Ketua Badan Kerja Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menerima kunjungan Duta Besar Rusia H.E. Lyudmila Georgievna.
Dalam pertemuan tersebut, BKSAP mendorong untuk peningkatan kerja sama di antara kedua negara, termasuk kerja sama antar parlemen.
Mengingat, kata Fadli, telah dibentuk Grup Kerja Sama persahabatan kedua negara, diharapkan kerja sama dan diplomasi antar parlemen terus ditingkatkan.
Menyambung diskusi sebelumnya, kita ingin meningkatkan hubungan baik antar parlemen. Saya kira Rusia selama ini menjadi partner yang
baik bagi kita dan hubungan itu sudah lama sekali dijalin antara
Indonesia dengan Rusia,” ujar Fadli usai pertemuan yang berlangsung di
Jakarta, Senin (31/8/2020).
Politisi Partai Gerindra itu menuturkan, tahun ini Rusia dan
Indonesia memperingati 70 tahun hubungan diplomatik. Momen penting
seperti ini merupakan kesempatan yang baik untuk terus menguatkan kerja
sama bilateral ke depannya. Selain itu, Indonesia dan Rusia sama – sama
aktif dalam berbagai forum parlemen internasional seperti IPU, APPF,
APA, maupun AIPA.
Menurutnya, DPR siap mendukung adanya dialog selanjutnya untuk
memperkuat hubungan bilateral antar kedua negara. “Dalam hal kerja sama
dan diplomasi parlemen, saya sampaikan bahwa DPR telah membentuk Grup
Kerja Sama Bilateral. Saya berharap, GKSB DPR-Parlemen Rusia dapat
memfasilitasi dialog selanjutnya mengenai masalah bilateral maupun
global yang kita hadapi bersama,” terang Fadli.
Dalam diskusi itu, dibahas juga permasalahan bersama termasuk
penanganan Covid-19. Menurut Fadli, pandemi Covid-19 memberikan
tantangan tersendiri bagi setiap negara. Karenanya, diperlukan kerja
sama berbagai negara dalam penanganan Covid-19. Rusia bahkan telah
menawarkan kerja sama kepada pemerintah Indonesia untuk memproduksi
vaksin Covid-19, Sputnik V.
Selain pendistribusian, Russian Direct Investment Fund juga siap untuk memproduksi beberapa komponen vaksin di Indonesia. Diharapkan, usulan tersebut mendapat tanggapan positif dari Pemerintah Indonesia. Diketahui, kedua kepala negara sudah bersepakat untuk kerja bersama di bidang pencegahan penyebaran virus Corona dalam percakapan lewat telekonferensi beberapa bulan lalu.
Isu lain yang dibahas dalam diskusi antara lain terkait kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan, kerja sama militer dan sosial budaya. Disampaikan pula bahwa DPR RI akan menjadi tuan rumah sidang “The Meeting of Speakers of Eurasian Countries “Parliament” (MSEAP) bersama Rusia dan Korea Selatan sebagai co host, yang semula akan diadakan pada November tahun ini. Namun, karena pandemi Covid-19, sidang tersebut ditunda hingga November tahun depan.
Waketum Gerindra Fadli Zon menanggapi pernyataan Jubir Presiden Jokowi Fadjroel Rachman soal pentingnya peran aktor digital, termasuk influencer, sebagai jembatan antara pemerintah dan rakyatnya. Fadli menilai, sebenarnya pemerintah tak perlu menggunakan jasa Influencer untuk mengkomunikasikan berbagai kebijakan.
Justru, kata Fadli Zon , adanya influencer membuktikan pemerintah gagal berkomunikasi langsung dengan rakyatnya.
“Harusnya tak perlu ada jembatan lagi antara pemerintah dan warga. Dengan semua platform yang ada, pemerintah bisa langsung bicara dengan rakyat tanpa perantara.
Adanya influencer apalagi dibayar, menunjukkan pemerintah tak mampu berkomunikasi dengan rakyatnya sendiri,” kata Fadli kepada wartawan, Selasa (1/9).
