Blog

Fadli Zon Dan Hashim Kunjungi DPD Gerindra Kalteng

Hari Minggu (13/6) sore Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Provinsi Kalimantan Tengah kedatangan dua orang petinggi Partai Gerindra. Keduanya adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dan Ketua Badan Seleksi Organisasi Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.

Dalam kesempatan itu Hashim mengutarakan perjuangan Fraksi Partai Gerindra di DPR RI dalam penolakan pembangunan gedung baru DPR dan Moratorium Studi Banding ke Luar Negeri. “kita menolak rencana pembangunangedung DPR karena menghamburkan uang rakyat, penghianatan pada amanat rakyat dan mencederai rasa keadilan rakyat Indonesia”, jelas Hashim dengan suara tegas.

Mengenai Moratorium Studi Banding ke Luar Negeri, Hashim menjelaskan alasannya karena studi banding yang dilakukan DPR RI ke Luar Negeri selama ini banyak yang meragukan efektifitasnya dan sekedar jalan-jalan. “kebijakan itu tidak pro rakyat”, terang adik kandung Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Kepada unsur pengurus DPD Partai Gerindra Kalteng, Fadli Zon meminta untuk lebih fokus dalam menghadapi verifikasi partai. “diharapkan pada tanggal 1 Juli nanti, DPD Partai Gerindra Kalteng siap seratus persen memenuhi persyaratan verifikasi”, kata Fadli Zon.

Menanggapi instruksi tersebut, Ketua DPD Partai Gerindra Kalteng H. Iwan Kurniawan mengatakan kesiapannya. “sampai sore ini DPD Partai Gerindra Kalteng telah merampungkan delapan puluh persen persyaratan verifikasi dan kami berkeyakinan akhir bulan ini genap seratus persen”, terangnya dan di amini oleh seluruh pengurus. Pada malam harinya, Fadli Zon yang juga Ketua Badan Komunikasi Partai Gerindra menerima penganugerahan Sepuluh Tokoh Nasional Pemimpin Pancasila bersama dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Mengabarkan dan Mengaburkan Minangkabau

Oleh : Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat

Sampai hari ini, Minangkabau tetap merupakan bagian dari realita sosial kehidupan kemanusiaan. Sebuah suku bangsa atau etnik yang “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan suku-suku bangsa lainnya di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Ikut bertungkus lumus memperjuangkan negara ini menjadi sebuah negara merdeka yang berdaulat.

Banyak para putra-putranya yang sahid mempertahankan negara ini, yang jadi pahlawan pengharum sejarah, tokoh kebangsaan dan politisi, ilmuwan dan budayawan yang memberi warna berbagai pemikiran. Mempunyai batas-batas wilayah yang jelas, bahasa dan sastra yang indah, sistem sosial spesifik yang tetap setia diamalkan, suku bangsa yang dinamis dan terus berkembang ke seantero muka bumi, mempunyai keyakinan keagamaan yang semakin mantap dan selalu mengasah dan menguji pengalaman etika dan estetikanya yang menyentuh rasa dan meninggikan citra. Minangkabau bukanlah sebuah negeri dongeng yang hanya didendangkan oleh para tukang kaba atau story-teller dengan iringan saluang sejenis musik purba, sebagaimana yang dianggap orang selama ini.

Mengabarkan dan mengaburkan merupakan dua kata yang saling berdekatan dan saling berkaitan. Mengabarkan, memberi kabar dan mengaburkan memberi kabar juga tetapi berada di luar perkabaran. Dalam kesehariannya, orang Minangkabau bila jumpa sesamanya, akan selalu saling mengabarkan hal ihwal dirinya. “Baa kaba?” atau “bagaimana kabar” adalah ungkapan yang sangat akrab antara mereka. Artinya, satu sama lain saling membutuhkan informasi, hal ikhwal, dan persoalan yang jika berat “supaya sama-sama dipikul” dan jika ringan “sama-sama dijinjing”.

