Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai bahwa mereka yang berunjukrasa pada 21 dan 22 Mei 2019 merupakan masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya.
Mereka yang berunjukrasa bukanlah demonstran bayaran.
“Saya melihat apa yang terjadi kemarin itu memang masyarakat kok yang datang menuntut haknya ya. Bukan dikerahkan, bukan dibayar, karena mereka mempunyai sikap. Masyarakat sekarang ini kan masyarakat yang lebih kritis,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (27/5/2019).
Menurut nya aksi unjukrasa masyarakat tersebut dipicu informasi yang diterima.
“Kalau mendapat informasi kan informasi yang datang langsung di Hp mereka dalam genggaman tangan mereka, sehingga reaksinya tentu berbeda-beda. Kalau zaman dulu kan info sangat terbatas, televisi saja cuma ada satu ya kan. Bahkan kalau ada swasta paling nambah satu atau dua. Tidak ada informasi yang lain, kalau sekarang info itu betul-betul tidak terbatas. Sehingga respons masyarakat juga berbeda-bea. Saya kira ini yang kita lihat,” katanya.
Fadli mengatakan bahwa hanya cara berpikir model lama, yang setiap ada aksi, selalu dicurigai adanya pihak ketiga.
Cara berpikir tersebut muncul ketika informasi sangat terbatas.
“Kita jangan cara berpikirnya kaya zaman dulu dong. Kita ini sudah ada di negara demokrasi. Kalau dulu sebentar-bentar itu ada pihak ketiga. Sekarang apa? Pihak ketiga itu siapa?” pungkasnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai mereka yang berunjuk rasa pada 21 dan 22 Mei 2019, merupakan masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya.
Mereka yang berunjuk rasa pada aksi 22 Mei, katanya, bukanlah demonstran bayaran.
“Saya melihat apa yang terjadi kemarin itu memang masyarakat kok yang datang menuntut haknya ya,” ucapnya.
“Bukan dikerahkan, bukan dibayar, karena mereka mempunyai sikap. Masyarakat sekarang ini kan masyarakat yang lebih kritis,” imbuh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Menurutnya, aksi unjuk rasa masyarakat tersebut dipicu informasi yang diterima. Sekarang ini, menurutnya, masyarakat lebih kritis, karena informasi yang beredar di masyarakat tidak terbatas.
“Kalau mendapat informasi kan, informasi yang datang langsung di HP mereka dalam genggaman tangan mereka, sehingga reaksinya tentu berbeda-beda,” ulasnya.
“Kalau zaman dulu kan info sangat terbatas, televisi saja cuma ada satu, iya kan? Bahkan kalau ada swasta paling nambah satu atau dua. Tidak ada informasi yang lain,” paparnya.
“Kalau sekarang info itu betul-betul tidak terbatas. Sehingga, respons masyarakat juga berbeda-beda. Saya kira ini yang kita lihat,” sambungnya.
Fadli Zon mengatakan, hanya cara berpikir model lama, yang setiap ada aksi, selalu dicurigai adanya pihak ketiga. Cara berpikir tersebut muncul ketika informasi sangat terbatas.
“Kita jangan cara berpikirnya kayak zaman dulu dong. Kita ini sudah ada di negara demokrasi. Kalau dulu sebentar-bentar itu ada pihak ketiga. Sekarang apa? Pihak ketiga itu siapa?” Tanyanya.
Fadli Zon juga menyoroti penanganan aksi unjuk rasa pada 22 Mei 2019.
Fadli Zon menyayangkan penanganan aksi 22 Mei yang cenderung represif sehingga menimbulkan korban jiwa.
“Saya kira yang terjadi kemarin ini adalah satu tragedi dalam demokrasi, terutama dalam penanganan unjuk rasa,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senin (27/5/2019).
Fadli Zon mengatakan, aksi unjuk rasa di sebuah negara demokrasi tidak boleh mematikan orang. Meskipun, orang tersebut melempar batu, atau berunjuk rasa melewati batas waktu.