Anggota Komisi I DPR ini menilai, bahkan pemerintah menggunakan influencer karena rakyat sudah tak percaya dengan kebijakan pemerintah di berbagai sektor. Sebab, alih-alih menyampaikan secara langsung, pemerintah malah menggunakan pihak ketiga
“Atau rakyat tak percaya apa yang disampaikan pemerintah sehingga harus ada pendukung key opinion leaders yaitu influencer,” ujar Fadli.
Fadli berpendapat, komunikasi kepada rakyat haruslah dilakukan langsung oleh pemerintah. Influencer, kata dia, tak diperlukan menjadi jembatan yang membantu.
“Sudah seharusnya justru pemerintahlah sebagai key opinion leaders dalam menyampaikan program atau kebijakan,” jelasnya
.Sebelumnya, Jubir Presiden Jokowi , Fadjroel Rachman menyebut peran penting para aktor digital termasuk influencer sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dan rakyat di kehidupan demokrasi era digital saat ini
“Pada konteks pemerintahan demokrasi, kelas menengah, kelompok sosial yang sangat aktif di dunia digital, selalu dibutuhkan sebagai jembatan komunikasi kebijakan pemerintah dengan seluruh warga,” ujar Fadjroel Rachman dalam keterangannya, Senin (31/8).
Fadjroel menilai, masuknya influencer menjadi bagian dari kehidupan demokrasi di Indonesia merupakan konsekuensi dari berlakunya era digital. Mereka pun terlibat sebagai jembatan dalam berbagai sektor, mulai dari politik hingga ekonomi.
“Aktor digital akan terus berkembang dalam peran-peran penting membangun jaringan informasi yang berpengaruh terhadap aktivitas produktif, sosial, ekonomi, dan politik,” ujarnya.
Anggota Komisi 1 DPR, Fadli Zon menegaskan, hingga kini komisinya
belum menerima rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan
TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme yang berpolemik di masyarakat.
“Rancangan
perpres itu belum diterima dan belum dibahas juga. Jadi mungkin nanti
ini akan menjadi suatu pembhasan yang bisa, karena kan ini memang sudah
ada mekanismenya juga,” ungkap Fadli dalam sebuah dialog nasional daring
bertajuk “Paradigma baru, Peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme
ditinjau dari perspektif hukum, ham, keamanan nasional dan
internasiolal” yang digelar lalu Ikatan Mahasiswa dan Alumni Program
Doktor Ilmu Hukum Angkata XX Universitas Jayabaya, Rabu (26/8/2020).
Meski
belum menerima rancangan aturan tersebut, Fadli Zon mengaku, sejalan
dengan pandangan soal potensi penyalahgunaan kewenangan TNI melalui
aturan ini. Menurutnya fokus utama dari tujuan aturan ini yakni
pemberantasan aksi terorisme sampai ke akarnya.
Selain itu, Fadli
mengingatkan, jangan sampai seolah-olah aturan ini hanya menjadi alat
saja, ataupun dibuat sengaja taka ada ujungnya demi sebuah kepentingan.
Meski dia tak merinci kepentingan seperti apa yang dimaksudnya.
“Tapi
pada prinsip-prinsip tadi saya kira sudah tepat tidak boleh ada suatu
ruang untuk interpretasi yang bisa menimbulkan abuse atau
kesewenang-wenangan menggunakan aturan-aturan itu. Saya kira ini yang
perlu ditekankan, karena tujuan kita pemberantasan terorisme total dan
juga tidak ada lagi,” tutur Fadli
“Dan sampai ini terus
diperpanjang seperti saya katakan tadi, jangan ini menjadi suatu alat
perangkat-perangkat yang sebetulnya sudah ada Polisi, TNI sudah ada
jelas tupoksinya dan seterusnya. Tetapi saya tidak ingin mnejadi sebuah
projek, suatu projek yang membuat tidak selesai-selesai. Perang melawan
terorisme. Ada perang-perang di tempat lain di Timor Timur pada waktu
itu kalau mau selesai cepat bisa. Tapi ada juga yang ingin memperpanjang
demi sebuah projek,” tambahnya melengkapi.
