Blog

Fadli Zon: Abraham Samad Disingkirkan untuk Lemahkan KPK

Fadli Zon: Abraham Samad Disingkirkan untuk Lemahkan KPK

Fadli Zon Abraham Samad Disingkirkan untuk Lemahkan KPK

Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) Fadli Zon menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dilemahkan jika benar ada upaya penyingkiran Ketua KPK Abraham Samad.

“Kalau benar, maka itu menjadi manuver untuk melemahkan KPK,” tegas Fadli Zon kepada Tribunnews.com, Jakarta, Rabu (27/3/2013).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengungkapkan adanya upaya rekayasa menyingkirkannya dari KPK.

Penyingkirannya dari KPK direncanakan melalui isu kasus kebocoran draft sprindik tersangka Anas Urbaningrum.

Abraham menyatakan, kasus kebocoran yang ternyata juga berujung pada penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka itu adalah sebuah upaya rekayasa yang sengaja diciptakan.
Bahkan, dia menuding ada pihak-pihak yang memang dengan sengaja mengarahkan pelaku pembocor sprindik itu kepada dirinya.

Lebih lanjut terkait hal itu, Fadli mendesak agar KPK tetap solid dan tegar dalam mengahadapi berbagai upaya melemahkan institusi superbodi pemberantasan korupsi itu.

“KPK harus tetap solid dan tegar menghadapi berbagai usaha pelemahan dari berbagai pihak,” katanya.

Minangkabau Gerakkan Tangan Penyair

Minangkabau Gerakkan Tangan Penyair

Minangkabau Gerakkan Tangan Penyair

Bumi Minangkabau tak habis-habisnya menginspirasi lahirnya karya sastra. Kemarin (25/3), dua sastrawan nasional melun­curkan karya berupa puisi dan novel. Pertama peluncuran buku puisi D Zawawi Imron berjudul Mengkaji Bukit Mengeja Danau, lalu novel Tadarus Cinta Buya Pujangga karya novelis Akmal Nasery Busral, di Rumah Budaya Fadli Zon, kompleks Aia Angek Cottage, Kecamatan X Koto, Tanahdatar.

Peluncuran dua buku yang dihadiri puluhan sastrawan nasional dan lokal tersebut, juga diisi senandung lagu Sajadah Panjang karya maestro Taufik Ismail oleh putra Hooridjah Adam. Lalu, pembacaan puisi Mengkaji Bukit Mengeja Danau secara berganti oleh beberapa seniman. Selanjutnya, Akmal Nasery Busral membaca BAB I Novel Tadarus Cinta Buya Pujangga.

Sentuhan puitis pria kelahiran Desa Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur itu, benar-benar membuat takjub tamu dan undangan yang hadir. Zawawi menyampaikan, inspirasi untaian kata-kata indah tersebut lahir tatkala dirinya menyadari kebesaran jasa seorang ibu terhadap anak yang tak terbalaskan. Beragam kebesaran ciptaan-Nya dapat dirasakan berkat jasa seorang ibu.

“Sebelum ini, saya ke Sumbar tepat setahun setelah kepergian ibu saya menghadap Sang Khalik. Dan di bumi ini (Ranah Minang), saya mengalami stoned semacam ekstase. Kelengkapan alam seperti gunung, danau, dan sebagainya semua seperti berbisik menggerakkan tangan ini hingga menghasilkan puisi,” ujar Zawawi kepada Padang Ekspres.

Zawawi berujar, “Bumi Minangkabau tidak hanya indah. Namun, juga mampu menggerakkan tangan penyair untuk melahirkan puisi,” kata pria peraih penghargaan “The S.E.A Write Award” di Bangkok Thailand tahun 2012 lalu. Penghargaan itu diberikan keluarga Kerajaan Thailand untuk para penulis di kawasan ASEAN. Selain itu, pada Juli 2012 lalu, beliau juga meluncurkan buku puisinya berjudul “Mata Badik Mata Puisi” di Makassar, kumpulan puisinya ini berisi tentang Bugis dan Makassar.

Dia menempuh pendidikan di Pesantren Lambicabbi, Gapura Sumenep. Ia seorang penyair dan kyai. Selain melakukan kegiatan dakwah, Zawawi yang mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1982 ini, juga aktif membacakan sajaknya di berbagai tempat, antara lain Yogyakarta, ITS Surakarta, Unhas Makassar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta serta di berbagai tempat lainnya.

Hidupkan Sosok Hamka

Di sisi lain, novelis Akmal Nasery Busral melalui novelnya Tadarus Cinta Buya Pujangga berusaha menghidupkan kembali sosok Buya Hamka. Novel bergenre sejarah ini memotret kehidupan Buya Hamka sampai usia 30 tahun, ketika itu dia bertemua Bung Karno di Bengkulu.

