Blog

Fadli Zon: Tidak ada Kebijakan yang Melindungi Petani

Fadli Zon: Tidak ada Kebijakan yang Melindungi Petani

Fadli Zon Tidak ada Kebijakan yang Melindungi Petani

Jakarta: Kenaikan harga bawang merah dan bawang putih yang sangat drastis merupakan kegagalan pemerintah dalam pengurusan izin impor. Kegagalan itu disebabkan oleh mismanajemen pemerintah. Hal ini dikatakan Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Fadli Zon dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (16/3).

“Secara normatif prosedural, semuanya berjalan normal. Tapi dalam praktik, kita tidak tahu ada apa di balik itu. Sekarang belum atau tidak tertangkap tangan,” ujar Fadli.

Fadli juga mengatakan, saat ini tidak ada kebijakan yang benar-benar melindungi petani domestik. “Kalau mau melindungi petani tentu dengan meningkatkan produksi bawang merah dan bawang putih. Kalau kita mau, ini sangat mungkin,” jelas Fadli.

Fadli menegaskan, saat ini pihak luar hanya ingin menjadikan Indonesia sebagai pasar. “Yang diuntungkan adalah mereka yang menentukan siapa importirnya,” tegas Fadli. Fadli menduga memang ada mafia impor di negeri ini. Dia bekerja sama dengan siapa? “Biasanya dengan si pengambil keputusan. Itu siapa? Harus dijawab!” tanya Fadli.

HKTI: Ini Kegagalan Bagi Kementrian Pertanian

HKTI: Ini Kegagalan Bagi Kementrian Pertanian

HKTI Ini Kegagalan Bagi Kementrian Pertanian

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyatakan, mahalnya harga bawang adalah akibat ulah spekulan yang ingin mengambil keuntungan semata. Hal ini pun membuktikan pemerintah telah gagal.

“Itu usaha untuk mengambil keuntungan, ini suatu kegagalan bagi Kementrian Pertanian (Kementan) dalam mengelola Rekomondasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) yang memang terlambat. Nah ini yang menjadi pertanyaan,” kata Sekjen HKTI Fadli Zon dalam acara Polemik Sindo Trijaya Network dengan Topik “Bawang Antara Cerita & Derita” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (16/3/2013).

Fadli menambahkan, Indonesia sudah terlalu tergantung pada impor, alhasil, pemerintah tidak bisa mengatasai masalah bawang ini. “Kita belum bisa meningkatkan produksi, kita selalu tergantung pada impor,” ungkapnya.

Fadli berharap, masalah ini bisa di atasi dengan menambah sentra-sentra bawang di seluruh kota.

Fadli Zon: Mafia Permainkan Harga Bawang di Tanah Air

Fadli Zon: Mafia Permainkan Harga Bawang di Tanah Air

Fadli Zon Mafia Permainkan Harga Bawang di Tanah Air

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon menduga adanya permainan mafia impor dibalik melambungnya bawang merah di pasar.

“Kalau dilihat memang ada mafia impor,” ujar Fadli Zon dalam dialog Polemik bertajuk ‘Bawang, antara Cerita dan Derita’ yang digelar di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/3/2013).

Fadli Zon yang merupakan politisi dari Partai Gerindra ini meyakini pada tataran Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian memang semua berjalan dengan baik.

Tetapi Fadli Zon menegaskan permainan para mafia impor ini justru pada level teratas, bekerjasama dengan para pengambil kebijakan atau izin soal impor.

“Saya percaya P2HP itu normatif dan normal. Tapi keputusan akhir itu siapa? Proses tender dan sebagainya itu ada peran kekuasaan,” kata Fadli Zon.

Fadli Zon juga menilai banyak penyimpangan yang terjadi ketika proses tender dilakukan. Meski bendera perusahaan yang menjadi peserta tender banyak, hingga mencapai ratusan, Fadli mensinyalir kepemilikan perusahaan tersebut hanya segelintir saja.

