Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon, menanggapi kabar dugaan keterlibatan purnawirawan jenderal dalam kasus 22 Mei 2019. Ia mempertanyakan balik kenapa hal itu yang justru dipersoalkan, bukan delapan korban yang meninggal dunia.
“Kenapa yang dipersoalkan adalah itu. Kenapa tidak dipersoalkan kok ada yang meninggal sampai delapan orang. Dan bahkan ada yang hilang, kenapa itu yang tak dipersoalkan,” kata Fadli di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin 27 Mei 2019.
Ia meminta agar cara berpikirnya jangan menyebut ada pihak ketiga. Ia mempertanyakan siapa pihak ketiga. Sebab ia melihat masyarakat yang menuntut haknya.
“Bukan dikerahkan, bukan dibayar, karena mereka mempunyai sikap. Masyarakat sekarang ini masyarakat yang lebih kritis: kalau mendapat informasi yang datang langsung di HP mereka, dalam genggaman tangan mereka, sehingga reaksinya tentu berbeda-beda,” kata Fadli.
Ia membandingkan, berbeda zaman dahulu saat info sangat terbatas dan hanya ada satu stasiun televisi dengan dua stasiun televisi swasta. Berbeda dengan sekarang. Karena itu ia menilai meninggalnya delapan orang menjadi preseden buruk.
“Apakah nyawa manusia di Indonesia ini murah sekali? Saya kira justru ini yang jadi masalah, kenapa kok penanganan demonstrasi sampai ada orang yang meninggal. Ini jauh lebih penting untuk diusut. Kenapa kok kita seolah-olah menghindar untuk mengusut itu. Apakah kita mau menjadikan itu hal yang biasa saja di dalam penanganan demonstrasi, unjuk rasa,” kata Fadli.
Ia mengatakan, saat ada empat orang saat tragedi Trisakti saja luar biasa ributnya. Apalagi sekarang hingga delapan orang tapi tak diangkat sebabnya.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon, membantah bukti yang disampaikan BPN ke Mahkamah Konstitusi (MK) dari pemberitaan media massa.
Fadli menyebut bahwa bukti dugaan kecurangan di Pilpres 2019 tetap mengacu pada peristiwa.
“Berita di media itu mungkin hanya menunjukkan indikator dan laporan saja, bukan menjadi bukti. Bukti tetap mengacu pada apa yang sebenarnya terjadi,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/5).
Melansir dari Republika, Fadli enggan menjelaskan secara detail bukti-bukti yang disampaikan pihaknya dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2019 di MK.
“Tim Advokasi BPN merupakan para ahli hukum yang mengenal dan mengetahui secara mendalam persoalan yang bersifat konstitusional,” katanya.
Waketum Partai Gerindra ini juga menanggapi pernyataan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang menyebut bahwa bukti BPN tidak cukup.
“Ini adalah jalan yang ditempuh dalam rangka mengurai apa yang menjadi konsentrasi banyak orang terkait dengan dugaan kecurangan sebelum, ketika, dan setelah Pemilu,” ujar Fadli.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengatakan bukti dugaan kecurangan yang disampaikan BPN ke Mahkamah Konstitusi tetap mengacu pada sebuah peristiwa, bukan berita di media massa.
“Berita di media itu mungkin hanya menunjukkan indikator dan laporan saja, bukan menjadi bukti. Bukti tetap mengacu pada apa yang sebenarnya terjadi,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Dia menegaskan bahwa peristiwa adanya dugaan kecurangan dalam Pemilu merupakan bukti untuk disampaikan ke MK.
Namun Fadli enggan merinci bukti-bukti apa saja yang disampaikan BPN dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2019 di MK karena biarkan Tim Advokasi BPN yang membeberkannya.
“Tim Advokasi BPN merupakan para ahli hukum yang mengenal dan mengetahui secara mendalam persoalan yang bersifat konstitusional,” katanya.
Selain itu Fadli enggan menanggapi pernyataan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf bahwa bukti yang disampaikan BPN tidak cukup, karena itu merupakan domain MK melakukan penilaian.
Dia menyakini bahwa semua yang disampaikan Tim Advokasi BPN sudah melalui pertimbangan untuk membangun argumentasi yang kokoh untuk membuktikan apa yang disampaikan dalam pelaporan di MK.
