Soeharto: Silakan Ambil Harta Saya untuk Negara

Pasca Soeharto lengser dari jabatannya pada 21 Mei 1998 silam, spekulasi terus bermunculan salah satunya Soeharto beserta keluarganya telah menimbun harta di bunker rumahnya dan menyimpan uang di luar negeri. Sejak saat itu, pemerintah pun dituntut dapat menyita aset Soeharto dan dijadikan sebagai negara. Dengan ekspresi tetap senyum, Soeharto pun menyepakati penandatanganan blangko yang isinya mempersilakan negara menyita harta yang ramai diberitakan saat itu.

“Silaken kalau ada, ambil untuk negara. Saya tanda tangani apa saja,” ujar Soeharto dengan terbata-bata sebagaimana yang diceritakan Fadli Zon dalam buku Pak Harto The Untold Stories. Fadli yang kerap keluar masuk rumah Soeharto mengatakan, dirinya pernah ditunjukan satu per satu ruangan di rumah Soeharto. Di antaranya ruang tunggu menteri, ruang kerja, ruang tidur, hingga toilet.

“Kesan saya, Pak Harto sangat sederhana. Untuk seorang yang telah berkuasa puluhan tahun, rumah di Cendana terlihat biasa saja. Tak ada kemewahan yang berkilau. Bahkan mungkin kalah jauh dari rumah bupati atau anggota DPR sekarang ini,” tegas Fadli. Menurut Fadli, di usia sepuh Soeharto mengetahui bahwa dirinya kerap menjadi sasaran caci-maki dan pesakitan. Bahkan, Soeharto sempat dibawa ke pengadilan seakan sama sekali tidak tersisa jasa-jasanya kepada rakyat.

“Susah senang hidupnya Pak Harto di tanah airnya. Ketika sakit kritis, Pak Harto juga memilih perawatan rumah sakit dalam negeri. Ini menunjukkan Pak Harto percaya tim dokter ahli Indonesia. Apa susahnya beliau pergi ke rumah sakit di Singapura atau negara lainnya?” tandas Fadli yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.