Akmal berupaya mengajak masyarakat Minangkabau memahami nilai-nilai karakter positif Hamka kecil. “Melalui novel sejarah ini digambarkan seseorang yang sekalipun tidak mengecap pendidikan tinggi, namun mampu meraih gelar doktor kehormatan. Kesuksesannya yang harus jadi percontohan generasi atau di dalam keluarga,” ungkapnya.

Penulis novel best seller “Sang Pencerah” ini mengawali penulisannya masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa muda seorang Malik yang penuh pembangkangan, pemberontakan. Malik yang sering bolos sekolah, kabur sampai ke Bengkulu, menulis surat rayuan untuk kawan-kawan perempuannya sejak kecil, jadi joki kuda pacu untuk mencari uang, dan lainnya, sampai proses metamorfosis Malik menjadi penulis dengan nama pena H.A.M.K.A (Haji Abdul Malik Karim Amrullah).

Selain itu, juga tentang lahirnya dua roman yang melambungkan namanya di jajaran pujangga Balai Pustaka—Tenggelamnya Kapal Van der Wijk dan Di Bawah Lindungan Ka’bah—keduanya terbit saat Hamka berumur 30 tahun. Sampai akhirnya, Hamka bertemu dengan Soekarno di pengasingan (Bengkulu, red).

Pemilik Rumah Budaya, Fadli Zon menyampaikan, kegiatan ini diharapkan dapat menggugah semangat sastrawan di Sumbar. “Kita berharap berbagai implementasi kegiatan budaya yang digelar Rumah Budaya, mampu menggugah semangat jiwa seni di Sumbar. Pada kesempatan ini, kami mencoba membaurkan antara seniman di berbagai daerah di Indonesia,” sebut Fadli Zon.

Gerindra: Insiden di Lapas Sleman seperti bangsa dikuasai mafia

Gerindra: Insiden di Lapas Sleman seperti bangsa dikuasai mafia

Gerindra Insiden di Lapas Sleman seperti bangsa dikuasai mafia

Aksi penembakan empat tanahan di Lapas II B Sleman oleh 17 orang bersenjata membuktikan penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Tanpa penjagaan yang ketat, sekelompok orang tidak dikenal berhasil masuk hingga membunuh tahanan dengan pucuk senjata laras panjang.

“Insiden ini mirip kejadian pada sebuah bangsa yang gagal atau dikuasai mafia. Negara tak berdaya dan lemah menghadapi kelompok bersenjata. Hukum tak berjalan dan kurang wibawa,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon melalui keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Minggu (24/3).

Fadli meminta pemerintah tidak menganggap sepele peristiwa tersebut. Sehingga, kejadian yang dinilai sebuah teror harus dibuktikan dengan penanganan yang cepat dan nyata dari pemerintah.

“Jika tidak ditangani serius, masyarakat akan makin tak percaya pada aparat penegak hukum dan bebas main hakim sendiri,” tambahnya.

Dia juga berharap, pengamanan di lapas-lapas lebih ditingkatkan. “Hal yang lebih strategis adalah penguatan peran negara melalui penegakan hukum yang adil,” tandasnya.

Peristiwa penembakan empat tahanan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta terjadi pada Sabtu (23/3) dini hari. Empat orang diberondong peluru. Keempat tahanan itu merupakan pelaku penganiayaan yang menewaskan seorang anggota Kopassus, Sertu Santoso (31) di Hugo’s Cafe Kota Yogyakarta.

Kejadian penembakan itu berlangsung sekitar pukul 01.30 WIB, dimulai dengan kedatangan belasan orang bercadar ke dalam Lapas. Dengan menggunakan penutup muka berwarna hitam, para pelaku melompati pagar setinggi sekitar satu meter.

Pria berbadan tegap itu lantas melumpuhkan sipir penjara, dan memaksanya untuk masuk ke dalam sel tahanan. Tidak berhenti sampai di sana, para pelaku meminta sipir pembawa kunci untuk memeriksa satu per satu sel guna menemukan sasarannya.

Tidak lama, mereka menemukan para pelaku yang tengah meringkuk di dalam sel. Tanpa basa-basi, belasan pria bercadar itu menembakkan senjata api ke arah para korban hingga tewas.

