Anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212, Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka kasus makar. Tuduhan kasus serupa juga dialamatkan kepada Kilvan Zen.
Menanggapi hal tersebut, anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandiaga Uno, Fadli Zon mengatakan, menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan dan tulisan yang dilakukan sesuai koridor harusnya dijamin oleh konstitusi.
“Saya pikir tuduhan-tuduhan makar upaya-upaya kriminalisasi pada ulama ini akan membahayakan persatuan bangsa. Selama dalam koridor menyampikan pendapat lisan dan tulisan dijamin oleh konstitusi kita,” kata Fadli.
Fadli meminta agar penegak hukum dalam hal ini kepolisian dapat bersikap netral dalam menangani kasus ini. Pasalnya, saat ini banyak kasus yang dilaporkan pihaknya tidak ditindaklanjuti.
“Kita juga banyak melaporkan kasus-kasus yang sama tapi enggak ada tuh yang di-follow up ditindaklanjuti. Jadi, ini polisi (sebenarnya) milik siapa, penegak hukum milik siapa. Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” tuturnya, dikutip Okezone, Sabtu (11/5/2019).
Menurut Fadli, penegakan hukum yang dianggap tidak netral ini justru dapat membungkam demokrasi
“Jadi, janganlah kriminalisasi ulama jangan pula berusaha melakukan pembungkaman terhadap demokrasi kita, karena saya rasa ini akan menegakkan benang basah,” ujarnya.
Fadli Zon selaku Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra menilai sitem pengoreksian Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI adalah amatir.
Dilansir dari Tribunjakarta.com, Fadli Zon menyampaikan penilaiannya terhadap KPU RI selepas menghadiri acara buka puasa dan doa bersama santri Gunung Putri, Bogor, di Gedung Kesenian Pandan Sari, Cimanggis, Kota Depok.
Fadli Zon menambahkan bahwa sistem koreksi yang dipakai untuk KPU RI menggunakan aplikasi WhatsApp antara KPU Pusat dan KPU Daerah.
“Cara mengoreksinya hanya melalui WhatsApp, jadi KPUD itu kalau ada yang salah diwhatsapp lah sama KPU Pusat, kalau whatsappnya gak dibaca ya gak dikoreksi,” ujar Fadli pada wartawan di Gedung Kesenian Pandan Sari, Jumat (10/5/2019).
Selain itu, Fadli menyatakan bahwa kinerja KPU RI sampai saat ini masih jauh dari kata professional dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 kali ini.
“Jadi ini kan apa namanya kalau bukan amatiran,” tegas Fadli.
Dengan demikian, ia mengharapkan KPU RI menggelar evaluasi besar-besaran untuk kedepannya.
“Ini akan saya sampaikan pada KPU, dan ini akan menjadi evaluasi yang luar biasa bagaimana situng seperti itu juga bisa dilakukan dengan cara yang sangat amatiran,” katanya.
Ahmad Riza Patria selaku Ketua DPP Gerindra memaparkan nama-nama elite Partai Gerindra yang berhasil memperoleh kursi DPR diantaranya Wakil Ketua Umum Fadli Zon, Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani serta Wakil Ketua Umum Partai, Sufmi Dasco Ahmad.
Untuk diketahui, Fadli Zon pada pileg 2019 kali ini maju di daerah pemilihan (Dapil) V Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bogor.
Adapun Edhy Prabowo dari Dapil 1 Sumatera Selatan yaitu mencakup Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuk Linggau dan Palembang.
“Fadli Zon, Muzani, Edhy Prabowo (Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR) masuk, saya masuk, Sufmi Dasco masuk, semua pimpinan partai masuk, pak Desmond (Desmond J Mahesa, Ketua DPP Partai Gerindra) masuk,” pungkasnya.
Polisi menetapkan anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212, Eggi Sudjana sebagai tersangka kasus makar. Tuduhan serupa juga dialamatkan kepada mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Kivlan Zen.
Menanggapi hal tersebut, anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengatakan, menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan dan tulisan yang dilakukan sesuai koridor harusnya dijamin oleh konstitusi.