Sebelumnya,
Menkopolhukam, Mahfud MD mengatakan, rancangan Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Pelibatan TNI ini telah diserahkan ke DPR dan
Menkumham, Yasonna Laoly pada 8 Agustus 2020 lalu.
Perpres
Pelibatan TNI Mengatasi Terorisme sendiri adalah tindak lanjut dari
Undang-Undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Dalam pasal 43 I ayat 1, disebutkan bahwa tugas TNI dalam
mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain
perang. Pada ayat 3, disebutkan bahwa ketentuan soal pelibatan TNI ini
diatur dalam Perpres.
Sejak tahun lalu, rencana pembuatan Perpres
ini telah mendapat tentangan. Pelibatan TNI tetap dianggap tak relevan
dengan Undang-Undang TNI dan berbahaya bagi penegakkan hukum dan HAM di
Indonesia.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga yang fokus pada isu hak asasi manusia menilai aturan itu memberikan mandat yang luas dan berlebihan kepada TNI. Terlebih pengaturan tersebut tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum.
Rencana pemerintah melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme masih menuai polemik. Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon setuju terkait rancangan Perpres Pelibatan TNI.
Menurutnya, peran TNI dalam penanganan aksi terorisme memang
diperlukan. Tapi peran tersebut harus dilakukan dengan jika ada
permintaan dari Presiden RI.
“Pelibatan ini harus permintaan dalam konteks ketika itu menjadi
ancaman negara,” kata Fadli Zon, dalam Dialog Nasional bertema Paradigma
Baru Peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme ditinjau dari perspektif
hukum, ham, kemanan nasional, dan internasional, Rabu (26/8/2020).
Ia pun juga menjelaskan bahwa peran TNI dalam penanganan aksi terorisme ini harus berada pada tahap penindakan.
Oleh karena itu, dalam penyusuan Ranpres pelibatan TNI harus melalui
pertimbangan dan meminta masukan dari berbagai pihak secara matang.
“Agar tidak terjadi tumpang-tindih,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan meski pemerintah telah menyerahkan draft ini ke
DPR, Asrul mengatakan masih terbuka peluang luas bagi masyarakat untuk
memberi masukan. “Masyarakat silakan memberikan masukan terhadap
rancangan Perpres ini,” katanya.
Seperti yang diketahui, pemerintah telah merampungkan penyusunan
Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Tugas TNI dalam
Mengatasi Aksi Terorisme.
Draf Perpres Pelibatan TNI itu juga disebut telah diserahkan kepada DPR RI beberapa waktu lalu untuk dapat dibahas secara bersama-sama. Sejumlah pihak pun berharap agar pembahasan draf ini dapat dilaksanakan secara terbuka.
Kebakaran di gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
masih dalam proses pendinginan. Diharapkan kebakaran dahsyat yang
terjadi pada Sabtu malam (22/8) ini bisa segera padam.
Harapan serupa disampaikan oleh politisi Gerindra Fadli Zon. Dia berharap api bisa segera dijinakkan.
Selain itu, mantan wakil ketua DPR tersebut juga berharap agar
berkas-berkas kasus besar yang ditangani insitusi penegak hukum pimpinan
Sanitiar Burhanuddin itu tidak ikut terbakar.
“Mudah-mudahan api bisa segera dipadamkan dan “kasus” tak ikut terbakar,” ujarnya dalam akun Twitter pribadi.
Adapun
sejumlah kasus besar yang ditangani Kejagung antara lain kasus Djoko
Tjandra yang melibatkan sejumlah pejabat negara dan kasus tindak pidana
di PT Jiwasraya Persero yang diduga merugikan negara hingga Rp 17
triliun.
Berdasarkan data dihimpun, sebanyak 65 mobil pemadam kebakaran dan lebih dari 300 petugas dikerahkan untuk memadamkan api.