Fadli Zon: Penyerangan Lapas Sleman Bentuk Teror Pada Negara

Fadli Zon: Penyerangan Lapas Sleman Bentuk Teror Pada Negara

Fadli Zon Penyerangan Lapas Sleman Bentuk Teror Pada Negara

Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Fadli Zon, menegaskan bahwa peristiwa penembakan empat tahanan yang terjadi di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada sabtu dini hari kemarin, harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Fadli mendesak agar aparat mencari motif penyerangan dan penembakan, yang menewaskan empat tahanan tersangka kasus penusukan anggota Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro, Sertu Heru Sentosa, di Kafe Hugo’s Yogyakarta itu.

“Terlepas dari motif yang melatarbelakanginya, kejadian brutal tersebut tak sepantasnya terjadi di negara hukum seperti Indonesia,” ujar Fadli kepada VIVAnews, Minggu 24 Maret 2013.

“Tak pernah kita dengar adegan semacam itu kecuali di film-film action,” tambah Fadli.

Peristiwa ini, lanjut Fadli, sungguh mengkhawatirkan dan memalukan di mana ada 17 orang bersenjata bisa masuk ke dalam Lapas dan melakukan aksi penembakan brutal. Insiden ini, katanya, mirip kejadian pada sebuah bangsa yang gagal atau dikuasai mafia. Negara tak berdaya dan lemah menghadapi kelompok bersenjata. Hukum tak berjalan dan kurang wibawa.

Oleh karena itu, pemerintah tak boleh menganggap aksi brutal ini sebagai hal yang sepele. “Kejadian ini merupakan bentuk teror kepada negara. Harus ada tindakan nyata dan cepat dari pemerintah untuk menanganinya, dan menjamin tak terulang lagi,” kata Fadli.

Sebagaimana luas diberitakan bahwa empat tahanan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, tewas mengenaskan akibat diberondong tembakan belasan orang yang merangsek secara paksa ke Lapas, pukul 01.30 WIB, Sabtu 23 Maret 2013. Keempatnya belum sampai satu hari dititipkan Polda DIY ke lapas tersebut.

Empat orang ini adalah Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31), Yohanes Juan Mambait (38), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33). Tiga nama pertama tercatat sebagai warga Tegal Panggung, Yogyakarta. Sedangkan Dedi beralamat di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.

Pembunuhan di Lapas Bukti Negara Lemah

Pembunuhan di Lapas Bukti Negara Lemah

Pembunuhan di Lapas Bukti Negara Lemah

Sabtu dini hari terjadi penembakan yang menewaskan 4 tahanan di Lapas IIB Sleman. Keempat korban tewas yang ditembak di dalam tahanan itu adalah para tersangka kasus penusukan anggota Kopassus di Kafe Hugo’s. Diduga, motif peristiwa ini merupakan balas dendam.

Faktor dendam bisa saja jadi pendorong. Namun, terlepas dari motif yang melatarbelakanginya, kejadian brutal tersebut tak sepantasnya terjadi di negara hukum seperti Indonesia. Tak pernah kita dengar adegan semacam itu kecuali di film-film action.

Peristiwa ini sungguh mengkhawatirkan dan memalukan. Ada 17 orang bersenjata masuk ke dalam Lapas dan melakukan aksi penembakan brutal. Insiden ini mirip kejadian pada sebuah bangsa yang gagal atau dikuasai mafia. Negara tak berdaya dan lemah menghadapi kelompok bersenjata. Hukum tak berjalan dan kurang wibawa.

Pemerintah tak bisa menganggap aksi ini sepele. Kejadian ini juga merupakan bentuk teror kepada negara. Harus ada tindakan nyata dan cepat dari pemerintah untuk menanganinya, dan menjamin tak terulang lagi. Jika tidak ditangani serius, masyarakat akan makin tak percaya pada aparat penegak hukum dan bebas main hakim sendiri.

Pengamanan Lapas tentu harus ditingkatkan. Namun, hal yang lebih strategis adalah penguatan peran negara melalui penegakan hukum yang adil.

Penyerangan Lapas, Indonesia Dikuasai Mafia

Penyerangan Lapas, Indonesia Dikuasai Mafia

Penyerangan Lapas, Indonesia Dikuasai Mafia

Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, lalu membunuh empat tahanan oleh sekelompok orang bersenjata lengkap, dinilai sangat mengkhawatirkan publik dan memalukan pemerintahan. Peristiwa itu seperti terjadi di negara yang gagal atau dikuasai mafia.

Tak pernah kita mendengar adegan semacam itu kecuali di film-film action. Negara tak berdaya dan lemah menghadapi kelompok bersenjata.
— Fadli Zon

Hukum tak berjalan dan kurang wibawa,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon dalam siaran persnya, Minggu (24/3/2013).

Fadli mengatakan, pemerintah tak bisa menganggap sepele peristiwa itu. Kejadian itu, kata dia, merupakan teror kepada negara. Harus ada tindakan nyata dan cepat dari pemerintah untuk menangkap para pelaku dan menjamin kejadian serupa tidak terulang.