“Ini adalah jalan yang ditempuh dalam rangka mengurai apa yang menjadi konsentrasi banyak orang terkait dengan dugaan kecurangan sebelum, ketika, dan setelah Pemilu,” ujarnya.
Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi melalui Tim Hukum BPN mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 ke MK pada Jumat (24/5) malam.
Ketua Tim Hukum BPN Bambang Widjojanto menyerahkan 51 daftar bukti saat mendaftarkan gugatan sengketa hasil pilpres.
Bambang mengatakan alat buktinya akan segera disampaikan.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, menduga isu tentang ambulans milik DPC Partai Gerindra Tasikmalaya Jawa Barat yang berisikan batu, sebagai bentuk pembunuhan karakter terhadap partainya. Ambulans itu diamankan polisi saat demonstrasi di Jakarta pada 21 Mei lalu.
Menurut Fadli, berdasarkan keterangan saksi partainya, ambulans datang ke Jakarta murni untuk tujuan kemanusiaan. “Tujuannya (pemberitaan ambulans berisi batu) pasti mau memberikan pembunuhan karakter pada Gerindra, kami melihat ‘framing’ seperti itu, ada niat jahat,” kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (27/5/2019).
Dia mengaku sudah mendapatkan keterangan dari Seknas Prabowo-Sandi bahwa pada 21-22 Mei lalu, ada tiga ambulans yang didatangkan ke Jakarta. Tiga ambulans itu berasal dari DPC Partai Gerindra Purwakarta, Karawang, dan Tasikmalaya.
Menurut dia, kedatangan ambulans-ambulans itu diminta oleh masing-masing DPC untuk membantu apabila ada korban dalam Aksi 21-22 Mei, sehingga tujuannya murni kemanusiaan bukan bertujuan membuat kerusuhan. “Ini adalah program ambulans gratis yang sudah berjalan 10 tahun. Mereka ke sini atas inisiatif mereka, kirim ambulans karena diduga diperlukan kalau terjadi korban,” ujar Fadli.
Dia menceritakan, ambulans tersebut saat tiba di Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta, langsung dicek oleh Koordinator Relawan Seknas bernama Endah Farida, dan tidak ditemukan batu. Menurut Fadli, ambulans dari Tasikmalaya kebetulan tertinggal iring-iringan ketika menuju tempat lokasi aksi, lalu dihentikan aparat keamanan dan diperlakukan tidak bersahabat. Padahal mereka adalah tim medis.
“Berdasarkan keterangan, ambulans dihentikan dan mereka harus keluar. Lalu kami mendengar cerita tiba-tiba ada batu dalam ambulans tersebut,” ungkap Fadli.
Koordinator Relawan Seknas Prabowo-Sandi, Endah Farida menjelaskan, kedatangan tiga ambulans tersebut di Jakarta pada 22 Mei dini hari dengan membawa surat tugas. Dia mengaku sudah mengecek langsung kelengkapan ketiga ambulans tersebut, seperti alat kesehatan dan obat-obatan yang ternyata masih sedikit, sehingga kekurangan itu ditambahkan oleh Seknas.
“Saya cek satu per satu, tidak ada batu dalam ambulans tersebut,” ucapnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyampaikan kritiknya soal penahanan Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Mustofa Nahrawardaya, oleh polisi. Dia menilai peristiwa tersebut menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Saya kira ini ketidakadilan yang dipertontonkan secara terus-menerus. Sementara, ada pihak lain yang mungkin melakukan dan menguntungkan orang-orang di pihak kekuasaan, itu tidak diapa-apakan (oleh polisi),” ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (27/5).
Menurut dia, tidak seharusnya aparat kepolisian dengan gampang menangkap-nangkapi pihak yang berseberangan dengan penguasa, mengingat Indonesia menganut sistem demokrasi. Fadli juga sepakat dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang tak pernah menangkapi pihak yang mengkritiknya. Seharusnya, sikap kenegarawanan Anies itu dijadikan contoh dalam penegakan hukum di negeri ini.
“Saya kira di negara demokrasi memang orang yang mengkritik enggak boleh ditangkap. Tidak boleh seperti Saudara Mustofa Nahrawardaya itu, ditangkap seperti seseorang yang punya kejahatan berat,” ucapnya.
Pemerintah, kata Fadli, harus mempertimbangkan bagaimana penegakan hukum yang berlangsung di Indonesia bebas dari aroma politik. Jangan sampai fenomena tersebut menjadi preseden buruk di masa mendatang.
