Perindustrian, irigasi di bawah Kementerian PU, pemasaran produk pertanian berada di bawah Kementerian perdagangan.

Pemerintah, menurutnya perlu belajar dari beberapa negara lain yang sudah menerapkan kebijakan ketahanan pangan nasional secara terintegrasi. Kebijakan yang tidak terintegrasi merupakan biang kegagalan upaya pemerintah meningkatkan sektor pertanian. “Belum lagi pertanian Indonesia yang harus menghadapi anomali cuaca selama ini yang tidak menentu, produk pertanian yang kian merosot, di samping harga barang pertanian yang terus melonjak,” katanya.

Gerindra Minta KPK Periksa Ketua DPR

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua DPR Marzuki Alie, terkait pernyataan keluarnya dana rencana pembangungan gedung baru sebesar Rp18 miliar.

“Ketua DPR itu seharusnya diperiksa KPK. Pasalnya, dia pernah menyatakan sudah keluar dana 18 miliar rupiah. Tapi, satu batu bata pun belum ada. Belum lagi ternyata 18 miliar itu adalah dana untuk jasa konsultasi. Masa konsultasi saja sampai harus mengeluarkan biaya sebesar itu,” seru Fadli saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (23/1).

Fadli juga meminta Marzuki tetap konsekuen dengan pernyataannya untuk membatalkan rencana pembangunan gedung baru DPR, jika ada satu partai yang menolak.

“Kami tetap konsisten menolak. Dan Pak Marzuki juga harus konsekuen. Dia pernah mengatakan kalau ada satu partai yang menolak maka rencana pembangunan gedung baru DPR akan dibatalkan,” tukas Fadli.

Disinggung rumor adanya bagi-bagi proyek dalam rencana pembangunan gedung baru DPR , Fadli tak menampiknya. Ia mengaku memang pernah mendengarnya, hanya saja hal itu sulit dibuktikan.

Yang pasti Fadli menegaskan Gerindra tetap dalam posisinya menolak rencana pembanguna gedung baru DPR. “Saat Rakernas, Ketua Dewan Pembina DPP, Pak Prabowo melontarkan secara tegas kalau sampai ada anggota partai Gerindra yang setuju (gedung baru DPR) dipersilahkan untuk keluar,” tutur Fadli.

“Sejauh ini, saya sendiri belum mendengar ada anggota partai kami yang didekati dan ditawari sejumlah imbalan untuk memberikan persetujuan rencana pembangunan gedung baru DPR,” lanjutnya.

Gerindra sudah dua kali melayangkan surat penolakan kepada pimpinan DPR, tapi rencana pembangunan gedung baru akan terus berlanjut.

Gaji Presiden Tak Perlu Naik, Kinerja Yang Ditingkatkan

Presiden SBY curhat soal gajinya yang tidak naik selama 7 tahun. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai gaji presiden tidak perlu naik. Justru kinerja presiden yang harus ditingkatkan.

‎​”Saya kira gaji bukanlah persoalan serius apalagi kalau dikaitkan dengan kinerja. Gaji Presiden tak perlu dinaikkan. Kinerja yang perlu ditingkatkan,” ujar Fadli kepada detikcom, Sabtu (22/1/2011) malam.

Fadli menambahkan justru seharusnya saat himpitan ekonomi seperti sekarang, mestinya Presiden bisa memberi inspirasi. Bukan malah curhat soal kenaikan gaji.

“Sekarang ini APBN kita banyak terpakai untuk gaji dan biaya rutin, rakyat tidak merasakan manfaatnya,” tegas dia.

Fadli meminta presiden SBY meniru para negarawan lain. Misalnya Presiden Venezuela Hugo Chavez yang menghibahkan gajinya untuk beasiswa. “SBY bisa hibahkan gajinya untuk korban bencana alam seperti mentawai atau merapi,” jelasnya.

Selain itu Fadli menilai biaya protokol yang berlebihan juga harus dipangkas. SBY harus lebih berhemat. “Yang perlu dihemat juga biaya protokol yang berlebihan, biaya kunjungan ke luar
negeri yang tak perlu,” tutup Fadli.

Sebelumnya dalam Rapim TNI/Polri Presiden SBY mengaku sudah sekitar 7 tahun ini gajinya belum naik. “Sampaikan ke seluruh jajaran TNI/Polri, ini tahun ke-6 atau ke-7 gaji Presiden belum naik,” ujar SBY dalam pidato pada Rapim TNI dan Polri di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (21/1).