“Demonstrasi di negara demokrasi tidak boleh mematikan orang. Orang itu bisa saja bersalah melewati waktu yang ditentukan atau melempar batu, tapi bukan alasan orang itu akhirnya bisa ditembaki dibunuh, disiksa, dan sebagainya. Saya kira itu yang tidak bisa ditolerir,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Fadli Zon, saat ini penting bagi pemerintah untuk menunjukkan rasa keadilan bagi masyarakat.
“Sekarang rasa keadilan saya kira makin langka. Dan tiadanya keadilan itu akan melahirkan distrust, ketidakpercayaan,” ujarnya
“Jadi penangkapan-penangkapan itu harus seimbang, termasuk pada oknum yang diduga melakukan kekerasan, abuse of power, bahkan ada yang meninggal dunia,” sambungnya.
Sebelumnya, Fadli Zon, anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menegaskan aksi 22 Mei tidak diinisiasi pihaknya.
Aksi tersebut, katanya, merupakan murni datang dari masyarakat yang ingin menolak hasil Pemilu 2019.
“Jadi, hal ini perlu kami tegaskan, ini bukan aksi BPN. Ini aksinya masyarakat yang peduli kepada keadilan dan kebenaran,” kata dia di RSUD Tarakan, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Fadli Zon mengatakan, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto juga telah menyatakan imbauan agar masyarakat dapat menahan diri dan menjaga aturan, serta tetap berada di jalur konstitusional.
Dengan demikian, masyarakat yang saat ini menyampaikan aspirasinya, dapat dihargai sebagai hak masyarakat. Tidak perlu dianggap musuh karena protes tentang kecurangan.
“Hak masyarakat jangan dianggap musuh. Mereka yang sampaikan aspirasi, protes kecurangan, itu adalah bagian dari ekspresi demokrasi kita,” tuturnya.
Fadli Zon juga sempat hadir di tengah-tengah massa pengunjuk rasa. Dia menyebut kedatangan massa yang membanjiri depan Gedung Bawaslu, memiliki satu tujuan, yakni menuntut dan memperjuangkan keadilan.
Menurut dia, jangan sampai ada pihak-pihak yang mencoba merampas hak rakyat, baik itu lewat tutur lisan maupun tulisan.
“Kita bisa berada di tempat ini pada hari penting. Saudara datang dari berbagai tempat karena merasa terpanggil bahwa yang saudara lakukan adalah suatu perjuangan untuk menuntut keadian,” papar Fadli Zon di atas mobil komando, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019) malam.
“Apa yang saudara lakukan sejalan dengan konstitusi UUD 1945,” sambungnya.
Fadli Zon yakin, mereka yang turut hadir memenuhi lokasi punya niat baik. Maka dari itu, dirinya berpesan kepada aparat kepolisian untuk tidak gegabah mengambil langkah represif kepada peserta demonstrasi.
“Saya berpesan kepada aparat kepolisian, mereka adalah rakyat kita. Jangan smapai ada yang terluka, tercederai, apalagi sampai meninggal dunia,” beber Fadli Zon.
“Setuju, betul,” sambut massa.
Tak berhenti di sana, Fadli Zon malah menambahkan statement lanjutan. Dia menyadari saat ini Pemilu 2019 dipenuhi dengan kecurangan.
Wakil Ketua DPR ini mengatakan, dirinya bersama peserta demonstrasi belum menyerah.
Dia selaku pimpinan di DPR akan mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilannya kembali.
“Kami belum menyerah saat ini. Saya pimpinan DPR akan mengawal. Kita tahu yang kita hadapi bukan hal yang kecil,” cetusnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya masih mengecek informasi enam korban tewas akibat kerusuhan di Jakarta pada Rabu (22/5/2019) dini hari.
“Masih dicek seputar itu, termasuk penyebab tewas dan identitasnya,” kata Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi Wartakotalive.com, Rabu (22/5/2019).
Yang pasti, kata Dedi Prasetyo, polisi tidak dibekali peluru tajam dan senjata api saat mengamankan unjuk rasa yang berujung rusuh tersebut.
“Yang perlu disampaikan bahwa aparat keamanan dalam pengamanan unjuk rasa tidak dibekali oleh peluru tajam dan senjata api,” tuturnya.