Di balik itu semua, ungkapan yang sangat familiar ini mengandung kejujuran terhadap realita sosial yang tengah mereka hadapi. Tidak untuk berpura-pura, tidak untuk saling menyenangkan hati, tidak untuk saling tipu menipu. Semua itu dituntun oleh kaidah”silaturrahim” yang diajarkan keyakinan keagamaannya.

Seorang istri Minangkabau yang bijaksana, akan selalu menyambut kepulangan suaminya dengan pertanyaan tersebut. “Baa kaba?” Bagaimana kabar suamiku, ketika kau sedang berada di luar rumah? Sehatkah? Sakitkah? Adakah persoalan-persoalan yang dapat kita pecahkan bersama? Istri Minangkabau tidak akan menanyakan suaminya yang baru datang, apakah dia sudah makan, mau makan, mau tidur, mau bercumbu atau tidak. Semua itu tak perlu ditanyakan lagi, karena semua itu sudah menjadi kewajiban seorang istri. Tapi akan halnya “baa kaba?” itu adalah permintaan seorang bijaksana untuk mengetahui berbagai hal ikhwal yang terjadi atas diri suaminya.

Sedangkan kata mengaburkan, kandungan dustanya lebih besar daripada kebenaran dalam perkabaran. Mengaburkan dapat menjurus pada penzaliman, penistaan dan peniadaan. Mengaburkan Minangkabau dapat diartikan dengan penzaliman terhadap sebuah kebudayaan, penistaan terhadap kehidupan suatu bangsa atau etnik, peniadaan terhadap eksistensi kemanusiaan. Suatu hal yang sangat tidak dapat diterima oleh agama manapun, tidak dapat dibenarkan oleh berbagai disiplin keilmuan apapun, tidak dapat dicatat sebagai budi luhur dalam karya-karya sastra manapun.

Dalam perjalanan kehidupan masyarakat Minangkabau sampai hari ini, terus berkecamuk antara perkabaran dan pengaburan. Banyak catatan-catatan orang asing yang ditinggalkannya tentang Minangkabau ketika mereka datang berkunjung, menjajah dan melakukan penelitian. Semua itu masih dalam tahap mengabarkan. Artinya mereka meninggalkan catatan-catatan yang dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui perjalanan manusia Minangkabau dari masa ke masa. Semua catatan-catatan tersebut dalam berbagai bidangnya, telah dijadikan rujukan bagi para ilmuan yang datang kemudian.

Ketika para ilmuan yang datang kemudian ini mencoba menafsirkan catatan-catatan yang tertinggal tersebut, terjadi “distorsi” baik dalam data, analisa dan penafsiran. Distorsi inilah yang menyebabkan terjadinya pengaburan. Di satu pihak mereka mengabarkan tentang Minangkabau, tapi di pihak lain secara bersamaan mereka telah melakukan pengaburan.

Banyak sekali contoh-contoh yang dapat diberikan dalam hal pengaburan-pengaburan ini. Baru-baru ini saja, untuk menjadikan Mr.Syafruddin Prawiranegara menjadi pahlawan Nasional, kita harus menunggu waktu yang cukup panjang dengan perasaan harap-harap cemas, bisa jadi karena dia berjuang di Sumatera Barat. Jauh sebelum itu, ketika Pemda Sumatera Barat mengusulkan Sultan Alam Bagagar Syah menjadi pahlawan Nasional yang berasal dari Minangkabau, justru yang sangat berkeberatan itu adalah beberapa orang Minangkabau itu sendiri yang mengklaim dirinya sebagai ilmuan, yang menyebabkan tokoh sejarah itu tersisih dari catatan perjuangan masyarakat Minangkabau. Banyak lagi tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Minangkabau “harus antri” menunggu hilangnya awan mendung pengaburan-pengaburan tersebut oleh orang Minangkabau itu sendiri.