“Saya kira negara kita mengalami krisis di penegakan hukum,” katanya.
Karena itu, Fadli meminta pendukung dan pihak BPN Prabowo-Sandi yang ditangkap polisi segera dibebaskan. Pasalnya, apa yang mereka kemukakan di muka publik selama ini hanyalah kritik biasa kepada pemerintah.
Jika polisi memang berkomitmen menegakkan hukum secara profesional dan tanpa pandang bulu, Fadli menginginkan komitmen itu bisa dibuktikan kepada publik. Sebab, banyak juga pihak yang menghina dirinya namun tak diproses apalagi sampai ditangkap polisi.
“Kita jadi warga negara kelas dua jadinya di RI karena hukum hanya tajam pada orang-orang yang dianggap berseberangan dengan pemerintah,” ujar dia.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menerima kedatangan perwakilan Seknas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Mereka mengadukan soal ambulans berlogo Gerindra yang ditemukan membawa batu terkait aksi 22 Mei 2019.
Pertemuan digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019). Koordinator relawan Seknas Prabowo-Sandi, Endah Farida, membantah ambulans Gerindra itu sengaja membawa batu.
Endah mengaku berada di Seknas Prabowo-Sandi pada Rabu (22/5). Kala itu, kata dia, ada tiga mobil ambulans Gerindra yang datang dari tiga daerah berbeda.
Ketiganya dicek terlebih dahulu di Seknas Prabowo-Sandi di Jl HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat. Menurut dia, saat pengecekan, tidak ada mobil ambulans yang membawa batu. Endah menegaskan mobil ambulans yang datang memenuhi standar medis.
“Kebetulan pas tanggal 22 pagi ambulans Gerindra datang tiga. (Dari) Purwakarta, Tasik, dan Karawang. Saya tanya di mana ambulansnya, ditunjukkan. Saya tanya bawa tim medis nggak, karena dari kamu juga sedikit. Kami juga cek tiga ambulans, nggak ada namanya batu atau sajam lainnya,” kata Endah.
“Saya jamin tiga ambulans itu. Saya yang menerima,” tegas dia.
Fadli mengamini pernyataan Endah. Menurut dia, tidak benar mobil ambulans Gerindra membawa batu. Ia pun menduga ada oknum yang sengaja ingin mencoreng nama baik Gerindra.
“Saya kira ini ada upaya melakukan suatu framing. Apalagi kalau dilihat ini batunya ada 10. Ada (logo) Gerindranya ambulans, seperti teroris diperlakukannya. Ada senjata laras panjang, aparatnya. Saya kira ini keterlaluan ya, lebay dan berlebihan,” ujar Fadli.
“Jadi jangan berusaha melakukan framing seperti itu, karena saya kira ini adalah framing yang jahat yang dilakukan oknum-oknum itu,” imbuh politikus Gerindra itu
Lantas, apa langkah selanjutnya yang akan ditempuh Gerindra dan tim Prabowo-Sandi?
“Saya kira dari Seknas sendiri sudah ada bantuan hukum. Saya kira mereka ini orang-orang yang tidak bersalah. Jadi saya kira jangan dikriminalisasi karena mereka menjalankan tugas kemanusiaan untuk membantu mereka yang menjadi korban,” ujar Fadli.
Ambulans berlogo Gerindra itu ditemukan membawa batu terkait kerusuhan 22 Mei di Jl Sabang, Jakarta Pusat, pada Rabu (22/5) dini hari. Saat ini polisi telah mengamankan tiga orang.
Ketiga tersangka adalah Yayan Hendrayana alias Yayan (59), Obby Nugraha alias Obby (33), dan Iskandar Hamid (70). Polisi menyebut mobil ambulans tersebut dikirim ke Jakarta atas perintah Ketua DPC Gerindra Tasikmalaya.
Belakangan diketahui kepemilikan mobil itu tercatat atas nama PT Arsari Pratama. “Mobil ini atas nama PT Arsari Pratama yang beralamat di Jakarta Pusat,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).
Partai Gerindra menilai Indonesia sedang mengalami krisis penegakan hukum. Aparat dinilai arogan dan melakukan abuse of power.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menanggapi penangkapan politisi PAN Mustofa Nahrawardaya dalam kasus penyebaran berita bohong atau hoaks.
