Di tengah kritik dari dunia barat atas perubahan
kembali status Hagia Sophia menjadi masjid, Fadli Zon meminta semua
pihak untuk saling menghormati, terutama menghormati kedaulatan Turki.
“Republik Turki modern bagaimanapun menyandarkan identitas sejarahnya
pada Kekhalifahan Usmani, daripada kepada Kekaisaran Bizantium, atau
Romawi Timur, yang secara historis dan kultural kini menjadi Yunani.”
ujar politikus Partai Gerindra Fadli Zon lewat akun twitter @fadlizon,
Kamis (16/7/2020).
Selain karena faktor identitas sejarah tadi, menurut Fadli ada empat
alasan kenapa dunia internasional wajib menghormati pengembalian status
Hagia Sophia menjadi masjid tadi.
Pertama, keputusan perubahan status Hagia Sophia lahir dari sebuah
proses hukum yang konstitusional. Konversi status Hagia Sophia merupakan
hasil dari putusan Dewan Negara atas tuntutan yang diajukan oleh
Asosiasi Artefak Sejarah dan Lingkungan di Turki, yang meminta
pembatalan keputusan Dewan Kabinet 1934 atas status museum Hagia Sophia
yang dinilai ilegal.
“Sehingga, dengan adanya putusan pengadilan tinggi tersebut, maka
tindakan yang diambil oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk
mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid, sesuai dengan hukum Turki.
Dan ini wajib dihormati oleh semua pihak, termasuk oleh komunitas
internasional,” tambah Fadli.
Kedua, sebagai negara berdaulat, Turki memiliki hak untuk mengatur
urusan yang berada di dalam yurisdiksi domestiknya. Dalam hal ini,
persoalan status Hagia Sophia adalah murni urusan domestik pemerintah
dan masyarakat Turki. Sehingga secara politik, Turki, sebagaimana negara
berdaulat lainnya, memiliki hak penuh untuk mengatur dan menentukan
urusan domestiknya tanpa campur tangan negara lain.
Ketiga, kecaman sejumlah pihak yang memandang perubahan status ini
sebagai sebuah tindakan provokasi, tentu bukanlah pandangan tepat.
Meskipun Hagia Sophia terdaftar statusnya sebagai Situs Warisan Dunia,
namun kewenangan penentuan status fungsi dan peruntukannya sepenuhnya
berada di tangan Turki sebagai negara berdaulat penuh atas Hagia Sophia.
Keempat, sebagai bagian dari komunitas internasional, Turki saya kira
telah memberi ruang moderasi bagi golongan lain dengan tetap membuka
Hagia Sophia bagi semua pengunjung, artinya terbuka bagi berbagai
golongan dan agama.
“Saya kira, itu adalah bentuk penghormatan Turki kepada sejarah dan komunitas internasional.” Kata Fadli.
Terkait dengan polemik ini, sebagai negara Muslim terbesar, Fadli
menilai Indonesia perlu menyampaikan sikapnya secara terbuka untuk
menghormati perubahan status Hagia Sophia dan mendorong Turki untuk
benar-benar mempertahankan keterbukaan akses bagi semua golongan atas
situs bersejarah tersebut.
“Sebagai negara muslim terbesar yang menganut politik luar negeri bebas aktif, serta tengah duduk di posisi-posisi strategis, sikap dan pernyataan Indonesia pastinya akan sangat didengar oleh negara-negara Barat dan organisasi internasional, serta akan memberikan nilai tambah tersendiri bagi profil Indonesia di mata dunia internasional.” Pungkas Fadli.
Mungkin hanya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang luput dari
kritik tajam Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon. Secara blak-blakan,
Fadli mengungkap alasan kenapa dirinya tidak pernah mengkritisi kinerja
Menhan.
Menurutnya, bukan lantaran Prabowo merupakan ketua umum Partai
Gerindra dan kebetulan ia menduduki posisi sebagai salah seorang wakil
ketua umum.
“Nah, saya ingin tanya sama Anda, di bagian mana yang perlu kita
kritik dulu coba. Kalau kementerian pertahanan,” demikian respons Fadli
ketika ditanya kenapa dirinya tidak pernah mengkritik Menhan Prabowo.