“Kita sudah sampaikan jauh-jauh hari bahwa akan ada pihak ketiga yang akan memanfaatkan situasi unras tersebut. Oleh karenanya masyarakat tidak perlu terprovokasi,” sambung Dedi Prasetyo.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginformasikan sampai saat ini sudah ada enam korban meninggal dunia akibat kerusuhan dalam aksi tolak hasil Pemilu 2019 di sekitar Jalan MH Thamrin.
Keenam korban penembakan meninggal dalam aksi 22 Mei itu tersebar di empat rumah sakit di Jakarta.
Data korban aksi 22 atau korban penembakan versi Anies Baswedan ini ia terima dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
“Jadi kira-kira ada 200 orang luka-luka per jam sembilan pagi ini, dan ada sekitar enam orang tercatat meninggal,” ujar Anies Baswedan di RS Tarakan, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti merincikan korban meninggal 1 di RS Tarakan, 2 di RS Pelni, 1 di RS Budi Kemuliaan, 1 di RS Mintoharjo, dan 1 di RSCM.
Namun, Widyastuti mengaku belum mengetahui penyebab meninggalnya keenam korban.
“Belum tahu secara pasti ya sebabnya. Sepertinya ada luka akibat benda tajam tumpul dan luka-luka lecet. Ada juga luka robek dan beberapa menembus ke pembuluh darah di paru-paru,” ungkap Widyastuti.
Ada pun korban-korban ini merupkan pendukung Paslon Capres-Cawapres 02 yang mengepung kantor Bawaslu di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, sejak kemarin siang.
Mereka melakukan aksi protes atau unjuk rasa atas hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang dianggap curang.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menegaskan, aparat keamanan yang mengamankan aksi demonstrasi kelompok yang tak puas terhadap hasil Pemilu 2019, tidak akan dibekali senjata api dan peluru tajam.
Ia mengatakan, hal itu adalah Standard Operating Procedure (SOP) pengamanan aksi massa pada masa Pemilu 2019, yang diinstruksikan langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Hal itu disampaikan Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kemenkopolhukam, Selasa (21/5/2019).
“SOP yang dimiliki oleh TNI dan Polri perlu kami sampaikan juga. Bahwa setiap pasukan pengamanan besok atau nanti malam atau kapan pun, sudah diinstruksikan oleh Kapolri dan Panglima TNI tidak dibekali dengan peluru tajam,” tutur Iqbal.
“Saya ulangi, tidak dibekali peluru tajam. Kami pastikan. Jadi kalau besok ada penembakan dengan peluru tajam, bisa dipastikan bukan pasukan TNI dan Polri. Ada penumpang gelap,” sambung Iqbal.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengungkapkan tautan atau link berita yang menjadi bukti dalam gugatan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan bukti.
Fadli menyebut link berita itu hanya sebagai indikator.
“Link itu mungkin hanya menunjukkan indikator dan laporan saja, bukan jadi bukti. Buktinya tetap mengacu pada apa yang sebetulnya terjadi,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Wakil Ketua Umum Gerindra itu menuturkan link berita yang diajukan hanya untuk menyampaikan peristiwa tertentu.
Tim hukum, kata Fadli, akan menghadirkan bukti lain yang mendukung.
“Saya kira nanti disertakan dengan bukti-bukti yang menunjang apa yang jadi pengantar itu,” tandasnya.
Berbekal puluhan link berita media sebagai modal bukti ke Mahkamah Konstitusi, gugatan Prabowo-Sandi tak memiliki kekuatan hukum.
Pernyataan itu disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyikapi banyaknya link berita yang menjadi bukti sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandi ke MK.
Diketahui, permohonan gugatan calon presiden dan calon wakil presiden 02 itu disampaikan tim hukum yang diketuai Bambang Widjojanto ke MK pada Jumat (25/5/2019) malam diiringi delapan advokat.
Selepas permohonan gugatan Prabowo-Sandi diterima panitera MK, Bambang mengatakan timnya sudah merumuskan apa benar Pilpres 2019 terjadi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif.
“MK telah banyak memutuskan perkara sengketa pemilihan khususnya kepala daerah dengan prinsip terstrukur, sistematis dan masif,” ujar Bambang Widjojanto saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019).