“Jika tidak ditangani serius, masyarakat akan makin tak percaya kepada aparat penegak hukum dan bebas main hakim sendiri. Kejadian brutal itu tak sepantasnya terjadi di negara hukum seperti Indonesia,” kata Fadli.

Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, secara terpisah mengatakan, tindakan main hakim yang kerap terjadi lantaran kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum dinilai kurang bisa memberi keadilan kepada orang-orang yang menjadi korban.

“Apabila rasa kepercayaan itu ada, pasti kejadian seperti ini tidak mungkin terjadi,” kata anggota Komisi III DPR itu.

Sebelumnya, gerombolan bersenjata api laras panjang, pistol, dan granat menyerang lapas. Awalnya, mereka mengaku dari Polda DI Yogyakarta, sambil menunjukkan surat berkop polda. Mereka mengaku ingin membawa empat tersangka kasus pembunuhan Sersan Satu Santosa, anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Hugo’s Cafe, Selasa lalu.

Mereka mengancam meledakkan lapas ketika permintaan ditolak pihak lapas. Akhirnya, petugas membukakan pintu dan belasan orang memakai penutup mata masuk. Mereka menyeret petugas lapas untuk menunjukkan empat tahanan yang dicari.

Empat tahanan tersebut ditembak mati. Mereka, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait. Mereka tercatat sebagai desertir anggota kesatuan Kepolisian Resor Kota Besar Yogyakarta. Sebelum kabur, mereka juga membawa rekaman CCTV. Aksi itu hanya berlangsung 15 menit.

Kasus itu masih dalam penyelidikan. Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso sudah membantah penembakan dilakukan anggota Kopassus. Kepala Seksi Intelijen Kopassus Grup-2 Kapten (Inf) Wahyu Yuniartoto juga membantah.

Negeri Penghasil Bawang yang Cuma Punya Mimpi

Negeri Penghasil Bawang yang Cuma Punya Mimpi

Negeri Penghasil Bawang yang Cuma Punya MimpiSatu bulan terakhir ini ibu-ibu rumah tangga, pemilik warung, pedagang, disibukkan dengan gonjang-ganjing harga bawang putih yang kian hari kian berkilau dan “kinclong” karena menembus angka puluhan ribu rupiah, bahkan hampir Rp.100.000 per kilogram.
Jakarta, Aktual.co — Dalam pekan-pekan terakhir bawang putih ternyata mampu membuat pusing bukan hanya ibu rumah tangga, karena harganya terus melambung, namun juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang marah besar lantaran para menterinya lamban bergerak mengatasinya.

Adalah Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan dan Menteri Pertanian, Suswono, yang dimarahi Presiden karena bawang ini, dua pembantu Presiden itu dinilai tidak kompak mengurus bawang.

Teguran kepada dua menteri itu disampaikan Presiden SBY dalam pertemuan dengan sejumlah petinggi media di Istana Negara, Jumat 15 Maret 2013.

“Saya marah kemarin, karena urusan bawang merah dan putih ini berhari-hari kurang cepat. Kurang konklusif dan kurang nyata penangganannya,” kata SBY.

Satu bulan terakhir ini ibu-ibu rumah tangga, pemilik warung, pedagang, disibukkan dengan gonjang-ganjing harga bawang putih yang kian hari kian berkilau dan “kinclong” karena menembus angka puluhan ribu rupiah, bahkan hampir Rp.100.000 per kilogram.

Angka tersebut sungguh diluar kewajaran, bahkan harga satu kilogram bawang putih setara dengan empat kilogram daging ayam potong. Sepanjang sejarah, baru tahun ini harga bawang putih “gila-gilaan”, meski beberapa hari kemudian akhirnya harus terjun bebas karena stok di pasaran mulai melimpah.

Meski sudah “terjun bebas”, harga bawang putih di pasar-pasar tradisional masih belum mampu kembali ke harga normal seperti sebelumnya yang hanya Rp18.000-Rp20.000 per kilogram. Harga saat ini rata-rata masih di atas Rp30.000 per kilogram.

Kenaikan harga bawang putih juga mengerek harga bawang merah yang saat ini berada di atas Rp40 ribu per kilogram.

Padahal Indonesia saat ini merupakan eksportir bawang merah, sedangkan untuk bawang putih kebutuhan Indonesia dipenuhi produk impor dari China.

Menteri Pertanian Suswono memang mengakui saat ini, sebagian besar kebutuhan bawang putih di dalam negeri masih dipenuhi dari impor, sebab petani dalam negeri hanya mampu memenuhi kurang dari 10 persen pasokan bawang putih dari total kebutuhan nasional.