“Saya kira di negara demokrasi sebenarnya orang yang mengkritik tidak ditangkap. Seorang Mustafa Nahra yang tiba-tiba ditangkapi seperti orang yang melakukan kejahatan berat. Ini ironi dalam demokrasi kita dan negara sedang krisis dalam menangani penegakan hukum,” kata Fadli saat ditemui awak media di Gedung Nusantara III DPR RI Senayan Jakarta, Senin (27/5).
Selain Mustofa Nahrawardaya, Fadli Zon juga kritik cara pemerintah menangani aksi massa pada Rabu (22/5) pekan lalu. Aksi tersebut dianggap hal yang lumrah sebagai hak warga menyampaikan pikiran, pendapat dan sikap.
“Kalau ada elemen-elemen yang melanggar hukum ya itu bisa ditindak lanjuti. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana masyarakat itu mendapatkan rasa keadilan. Keadilan inilah yang semakin langka. Tidak ada keadilan itu akan menujukkan ketidakpercayaan,” pungkas dia.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menduga keberadaan ambulan miliki DPC Partai Gerindra Tasikmalaya yang berisikan batu, merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap partainya.
Menurut dia, berdasarkan keterangan saksi partainya, ambulan datang ke Jakarta murni untuk tujuan kemanusiaan.
“Tujuannya pasti mau memberikan pembunuhan karakter pada Gerindra, kami melihat ‘framing’ seperti itu, ada niat jahat,” kata Fadli usai menerima perwakilan Seknas Prabowo-Sandi, di ruang kerja Fadli, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Fadli menjelaskan, dirinya mendapatkan keterangan dari Seknas Prabowo-Sandi bahwa tanggal 21-22 Mei lalu, ada tiga ambulan datang yang berasal dari DPC Partai Gerindra Purwakarta, Karawang, dan Tasikmalaya ke Seknas.
Menurut dia, kedatangan ketiga ambulan itu diminta oleh masing-masing DPC untuk membantu apabila ada korban dalam aksi 21-22 Mei, sehingga tujuannya murni kemanusiaan bukan bertujuan membuat kerusuhan.
“Ini adalah program ambulan gratis yang sudah berjalan 10 tahun. Mereka ke sini atas inisiatif mereka, kirim ambulan karena diduga diperlukan kalau terjadi korban,” ujarnya.
Dia menceritakan ambulan tersebut saat tiba di Seknas Prabowo-Sandi, langsung dicek oleh Koordinator Relawan Seknas bernama Endah Farida, dan tidak ditemukan batu.
Menurut Fadli, ambulan dari Tasikmalaya kebetulan tertinggal iring-iringan ketika menuju tempat lokasi aksi lalu dihentikan aparat keamanan dan diperlakukan tidak bersahabat padahal mereka adalah tim medis.
“Berdasarkan keterangan, ambulan hentikan dan mereka harus keluar lalu kami mendengar cerita tiba-tiba ada batu dalam ambulan tersebut,” katanya.
Koordinator Relawan Seknas Prabowo-Sandi, Endah Farida menjelaskan pihaknya Seknas kedatangan tiga ambulan tersebut pada tanggal 22 Mei dini hari dengan membawa surat tugas.
Endah menjelaskan, dirinya mengecek langsung ketiga ambulan tersebut misalnya alat kesehatan, obat-obatan yang ternyata masih sedikit sehingga ditambahkan Seknas.
“Saya cek satu persatu, tidak ada batu dalam ambulan tersebut,” ujarnya.
Sejumlah keluarga korban kerusuhan 22 Mei 2019 mengadu ke DPR RI, Senin (27/5). Mereka menuntut keadilan dan meminta pada DPR RI, mendorong pengungkapan penyebab kematian anggota keluarga mereka dalam rusuh 22 Mei 2019.
Sejumlah keluarga yang difasilitasi Tim Advokasi Korban 21 – 22 Mei itu bertemu dengan Wakil DPR RI Koordinator Politik dan Keamanan Fadli Zon dan Anggota Komisi III (Hukum, HAM dan Keamanan) Muhammad Syafii. Mereka menunjukkan video dan foto yang menunjukkan kebrutalan aparat kepolisian.