Pertanyaan tersebut dilontarkan kepada Fadli dalam program NGOMPOL
(Ngomongin Politik) yang tayang di channel YouTube JPNN.com, Selasa
(14/7). Lalu sesempurna apakah Prabowo sampai tidak pernah dikritik oleh
Fadli?
“Tidak ada yang sempurna, cuma kebetulan kan Pak Prabowo mengoreksi
beberapa kebijakan sebelumnya. Beliau misalnya mau orientasi pada
pembelian alutsista di dalam negeri, kan bagus. Masa saya mau kritik.
Saya belum melihat ada yang menonjol perlu dikritik,” tutur Fadli.
Saat disinggung soal ribut-ribut masuknya kapal-kapal ikan Tiongkok
ke Natuna beberapa waktu lalu, di mana publik sempat mempertanyakan
sikap Menhan, Fadli menegaskan bahwa Prabowo ingin realistis.
“Lho, ya Pak Prabowo kan realistis, bukan hanya sekadar ayo kita lawan. Bukan begitu. Karena kita harus realistis yang kita hadapi apa? Pak Prabowo maunya kita perkuat (pertahanan), bukan sekadar teriak-teriak ayo kita lawan China,” tambahnya.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI,
Fadli Zon, menilai ada berkah di balik pandemi saat situasi karantina
maupun semi-karantina di berbagai belahan dunia. Fadli mengharapkan agar
pandemi coronavirus disease (Covid-19) dapat menjadi momentum transisi kepada penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih masif.
Beberapa studi yang diterbitkan di sejumlah tempat
termasuk arxiv.org yang dikelola oleh Cornell University pada beberapa
bulan awal tahun 2020 menurunkan emisi karbon dunia hampir 8 persen
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Ini menunjukkan pengurangan sementara dari energi
berbasis fosil via transportasi darat dan udara dan juga permintaan
energi listrik menghasilkan kualitas udara yang lebih bersih,” terang
Fadli, saat menjadi panelis dalam diskusi International Renewable Energy Agency (IRENA) Legislators Dialogue, yang digelar secara virtual, dikutip Selasa (14/7/2020).
Melihat situasi tersebut, penggunaan EBT memberi peluang
untuk tetap produktif dan sehat karena terbebas dari polusi karbon pada
saat yang bersamaan. Kendati demikian, tantangan pengembangan EBT
tidaklah mudah. Terutama saat pandemi Covid-19.
“EBT mendapat kompetisi dari turunnya harga minyak dunia,
yang membuat mereka lebih menguntungkan secara ekonomi. Selain itu,
krisis lanjutan dari pandemi membuat bisnis EBT mengalami guncangan baik
dari sisi rantai pasokan, interaksi para pekerja hingga situasi
keuangan,” urai politisi Gerindra itu.
Karena itu, lanjut Fadli, pemerintah perlu melakukan
intervensi dan memberi fokus ekstra atas stimulus agar industri EBT
tetap bertahan saat krisis. Dampaknya, pencapaian target bauran energi
EBT sebesar 23 persen dari total penggunaan energi pada 2025 akan
semakin sulit. “Status saat ini yang sekira 9 persen saja sudah berat,”
sambungnya.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) telah menyiapkan sejumlah stimulus seperti subsidi
untuk penggunaan biodiesel dan biaya surcharge untuk penggunaan solar, relaksasi tanggal operasional secara komersil, penjadwalan ulang pembayaran utang, hingga perpajakan.
Indonesia juga merencanakan percepatan dan desentralisasi
proyek EBT di pemerintahan seperti pembangunan PLTS di Gedung Pemerintah
atau penyimpanan ikan hingga pembangkit listrik tenaga matahari dan
mikro-hidro secara off-grid di sejumlah daerah.
“Tetapi itu belumlah cukup. Indeks Stimulus Hijau yang
diterbitkan vivideconomics, perusahaan konsultan ekonomi hijau berbasis
di London, menempatkan Indonesia di urutan terbawah dari 16 negara
ekonomi besar,” beber Anggota Komisi I DPR RI itu.