“Banyak bendera tapi sbnrnya dia-dia juga. Ini terjadi di gula, bawang dan lainnya. Memang belakangan ini banyak yang ikut sampai 150. Tapi perlu dicek. Khawatirnya 150 bendera, tapi pemiliknya segelintir,” kata Fadli Zon.

Fadli Zon: Presiden Keluhkan Kebijakannya Dijegal Direktur

Fadli Zon: Presiden Keluhkan Kebijakannya Dijegal Direktur

Fadli Zon Presiden Keluhkan Kebijakannya Dijegal Direktur

Partai Gerindra mengungkapkan pertemuan antara Presiden SBY dan Ketua Dewan Pembinanya, Prabowo Soebianto, membahas soal birokrasi. Sebab selama ini kebijakan Presiden kadang kali tak dijalankan menteri.

“Kebijakan yang sudah diputuskan Presiden kadang tak dijalankan menteri atau dirjen (direktur jenderal) bahkan bisa dijegal di level direktur. Itulah yang disampaikan Presiden dalam pertemuan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon kepada Metrotvnews.com, Rabu (13/3).

Fadli yang juga ikut dalam pertemuan mengatakan pengakuan SBY itu merupakan evaluasi bagi mesin birokrasi yang seharusnya menjalankan kebijakan tapi justru sebaliknya menghambat. Pengakuan Presiden menjadi realita yang perlu segera ditemukan solusi agar tak jalan di tempat.

“Perpres Nomor 81/2010 tentang grand design reformasi birokrasi juga harus dilihat relevansinya. Saat ini reformasi birokrasi lebih identik dengan peningkatan insentif melalui remunerasi,” kata Fadli.

Di sisi lain, kenaikan remunerasi tak disertai jalannya kebijakan SBY. Tentu ini sangat berbahaya dan mengganggu proses pelayanan masyarakat. Padahal APBN kita sebesar Rp547 triliun atau lebih dari 30 persen habis untuk membayar gaji aparatur.

Bagi Fadli, reformasi birokrasi yang berjalan sejak akhir 2006 harus dievaluasi. Realita mandeknya birokrasi atas kebijakan pusat, perlu ada solusi.

“Menurut saya, birokrasi tak efektif karena Presiden kurang tepat menempatkan orang terbaik seperti menteri atau jajaran pimpinan birokrasi. Harusnya, the best and the brightest (yang terbaik dan paling mampu) serta punya integritas yang dipilih di bidang masing-masing,” kata dia.

Di samping itu, hak prerogatif Presiden terbelenggu koalisi partai politik atau setgab. Padahal, birokrasi seharusnya bersih dari kepentingan politik dan tak boleh jadi alat politik partai manapun. Birokrasi harus melayani rakyat.

Birokrasi Macet Jadi Salah Satu Bahan Curhat SBY pada Prabowo

Birokrasi Macet Jadi Salah Satu Bahan Curhat SBY pada Prabowo

Birokrasi Macet Jadi Salah Satu Bahan Curhat SBY pada Prabowo

Birokrasi menjadi salah satu hambatan pembangunan yang dihadapi Indonesia saat ini. Dan persoalan birokrasi ini merupakan persoalan human capital yang harus ditingkatkan.

Persoalan birokrasi ini pun menjadi salah satu bahasan dalam pertemuan SBY dan Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto di Istana Negara, Senin petang lalu (11/3). Dalam pertemuan ini, SBY mengatakan bahwa kebijakan yang sudah diputuskan Presiden, kadang tak dijalankan oleh menteri atau Dirjen bahkan bisa dijegal di level direktur.

“Ini merupakan evaluasi bagi mesin birokrasi yang seharusnya menjalankan kebijakan tapi justru sebaliknya menghambat,” kata Fadli Zon kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 13/2). Dalam pertemuan itu, Fadli mendampingi Prabowo.

Pengakuan Presiden SBY ini, kata Fadli, merupakan realita yang harus segera ditemukan solusinya agar tak jalan ditempat. Perpres No.81/2010 tentang grand design reformasi birokrasi juga harus dilihat relevansinya. Saat ini reformasi birokrasi lebih identik dengan peningkatan insentif melalui remunerasi.