Ucapan SBY ini spontan saja membuat prajurit TNI dan Polri yang hadir tertawa. SBY menuturkan, kesejahteraan prajurit TNI dan anggota Polri yang diberikan pemerintah bukan retorika dan janji-janji kosong. Tiap tahun, kedua lembaga itu diperhatikan pemerintah dengan menaikkan gaji.

“Soal kesejahteraan prajurit dan anggota Polri, ini bukan retorika dan janji-janji kosong, bukan kebohongan. Tiap tahun kita naikkan gaji dan lain-lain. Renumerasi sudah diberikan untuk meningkatkan kerja dan prestasi,” kata SBY.

Petani Harus Berpolitik Agar Tak Dibohongi

Kalangan petani mempunyai hak untuk berpolitik. Hal ini perlu dilakukan agar petani tidak selalu dimanfaatkan pada saat pilkada ataupun pemilu.

“Politiknya politik pertanian, kalau petani tidak berpolitik ya mereka hanya menjadi obyek di dalam pilkada di dalam pemilu. Politik petani adalah politik pertanian bagaimana ada alokasi anggaran yang besar kepada petani,” kata Sekjen HKTI Fadli Zon sela-sela acara Rakernas Gerindra di Hotel Redtop, Jakarta, Sabtu (15/1/2011).

Hal ini menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta petani dan nelayan tidak boleh ditarik kepada kelompok politik tertentu.

Petani boleh berpolitik, lanjutnya agar ada alokasi anggaran yang besar bagi pertanian. “Masak sekarang alokasi pertanian melalui Kementerian Pertanian hanya 1,6 triliun,” jelasnya.

Dia menganggap anggaran sebesar itu terlalu kecil mengingat Indonesia merupakan negara agraris. “Rp1,6 triliun itu kan kurang dari 1,5 persen padahal negara kita adalah negara agraris. Harusnya anggaran pertanian itu 10 persen kalau bisa 20 persen anggaran pertanian seperti anggaran pendidikan,” imbuhnya.

Gerindra: Kinerja Menteri Cuma Pencitraan

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra mendukung rencana Presiden SBY bila ingin melakukan perombakan kabinet (reshuffle). Reshuffle dianggap kebijakan presiden yang patut dilakukan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

“Untuk meningkatkan kepercayaan publik, pemerintah harus lakukan reshuffle. Jangan kemudian didasari jatah partai. Yang masuk dikabinet haruslah orang-orang yang mumpuni,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon di DPR, Senin (11/01/2011).

Fadli menilai, saat ini hampir semua menteri belum ada yang bekerja, berbuat untuk rakyat. Yang ada, kata Fadli, hanya kinerja untuk pencitraan saja.

“Berbuat tidak untuk rakyat, tidak terlalu banyak yang terasa, lebih nanyak pencitraan.Hanya laporan tertulis, angka-angka. Tidak diraskan rakyat. Pencitraan seolah-oleh itu kebenaran,” sindir Fadli.

Bila reshuffle dilakukan, Fadli kemudian menyarankan kepada Presiden SBY untuk meniru mantan Presiden Soeharto yang tak perlu melakukan fit and propertest kepada para calon mentrinya ketika itu. Dan reshuffle, katanya lagi, didasari karena kemampuan seseorang, bukan atas intervensi partai politik.

Dalam kesempatan itu, orang dekat Prabowo Subianto ini juga mengkritik keberadaan Setgab koalisi pemerintah. Meski keberadaan Setgab itu sah, namun fungsinya seakan mengebiri lembaga DPR, khususnya para anggota fraksi pendukung pemerintah.

“Setgab sah-sah saja, dianggap sebagai bagian untuk konsolidasi. Namun, Setgab seperti pisau bermata dua. Kalau jelek, kemudian dilakukan transkaksi. Setgab juga seakan mengkerdilkan fungsi DPR,” tegasnya.

Yang terjadi di DPR, kata Fadli lagi, seakan mengedepankan budaya politik yang  jauh dari harapan demokrasi. Ia kemudian mencontohkan soal mekanisme votting yang seharsnya  tidak boleh tertutup.

“Harusnya kepada orang (voting) terbuka. Dan cara-cara lobi setengah kamar seharusnya juga dihindari,” ujarnya.