Fadli menambahkan, pembahasan RUU EBT yang menjadi
inisiatif DPR dan prioritas legislasi 2020 dapat menjadi pintu masuk
menyiapkan segala pengaturan yang diperlukan demi industri EBT yang
ramah investasi dan berkelanjutan. RUU diharapkan mendorong bisnis EBT
berada dalam arena main yang setara dengan bisnis energi fosil.
“Pandemi ini jadi semacam blessing in disguise juga
bagi DPR. Dengan situasi krisis seperti saat ini, kami dapat memiliki
perspektif baru terkait pengembangan EBT khususnya hal apa yang perlu
disiapin dalam situasi krisis,” pungkas legislator dapil Jawa Barat V
itu.
IRENA Legislators Dialogue, merupakan dialog
antar-anggota parlemen kali pertama yang digelar badan energi terbarukan
dunia tersebut. Agenda utama dialog tersebut adalah EBT sebagai
pengungkit layanan dalam merespon pandemic COVID-19. Sesi panel yang
diikuti Fadli Zon adalah berkaitan dengan Shaping renewables in the new world after COVID-19 Pandemic.
Hadir dalam kesempatan tersebut juga Dirjen IRENA, Mr. Fransesco La Camera; Komisioner ECOWAS untuk Energi dan Pertambangan, Mr. Douka Sediko dan sejumlah panelis lain termasuk Ketua Global Renewable Congress, Ms. Barbel Hohn; Direktur Eksekutif Climate Parliament, Sergio Missama dan sejumlah anggota parlemen dari Kenya dan juga Nigeria.
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Fadli Zon kembali memuji Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan.
Pasalnya, setelah mengubah Hagia Sophia dari museum menjadi masjid, Erdogan bersumpah akan membebaskan Masjid Al Aqsa.
“Luar biasa @RTErdogan,” twif Fadli di akun Twittsr @fadlizon dilihat Selasa (14/7).
Mantan wakil ketua DPR ini menilai Erdogan merupakan sosok pemimpin yang sangat memahami sejarah.
Menurut Fadli Zon, Erdogan merupakan pemimpin visioner. “Pemimpin yg mengerti sejarah n visioner,” kata Fadli.
Sebelumnya, Fadli juga memberikan pujian kepada Erdogan.
Anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu memuji keputusan luar biasa Turki di bawah Erdogan.
“Turki luar biasa, Hagia Sophia kini menjadi masjid. Allahu Akbar!” twit Fadli di akun Twitter @fadli, dilihat Minggu (12/7).
“Terima kasih @RTErdogan,” lanjutnya.
Seperti diketahui, Pengadilan Turki pada Jumat lalu mengumumkan pembatalan kebijakan Mustafa Kemal Ataturk yang mengalihfungsikan Hagia Spohia menjadi musem pada 1934.
Presiden Erdogan kemudian menetapkan Hagia Sophia menjadi masjid dan ibadah pertama akan dilakukan 24 Juli 2020.
Keputusan Erdogan itu menuai reaksi internasional. Namun, Erdogan bergeming.
Kumandang Azan kembali terdengar dari Hagia Sophia, Istanbul, Turki pada
Sabtu (11/7) waktu setempat. Rasa syukur mengiringi pengembalian fungsi
bangunan bersejarah itu menjadi masjid kembali.
Pujian tinggi turut disampaikan oleh Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang pada Jumat (10/7) mengumumkan Hagia Sophia dibuka kembali menjadi masjid.
Turki luar biasa, Hagia Sophia kini menjadi masjid. Allahu Akbar! Terima
kasih Recep Tayyip Erdogan,” ujarnya dalam akun Twitter pribadi.
Pada
Jumat kemarin, pengadilan tinggi Turki telah memutuskan bahwa konversi
Hagia Sophia menjadi museum pada 1934 adalah melanggar hukum. Artinya,
keputusan kabinet Turki tahun 1934 dibatalkan.
Pengadilan juga memutuskan bahwa situs warisan dunia itu harus dibuka kembali untuk ibadah muslim.
Pada
awal pendiriannya, Hagia Sophia merupakan sebuah gereja Ortodoks
Yunani. Kemudian berubah menjadi masjid saat direbut oleh Sultan
Utsmani, Mehmet Sang Penakluk.