“Saya pikir tuduhan-tuduhan makar upaya kriminalisasi pada ulama ini akan membahayakan persatuan bangsa. Selama dalam koridor, menyampikan pendapat lisan dan tulisan dijamin oleh konstitusi kita,” kata Fadli usai menghadiri buka puasa bersama relawan Yayasan Padi Bogor di gedung Pandan Sari, Jalan Pusdika, Harjamukti, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat (10/5/2019) kemarin.
Dia meminta penegak hukum dalam hal ini kepolisian bersikap netral menangani kasus ini. Pasalnya, saat ini banyak kasus yang dilaporkan pihaknya tidak ditindaklanjuti.
“Kita juga banyak melaporkan kasus yang sama, tapi enggak ada tuh yang di-follow up. Jadi, ini polisi (sebenarnya) milik siapa, penegak hukum milik siapa. Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” tuturnya.
Menurut Fadli, penegakan hukum yang dianggap tidak netral ini justru dapat membungkam demokrasi “Jadi, janganlah kriminalisasi ulama jangan pula berusaha melakukan pembungkaman terhadap demokrasi kita karena saya rasa ini akan menegakkan benang basah,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya resmi menetapkan advokat Eggi Sudjana sebagai tersangka terkait dugaan makar atas pernyataan people power, menyusul adanya hasil quick count Pilpres 2019. Peningkatan status tersangka dilakukan pada Rabu 8 Mei 2019 lalu setelah penyidik melakukan gelar perkara.
Sedangkan Kivlan Zen dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) dan juga kasus makar sehari sebelumnya.
Polisi menetapkan anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212, Eggi Sudjana sebagai tersangka kasus makar. Tuduhan kasus serupa juga dialamatkan kepada mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Kilvan Zen.
Terkait hal tersebut, anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengatakan, menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan dan tulisan yang dilakukan sesuai koridor harusnya dijamin oleh konstitusi.
“Saya pikir tuduhan-tuduhan makar upaya-upaya kriminalisasi pada ulama ini akan membahayakan persatuan bangsa. Selama dalam koridor menyampikan pendapat lisan dan tulisan dijamin oleh konstitusi kita,” kata Fadli usai menghadiri buka puasa bersama relawan Yayasan Padi Bogor di gedung Pandan Sari, Jalan Pusdika, Harjamukti, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat, 10 Mei 2019 kemarin.
Dia meminta agar penegak hukum dalam hal ini kepolisian dapat bersikap netral dalam menangani kasus ini. Pasalnya, saat ini banyak kasus yang dilaporkan pihaknya tidak ditindaklanjuti.
“Kita juga banyak melaporkan kasus-kasus yang sama tapi enggak ada tuh yang di-follow up ditindaklanjuti. Jadi, ini polisi (sebenarnya) milik siapa, penegak hukum milik siapa. Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” tuturnya.
Menurut Fadli, penegakan hukum yang dianggap tidak netral ini justru dapat membungkam demokrasi “Jadi, janganlah kriminalisasi ulama jangan pula berusaha melakukan pembungkaman terhadap demokrasi kita, karena saya rasa ini akan menegakkan benang basah,” ujarnya.
Seperti diberitakan, Polda Metro Jaya resmi menetapkan advokat Eggi Sudjana sebagai tersangka terkait dugaan makar atas pernyataan people power, menyusul adanya hasil quick count Pilpres 2019. peningkatan status tersangka dilakukan pada Rabu 8 Mei 2019 lalu setelah penyidik melakukan gelar perkara.
Sedangkan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zendi laporkan ke ke Bareskrim Polri atas dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) dan juga kasus makar sehari sebelumnya
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon membeberkan hasil sidak ke ruangan siber Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat 3 April lalu. Menurut dia, kinerja KPU masih jauh di bawah standard profesional. Dalam sidak tersebut, ia menemukan banyak masalah dalam pengelolaan informasi penghitungan suara (Situng).
“ Yang saya sidak kemarin itu, sistem Situngnya banyak bermasalah, terlihat sekali kpu amatiran, apalagi server yang digunakan Internasional Standart Organization (ISO)nya 270001 sehingga tingkat keamanannya rawan untuk ditembus,”ungkap Fadli saat ditemui di Taman Bunga Wiladatika, kelurahan Harjamukti, Jumat (10/5).