Malam itu Bambang mengatakan soal barang bukti akan disampaikan pada waktunya, ditambah dengan keterangan saksi fakta dan saksi ahli.
Beberapa hari kemudian, dari berkas permohonan gugatan yang didapat TribunJakarta.com, Minggu (26/6/2019), tim hukum Prabowo-Sandi menyertakan puluhan berita media untuk mendukung argumen adanya TSM di Pilpres 2019.
Menurut berkas tersebut ada lima bentuk pelanggaran pemilu dan kecurangan masih itu terkait, pertama penyalahgunaan ABPN, kedua, ketidaknetralan aparatur negara: polisi dan intelijen.
Ketiga, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, keempat, pembatasan kebebasan media dan pers, dan terakhir diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai seharusnya bukti gugatan atas hasil Pilpres ke MK memiliki kekuatan yang mampu mengungkap kecurangan TSM seperti disoal tim hukum Prabowo-Sandi.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi lampiran bukti Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang banyak didasarkan pada berita di media.
“Tentu saja bukti ini di dalam sengketa Pemilu kan harus memiliki dampak terhadap hasil perolehan suara sehingga disampaikan dampak tersebut melebihi dari selisih antara paslon 01 dan 02, melebihi 16 juta suara,” ujar Hasto di Kantor DPP PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Minggu (26/5/2019) dalam artikel: Bukti Gugatan BPN Banyak dari Kliping Berita, Ini Kata Sekjen PDI-P.
“Tanpa itu maka bukti-bukti tidak memiliki kekuatan hukum apalagi hanya berdasarkan link berita,” lanjut dia.
Ia mengatakan semestinya tim hukum Prabowo-Sandi menggunakan bukti primer yang otentik terkait kecurangan TSM yang mereka tuduhkan kepada pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Bukti primer yang otentik, kata Hasto, bisa berupa temuan kejanggalan di formulir C1 atau temuan langsung para saksi mereka di lapangan.
“Yang otentik itu berdasarkan dokumen C1 dan kemudian juga berdasarkan pernyataan para saksi. Jangan kedepankan aspek politik lalu melupakan bukti-bukti printer yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” lanjut dia.
Diketahui, saat mendaftarkan gugatan sengketa ke MK Jumat (24/2/2019), BPN hanya membawa 51 alat bukti.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi menilai sulit bagi tim hukum Prabowo-Sandi memenangkan gugatan di MK jika buktinya didasar berita media.
Hal itu disampaikan Veri Junaidi usai melihat dokumen gugatan hasil rekapitulasi Pilpres 2019 yang diajukan kubu Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Veri, berkas permohonan gugatan Prabowo-Sandi yang disusun tim hukum sebanyak 70 persen menyangkut teori hukum tentang kedudukan MK.
“30 persennya kliping media,” ujar Veri dalam artikel Kompas.com pada Minggu (26/5/2019), Pengamat Sebut BPN Banyak Gunakan Berita Media sebagai Bukti Kecurangan Pilpres.
“Di halaman 18-29 di situ para pemohon dan kuasa hukumnya mendalilkan ada banyak kecurangan TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif). Tapi menggunakan data sekunder (kliping media) dalam pembuktian,” lanjut dia.
Ia menyatakan berita yang bersumber dari media massa terkait kecurangan Pilpres yang akan disengketakan di MK ialah bukti sekunder.
Menurut Veri, semestinya BPN membawa bukti primer berupa hasil penelusuran untuk membuktikan bahwa pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin berlaku curang.
Sebab, kata Veri, tudingan kecurangan TSM semestinya berawal dari temuan langsung di lapangan, bukan dari bukti sekunder. karena itu sulit bagi BPN untuk mengungkap kecurangan TSM yang mereka sebut lantaran buktinya bersifat sekunder.
Ia pun menyayangkan hal tersebut, sebab semestinya saksi BPN dari TPS hingga KPU pusat mendata secara rinci sehingga memiliki bukti primer yang kuat.
