Fadli Zon Nilai Penegak Hukum Tebang Pilih dan Kinerja KPU di Bawah Standar

Fadli Zon Nilai Penegak Hukum Tebang Pilih dan Kinerja KPU di Bawah Standar

fadli-zon-nilai-penegak-hukum-tebang-pilih-dan-kinerja-kpu-di-bawah-standar

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mendesak agar ke polisian adil dalam bersikap dan menegakkan hukum. Hal itu diungkapkan karena dia menilai penegak hukum tebang pilih dalam menyikapi upaya kriminalisasi ulama.

Fadli mengungkapkan ada beberapa kasus yang telah dilaporkan pihaknya, namun belum ditanggapi serius oleh penegak hukum.

“Kita juga banyak melaporkan kasus-kasus yang sama tapi enggak ada tuh yang difollow up ditindak lanjuti,” katanya di Taman Wiladatika, Cimanggis Depok, Jumat (10/5).

Menurutnya upaya kriminalisasi pada ulama akan membahayakan persatuan bangsa. Dia pun sekali lagi meminta agar penegak hukum bertindak adil. “Selama menyampaikan koridor dan pendapat lisan dan tulisan dijamin. Jadi aparat hukum ini harus berlangsung adil,” tegasnya.

Dari laporan yang tidak ditanggapi serius itu, Fadli pun mempertanyakan keberpihakan institusi Polri. “Jadi ini polisi milik siapa, penegak hukum milik siapa. Milik salah satu pihak kah atau milik seluruh Indonesia,” tanyanya.

Fadli meminta agar jangan ada upaya kriminalisasi terhadap ulama. “Jadi janganlah kriminalisasi ulama. Jangan berusaha melakukan pembungkaman terhadap demokrasi kita karena saya rasa ini akan menegakkan benang basah,” pungkasnya.

Fadli Zon juga menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dianggap di bawah standar. Dia berpendapat banyak ditemukan masalah dalam pengelolaan informasi sistem penghitungan suara (Situng).

Fadli mengetahui hal itu setelah melakukan sidak ke ruangan Siber KPU beberapa pekan lalu. “Yang saya sidak kemarin itu, sistem Situngnya banyak bermasalah, terlihat sekali kpu amatiran, apalagi server yang digunakan Internasional Standart Organization (ISO)nya 270001 sehingga tingkat keamanannya rawan untuk ditembus,” katanya.

Dia juga menemukan permasalahan pada sistem input data. Menurutnya, bila jumlah perolehan suara pada satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) melebihi kapasitas maka secara otomatis tidak terserap. “Misalnya kalau ditaro disitu ada 1 juta suara dalam sebuah TPS, seharusnya bisa masuk (input) padahal kita tau batasnya tps itu 300, seharusnya yang dibawah 500 ada rumusnya sederhana,” tukasnya.

Kesalahan tersebut, kata dia sangat mudah ditemukan oleh masyarakat kemudian disebarkan melalui sosial media. Dirinya pun mengoreksi penghitungan suara dari KPU Daerah juga hanya melalui pesan whatssap yang diterima oleh KPU RI. Fadli menegaskan, temuan tersebut membuktikan bahwa perlu ada evaluasi Pemilu secara keseluruhan. “Ini sangat memalukan, jadi kan apa namanya, kalau bukan amatiran,” tegasnya.

Dikatakan dia bahwa temuan kesalahan itu bisa berdampak pada hasil rekapitulasi suara. “Saya kira iya, karena itu belum tentu merefleksikan apa yang sesungguhnya terjadi. Kan katanya penghitungan berjenjang, nanti kita lihat nanti penghitungannya
Kedepan, temuan tersebut akan disampaikan pada KPU agar bisa menjadi bahan pertimbangan untuk evaluasi,” tukasnya.

Selain itu, dia melihat proses penghitungan berjenjang sangat rawan terjadi kecurangan, pemindahan, penambahan, penggelembungan angka, dan sebagainya. “Jadi kecurangan ini memang luar biasa masif, sistemik, sistematis, dan terstruktur menurut saya,” pungkasnya.

 

Sumber