Namun pada tahun 1934, fungsinya diubah oleh Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Ataturk menjadi museum.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon
menyatakan, diperlukan terobosan di dalam menyelesaikan konflik
Palestina-Israel, terutama dengan cara memaksa Israel untuk tunduk pada
aturan global dengan cara memberikan tekanan yang lebih kuat kepada
Israel, antara lain yaitu dengan melakukan isolasi (pengucilan) secara
politik, ekonomi dan sosial di tingkat regional dan global.
“Isu Palestina merupakan concern dan aspirasi dari sebagian besar rakyat Indonesia, terutama dalam rangka menjalankan amanat konstitusi kita. Palestina adalah termasuk (negara) yang mengakui kemerdekaan kita sejak awal,” ucap Fadli Zon dalam acara webinar yang mengangkat tema Melawan Aneksasi Israel Atas Wilayah Palestina, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (10/7).
Politisi Partai Gerindra ini menyampaikan, untuk menyikapi dari
rencana aneksasi terbaru oleh Israel atas wilayah Palestina, meski kabar
terakhir memang terjadi penundaan, DPR, dalam hal ini BKSAP,
menginisiasi untuk dilakukan joint state.
“Sudah
ditandatangani sekitar 242 anggota parlemen, termasuk Amerika, Inggris,
negara-negara Timur Tengah, dan beberapa ketua parlemen. Kita berharap
ini adalah bagian dari diplomasi parlemen untuk melakukan kampanye
penolakan terhadap aneksasi Israel secara lebih global. Di Uni Eropa ini
juga sudah berjalan cukup masif. Saya yakin ini mempunyai kontribusi
dalam menekan rencana Israel tersebut,” ujar Fadli.
Diplomasi
parlemen yang dilakukan DPR, dalam hal ini BKSAP, sambungnya, telah
dilakukan juga di beberapa forum parlemen dunia. Dikatakannya, terkait
Palestina, hampir tidak ada perbedaan pandangan, semua elemen masyarakat
di Indonesia ingin memperjuangkan nasib rakyat Palestina, termasuk di
tingkat parlemen.
“Persoalan dan isu Palestina serta rencana
aneksasi Israel ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Aneksasi ini
sudah berlangsung selama puluhan tahun sebenarnya, tepatnya sejak tahun
1948. Dan kemudian juga ada perang 6 hari. Pihak Israel secara bertahap
melakukan upaya-upaya aneksasi sehingga luas teritorial Palestina
menjadi menyempit,” jelasnya.
Dilansir laman dpr.go.id,
Fadli mengatakan, perjanjian antara Palestina-Israel yang sudah
diupayakan seolah seperti dimentahkan oleh berbagai
perjanjian-perjanjian terakhir. “Israel memang tidak punya itikad baik
untuk bernegosiasi dan berdamai, apalagi rezim yang saat ini berkuasa
adalah rezim sayap kanan,” tandasnya.
Menyoal kredibilitas PBB,
lanjut Fadli, sebagai institusi antar pemerintah, terutama Dewan
Keamanan, hak veto PBB sering kali menyelamatkan Israel dari sanksi
global. “Tuntutan reformasi atas PBB, khususnya Dewan Keamanan, untuk
bisa lebih demokratis dan akomodatif memang harus menjadi bagian
perjuangan diplomasi kita,” pungkasnya.
Turut menjadi pembicara dalam acara webinar itu yakni Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A Ruddyard, Pakar Timur Tengah Universitas Indonesia Yon Machmudi, dan Civil Society, Sahabat Al Aqsha Dzikrullah. Acara tersebut juga dimoderatori Wakil Ketua BKSAP DPR Mardani Ali Sera.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon mengkritisi mengenai langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly terkait dalam menangani buronan pembubolan Bank BNI Maria Lumowa.
Fadli
Zon mencontohan, ada penanganan berbeda antara Maria Lumowa dengan
buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko
Tjandra.
“Mesti penanganan terhadap masalah buronan ini
standarnya jelas. Bukan sekadar selera dan juga treatment yang
berbeda-beda,” ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (9/7).
Menurut
Fadli, di satu sisi Djoko Tjandra dengan mudahnya mendapatkan e-KTP.
Namun di satu sisi ada treatment khusus bagi Maria Lumowa.