“Kalau kita melihat dalam permohonan juga disampaikan nanti bukti-bukti akan disampaikan dalam proses persidangan. Saya justru tertarik melihat apakah buktinya itu akan sangat kuat atau tidak. Jadi bukti primer, bukti hasil pengawasan, hasil dari saksi di tiap TPS,” ujar Veri.
“Kan mereka punya di setiap TPS, kecamatan, Kabupaten kota dan provinsi dalam proses rekap berjenjang. Jauh hari sebelum proses pemilu mereka kan sudah menyiapkan tim hukum untuk kemudian melihat proses,” lanjut dia.
Penyertaan berita media sebagai bukti, Veri menilainya sulit bagi Prabowo-Sandi memenangkan gugatannya di MK.
“Jadi saya agak kurang yakin, dalam kasus sebesar ini tidak ada bukti yang dilampirkan dan hanya berita media,” ucap Veri dilansir Kompas.com dalam artikel Pengamat Sebut Sulit Buktikan Kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif Kalau Hanya Gunakan Berita.
“Kesimpulannya menurut saya kalau hanya menggunakan berita media seperti di permohonan, agak sulit untuk kemudian dikabulkan di MK,” ia menambahkan saat ditemui di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta, Minggu (26/5/2019).
Ia mengatakan, pembuktian kecurangan secara TSM semestinya menggunakan bukti primer.
Hal itu pun sangat sulit sebab pemohon harus membuktikan bahwa bukti yang dimiliki mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Ia mencontohkan, tudingan pengerahan aparat Polri dalam Pilpres 2019 untuk memenangkan pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Veri mengatakan, tudingan tersebut harus disertai dengan bukti adanya instruksi dari Kapolri oleh Jokowi selaku capres petahana.
Hal itu pun masih harus dibuktikan dengan adanya pergerakan di lapangan terkait upaya Polri mengerahkan sumber dayanya untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf.
Veri mengatakan, temuan kasus di Polres Garut soal adanya dugaan pengerahan Kapolsek untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf tak bisa dijadikan bukti kecurangan TSM karena lingkupnya hanya satu kabupaten dan tidak memengaruhi hasil pemilu.
“Misalnya kalau yang mau dibuktikan itu adalah pengerahan aparat Polri, ada tidak misalnya, karena jumlah (selisihnya) 17 juta. Ini pengerahannya berarti levelnya bukan tingkat Polres. Apakah memang ada instruksi dari Kapolri? Ini saya bertanya lho ya. Bukan menuduh,” ujar Veri.
“Terus kemudian bagaimana caranya kerjanya, apakah intimidasi, apakah dengan uang, dengan apa. Itu yang harus memang dihitung. Dan setiap kasus-kasus itu seberapa besar dia berdampak terhadap hasil pemilunya. Jadi bukan hanya kasus di Garut,” lanjut Veri.
Berikut sejumlah berita media menjadi bukti dalam permohonan Prabowo-Sandi ke MK.
Prabowo Subianto – Sandiaga Uno akhirnya menempuh langkah konstitusional dengan mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo – Sandi, Fadli Zon meyakini mereka punya argumentasi yang kukuh dalam mengajukan gugatan. Bahkan, dia menegaskan, pihaknya memiliki bukti yang kuat soal dugaan terjadinya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif.
“Kalau itu saya kira nanti diserahkan saja ke tim yang mengurusi. Saya kira mereka memang ahli-ahli hukum yang mengenal, dan mengetahui, mendalami persoalan-persoalan bersifat konstitusional. Saya yakin atas dasar pertimbangan yang kuat,” ujar Fadli di gedung DPR, Jakarta, Senin (27/5).
Fadli pun menepis anggapan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin bahwa Prabowo – Sandi tidak punya bukti kuat mengajukan gugatan. “Saya kira itu domain MK untuk melakukan judgement,” ujarnya.
Menurut Fadli, bukti awal itu sebagai pengantar untuk masuk melaporkan. Karena itu, ujar dia, nanti akan disertakan dengan bukti yang menunjang pengantar tersebut.
“Saya yakin bahwa memang semuanya sudah melalui satu pertimbangan untuk membangun argumentasi yang kukuh untuk membuktikan apa yang disampaikan pada pelaporan itu,” katanya.