Sayangnya Suswono menyatakan, saat ini data catatan produksi petani bawang putih maupun bawang merah belum ada. Sehingga pihaknya tidak memiliki pegangan soal produksi petani saat ini.

Memang Kementerian Pertanian sendiri tidak bisa memaksakan petani untuk menanam bawang putih atau bawang merah. Sebab, petani ini tentu melihat untung rugi dalam menanam komoditas tersebut.

Berdasarkan penelitian Kementerian Pertanian, petani bawang ini banyak yang mengalihkan fungsi lahannya menjadi menanam padi karena lebih menguntungkan.

“Satu hektare untuk produksi bawang ini ongkos produksinya bisa Rp 60 juta. Ini padi kan lagi bagus harganya. Apalagi risikonya juga kecil. Sementara menanam bawang itu high risk high return. Jadi petani memang lebih menanam yang lebih menguntungkan,” tambahnya.

Sekadar catatan, kebutuhan bawang putih secara nasional mencapai 400.000 ton setiap tahun. Dari kebutuhan tersebut, sekitar 320.000 ton dipenuhi dari impor.

Di semester I-2013 ini, pemerintah akan menyepakati rencana impor bawang putih sebesar 84 persen dari rencana tersebut atau sekitar 134.600 ton bawang putih.

Untuk mengantisipasi kenaikan harga bawang putih tersebut, Kementerian Perdagangan seger mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih untuk 92 perusahaan Importir Terdaftar (IT) yang akan mendatangkan 134,6 ribu ton bawang putih atau sebesar 84,15 persen dari total kebutuhan semester pertama sebanyak 160.000 ton untuk periode Januari sampai Juni.

SPI tersebut diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan setelah sebelumnya Kementerian Pertanian mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bagi para pemegang IT.

“Dengan diterbitkannya SPI tersebut, dalam waktu kurang lebih 10 sampai 14 hari mendatang pasokan bawang putih ke pasar induk dan pasar eceran diharapkan bisa segera bertambah dan bisa membantu menurunkan harga,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, di Jakarta, Rabu (13/3).

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian yang telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian akhirnya melepaskan sebanyak 332 kontainer yang sempat tertahan demi menstabilkan harga bawang putih yang terus merangkak naik akibat minimnya pasokan.

Tingkat ketergantungan Meski harga bawang putih mulai berangsur turun, bukan berarti permasalahannya selesai, sebab permasalahan pelik yang dihadapi bangsa Indonesia sebenarnya adalah tingkat ketergantungan impor yang sangat tinggi akibat dari rendahnya produksi dalam negeri, sehingga tak mampu memenuhi kebutuhan domestik.

Menteri Perdagangan Gita Wiryawan mengatakan, produksi bawang putih sering tidak bisa memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat Indonesia, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap impor selalu tinggi, bahkan bisa mencapai 95 persen dari kebutuhan.

Produksi bawang putih di Tanah Air rata-rata hanya 14.200 ton per tahun, sedangkan kebutuhan masyarakat mencapai 400 ribu ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mau tidak mau pemerintah harus impor dari sejumlah negara, termasuk China yang mencapai 135 ribu ton.

Meski Indonesia merupakan negara tropis, bukan hal yang mustahil jika produksi bawang putih bisa memenuhi kebutuhan, apalagi Indonesia juga pernah menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri (swasembada) pada tahun 1996-1998 lalu.

Menurut Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon, peningkatan produksi bawang putih tidak dianggap sebagai hal yang mustahil, sebab pengembangan riset pertanian memungkinkan Indonesia untuk memproduksi bawang putih meskipun iklim di Indonesia cenderung tidak cocok.

Tanah di Indonesia, umumnya memang lebih cocok ditanami bawang merah. Namun, menurut dia, jika pemerintah serius mengembangkan penelitian mengenai penanaman bawang putih, maka Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor.

Ia juga menyayangkan produksi bawang putih di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Saat ini, Indonesia bahkan hanya bisa memproduksi bawang putih kurang dari 10 persen kebutuhan masyarakat. “Dulu kita pernah berjaya, kenapa bisa turun, semestinya ada kemajuan karena perkembangan teknologi,” kata dia.

Pada tahun sebelum 1998, luas lahan tanaman bawang putih di Tanah Air mencapai 250 ribu hektare dengan produktivitas cukup tinggi dan jika dikonversikan dengan kebutuhan saat ini sudah bisa mencukupi dan Indonesia tidak perlu impor lagi.