Pengaburan-pengaburan itu yang dapat juga dipadankan dengan kata “penzaliman fakta dan data” tidak hanya terbatas pada bidang kesejarahannya saja. Hampir di seluruh aspek kehidupan pengaburan itu berlangsung. Mulai dari pengertian dan pengamalan sistem nasab keibuan yang dikenal dengan sebutan sosiologis “sistem matrilineal”, “pewarisan, hak tanah ulayat, dan keturunan”, sistem kemasyarakatan yang monumental “kelarasan Koto Piliang” dan “kelarasan Bodi Caniago” yang terus dicampurbaurkan untuk suatu pengaburan. Bahkan pengaburan itu sudah meruyak kepada asesoris budaya seperti perubahan pakaian kebesaran seorang penghulu, kepemilikan rumah gadang, kepemilikan masjid-masjid pribadi, dan adab serta tatacara pernikahan dan majelis-majelis perkawinan, serta upacara-upacara kematian, kata-kata panggilan, dan sikap dalam berkenalan.

Pengaburan terhadap adat dan budaya Minangkabau mempunyai dampak yang beragam, baik bagi masyarakat Minangkabau itu sendiri maupun masyarakat luar Minangkabau yang ingin mengetahui tentang Minangkabau. Pengaburan yang dilakukan selama ini telah menyebabkan timbul berbagai ekses yang sangat merugikan. Antara lain, sampai sekarang masyarakat Minangkabau masih belum berhasil membuat sebuah panduan, atau bakuan baik berupa buku atau perundang-undangan tentang adat dan budayanya sendiri. Hal ini menyebabkan para penulis budaya membuat buku tentang adat dan budaya Minangkabau menjadi beragam untuk berbagai kepentingan. Begitu juga para akademisinya, mempunyai persepsi yang saling berseberangan antara sesamanya tentang sebuah realita sosial budaya yang tengah dibedahnya.

Banyak hal yang telah dikabarkan, tetapi lebih banyak yang telah dikaburkan. Diharapkan dalam momentum peresmian Rumah Budaya Fadli Zon Tuanku Muda Pujangga Diraja ini, dapat ditimbulkan kembali keinginan bersama untuk menghentikan pengaburan dan meneruskan pengabaran yang benar tentang adat dan budaya Minangkabau. Waktu kita tinggal sedikit, sebelum arus globalisasi menghanyutkan sesuatu yang diyakini dan diamalkan selama ini, seyogyanyalah kita satu sama lain saling berendah diri dan saling berjujur-jujur pada bidang yang kita geluti. Apalagi dalam saat sekarang, ketika “permainan” politik yang dilakonkan para aktor politiknya sudah begitu bebasnya bergentayangan ke seluruh lapis kejujuran, ke seluruh jalinan urat kebenaran, ke seluruh permukaan kebenaran. Tabiat buruk seseorang tokoh atau pemimpin masyarakat yang dulu diungkapkan dalam mamangan “buruk muka cermin di belah”, kini justru mamangan tersebut jadi sebuah ironi; “seburuk-buruk muka citra harus terjaga”.
Sebagai penutup pidato ini, sengaja saya ulangi lagi apa yang telah disampaikan tadi bahwa, kata mengaburkan, kandungan dustanya lebih besar daripada kebenaran dalam perkabaran. Mengaburkan dapat menjurus pada penzaliman, penistaan dan peniadaan. Mengaburkan Minangkabau dapat diartikan dengan penzaliman terhadap sebuah kebudayaan, penistaan terhadap kehidupan suatu bangsa atau etnik, peniadaan terhadap eksistensi kemanusiaan. Suatu hal yang sangat tidak dapat diterima oleh agama manapun, tidak dapat dibenarkan oleh berbagai disiplin keilmuan apapun, tidak dapat dicatat sebagai sitawa-sidingin dalam berbagai gendre karya sastra manapun.