Menurut Fadli, langkah ke MK merupakan jalan yang ditempuh dalam rangka untuk mengurai apa yang menjadi concern banyak orang terkait dugaan kecurangan pada sebelum, saat, dan setelah pemilu.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon meminta aparat kepolisian menginvestigasi peristiwa kericuhan yang terjadi saat aksi unjuk rasa memprotes hasil Pilpres 2019 pada 21-22 Mei lalu di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat.
Pasalnya peristiwa tersebut telah menimbulkan korban meninggal dunia.
Hal itu diungkapkan Fadli saat menerima pengaduan keluarga korban di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019).
“Ini harus diinvestigasi, jangan dianggap angin lalu,” ujar Fadli.
Dalam pertemuan tersebut, tim kuasa hukum keluarga korban menyerahkan bukti-bukti dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan saat menangani aksi unjuk rasa.
Bukti yang diserahkan berupa 32 foto dan video serta keterangan dari keluarga korban.
Fadli mengatakan, pihaknya akan meneruskan bukti-bukti tersebut ke pemerintah dan kepolisian.
Selain itu, ia juga meminta Komisi III untuk mendalami peristiwa kerusuhan yang menelan korban jiwa.
“Dari hasil laporan ini kita akan tindaklanjuti dan kita teruskan aspirasi ini ke pihak-pihak terkait kepada Presiden RI, kepada Kapolri, dan Komisi III untuk mendalami dan menginvestigasi dengan adanya 8 orang yang wafat,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Sementara ayah dari almarhum Harun Al Rasyid (15), Didin wahyudin, berharap pemerintah dapat memberikan keadilan dengan mengusut tuntas kasus anaknya itu.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa yang terjadi pada 21 hingga 22 Mei 2019 di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berakhir ricuh.
Harun Al Rasyid menjadi salah satu dari tujuh korban meninggal dunia berdasarkan keterangan dari kepolisian.
Menurut Didin, jenazah anaknya ia temukan di RS Polri Kramat Jati.
Sebelumnya jenazah Harun sempat disemayamkan di RS Dharmais kemudian dipindahkan ke RS Polri Kramat Jati karena identitasnya tidak diketahui.
“Harapannya saya minta keadilan saja karena anak saya ini masih di bawah umur jadi korban penembakan. saya minta keadilan,” ujar Didin.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menegaskan, tragedi kematian para korban peserta aksi demo 21-22 Mei lalu harus diusut tuntas.
Pesan ini dia sampaikan usai usai menerima audiensi Tim Advokasi dan keluarga korban Aksi 21-22 Mei 2019 di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (27/5).
Ia pun menuntut perlu adanya upaya investigasi dan penyidikan atas terenggutnya nyawa korban 21-22 Mei itu.
“Adanya korban atas Aksi 21-22 Mei 2019 perlu ada investigasi dan penyidikan mendalam karna telah merenggut nyawa. Keadilan harus ditegakkan,” tegas Fadli Zon kepada wartawan.
Diketahui sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedam sempat mengumumkan ada delapan korban meninggal akibat kerusuhan dalam aksi 22 Mei. Sementara yang terluka, hingga kini tercatat sebanyak 58 orang yang tersebar di lima Rumah Sakit di Jakarta.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon bersama Neno Warisman dan Maher Algadrie mendatangi RSUD Tarakan untuk menjenguk korban bentrok dalam massa aksi depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat.
“Dari keterangan yang disampaikan, ini ada dua orang yang meninggal. Itu tadi pagi ya bernama Adam 17 tahun dan Widianto 18 tahun kemudian ada 17 orang yang dirawat inap perlu perhatian khusus. Kemudian ada 159 orang yang masuk sini dengan barusan masuk 2 lagi jd 161 orng. yang 140 sudah pulang. Jadi tentu ini juga bagian dari tugas pengawasan di DPR untuk mendata berapa jumlah korban,” kata Fadli di RSUD Tarakan, Rabu (22/5).
Ia mengaku baru mendata jumlah korban di RSUD Tarakan. Kemungkinan besok akan mendatangi RS lain. Fadli juga menjelaskan, sebagian besar korban terkena gas air mata dan luka terkenal benda tumpul.