Mereka menunjukkan sedikitnya ada 32 foto dan video yang menampilkan oknum berseragam polisi memukuli dan menginjak-injak warga. Juga foto jenazah warga yang ditemukan. Di antara keluarga korban, tampak hadir orang tua Harun Al Rasyid (15 tahun), kakak salah satu korban bernama Sandro, dan sejumlah keluarga lainnya.
Saat video ditampilkan, tangis keluarga pun pecah. Orang tua Harun Al Rasyid menangis melihat foto-foto saat jenazah putra keduanya ditemukan. Mereka juga sempat mengklarifikasi video penganiayaan oleh anggota polisi di dekat masjid. “Itu bukan anak kami, tapi harus ada yang bertanggung jawab atas anak kami,” kata ayah Harun, Didin Wahyudin.
Mereka menuntut DPR RI agar mendorong upaya advokasi mereka mengungkap penyebab kematian anggota keluarga mereka. “Saya minta pertanggungjawabannya,” kata Refdi Dores, kakak korban yang bernama Sandro (31 tahun).
Ketua Tim Advokasi Ismar Syafruddin menyatakan, tim advokasi juga akan mengajukan pengaduan ke Komisi Nasional HAM, bahkan hingga ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Pelakunya harus dilakukan pengusutan secara tuntas siapa-siapa pelakunya, keadilan harus ditegakkan di Indonesia. Mungkin bapak sendiri menyampaikan harus melakukan laporan, inilah kita bikin laporan, dan mengharapkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Ismar, Senin (27/5).
Tim advokasi menyebut, setidaknya pihaknya mendata 10 korban dalam kerusuhan. Sembilan di Jakarta dan satu di Pontianak. Mereka adalah Abdul Aziz (27 tahun), Adam Nuriyan (19 tahun), Bahtiar Alamsyah (22 tahun), Farhan Syafero (31 tahun), Harun Al Rasyid (15 tahun), Raihan Fajari (16 tahun), Sandro (31 tahun) dan Widyanto Rizki Ramadhan (17 tahun).
Rian Saputra (15 rahun) disebut meninggal di Pontianak. sSedangkan satu korban lagi, Ishak disebut belum terkonfirmasi. Tim advokasi juga mencatat sebanyak 87 orang masih hilang dalam kerusuhan tersebut.
Fadli Zon yang menerima perwakilan keluarga korban menyatakan, laporan mereka akan ditindaklanjuti ke pihak terkait, di antaranya Presiden RI, Kapolri dan Komisi III DPR RI. “Untuk mendalami dan menginvestigasi sehingga ada penyebab wafatnya 8 orang minimal. Kemudian, tadi juga dari tim advokasi sampai hari Jumat ternyata masih ada laporan 87 yang hilang,” kata Fadli Zon.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya tak bisa menyimpulkan adanya kekerasan berdasarkan video yang beredar di media sosial. Polri beralasan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri perlu mengidentifikasi terlebih dahulu video – video yang menampilkan kebrutalan aparat.
“Koordinasi langsung (dilakukan) Ditsiber untuk meneliti kembali video tersebut termasuk ada beberapa narasi yang sifatnya perlu kita klarifikasi lagi. Nanti hasilnya kita sampaikan apabila ada data yang jelas dari proses investigasi dari ditsiber,” kata Dedi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon memuji Bambang Widjojanto (BW) setelah mantan Ketua KPK itu menjadi kuasa hukum pasangan nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga.
“Saya melihat Pak BW ini orang yang punya integritas, sebagai seorang pimpinan KPK, tidak mempunyai masalah hukum, wajah beliau juga wajah civil societ yang memang independen. Saya kira kita percayalah kepada Pak BW,” kata Fadli Zon di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Sebelum pujian dicetuskan, pada 2015 silam Fadli pernah memprotes Jaksa Agung karena dinilai mengenyampingkan perkara BW dalam kasus dugaan pemberian keterangan palsu saat sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Fadli menegaskan, dikuaknya kasus lama BW merupakan upaya mencari kesalahan. Dia menilai setiap manusia memiliki kekuatan dan kelemahan.
“Jangan karena berada di posisi berbeda kemudian dicari-cari titik lemah, kemudian fitnah,” ujarnya.
Empat tahun lalu, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Ronny F Sompie, menyatakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka karena menyuruh saksi memberi keterangan palsu di MK.
“Tersangka (Bambang Widjojanto) menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di pengadilan,” kata Ronny di Mabes Polri, Jumat 23 Januari 2015.