Ia menilai sistem input data terpantau bila jumlah perolehan suara pada satu TPS melebihi kapasitas secara otomatis tidak terserap. “ Misalnya kalau ditaro disitu ada 1 juta suara dalam sebuah TPS, seharusnya bisa masuk (input) padahal kita tau batasnya tps itu 300, seharusnya yang dibawah 500 ada rumusnya sederhana,” katanya.
Kata dia, kesalahan tersebut mudah ditemukan masyarakat. Cara penghitungan pada KPU daerah juga diterima KPU RI hanya melalui pesan WhatsApp sehingga perlu adanya evaluasi Pemilu. “ Ini sangat memalukan, jadi kan apa namanya, kalau bukan amatiran,”ujarnya.
Ia mengungkapkan temuannya akan disampaikan agar menjadi bahan pertimbangan untuk segera dievaluasi. Pasalnya, berdampak pada hasil rekapitulasi suara. “ Saya kira iya, karena itu belum tentu merefleksikan apa yang sesungguhnya terjadi. Kan katanya penghitungan berjenjang, nanti kita lihat nanti penghitungannya,”katanya.
Fadli juga menilai, proses penghitungan berjenjang sangat rawan terjadi kecurangan, pemindahan, penambahan, penggelembungan angka, dan sebagainya. “ Jadi kecurangan ini memang luar biasa masif, sistemik, sistematis, dan terstruktur menurut saya,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mendesak agar ke polisian adil dalam bersikap dan menegakkan hukum. Hal itu diungkapkan karena dia menilai penegak hukum tebang pilih dalam menyikapi upaya kriminalisasi ulama.
Fadli mengungkapkan ada beberapa kasus yang telah dilaporkan pihaknya, namun belum ditanggapi serius oleh penegak hukum.
“Kita juga banyak melaporkan kasus-kasus yang sama tapi enggak ada tuh yang difollow up ditindak lanjuti,” katanya di Taman Wiladatika, Cimanggis Depok, Jumat (10/5).
Menurutnya upaya kriminalisasi pada ulama akan membahayakan persatuan bangsa. Dia pun sekali lagi meminta agar penegak hukum bertindak adil. “Selama menyampaikan koridor dan pendapat lisan dan tulisan dijamin. Jadi aparat hukum ini harus berlangsung adil,” tegasnya.
Dari laporan yang tidak ditanggapi serius itu, Fadli pun mempertanyakan keberpihakan institusi Polri. “Jadi ini polisi milik siapa, penegak hukum milik siapa. Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” tanyanya.
Fadli meminta agar jangan ada upaya kriminalisasi terhadap ulama. “Jadi janganlah kriminalisasi ulama. Jangan berusaha melakukan pembungkaman terhadap demokrasi kita karena saya rasa ini akan menegakkan benang basah,” pungkasnya.
Fadli Zon juga menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dianggap di bawah standar. Dia berpendapat banyak ditemukan masalah dalam pengelolaan informasi sistem penghitungan suara (Situng).
Fadli mengetahui hal itu setelah melakukan sidak ke ruangan Siber KPU beberapa pekan lalu. “Yang saya sidak kemarin itu, sistem Situngnya banyak bermasalah, terlihat sekali kpu amatiran, apalagi server yang digunakan Internasional Standart Organization (ISO)nya 270001 sehingga tingkat keamanannya rawan untuk ditembus,” katanya.
Dia juga menemukan permasalahan pada sistem input data. Menurutnya, bila jumlah perolehan suara pada satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) melebihi kapasitas maka secara otomatis tidak terserap. “Misalnya kalau ditaro disitu ada 1 juta suara dalam sebuah TPS, seharusnya bisa masuk (input) padahal kita tau batasnya tps itu 300, seharusnya yang dibawah 500 ada rumusnya sederhana,” tukasnya.