Saat ini sudah memasuki proses pendinginan. Sebanyak 20 mobil damkar dan 100-an petugas masih bertugas di lokasi
Dua Wakil Pimpinan DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon 2014 – 2019 mendapatkan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo.
Fahri Hamzah dan Fadli Zon dikenal sebagai sosok yang kerap mengkritik kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Keduanya paling vokal dan sering berseberangan dalam sikap politik dengan Jokowi.
Usai pemberian penghargaan itu, Fahri menyebutkan bahwa Presiden dalam sistem yang dianut Indonesia juga diartikan sebagai Kepala Pemerintahan. Namun, kepala negara harus lebih menonjol menjaga persatuan dan simbol negara terlebih jelang peringatan 17 Agustus.
Yang beliau sampaikan sebagai Negara demokrasi kita harus bisa memelihara persatuan dan kebersamaan apalagi situasinya sekarang lagi Covid-19 dan sebagainya jadi saya kira itulah momennya sekarang bagi kita semua untuk mempersatukan bangsa kita,” kata Fahri dalam konferensi pers di Istana Negara, Kamis (13/8/2020).
Sementara itu, Fadli Zon menyebut penghargaan yang diterima saat ini sejatinya menjadi penghargaan rakyat. Pasalnya, mereka mendapat tanda kehormatan sebagai wakil rakyat.
Tradisi pemberian penghargaan ini menurutnya bertujuan untuk merawat
dan menjaga Indonesia. Adapun, sikap kritis yang disampaikan selama ini
agar tetap terjadi keseimbangan politik.
“Sebetulnya ini
penghargaan untuk rakyat dan juga perwakilan kelembagaan untuk rakyat
artinya juga untuk demokrasi kita. Kami ucapkan terima kasih atas
pengakuan terhadap demokrasi kita dengan berbagai perbedaan itu tadi
sebenarnya untuk maju dan tetap kita melakukan check and balances,” ujarnya.
Sebelumnya,
Presiden Jokowi turut mengakui dirinya dengan dua tokoh publik itu
saling berlawanan dan sering berseberangan dalam sikap politik. Namun,
bukan berarti mereka harus bermusuhan dalam berbangsa dan bernegara.
“Ya inilah yang namanya bernegara, Jadi saya berkawan baik dengan Pak Fahri Hamzah, berteman baik dengan Pak Fadli Zon. Inilah Indonesia, Nanti ditanyakan langsung ke Pak Fahri ke Pak Fadli,” ujar Jokowi.
Politikus Gerindra Fadli Zon mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutmya,
tanda Bintang Mahaputra Nararya yang dianugerahkan kepadanya merupakan
penghargaan kepada rakyat Indonesia yang telah menjaga demokrasi.
“Tadi
apa yang disampaikan merupakan tradisi yang kita mempunyai tujuan yang
sama, sama sama merawat dan menjaga Indonesia,” kata Fadli Zon di
Istana Negara, Kamis, (13/8/2020). Fadli Zon mengatakan bahwa dalam sistem pemerintahan di Indonesia terdapat eksekutif, legilslatif, dan Yudikatif.
Penghargaan Bintang
Mahaputra Nararya yang diberikan kepada dirinya dan Fahri Hamzah yang
pernah memimpin DPR merupakan bentuk penghargaan kepada rakyat.
“Tentu
penghargaan ini sebetulnya adalah penghargaan untuk rakyat dan lembaga
perwakilan rakyat artinya juga untuk demokrasi kita,” katanya.
Fadli yang selama ini kerap mengkritik kebijakan Presiden Jokowi mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan.
Karena menurutnya tanda bintang kehormatan yang diberikan merupakan pengakuan terhadap demokrasi.
“Jadi kami ucapkan terima kasih atas pengakuan terhadap demokrasi kita dengan tadi berbagai perbedaan itu sebenarnya adalah potensi kita untuk maju dan tetap kuat melakukan check and balances,” katanya.