“Jadi
kelihatan sekali ada perbedaan yang satu mudah lolos dan mendapatkan
e-KTP. Ini juga ada satu lagi treatment khusus,” katanya.
Oleh
sebab itu, Fadli berujar jangan sampai persepsi masyarakat timbul
penanganan suatu kasus hanya bagian dari pencitraan saja. Sehingga harus
jelas penanganan terhadap buronan ini.
“Jangan sampai nanti orang menduga karena orang berlomba-lomba menonjolkan prestasi karena takut direshuffle gitu,” ungkapnya.
Diketahui, Maria
Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas
Bank BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1.7 triliun lewat letter of
credit (L/C) fiktif.
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002
hingga Juli 2003. Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136
juta dollar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1.7 triliun dengan
kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline
Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga
mendapat bantuan dari ‘orang dalam’ karena BNI tetap menyetujui jaminan
L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank
Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank
korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga
dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan
penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan
ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon,
khawatir BUMN terjebak dalam krisis utang dan terpuruk akibat kesalahan
tata kelola utang Pemerintah dalam lima tahun terakhir.
Ia mengatakan pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan saat
negara tak punya duit sangatlah berbahaya. Apalagi jika BUMN
dimanfaatkan untuk jadi sumber dana pembangunan proyek pemerintah.
“Selama lima tahun kemarin, pengawasan DPR RI atas utang Pemerintah
ini telah di-‘bypass’ lewat pengalihan utang ke BUMN. Perusahaan plat
merah ditugasi untuk membangun proyek-proyek Pemerintah, tapi duitnya
disuruh cari sendiri,” kata Fadli Zon dalam keterangannya, yang dikutip
MONITOR.
Waketum DPP Gerindra ini mengatakan, model pembangunan yang
manipulatif ini tak seharusnya diteruskan. Terbukti, kata dia, BUMN saat
ini akhirnya terjebak dalam pusaran utang yang bisa memperburuk krisis.
“Saya kira, ke depan Pemerintah tak boleh lagi menjadikan BUMN sebagai ‘kuda Troya’ untuk berutang, terutama utang luar negeri,” tegasnya.
Badan Kerja Sama Antar Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat(BKSAP DPR) terus menggalang dukungan dari anggota parlemen negara lain untuk menolak rencana aneksasi wilayah Palestina oleh Israel.
Ketua
BKSAP DPR Fadli Zon mengatakan saat ini sudah ada 242 anggota parlemen
di seluruh dunia menandatangani penolakan yang diinisiasi parlemen
Indonesia. Mereka yang menandatangani berasal dari berbagai parlemen
dunia, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara di Timur
Tengah.
Bahkan, politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan ada unsur pimpinan parlemen yang ikut tanda tangan, yakni Qatar dan Kuwait. “Ini bagian diplomasi parlemen untuk menolak aneksasi Israel secara global. Bahkan di Uni Eropa pun masif. Saya yakin ini berkontribusi untuk menekan upaya Israel,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Melawan Aneksasi Israel Atas Wilayah Palestina”, Jumat (10/7/2020).
Fadli menerangkan pihaknya mengampanyekan penolakan ini di berbagai
forum internasional, seperti Inter-Parliamentari Union (IPU), Asean
Inter Parliamentary Asembly (AIPA), dan Parliamentary Union of Islamic
Countries (PUIC). Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu menerangkan isu
aneksasi wilayah Palestina bukan pertama kali terjadi. “Aneksasi sudah
berlangsung puluhan tahun sejak 1948 hingga perang enam hari. Pihak
Israel secara bertahap melakukan aneksasi sehingga luas teritorial
Palestina menyempit,” tuturnya.
Sekarang, Israel kembali mewacanakan aneksasi sebagai bagian dari Deal of Century dengan Amerika Serikat. Fadli menyebut proposal Deal of Century ini merupakan sebuah kemunduran dalam usaha melakukan perdamaian di Tepi Barat. “Proposal dari Deal of Century harus, kita tolak secara keras. Israel tidak punya etikad baik untuk berdamai. Dalam DK PBB, veto sering kali menyelamatkan Israel dari sanksi global,” paparnya.