Semoga kita terhindar dari semua bentuk pengaburan yang akan dapat menggerus kejujuran dalam kehidupan rohani dan diri kita.
“Malabihi ancak-ancak, mangurangi sio-sio” begitu mamangan cerdas dari sekian banyak kearifan lokal dalam budaya Minangkabau.(*)

Tulisan ini merupakan Pidato Kebudayaan penulis, Prof.Dr.Puti Reno Raudha Thaib, Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat dalam acara Peresmian Rumah Budaya Fadli Zon Di Nagari Aie Angek – Padang Panjang Sabtu, 4 Juni 2011

Inilah 10 Pemimpin Pancasila 2011

Komunitas Indonesia Satu di Palangkaraya, Sabtu (11/6/2011), memberikan penghargaan kepada 10 tokoh nasional. Nama penghargaan adalah “Pemimpin Pancasila Tahun 2011“.

Kesepuluh tokoh itu, yang dari berbagai latar belakang yakni H Syamsul Muarif, Marwah Daud, Sri Sultan Hamengkubowono IX, Siti Nurbaya, Zulkifli Hamzah, Gayus Lumbun, Bambang Harymurti, Fadli Zon, Deni Tewu dan Maruar Sirait. Sepuluh orang tokoh nasional tersebut mendapatkan penghargaan dalam suatu acara di Tugu Soekarno, Jalan S Parman Palagkararaya.

“Mereka layak mendapat penghargaan, sebagai pemimpin Pancasila, yang kedua untuk tahun 2011,” jelas. Freddy Ndolu, pimpinan Indonesia satu, Juma’t (9/6) malam. Untuk yang pertama telah dilaksanakan penagurahan tersebut di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 5 Juni lalu.

Gerindra Protes Operasi Payudara Malinda Pakai Duit Rakyat

Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra memprotes operasi payudara milik Malinda Dee dibiayai melalui Jamkesmas. Meski berhak secara hukum, sebagai tahanan, namun secara etika dana Jamkesmas lebih berhak diberikan kepada mereka yang tidak mampu, daripada Malinda Dee yang dianggap publik mampu.

“Jelas ini sangat menyinggung rasa keadilan masyarakat. Sebagai seorang tahanan, Malinda Dee memang tanggungjawab negara, dan punya dasar hukum, operasinya dibiayai negara melalui dana jamkesmas,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon kepada Tribunnews.com, Kamis (09/06/2011).

Sebelumnya diberitakan, Polri bertanggung jawab atas biaya operasi payudara tersangka pembobol dana nasabah Citibank Rp 17 miliar, Inong Malinda Dee. Hal ini dikatakan oleh Kabareskrim Komjen Ito Sumardi. “Biaya pengobatan Malinda selama di RS. Polri akan ditanggung melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dananya memang ditanggung pemerintah,” kata Ito di Kementrian Hukum dan HAM di Jakarta.

Fadli menegaskan, seharusnya Malinda Dee ditanya dulu, apakah bersedia biaya operasinya dibayar pakai uang negara, pakai uang rakyat. Dan tak mungkin, Malinda Dee yang memiliki beberapa mobil mewah merek Kuda Jingkrak alias Ferarri tak mampu membiayai operasi payudaranya. “Tinggalnya saja di apartemen. Jadi, kalau bicara kepantasan, yang lebih berhak dibiayai negara kalau sakit, ya rakyat yang tidak mampu, bukan Malinda Dee,” tandas Fadli Zon.

Waketum Gerindra: Soeharto Lebih Tegas

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menganggap layak bila Presiden kedua HM Soeharto layak mendapat gelar pahlawan. Era kepemimpinan Soeharto dianggapnya kini, banyak dirindukan rakyat. “Pak Harto tetap menjadi sosok yang dirindukan karena ada kecenderungan orang untuk membandingkan. Kalau dulu, hidup relatif ada kemudahan, sekarang dinilai hidup semakin sulit,” kata Fadli Zon kepada tribun, Kamis (09/06/2011).

Bagi para petani, lanjut Fadli, saat Soeharto berkuasa mendapatkan pupuk sangatlah mudah. Kini, susah didapat dan mahal. “Dulu, harga terjangkau. Kini, harga melambung. Jadi wajar saja ada pandangan dulu lebih baik dari sekaran,” ujarnya lagi.