“Namun faktanya, meski sudah ada kenaikan remunerasi, banyak kebijakan yang tak jalan implementasinya. Atau pelaksanaannya tak seperti yang diharapkan,” ungkap Fadli.

Selain itu, lanjut Fadli, birokrasi cenderung membentengi diri, sebagaimana pengakuan SBY. Dan ini tentu saja sangat berbahaya dan mengganggu proses pelayanan masyarakat. Padahal APBN sebesar 547 triliun, atau lebih dari 30 persen, habis untuk membayar gaji aparatur.

“Reformasi birokrasi yang berjalan sejak akhir 2006 harus dievaluasi. Realita mandegnya birokrasi atas kebijakan pusat, perlu ada solusi,” tegas Fadli.

Fadli pun menyimpulkan, birokrasi tak efektif karena Presiden SBY kurang tepat menempatkan orang terbaik seperti menteri atau jajaran pimpinan birokrasi. Harusnya, the best and the brightest, atau yang terbaik dan paling mampu, serta punya integritas yang dipilih di bidang masing-masing. Namun sayang, hak prerogatif Presiden terbelenggu koalisi partai politik atau setgab.

Kedua, masih kata Fadli, birokrasi seharusnya bersih dari kepentingan politik dan tak boleh jadi alat politik partai manapun. Sebab fungsi birokrasi adalah melayani rakyat.

Gerindra Sindir Menteri & Birokrasi yang Jadi Alat Politik

Gerindra Sindir Menteri & Birokrasi yang Jadi Alat Politik

Gerindra Sindir Menteri & Birokrasi yang Jadi Alat Politik

Waketum Gerindra Fadli Zon mengungkap bahwa birokrasi menjadi salah satu hambatan pembangunan yang dihadapi Indonesia saat ini. Fadli menyampaikan itu setelah mendengarkan paparan Presiden SBY saat bertemu Ketum Gerindra Prabowo.

“Kebijakan yang sudah diputuskan presiden, kadang tak dijalankan oleh menteri atau Dirjen bahkan bisa dijegal di level direktur. Itulah yang disampaikan Presiden dalam pertemuan,” kata Fadli dalam keterangannya, Rabu (13/3/2013).

Pengakuan presiden, lanjut Fadli, merupakan realita. Namun perlu segera ditemukan solusi agar tak jalan ditempat. Perpres No.81/2010 tentang grand design reformasi birokrasi juga harus dilihat relevansinya.

“Saat ini reformasi birokrasi lebih identik dengan peningkatan insentif melalui remunerasi. Namun faktanya, meski sudah ada kenaikan remunerasi, banyak kebijakan yang tak jalan implementasinya. Atau pelaksanaannya tak seperti yang diharapkan,” jelasnya.

“Selain itu birokrasi cenderung membentengi diri. Ini pengakuan Presiden. Ini tentu sangat berbahaya dan mengganggu proses pelayanan masyarakat. Padahal APBN kita sebesar Rp 547 triliun atau lebih dari 30 persen habis untuk membayar gaji aparatur,” tambahnya lagi.

Masih menurut Fadli, birokrasi tak efektif karena presiden juga kurang tepat menempatkan orang terbaik seperti Menteri atau jajaran pimpinan birokrasi.

“Harusnya, the best and the brightest, yang terbaik dan paling mampu. Serta punya integritas yang dipilih di bidang masing-masing. Hak prerogatif Presiden terbelenggu koalisi partai politik atau setgab. Birokrasi seharusnya bersih dari kepentingan politik dan tak boleh jadi alat politik partai manapun. Birokrasi harus melayani rakyat,” urainya.

SBY Ngeluh ke Prabowo Soal Bawahannya

SBY Ngeluh ke Prabowo Soal Bawahannya

SBY Ngeluh ke Prabowo Soal Bawahannya

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluhkan tentang stagnannya birokrasi di masa kepemimpinannya. Bahkan, meski telah diinstruksikan agar kinerjanya diperbaiki namun perintah SBY tersebut tidak dijalankan oleh bawahannya.