Kesalahan tersebut, kata dia sangat mudah ditemukan oleh masyarakat kemudian disebarkan melalui sosial media. Dirinya pun mengoreksi penghitungan suara dari KPU Daerah juga hanya melalui pesan whatssap yang diterima oleh KPU RI. Fadli menegaskan, temuan tersebut membuktikan bahwa perlu ada evaluasi Pemilu secara keseluruhan. “Ini sangat memalukan, jadi kan apa namanya, kalau bukan amatiran,” tegasnya.
Dikatakan dia bahwa temuan kesalahan itu bisa berdampak pada hasil rekapitulasi suara. “Saya kira iya, karena itu belum tentu merefleksikan apa yang sesungguhnya terjadi. Kan katanya penghitungan berjenjang, nanti kita lihat nanti penghitungannya
Kedepan, temuan tersebut akan disampaikan pada KPU agar bisa menjadi bahan pertimbangan untuk evaluasi,” tukasnya.
Selain itu, dia melihat proses penghitungan berjenjang sangat rawan terjadi kecurangan, pemindahan, penambahan, penggelembungan angka, dan sebagainya. “Jadi kecurangan ini memang luar biasa masif, sistemik, sistematis, dan terstruktur menurut saya,” pungkasnya.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon menyatakan upaya kriminalisasi ulama di Indonesia akan membahayakan persatuan bangsa ini.
Lantaran itu, Wakil Ketua Umum DPP Gerindra itu mendesak aparat kepolisian untuk bersikap adil dalam menegakkan hukum.
“Aparat harus adil,” ucap Fadli di Depok, Jawa Barat usai menghadiri buka puasa bersama, Jumat (10/5/2019)
Lanjut Fadli, sederet kasus yang dilaporkan pihaknya sampai saat ini belum ada yang direspon secara serius oleh penegak hukum. Bahkan, ia mempertanyakan sikap aparat kepolisian dan penegak hukum.
“Banyak melaporkan kasus-kasus yang sama tapi nggak ada tuh yang di follow up ditindak lanjuti. Jadi ini polisi milik siapa, penegak hukum milik siapa? ,” kata dia bertanya.
“Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” ujar Fadli.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Ustaz Bachtiar Nasir yang selama ini dikenal sebagai pendukung Capres – Cawapres Nomor Urut 02 Prabowo – Sandiaga Uno ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang oleh Mabes Polri.
Penetapan Ustaz Bachtiar Nasir Sebagai Tersangka memancing reaksi Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang mengklaim, penetapan tersangka terhadap Panitia Pengarah Ijtimak Ulama III Bachtiar Nasir oleh polisi sebagai bentuk kriminalisasi ulama dan pembungkaman aspirasi tokoh masyarakat.
Prabowo beralasan, kasus yang menyeret Bachtiar Nasir sebagai tersangka adalah kasus lama. Menurutnya, bachtiar tak melakukan tindakan pidana pencucian uang terhadap aset Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Fadli Zon, menilai upaya kriminalisasi pada ulama akan membahayakan persatuan bangsa. Terkait hal itu, Fadli pun mendesak aparat kepolisian untuk bersikap adil dalam menegakkan hukum.
“Selama menyampaikan koridor dan pendapat lisan dan tulisan dijamin. Jadi aparat hukum ini harus berlaku adil,” katanya usai menghadiri santunan anak yatim di kawasan Taman Wiladatika, Cimanggis, Depok, Jawa Barat pada Jumat 10 Mei 2019.
Kritikan pedas Fadli terhadap aparat penegak hukum ini bukan tanpa alasan. Sebab, menurutnya, ada sederet kasus yang juga telah dilaporkan pihaknya, namun sampai saat ini belum ada yang direspons secara serius.
“Kita juga banyak melaporkan kasus-kasus yang sama tapi enggak ada tuh yang di-follow up,ditindaklanjuti. Jadi ini polisi milik siapa, penegak hukum milik siapa. Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” ujarnya.
“Jadi janganlah kriminalisasi ulama. Jangan berusaha melakukan pembungkaman terhadap demokrasi kita karena saya rasa ini akan menegakkan benang basah,” tuturnya lagi.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, menyoroti sistem pengoreksian Komisi Pemiliham Umum (KPU) RI yang dirasanya amatir.