Namun, fakta yang ada saat ini lahan (areal) tanaman bawang sudah menyusut cukup tajam, sehingga produktivitasnya juga rendah dan keran impor akhirnya dibuka lebar-lebar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kalangan petani pun mengaku enggan menanam bawang putih maupun bawang merah meski harganya di pasaran tengah melonjak. Petani justru mempersiapkan lahannya untuk menanam daun bawang pre.

“Menanam bawang merah atau putih tidak lagi menguntungkan karena biaya operasional dan perawatannya cukup besar, disamping harga bibitnya juga mahal,” kata Warsito, salah seorang petani di Torongrejo, Batu.

Menurut dia, harga bibit saat ini mencapai Rp25.000-Rp50.000 per kilogram dan biaya operasionalnya juga tinggi. Untuk per hektarenya butuh biaya sekitar Rp20 juta-Rp25 juta dan biaya itu akan membengkak lebih tinggi jika tanaman bawang merah terserang penyakit, mirisnya lagi saat panen tiba harga jual bawang merah sering anjlok.

Sedangkan untuk daun bawang pre, biaya operasionalnya sekitar Rp10 juta/hektare. Pada saat harganya mahal bisa mencapai Rp6.000-Rp7.000/kg dan ketika harganya anjlok sekitar Rp1.000-Rp1.500/kg, namun petani tetap tidak rugi karena masih balik modal.

Sementara itu, pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia yang juga anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Khudori, mengatakan bahwa terkait dengan bawang putih, merupakan hal yang berbeda jika dibandingkan dengan tanaman padi.

“Bawang putih merupakan tanaman di kawasan subtropis yang memerlukan sinar matahari sebanyak 17 jam per hari, dan tidak ada wilayah di Indonesia yang memiliki daerah tersebut,” kata Khudori saat dihubungi Antara, Sabtu (23/3).

Masih memungkinkan Khudori menjelaskan, memang masih dimungkinkan untuk menanam bawang putih di Indonesia, namun produksinya akan jauh berbeda dengan negara asalnya.

“Jika di negara subtropis untuk satu hektare tanah bisa menghasilkan 20 ton bawang putih, maka jika ditanam di Indonesia akan menghasilkan setengahnya saja,” ungkap Khudori, yang juga mengatakan bahwa keberadaan lahan pertanian di Pulau Jawa akan terus terhimpit dan perlu didorong adanya pengembangan lahan pertanian di luar Pulau Jawa.

Dia menambahkan, jika memang menjadi fokus dari pemerintah maka bisa dilakukan pengembangan bibit bawang putih yang cocok untuk iklim tropis seperti di Indonesia, namun apabila tidak maka memang harus terus tergantung dengan impor.

“Pengembangan juga tidak bisa dilakukan dengan sekejap, perlu waktu yang lama, tinggal apakah pemerintah fokus untuk mengatasi masalah ini. Jika tidak, maka kita akan terus bergantung untuk melakukan impor bawang putih,” ujar Khudori.

Sementara itu Sekjen HKTI Fadli Zon, menyatakan, mengenai penanganan harga bawang merah, ia menyarankan agar ada perbaikan kualitas bibit.

“Kalau perlu kita impor bibitnya bukan bawang merah jadi, itu jauh lebih untung. Selanjutnya juga dilakukan pengendalian hama, penyakit dan penggunaan rumah plastik,” katanya.

Pemerintah juga bisa membuat sentra produksi bawang baru selain Brebes, NTB, Bali, dan Probolinggo.

“Menanam bawang,hanya membutuhkan waktu dua bulan sehingga tidak ada alasan tak mampu,” katanya.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada menilai kebijakan pemerintah yang melakukan impor bumbu dapur seperti bawang ini sebagai kegagalan pemerintah untuk membangun kemandirian petani. Impor tidak seharusnya dilakukan mengingat Indonesia kaya sumber daya alam.

“Pemerintah telah gagal membangun petani yang mandiri di atas tanahnya sendiri. Kebijakan ini membuktikan pemerintah gagal membangun kedaulatan pangan nasional,” katanya.

Sidik juga mengatakan, harga bawang di sejumlah daerah di Tanah Air saat ini sudah mulai berangsur turun. Pasokan bawang terutama bawang putih yang diimpor oleh pemerintah sudah mulai datang.

Namun, bukan berarti pemerintah bisa merasa puas, sebab penurunan harga bawang yang hanya ditopang dengan stok impor mudah digoncang kembali. Penurunan harga ini tidak memiliki basis yang kuat dan mengakar dari rakyat.

Pihaknya menduga, terdapat mafia-mafia yang sengaja bermain dalam tragedi kenaikan harga bawang itu. Agar harga tidak mudah dimainkan, dianjurkan agar ada komoditas yang menopang kuat yang dihasilkan dari produksi petani sendiri dan bukan impor.