Kepemimpinan Soeharto, Fadli menambahkan, dianggap lebih berani dan tegas sehingga Indonesia disegani dan punya kehormatan. Tak terlalu banyak wacana, namun ada target yang jelas pencapaian pembangunan. “Pak Harto jasa-jasanya besar bagi republik melampaui kekhilafannya sebagai manusia. Beliau sangat pantas menjadi pahlawan nasional,” Fadli Zon menegaskan.

Soeharto: Silakan Ambil Harta Saya untuk Negara

Pasca Soeharto lengser dari jabatannya pada 21 Mei 1998 silam, spekulasi terus bermunculan salah satunya Soeharto beserta keluarganya telah menimbun harta di bunker rumahnya dan menyimpan uang di luar negeri. Sejak saat itu, pemerintah pun dituntut dapat menyita aset Soeharto dan dijadikan sebagai negara. Dengan ekspresi tetap senyum, Soeharto pun menyepakati penandatanganan blangko yang isinya mempersilakan negara menyita harta yang ramai diberitakan saat itu.

“Silaken kalau ada, ambil untuk negara. Saya tanda tangani apa saja,” ujar Soeharto dengan terbata-bata sebagaimana yang diceritakan Fadli Zon dalam buku Pak Harto The Untold Stories. Fadli yang kerap keluar masuk rumah Soeharto mengatakan, dirinya pernah ditunjukan satu per satu ruangan di rumah Soeharto. Di antaranya ruang tunggu menteri, ruang kerja, ruang tidur, hingga toilet.

“Kesan saya, Pak Harto sangat sederhana. Untuk seorang yang telah berkuasa puluhan tahun, rumah di Cendana terlihat biasa saja. Tak ada kemewahan yang berkilau. Bahkan mungkin kalah jauh dari rumah bupati atau anggota DPR sekarang ini,” tegas Fadli. Menurut Fadli, di usia sepuh Soeharto mengetahui bahwa dirinya kerap menjadi sasaran caci-maki dan pesakitan. Bahkan, Soeharto sempat dibawa ke pengadilan seakan sama sekali tidak tersisa jasa-jasanya kepada rakyat.

“Susah senang hidupnya Pak Harto di tanah airnya. Ketika sakit kritis, Pak Harto juga memilih perawatan rumah sakit dalam negeri. Ini menunjukkan Pak Harto percaya tim dokter ahli Indonesia. Apa susahnya beliau pergi ke rumah sakit di Singapura atau negara lainnya?” tandas Fadli yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.

Rumah Budaya Fadli Zon di Sumbar

PADANGPANJANG, KOMPAS.com–Fadli Zon ingin menjadikan kantong kebudayaan baru di Sumatera Barat (Sumbar) melalui keberadaan Rumah Budaya di Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto Tanahdatar, Sumbar. “Keberadaan rumah budaya ini nantinya akan mengorbitkan kebudayaan dan kesenian Minang, agar bisa lebih dikenal masyarakat luas, baik nasional maupun internasinal,” kata Fadli Zon di Aia Angek, berjarak 65 km dari Kota Padang saat peresmian “Rumah Budaya Fadli Zon”, yang prosesinya berlangsung hingga Sabtu malam itu.

Lokasi Rumah Budaya Fadli Zon, berada di kawasan ruas jalan utama menghubungkan Kota Padang – Bukittinggi. Keberadaan bangunan mengandung nilai sejarah itu, menarik banyak perhatian dan menambah koleksi bangunan bersejarah di Minangkabau.

Sumatera Barat, satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak koleksi bangunan bersejarah, selain terpusat di Kota Padangpanjang, juga Kabupaten Tanah Datar, yang banyak menyimpan benda peninggalan bernilai sejarah. Ia mengatakan, untuk bisa menjadi kantong kebudayaan baru di Sumbar ini, Rumah Budaya yang berdiri di atas lahan seluas 4.700 M2 tersebut, saat ini sudah memiliki beberapa koleksi unsur kebudayaan Minang.