Fadli menjelaskan beberapa alasan menolak Deal of Century, antara lain, tidak melibatkan Palestina, aneksasi semua permukiman, situs keagamaan di Yerusalem dibawah kendali Israel, dan pengungsi Palestina tidak dapat kembali. Jika aneksasi dilakukan Israel, diprediksi akan meningkatkan kekerasan dan mendorong perang terbuka. ”Diperlukan terobosan untuk penyelesaian konflik Palestina-Israel, terutama memaksa Israel tunduk pada aturan internasional. Perlu ada pengucilan politik dan ekonomi di tingkat global,” katanya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai ada tiga kondisi
fundamental yang memicu terjadinya krisis finansial pada tahun
1997/1998, yaitu gagal bayar utang korporasi, turunnya modal masuk, dan
sistem keuangan yang rentan.
Dia khawatir, saat ini dimasa pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amien,
kondisi yang sama akan terjadi. Hal itu karena adanya krisi utang dan
risiko gagal bayar Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Fadli, BUMN yang seharusnya bisa jadi alat intervensi negara di
dalam perekonomian, kini malah menghadapi risiko gagal bayar yang serius
akibat kesalahan Pemerintah dalam lima tahun terakhir.
Dia membeberkan, menurut data Bank Indonesia (BI), dalam lima tahun
terakhir total utang luar negeri seluruh BUMN terus mengalami kenaikan.
Hingga April 2020, nilai utang luar negeri BUMN mencapai US$55,3 miliar,
atau setara Rp775 triliun (kurs Rp14 ribu).
“Jumlah mencapai lebih dari seperempat total utang luar negeri swasta
yang mencapai US$207,8 miliar. Padahal, pada 2014, total utang BUMN
masih ada di angka US$30,7 miliar,” ujar Fadli Zon melalui siaran
persnya, Kamis (9/7).
“Pandemi Covid-19 membuat kondisi tadi jadi lebih buruk, pendapatan
hampir seluruh BUMN pasti tergerus, sementara jumlah utang jatuh tempo
jumlahnya tak sedikit.” Sambungnya.
Dia melanjutkan, sebagai catatan, antara bulan Mei hingga Desember 2020, ada 13 BUMN yang memiliki obligasi jatuh tempo.
Yang paling besar nilainya adalah Bank Tabungan Negara (BTN), yaitu
Rp5,4 triliun, disusul Pupuk Indonesia, senilai Rp4,1 triliun. Kalau
BUMN menghadapi risiko gagal bayar, pemulihan ekonomi kita akan kian
sulit.” Katanya.
Kasus paling mencolok adalah Garuda Indonesia, sambung Fadli Zon, pada 3
Juni lalu mereka seharusnya membayar utang sukuk global US$500 juta,
namun terpaksa harus merestrukturisasinya.
Hal serupa jg terjadi pada BUMN karya, yg pertumbuhan utangnya jauh
lebih besar dari labanya. Adhi Karya, misalnya, tahun 2019 lalu
pertumbuhan utangnya mencapai 20 persen, sementara labanya hanya naik
3,1 persen. Artinya, kenaikan utang tersebut tidak seimbang dengan
pertumbuhan laba perseroan.
“Tak heran jika kemudian BUMN terpaksa harus menjual aset untuk menutupi
utang. Waskita Karya, misalnya, yang memiliki utang mencapai Rp89
triliun, akan melepas empat ruas jalan tahun ini, yaitu Tol Becakayu,
Tol Kanci-Pejagan, dan Tol Pejagan-Pemalang.” Ujar Fadli Zon.
Dia mengatakan, pada zaman orde baru membangun infrastruktur saat negara
sedang menikmati rejeki nomplok “Oil Boom”. Begitu juga di zaman
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SB) yang saat itu menikmati booming
harga komoditas.
“Nah, Presiden Jokowi ingin membangun berbagai infrastruktur fisik, yang sebagian besarnya berupa infrastruktur konsumtif seperti jalan tol dan bandara, saat negara tak punya pemasukan. Akhirnya, BUMN kita yang dijadikan korbannya. Mereka dipaksa untuk membangun dengan jalan mencari utangan.” Katanya.
Saya kira ini harus diperhatikan betul. Jangan sampai BUMN justru jadi katalis, bahkan menjadi pemicu bagi terjadinya krisis yang lebih besar.” Sambung dia