Hal tersebut, disampaikan oleh Fadli usau menghadiri acara buka puasa dan doa bersama santri Gunung Putri, Bogor, di Gedung Kesenian Pandan Sari, Cimanggis, Kota Depok.
Menurut Fadli Zon, sistem koreksi yang dipakai hanya menggunakan aplikasi Whatsapp antara pihak KPU Pusat dan KPU Daerah.
“Cara mengoreksinya hanya melalui whatsapp, jadi KPUD itu kalau ada yang salah diwhatsapp lah sama KPU Pusat, kalau whatsappnya gak dibaca ya gak dikoreksi,” ujar Fadli pada wartawan di Gedung Kesenian Pandan Sari, Jumat (10/5/2019).
Oleh sebab itu, Fadli menuturkan bahwa kinerja KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 masih jauh dari kata profesional.
“Jadi ini kan apa namanya kalau bukan amatiran,” tegas Fadli.
Fadli juga menyampaikan, perlu ada evaluasi besar-besaran yang dilakukan oleh pihak KPU kedepannya.
“Ini akan saya sampaikan pada KPU, dan ini akan menjadi evaluasi yang luar biasa bagaimana situng seperti itu juga bisa dilakukan dengan cara yang sangat amatiran,” katanya.
Terkait wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemilu, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Wakil Ketua Partai Gerindra, Fadli Zon mengungkapkan, pihaknya belum membicarakan hal itu dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat selaku parpol pendukung Paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan anggota Koalisi Adil Makmur.
“Sementara ini kan baru gagasan, usulan dari orang per orang. Saya kira dari Gerindara dan PKS setuju ya sebagai bagaian dari upaya kita menyelamatkan demokrasi sekaligus evalusi ke depan. Nanti kita komunikasikan dengan rekan-rekan PAN gitu,” kata Fadli Zon saat di temui di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Fadli menilai, pembuatan Pansus Pemilu ini sangatlah penting. Terutama jika mengingat hal itu sebagai bentuk upaya untuk mengevaluasi pemilu secara menyeluruh.
“Nanti kita lihat anggota-anggotanya biar berangkat dari bawah. Saya kira kita perlu lah apalagi pansus ini ditunjukan kepada penyelanggara pemilu,” tutur Fadli.
Sebelumnya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra mengusulkan pembentukan Pansus Pemilu. Usulan tersebut berdasarkan pada banyaknya korban meninggal dalam Pemilu 2019.
“Kami dari Fraksi PKS mengajak seluruh anggota DPR untuk membentuk Pansus Pemilu untuk mengawasi dan mengevaluasi akuntabilitas pelaksanaan Pemilu 2019, menyelidiki penyebab kematian para petugas KPPS, serta menyelidiki kesalahan pemasukan data yang dilakukan oleh KPU,” tukas Anggota Fraksi PKS, Ledia Hanifa saat berlangsungnya rapat paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Meski begitu, usulan Pansus Pemilu ini ditolak sejumlah fraksi yang merupakan parpol pendukung pemerintah. Yaitu seperti PDIP, NasDem, Golkar, dan PPP.
Anggota Fraksi NasDem, Johnny G Plate mengusulkan, hendaknya DPR menunggu dan mengawasi proses rekapitulasi suara sampai selesai. Jika ada pendapat yang menyatakan terjadi kecurangan cukup masif dalam Pemilu, Johnny menilainya sebagai pendapat yang prematur.
Sebab, pemilu dilaksanakan atas dasar asas legislasi primer yang disepakati pemerintah dan DPR. Berbagai kekurangan dalam prosesnya merupakan hasil dari pembahasan antara eksekutif dan legislatif.
“Pemilu yang kita selenggarakan ini harus berlandaskan asas jurdil dan saya harap tidak ada langkah-langkah politik yang digalakkan dalam proses Pemilu ini,” jelasnya dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu, 8 Mei 2019.
“Oleh sebab itu, saya menolak pembentukan tim Pansus Pemilu sebelum hasil Pemilu yang resmi ini keluar dari KPU. Kita boleh mengawasi, tapi kita tidak boleh men-judge KPU dengan hal-hal negatif,” lanjutnya.