“Birokrasi menjadi salah satu hambatan pembangunan yang dihadapi Indonesia saat ini. Ini persoalan human capital yang harus ditingkatkan. Kebijakan yang sudah diputuskan Presiden, kadang tak dijalankan oleh menteri atau Dirjen bahkan bisa dijegal di level direktur. Itulah yang disampaikan Presiden dalam pertemuan dengan Prabowo,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, saat menuturkan hasil pertemuan Prabowo dengan SBY beberapa hari lalu kepada Okezone, Rabu (13/3/2013).

Seharusnya kata dia, hal itu menjadi evaluasi bagi mesin birokrasi yang seharusnya menjalankan kebijakan tapi justru menghambatnya.

“Pengakuan presiden merupakan realitas, namun perlu segera ditemukan solusi agar tidak jalan di tempat. Perpres No.81/2010 tentang grand design reformasi birokrasi juga harus dilihat relevansinya. Saat ini reformasi birokrasi lebih identik dengan peningkatan insentif melalui remunerasi. Namun faktanya, meski sudah ada kenaikan remunerasi, banyak kebijakan yang tidak jalan implementasinya. Atau pelaksanaannya tidak seperti yang diharapkan,” jelas dia.

Selain itu, kata dia, birokrasi cenderung membentengi diri. “Ini pengakuan Presiden. Ini tentu sangat berbahaya dan mengganggu proses pelayanan masyarakat. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita sebesar 547 triliun atau lebih dari 30 persen habis untuk membayar gaji aparatur,” jelas dia.

Maka kata dia, reformasi birokrasi yang berjalan sejak akhir 2006 harus dievaluasi. Realita mandegnya birokrasi atas kebijakan pusat, perlu ada solusi. Sehingga birokrasi tidak lagi dijadikan alat politik.

“Menurut saya, pertama, birokrasi tak efektif karena Presiden kurang tepat menempatkan orang terbaik seperti Menteri atau jajaran pimpinan birokrasi. Harusnya, the best and the brightest (yang terbaik dan paling mampu) serta punya integritas yang dipilih di bidang masing-masing. Hak prerogatif Presiden terbelenggu koalisi partai politik atau setgab. Kedua, birokrasi seharusnya bersih dari kepentingan politik dan tidak boleh jadi alat politik partai manapun. Birokrasi harus melayani rakyat,” pungkasnya.

Fadli Zon: SBY Tidak Ragukan Nasionalisme Prabowo

Fadli Zon: SBY Tidak Ragukan Nasionalisme Prabowo

Fadli Zon: SBY Tidak Ragukan Nasionalisme Prabowo

Hampir dua jam pertemuan dua tokoh penting bangsa ini berlangsung. Yakni antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/3/2013),

Pertemuan yang dimulai pukul 15.30 hingga 17.15 WIB itu turut dihadiri Mensesneg Sudi Silalahi dan Seskab Dipo Alam, guna mendampingi Presiden. Sedangkan Prabowo didampingi Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon.

Menurut Fadli Zon, komunikasi kedua tokoh besar bangsa ini berlangsung akrab layaknya sahabat lama yang mengabdi di TNI.

“SBY tak ragukan nasionalisme Prabowo untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Presiden juga bicara empat mata dengan Prabowo Subianto sekitar 20 menit,” ungkap Fadli Zon, kepada Tribunnews.com, di Jakarta, Senin (11/3/2013).

Lebih lanjut dia katakan, ada banyak hal yang dibahas dua tokoh ini. Isu yang dibicarakan antara lain soal hubungan internasional, ekonomi, pertanian, perdagangan, investasi, pariwisata, birokrasi, energi dan politik.

“Penjelasan Presiden sangat komprehensif dan termasuk kendala-kendala yang dihadapi. Prabowo memberi masukan soal geopolitik kawasan, pilkada dan energi,” jelas Fadli Zon.