“Sebagai negara agraris, seharusnya kebijakan itu bersandar pada basis utama yaitu agraria dan pertanian dan bukan mengadopsi kebijakan yang dibuat negara lain,” tukasnya.

Ia yakin dengan komitmen tegas dari pemerintah, petani akan bisa meningkatkan kesejahteraannya dan bisa berdaya dengan produksi sendiri, tidak mengandalkan impor.

Akhirnya dari sengkarut bawang putih ini yang diperlukan adalah komitmen pemerintah untuk membela petani agar gairah mereka pun bisa bangkit. Terlebih lagi, profesi petani bagi sebagian remaja kurang menarik sehingga ditinggalkan.

Elit GAM Bergabung ke Gerindra

Elit GAM Bergabung ke Gerindra

Elit GAM Bergabung ke Gerindra

Partai Gerindra merekrut mantan elit dan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bahkan, diberikan posisi strategis di tingkatan daerah.

Hal ini diakui oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon.

“Mereka dipercaya menduduki posisi strategis di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Provinsi Aceh. TA Khalid sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Maulisman Hanafiah sebagai sekretaris, Fadhlullah sebagai Bendahara,” jelas Fadli dalam keterangan persnya, Jumat (22/3/2013).

Fadli menjelaskan, ini bisa dilakukan setelah Partai Gerindra melakukan penyegaran di tubuh DPD Partai Gerindra Provinsi Aceh.

Hal ini ditandai dengan keluarnya SK Nomor 03-0052/kpts/DPP-Gerindra/2013 tertanggal 12 Maret 2013, ditandatangani Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prof. Dr. Ir. Suhardi, MSc, Sekjen H. Ahmad Muzani, S.Sos, dan Ketua Dewan Pembina H. Prabowo Subianto.

“Melalui SK tersebut, Partai Gerindra memberikan kepercayaan kepada sejumlah tokoh Aceh termasuk dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk bergabung dan berjuang memenangkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),” jelas Fadli.

“Mantan Panglima GAM yang kini Wakil Gubernur NAD, Muzakkir Manaf (Mualem) menjabat Ketua Dewan Penasihat. Sejumlah tokoh lain adalah Kamaruddin Abu Bakar, Darwis Jeunib, Sarjani Abdullah, Ayub bin Abbas, dan Zulkarnaini Hamzah sebagai anggota dewan penasihat,” lanjut Fadli.

Selain itu, terdapat pula sejumlah aktivis Aceh, mantan birokrat, mantan anggota DPRA, aktivis perempuan, dan jurnalis.

Fadli mengatakan, dengan bergabungnya para tokoh GAM dan sejumlah tokoh lain merupakan kekuatan baru. Dia yakin, mereka mampu memenangkan Partai Gerindra, khususnya di NAD.
“Selain itu, sekaligus memenangkan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI periode 2014-2019,” lanjutnya.

Fadli menegaskan, kehadiran para tokoh GAM tersebut adalah bukti bahwa Partai Gerindra merupakan partai rakyat yang terbuka. “Kami optimis bisa menang di NAD, Insya Allah,” tutupnya.

Rumah Budaya Fadli Zon Kembali Luncurkan Buku Puisi

Rumah Budaya Fadli Zon Kembali Luncurkan Buku Puisi

Rumah Budaya Fadli Zon Kembali Luncurkan Buku Puisi

Buku puisi terbaru karya penyair Indonesia D. Zawawi Imron berjudul “Mengaji Bukit Mengeja Danau” yang diterbitkan Fadli Zon Library Jakarta akan diluncurkan, Senin (25/3) mendatang pukul 14.00 WIB di Ball Room Rumah Budaya Fadli Zon, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sejumlah sastrawan Indonesia dari berbagai kota direncanakan menghadiri peluncuran buku penyair Madura ini. Di antara sastrawan itu adalah Taufiq Ismail, Jamal D. Rahman, Joni Ariadinata, Dinullah Rayes, Radhar Panca Dahana, Korrie Layun Rampan, Gol A Gong, Soni F. Maulana, Ratmana, Damiri Mahmud, LK Ara, Rida K Liamsi, Budi Darma, Saini KM, Ahmad Tohari, Helvy Tiana Rosa, Dorothea Rosa Herliany, Aspar Paturusi, Fakhrunnas MA Djabar, Taufik Ikram Jamil, K.H. Mustofa Bisri, Purnama Soewardi, Isbedi Setiawan, dan sejumlah sastrawan lainnya. Pada kesempatan tersebut juga hadir Fadli Zon, pendiri Rumah Budaya, serta Direktur Rumah Budaya Fadli Zon, Elvia Desita B.Hum.Sc.(Hons).