Rumah Budaya itu ramai dikunjungi hingga malam hari, karena memamerkan benda-benda kuno dari kebudayaan Minang tempo dulu, yang menjadi daya tarik para wisatawan lokal yang menghabiskan masa libur panjang kali ini. Selain memamerkan benda-benda ciri khas Minang tempo dulu, di Rumah Budaya juga akan digelar berbagai kesenian budaya Minang seperti, saluang, tari, randai, rabab dan lainnya.

Kesenian itu, akan dilakukan melalui pembentukan sanggar seni dan pementasannya, dengan jadwal latihan ditentukan kemudian. “Melalui pameran benda-benda budaya dan pementasan kesenian Minang diharapkan menjadi salah satu upaya pelestarian kebudayaan dan kesenian Minangkabau,” katanya. Dalam Rumah Budaya tersimpan sejumlah koleksi benda-benda kuno bernilai tinggi, khususnya yang terkait dengan benda kebudayaan Minangkabau tempo dulu.

“Koleksi budaya saat ini antara lain, keris luk sembilan asal Pagaruyuang yang dibuat pada abad 18, setrika pakaian dari bara, songket lama, seribu koleksi buku bertema Minang, dan sejumlah lukisan kuno dan fosil kerbau berusia dua juta tahun,” tambahnya. Keberadaan Rumah Budaya Fadli Zon di Aie Angek, menjadi “darah” baru bagi pengembangan sektor kepariwisataan di Sumbar.

Di kawasan rumah budaya juga terdapat, rumah puisi Taufik Ismail, Aie Angek Cottage yang menjadi alternatif hunian keluarga dan penginapan eksklusif yang memiliki 22 kamar yang diapit Gunung Marapi, Singgalang dan Tandikek serta sarat dengan nuansa budaya Minangkabau. Sementara, rumah budaya tersebut diresmikan oleh Taufik Ismail yang dihadiri Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan para sastrawan dari Indonesia dan Singapura dan Malaysia seperti Suratman Markasan, Siti Zainun, dan undangan lainnya.

http://oase.kompas.com/read/2011/06/05/20503843/Rumah.Budaya.Fadli.Zon.di.Sumbar

Fadli Zon Mendirikan Rumah Budaya di Kampungnya

Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), ingin menjadikan kantong kebudayaan baru di Sumatera Barat (Sumbar) melalui keberadaan Rumah Budaya di Nagari Aia Angek, Tanahdatar, Sumbar.

“Keberadaan Rumah Budaya ini nantinya akan mengorbitkan kebudayaan dan kesenian Minang, agar bisa lebih dikenal masyarakat luas, baik nasional maupun internasinal,” kata Fadli Zon saat peresmian “Rumah Budaya Fadli Zon”, yang prosesinya berlangsung hingga Sabtu malam itu.

Lokasi Rumah Budaya Fadli Zon, berada di kawasan ruas jalan utama yang menghubungkan Kota Padang-Bukittinggi. Keberadaan bangunan yang mengandung nilai sejarah itu, menarik banyak perhatian dan menambah koleksi bangunan bersejarah di Minangkabau.

Sumatera Barat adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak koleksi bangunan bersejarah. Selain terpusat di Kota Padangpanjang, juga Kabupaten Tanah Datar menyimpan benda peninggalan bernilai sejarah.

Menurut Fadli, agar bisa menjadi kantong kebudayaan baru di Sumbar, Rumah Budaya yang berdiri di atas lahan seluas 4.700 meter persegi tersebut, sudah memiliki beberapa koleksi unsur kebudayaan Minang.

Rumah Budaya itu ramai dikunjungi hingga malam hari, karena memamerkan benda-benda kuno dari kebudayaan Minang tempo dulu, yang menjadi daya tarik para wisatawan lokal yang menghabiskan masa libur panjang kali ini.

Selain memamerkan benda-benda ciri khas Minang tempo dulu, di Rumah Budaya juga akan digelar berbagai kesenian budaya Minang seperti saluang, tari, randai, rabab dan lainnya. “Melalui pameran benda-benda budaya dan pementasan kesenian Minang diharapkan menjadi salah satu upaya pelestarian kebudayaan dan kesenian Minangkabau,” kata Fadli.