Terkait pertemuan ini sendiri, Fadli tegaskan silaturahmi politik seperti ini bagus untuk membangun demokrasi yang sehat dan konstruktif.

“Meski berada di luar pemerintahan, Gerindra selalu mendukung kebijakan pemerintah yang pro rakyat, namun tetap kritis jika kebijakan merugikan kepentingan rakyat, kata Fadli Zon.

Prabowo-SBY Bertemu Empat Mata Selama 20 Menit di Istana

Prabowo-SBY Bertemu Empat Mata Selama 20 Menit di Istana

Prabowo-SBY Bertemu Empat Mata Selama 20 Menit di Istana

Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Fadli Zon mengungkapkan, Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subiantor bertemu empat mata selama 20 menit dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Senin petang, (11/3). “Presiden juga bicara empat mata dengan Prabowo Subianto sekitar 20 menit,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon di Jakarta, Senin malam, (11/3).

Fadli tidak mau menceritakan apa yang dibahas antara Prabowo dengan SBY selama pertemuan 20 menit tersebut. Namun Fadli mengatakan, meski berada di luar pemerintahan, Gerindra selalu mendukung kebijakan pemerintah yang pro rakyat, namun tetap kritis jika kebijakan merugikan kepentingan rakyat.

Menurutnya, pertemuan antara Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) petang ini di Istana Negara itu, merupakan silaturahim politik di samping membicarakan berbagai kondisi perkembangan dalam negeri. “Silaturahmi politik seperti ini bagus untuk membangun demokrasi yang sehat dan konstruktif,” kata Fadli.

Adapun berbagai kondisi yang dibahas dalam pertemuan itu, imbuh Fadli, yakni hubungan internasional, ekonomi, pertanian, perdagangan, investasi, pariwisata, birokrasi, energi, dan politik. “Penjelasan Presiden sangat komprehensif dan termasuk kendala-kendala yang dihadapi. Prabowo memberi masukan soal geopolitik kawasan, pilkada, dan energi,” ujarnya.

Pembicaraan berlangsung akrab sebagai sahabat lama yang mengabdi di TNI. SBY tak ragukan nasionalisme Prabowo untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Presiden juga bicara empat mata dengan Prabowo Subianto sekitar 20 menit. Dijelaskan, termasuk pertemuan empat mata itu, total durasi pertemuan antara Prabowo dan SBY hampir dua jam, yakni mulai pukul 15.30 hingga 17.15 WIB. Presiden didampingi Mensesneg, Sudi Silalahi dan Seskab Dipo Alam. Sedangkan Prabowo didampingi Fadli Zon.

Gerindra Membenarkan Prabowo Diundang ke Istana Negara

Gerindra Membenarkan Prabowo Diundang ke Istana Negara

Gerindra Membenarkan Prabowo Diundang ke Istana NegaraPresiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan menerima Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Senin pukul 15.30 WIB.

Dari jadwal kegiatan Presiden yang diterima pada Senin pagi menyebutkan hal itu dan belum dapat diketahui materi apa yang akan dibahas dalam pertemuan kedua tokoh itu.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon membenarkan bahwa Prabowo diundang Presiden dan Fadli akan ikut mendampingi dalam pertemuan tersebut.

Fadli menceritakan undangan untuk Prabowo disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi pada hari Sabtu (9/3) lalu.

Prabowo saat ini menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) disebut-sebut sebagai calon presiden untuk Pemilu 2014 dari Partai Gerindra.

Pada Pemilu 2009, Prabowo menjadi calon wakil presiden dan berpasangan dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden.

Pasangan Megawati dan Prabowo kalah bersaing dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono dalam pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI pada tanggal 8 Juli 2009.

Pada Pemilu 2009, hanya dalam satu putaran, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono menang dengan meraih 73.874.562 suara atau 60,80 persen dari 121.504.481 suara sah, sedangkan pasangan Megawati Soekarnoputeri dan Prabowo Subianto mengantongi 32.548.105 suara atau 26,79 persen, dan pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto hanya mendapat 15.081.814 suara atau 12,41 persen.