Sekjend HKTI : Pemerintah Gagal Swasembada Beras

Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadlizon mengatakan, pemerintah belum mampu melakukan kebijakan pertanian secara nasional, terkait dengan swasembada beras. “Buktinya, pada 2010 misalnya, Indonesia belum mampu swasembada beras dan bahkan melakukan kegiatan impor beras hingga 1,8 juta ton,” katanya di Denpasar, Jumat (28/01).

Pada pembukaan musyawarah daerah (Musda) ke-6 DPD HKTI Bali itu, Fadlizon mengatakan, peningkatan angka impor beras ini memang berbeda dengan data yang disajikan pemerintah karena sifatnya sangat politis. “Pernah suatu saat Menteri Pertanian menjelaskan bahwa Indonesia hanya impor sekitar 600 ribu ton. Tetapi HKTI langsung kontak organisasi petani yang ada di Vietnam, ternyata menurut penjelasan dari organisasi petani Vietnam, angkanya naik hingga 1,8 juta ton. Ini menjadi beban tersendiri karena kebijakan nasional pertanian Indonesia belum tepat sasaran,” katanya.

Ia mengatakan, angka impor beras yang meningkat tersebut terjadi karena pemerintah kurang mampu melakukan manajemen beras yang baik. Dikatakan, kebijakan anggaran untuk pertanian juga sangat tidak mendukung. Anggaran untuk pertanian saat ini hanya Rp16 triliun atau tidak lebih dari 2 persen dari total APBN yakni sebesar Rp1.200 triliun. “Minimal anggaran untuk pertanian naik hingga 15 persen untuk mampu mengoptimalkan sektor pertanian, bukan sebaliknya. Bila sektor pendidikan meningkat hingga 20 persen, kenapa sektor pertanian harus berada di bawah dua persen,” katanya.

Meningkatkan anggaran di sektor pertanian mutlak diperlukan, karena hingga saat ini sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani yang jumlahnya mencapai 50 hingga 70 persen. Fadlizon juga menyoroti kebijakan sektor pertanian yang sama sekali belum terintegrasi. Pemerintah Indonesia belum mampu mengintegrasikan kebijakan pertanian. Pupuk untuk pertanian misalnya, berada di bawah Kementerian Perindustrian, irigasi di bawah Kementerian PU, pemasaran produk pertanian berada di bawah Kementerian perdagangan.

Pemerintah, menurutnya perlu belajar dari beberapa negara lain yang sudah menerapkan kebijakan ketahanan pangan nasional secara terintegrasi. Kebijakan yang tidak terintegrasi merupakan biang kegagalan upaya pemerintah meningkatkan sektor pertanian. “Belum lagi pertanian Indonesia yang harus menghadapi anomali cuaca selama ini yang tidak menentu, produk pertanian yang kian merosot, di samping harga barang pertanian yang terus melonjak,” katanya.