Keris-Piringan Hitam-Koran Abad 20 Fadli Zon Masuk MURI

Selain dikenal sebagai politikus dari partai Gerindra, Fadli Zon, juga dikenal publik sebagai kolektor benda kuno nan antik. Pria yang genap berusia 40 tahun bertepatan dengan perayaan Pancasila 1 Juni kemarin, bahkan memiliki museum pribadi yang ia beri nama Fadli Zon Library. Hebatnya, museum tersebut kemarin mendapatkan penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI).

MURI khusus memberikan penghargaan kepada Fadli Zon sebagai pemilik koleksi keris, koran-koran tua, serta ratusan koleksi piringan hitam miliknya. “Surprise, bertepatan dengan bertambahnya usia saya. Mungkin, ada yang memiliki ratusan koleksi pringan hitam lainnya,” ujar Fadli Zon.

MURI mencatat, ratusan koleksi piringan hitam dimiliki Fadli Zon. Salah satu koleksi piringan hitam, adalah lagu Genjer-genjer yang dinyanyikan oleh almarhum Bing Slamet. Sementara, kurang lebih tercatat ada 900 keris yang dimiliki Fadli Zon yang ia kumpulkan sejak lama. Keris yang ia imiliki, berasal dari jaman Majapahit, sampai salah satu keris tertua dari Sumatera Selatan.

“Teman juga mengusulkan, koleksi ratusan buku tua saya juga bisa masuk MURI,” katanya. Salah satu koleksi buku tua milik Fadli, adalah propaganda oleh pimpinan tertinggi PKI, DN Aidit. Buku yang dimiliki, ditandatangani langsung oleh Aidit. Fadli termasuk orang yang ‘kutu buku’. Koran-koran tua miliknya, sebagai bahan bacaan, masih tertata rapi. Jumlahnya ribuan. Ada yang terbitan tahun 1852, bernama Srompret Melayu, salah satu koran yang terbit di awal abad 20.

Sertifikat MURI diserahkan bersamaan dengan penyelenggaraan diskusi mengenai Pancasila di galery milik Fadli Zon. Alunan lembut suara biola yang dimainkan oleh seniman Idris Sardi, seakan menambah keceriaan Fadli Zon yang gemar mengumpulkan koleksi barang-barang tua.

“Sungguh surprise karena selama ini nggak pernah merayakan ulang tahun. Baru kali ini,” ujar Fadli Zon. Lagu-lagu Tuhan, One Day, Tonight, Menghitung hari, melalui gesekan biola milik Idris Sardi, menjadi sesuatu yang khusus diperdengarkan bagi Fadli Zon bersamaan dengan rekor MURI yang diterimanya.

 

http://www.tribunnews.com/2011/06/04/keris-piringan-hitam-koran-abad-20-fadli-zon-masuk-muri

Gerindra: SMS Fitnah Nggak Penting Buat Rakyat

Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Fadli Zon menyayangkan sikap Presiden yang terlalu reaktif menyikapi SMS fitnah terhadap dirinya. Klarifikasi itu, menurut Fadli bukanlah hal yang teramat penting buat rakyat.  “Saya juga dapat SMS itu, tapi saya biarkan saja, karena ngga penting isinya. Dan rakyat juga tak menganggap hal yang terlalu urgent. Lebih baik, Presiden SBY memerintahkan aparat kepolisian dan BIN, segera tangkap penyebar SMS itu, tak usah dipublikasikan besar-besaran,” kata Fadli Zon, Jumat (03/06/2011).

Dikatakan, di era kemajuan tekhnologi saat ini hal-hal seperti itu tak bisa dihindari. Dan SMS seperti itu, adalah hal biasa saja.  “Kalaupun mau diklarifikasi, cukup juru bicara presiden yang mengatakan, tak usah langsung presiden. Biarkan presiden fokus pada pekerjaannya untuk rakyat,” tegasnya. Masalah kecil ini dibesar-besarkan, malah mendegradasi presiden,” katanya lagi.