Presiden Jokowi akan menganugerahkan penghargaan tanda jasa yaitu Bintang Mahaputera Nararya untuk sejumlah tokoh. Salah satu di antaranya adalah Waketum Gerindra Fadli Zon.
Meski menerima penghargaan tersebut, eks Wakil Ketua DPR ini memastikan akan tetap bersikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi.
“Ya saya kira enggak ada yang berubah. Saya berusaha tetap menjalankan amanat konstitusi sebagai anggota DPR tentu ya mengawasi pemerintah,” kata Fadli Zon kepada kumparan, Senin (10/8).”Legislasi dan lain-lain tapi check and balance penting,” imbuhnya.
“Kalau kita mengkritik satu kebijakan keliru itu tanda kita sayang dengan bangsa ini,” ujarnya.
Fadli lantas menjelaskan bahwa tak ingin pemerintahan Jokowi hanya dibanjiri pujian. Hal ini, kata dia, bukan bagian dari demokrasi.
“Ya kepada bangsa dan negara bayangkan kalau sebuah pemerintahan isinya hanya dipuja-puji dan legislatif hanya menjadi tukang stempel. Enggak ada demokrasi, namanya gitu,” jelasnya.
Sikap kritis Fadli juga tidak akan berubah meski Gerindra saat ini merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi.
Dia menegaskan ada perbedaan antara fungsi eksekutif dan legislatif.
“Ya pemerintah kan eksekutif. Kita kan berada di legislatif tugasnya berbeda dong melakukan check and balance itu,” pungkasnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman menilai wajar terkait pemberian bintang tanda jasa oleh Presiden Joko Widodo kepada dua eks pimpinan DPR periode 2014-2019, Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Menurut Habiburokhman, keduanya layak
mendapat penghargaan bukan hanya karena bekas pimpinan DPR semata,
melainkan juga karena rekam jejak Fadli dan Fahri yang dikenal aktif di
kancah politik.
“Saya positif sekali melihat dua
penghargaan ke dua senior saya tersebut. Ya wajar ya, dua orang tersebut
wajar mendapatkan penghargaan. Kami tahu track record beliau
berdua, aktivis bukan baru, bukan baru di DPR kemarin, tapi sejak zaman
kuliah, mahasiswa, kemudian belum di DPR kemudian di DPR,” kata
Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/8/2020).
“Itu penuh catatan emas perjuangan
mereka, ide yang mereka gagaskan, yang mereka sampaikan, itukan
bagus-bagus semua dari dulu,” kata Habiburokhman.
Selain itu, kata Habiburokhman, adanya
penghargaan itu juga merupakan dorongan terhadap rekonsiliasi nasional.
Di mana sebagai momentum memperkuat persatuan.
“Saya pikir bagus ya, kita ini sekarang
mendorong rekonsiliasi nasional. Kita jangan ini lagi, keterbelahan,
jangan berkutat pada keterbelahan politik. Sesama anak bangsa, kita ke
depankan persatuan. Seluruh bangsa di dunia dengan COVID-19 menjadi
pemicu atau momentum menguatkan persatuan,” tutur Habiburokhman.
Namun begitu, ia tidak melihat penghargaan itu sebagai bentuk pembekuan kritik terhadap Fadli dan Fahri.
“Saya pikir ya, bangsa ini tetap saja
harus penyelenggara negara harus terbuka dengan kritikan, dan kritikan
itu bisa dari mana saja,” ujarnya.
Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan, politikus Fahri Hamzah dan Fadli Zon dapat bintang tanda jasa
Penghargaan Bintang Mahaputera tersebut akan diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
PEMERINTAH terbukti lamban dan salah resep dalam
mengantisipasi terjadinya krisis, baik terkait pandemi maupun eksesnya
bagi perekonomian nasional. BPS (Badan Pusat Statistik) sudah
mengumumkan bahwa PDB (Produk Domestik Bruto) kita pada kuartal II (Q2)
kemarin minus sebesar 5,32%. Angka ini jauh lebih buruk daripada
ekspektasi Pemerintah yang sebelumnya memperkirakan hanya akan minus 4,3
hingga 4,8% saja, dengan angka batas bawah minus 5,1%. Nyatanya,
perekonomian kita merosot lebih buruk dari itu. Ini adalah peringatan
agar kita waspada terhadap narasi optimis yang selalu didengungkan
pemerintah.