Para sastrawan Indonesia itu, selain menghadiri peluncuran buku puisi D. Zawawi Imron dan menjadi Tamu Rumah Puisi Taufiq Ismail, sehari sebelumnya dijadwalkan menghadiri Maklumat Hari Sastra Indonesia yang dipusatkan di SMA Negeri 2 Bukittinggi, Minggu (24/3) seperti rilis yang diterima SeputarAceh.com, Jumat (22/3).

Direncanakan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti serta mantan Presiden RI BJ Habibie akan hadir di Bukittinggi.

Penyair Taufiq Ismail dalam pengantarnya di buku “Mengaji Bukit Mengeja Danau” menyebutkan, puisi-puisi D. Zawawi Imron dalam buku ini ditulis penyairnya selama sebulan bermukim di Aie Angek ketika menjadi Tamu Rumah Puisi.

“Penyair ini produktif sekali, 110 puisi ditulisnya dalam 30 hari,” ujar Taufiq Ismail.

Disebutkan, kumpulan puisi “Mengaji Bukit Mengeja Danau” ini juga merupakan buku kumpulan puisi pertama karya sastrawan tamu Rumah Puisi yang dapat diterbitkan. Sejak 2008-2013, Rumah Puisi telah mengundang sebanyak 25 sastrawan dari 11 kota di Indonesia (termasuk Singapura dan Kualalumpur).

Sementara itu, Fadli Zon, pendiri Rumah Budaya Fadli Zon di Aie Angek, Sumatera Barat dan Fadli Zon Library di Jakarta dalam pengantarnya menyebutkan, kali pertama membaca buku puisi “Mengaji Bukit Mengeja Danau” ini, terasa kesejukan, kedamaian, dan keselarasan yang meliputi kehidupan alam.

“Irama yang mengalir dalam setiap bait memaksa kita ingin terus melanjutkan membuka halaman demi halaman puisi Zawawi,” ujar Fadli Zon.

Sebagai kyai penyair, sebut Fadli Zon, ada refleksi kemahaagungan Sang Maha Kuasa dalam puisi-puisi yang ditulisnya. “Kita dapat merasakan suasana jiwa penyair yang ingin menyampaikan bahwa alam menghidupkan nurani kemanusiaan kita,” tambahnya.

D. Zawawi Imron lahir di Desa Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura. Ia menempuh pendidikan di Pesantren Lambicabbi, Gapura Sumenep. Ia seorang penyair dan kyai. Selain melakukan kegiatan dakwah, Zawawi yang mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1982 ini, juga aktif membacakan sajaknya di berbagai tempat, antara lain Yogyakarta, ITS Surakarta, UNHAS Makasar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta serta di berbagai tempat lainnya.

Buku kumpulan puisinya antara lain: Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Dusun Siwalan (1979), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982), Derap-Derap Tasbih (1993), Berlayar di Pamor Badik (1994), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Madura Akulah Darahmu (1999), Kujilat Manis Empedu (2003), Refrein di Sudut Dam (2003), Zamrud Serambi Madinah (2004), dan Mata Badik Mata Puisi (2012)

Petinggi Gerindra juga Heran, Gedung Vital Terbakar

Petinggi Gerindra juga Heran, Gedung Vital Terbakar

Petinggi Gerindra juga Heran, Gedung Vital Terbakar

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan partainya prihatin dengan kebakaran besar yang terjadi di Gedung Sekretariat Negara (Setneg), Kamis (21/3) sore. Dia berharap tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.

Kendati demikian kata Fadli, dengan adanya peristiwa kebakaran tersebut, menunjukkan bahwa safety dan security di komplek Istana Negara kurang terjaga.

“Seharusnya hal ini bisa dicegah dan diantisipasi sejak dini. Komplek Istana selayaknya dilengkapi dengan pengamanan yang ketat dan canggih,” ujar Fadli dalam keterangan pers, Kamis (21/3).

Masih menurut Fadli, gedung Setneg merupakan gedung yang sangat penting, karena di dalamnya pasti memuat banyak dokumen negara. Sehingga menurutnya, tingkat keamanannya juga harus bagus.

Dia pun mempertanyakan kenapa gedung Setneg bisa kebakaran. “Bagaimana bisa gedung ini terbakar? Semoga dokumen negara tak ada yang terbakar,” terangnya.

Fadli mengimbau keamanan dan keselamatan komplek Istana Negara harus ditingkatkan. Sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi.

“Karena bangunan itu merupakan aset berharga negara dan bagian vital dari aktivitas roda pemerintahan,” tandasnya.