Memang, di tengah pandemi Covid-19 resesi adalah
sesuatu yang tak terhindarkan. Semua negara akan mengalaminya. Hanya
soal waktu saja. Namun, di tengah keniscayaan itu, pemerintah kita
seharusnya bisa mengantisipasi agar kerusakan yang paling buruk tidak
terjadi. Dan inilah sepertinya yang gagal diperlihatkan dalam beberapa
bulan terakhir.
Meski di atas kertas yang disebut resesi adalah
ketika pertumbuhan ekonomi dilaporkan minus dua kuartal berturut-turut
atau lebih, namun secara de facto saya kira kita saat ini sudah berada
di tengah resesi. Hanya soal waktu saja BPS nanti akan mengumumkan bahwa
kuartal III-2020 juga ekonomi kita akan kembali minus. Sebab, sepanjang
satu semester kemarin, pemerintah sudah gagal menetapkan prioritas
pekerjaan.
Sejak awal pemerintah memang gagal menetapkan
prioritas. Saat kasus Covid-19 pertama kali dikonfirmasi masuk ke
Indonesia, awal Maret lalu, dengan alasan ekonomi pemerintah menolak
melakukan karantina wilayah. Padahal, perekonomian mustahil tumbuh jika
negara gagal mengatasi pandemi. Ujungnya, per hari ini pemerintah bisa
dikatakan tak berhasil menangani keduanya. Kita saat ini menghadapi
tekanan besar dari dua jurusan sekaligus, yaitu pandemi dan resesi
ekonomi.
Dari sisi pandemi, data menunjukkan penanggulangan
Covid-19 di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia. Kemampuan kita
dalam melakukan tes, misalnya, hanya lebih baik dari Ethiopia dan
Nigeria. Sebagai negara dengan jumlah penduduk lebih dari 50 juta, kita
sejauh ini baru mampu melakukan 36 tes per satu juta penduduk. Angka ini
hanya lebih baik dari Ethiopia dan Nigeria, yang masing-masing hanya
bisa melakukan 28 dan 24 tes per satu juta penduduk. Bahkan, dalam hal
indeks kematian tenaga medis, posisi Indonesia adalah yang terburuk di
dunia. Jika penanganan Covid-19 masih berlangsung seperti sekarang, maka
kita terancam bakal mengalami pandemi berkepanjangan.
Sementara,
dari sisi ekonomi, pemerintah juga telah gagal memperkecil kontraksi
ekonomi. Padahal, anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kita
mencapai Rp695,2 triliun. Lambatnya penyerapan anggaran dan penyaluran
bantuan untuk masyarakat ini merupakan biang keladi kenapa tingkat
kontraksi ekonomi kita lebih buruk dari yang diprediksikan. Padahal,
bantuan untuk masyarakat, terutama dalam bentuk tunai, bisa memberikan
dorongan signifikan bagi perekonomian.
Dalam enam bulan
terakhir, kesempatan untuk mendorong perekonomian melalui berbagai
stimulus tadi telah disia-siakan. Tak usah jauh-jauh bicara anggaran
kesehatan yang per minggu ini serapannya baru 7,19% dari total anggaran
Rp87,55 triliun, atau realisasi program bantuan UMKM yang baru mencapai
25,26% dari total anggaran Rp123,47 triliun. Kita bicara mengenai gaji
ketiga belas untuk para pegawai negeri saja.
Anggaran gaji
ketiga belas ini kan sebenarnya hampir bersifat rutin. Namun, dalam satu
semester terakhir anggaran ini dibuat seolah-olah mengambang oleh
pemerintah. Ada dan tiadanya jadi tak jelas. Menurut saya, kebijakan
tarik-ulur semacam ini telah memperburuk kontraksi ekonomi kuartal
kemarin. Jangan lupa, anggaran semacam ini punya efek pengganda ekonomi
yang signifikan.
Anggaran ini seharusnya sudah dicairkan sesudah Idul Fitri kemarin, di bulan Juni atau paling lambat Juli. Namun, hingga lewat Idul Adha, anggaran ini masih juga belum dicairkan. Kalau saja anggaran ini dicairkan sesuai jadual, kita mungkin bisa sedikit menahan besaran kontraksi.
Artinya, pada kuartal kemarin pemerintah sudah gagal menjalankan
fungsinya menahan agar kontraksi ekonomi ini tak terlalu besar.
Pemerintah justru menjadi kontributor bagi pertumbuhan ekonomi negatif,
karena lamban dalam penyerapan anggaran dan penyaluran bantuan.
Pertumbuhan belanja pemerintah kemarin minus hingga 6,9%. Padahal di
mana-mana Presiden gembar-gembor bikin stimulus.
Merujuk data BPS
kemarin, kontraksi sebesar 5,32% memang harus disikapi waspada. Sebab,
penurunan sebesar itu merupakan yang pertama terjadi sesudah kuartal I
1999. Saat itu, ekonomi Indonesia tercatat minus 6,13%. Menurut BPS,
hanya ada tiga sektor yang tumbuh positif pada kuartal kemarin, yaitu
pertanian, informasi dan komunikasi, serta pengadaan air. Sektor lainnya
mengalami kontraksi.
Menghadapi ancaman resesi ini, menurut
saya pemerintah seharusnya melakukan terobosan. Resep lama sudah
terbukti tak bisa menyelamatkan kita dari ancaman resesi.
Dalam jangka pendek, ada dua hal yang saya kira harus segera diperhatikan pemerintah.
Pertama,
anggaran stimulus ekonomi sebaiknya difokuskan pada dua isu, yaitu
menumbuhkan daya beli masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Dua hal
ini akan mendorong ekonomi rakyat terus bergerak. Pemerintah juga harus
memperhatikan penyaluran bantuan sebaiknya dilakukan dalam bentuk
tunai, bukan dalam bentuk barang. Tujuannya adalah agar terjadi
transaksi ekonomi di tengah masyarakat, sehingga perekonomian terus
bergerak.
Kedua, dari sisi sektoral, anggaran stimulus
sebaiknya diprioritaskan di sektor pangan dan pertanian. Di tengah
pandemi, pangan dan pertanian merupakan isu sektoral yang vital. Kita
sama-sama bisa melihat, meskipun sektor lainnya mengalami kontraksi,
dari data BPS kemarin sektor pertanian justru tumbuh positif 16%. Jadi,
ini adalah sektor yang punya daya tahan.
Kontribusi sektor ini
bagi PDB memang “kecil”, sekitar 13%, dan cenderung terus menurun tiap
tahun. Namun, pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja. Sekitar 35% angkatan kerja kita diserap sektor ini.
Di
tengah pandemi, saat isu pengangguran, pemutusan hubungan kerja, dan
kemiskinan kian mengancam, sektor-sektor yang bisa menyerap angkatan
kerja seharusnya makin diperhatikan pemerintah. Sektor pertanian bisa
jadi pendorong di saat krisis. Apalagi, sektor pertanian yang kokoh
merupakan prasyarat penting bagi industrialisasi. Industrialisasi di
Eropa, Jepang, atau Korea Selatan, misalnya, bisa terjadi karena
ditopang oleh sektor pertanian yang kuat.
Sekali lagi, pemerintah seharusnya tak lagi bermimpi akan mencapai hasil berbeda melalui resep yang sama. Sekarang saatnya ganti resep dan ganti koki khususnya di bidang ekonomi dan kesehatan. Jika koki di dapur kabinet tak bisa membuat resep lain, tentu hasilnya tak akan sesuai harapan. Jangan sampai kemarahan Presiden berkali-kali jadi sia-sia, dan rakyat yang menjadi korban.