“Kami sangat prihatin terhadap kejadian ini terutama begitu banyak korban berjatuhan dengan ya ini juga masyarakat seharusnya aparat bisa lebih profesional bisa lebih persuasif di dalam menangani unjuk rasa yang memang dilindungi oleh UU saya kira itu,” tuturnya.
Fadli menambahkan, semua massa datang dengan keinginan sendiri.
“Fitnah kalau ada yang bilang saudara dibayar datang ke sini,” katamya.
Politisi yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga sempat meminta massa tidak mudah untuk diprovokasi.
“Kita ingin rakyat Indonesia melihat bahwa yang terjadi saat ini jauh dari kata normal. Karena itu marilah pesan ini jangan kita nodai dengan kekerasa dan jgn sampe terprovokasi kepada pihak manapun,” ungkapnya.
Fadli Zon mengingatkan TNI dan Polri tak semena-mena dalam menangani massa yang bertindak anarkistis.
“Kita minta kepada aparat jgn ada kekerasan lagi. Pistol dan tameng saudara dibiayai dari uang rakyat,” pungkasnya.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon bersama Neno Warisman dan Maher Algadrie mendatangi RSUD Tarakan untuk menjenguk korban bentrok.
“Dari keterangan yang disampaikan, ini ada dua orang yang meninggal. Itu tadi pagi ya bernama Adam 17 tahun dan Widianto 18 tahun kemudian ada 17 orang yang dirawat inap perlu perhatian khusus. Kemudian ada 159 orang yang masuk sini dengan barusan masuk 2 lagi jadi 161 orang. yang 140 sudah pulang. Jadi tentu ini juga bagian dari tugas pengawasan di DPR untuk mendata berapa jumlah korban,” kata Fadli di RSUD Tarakan, Rabu (22/5/2019).
Ia mengaku baru mendata jumlah korban di RSUD Tarakan. Kemungkinan besok akan mendatangi RS lain. Fadli juga menjelaskan, sebagian besar korban terkena gas air mata dan luka terkenal benda tumpul.
“Kami sangat prihatin terhadap kejadian ini terutama begitu banyak korban berjatuhan dengan ya ini juga masyarakat seharusnya aparat bisa lebih profesional bisa lebih persuasif di dalam menangani unjuk rasa yang memang dilindungi oleh undang-undang saya kira itu,” pungkasnya.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyebutkan setidaknya 140 korban bentrok massa dengan aparat keamanan di sekitar Tanah Abang, Jalan Thamrin dan Petamburan yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan Jakarta sudah diperbolehkan pulang.
“Saya datang untuk mengecek bagaimana keadaan korban-korban dari peristiwa dan insiden yang terjadi di Bawaslu,” kata Fadli usai menjenguk korban bentrok yang dirawat di RSUD Tarakan, Jakarta, Rabu malam.
Politikus Partai Gerindra itu datang ditemani Neno Warisman di RSUD Tarakan, sekitar pukul 22.30 WIB, dan langsung masuk ke dalam ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Dari keterangan pihak RS, kata dia, setidaknya ada 161 korban bentrok yang sudah dibawa ke RS tersebut untuk mendapatkan penanganan.
“Ada dua orang yang meninggal. Itu tadi pagi, bernama Adam (17) dan Widianto (18). Kemudian, ada 17 orang yang dirawat inap, perlu perhatian khusus. Yang 140 orang sudah pulang,” jelasnya.
Menurut dia, kedatangannya ke RSUD Tarakan itu merupakan bagian dari tugas pengawasan DPR untuk pendataan jumlah korban bentrok tersebut.
“Ini baru di RS ini saja yang saya datangin. Mungkin besok-besok akan dilihat dan juga di beberapa RS lain dari pendataan yang ada,” ujarnya.
Sebagian besar korban bentrok yang dilarikan ke RSUD Tarakan, kata dia, terkena gas air mata, tetapi ada pula yang mengalami patah tulang.
“Saya sangat prihatin terhadap kejadian ini, terutama begitu banyak berjatuhan korban. Seharusnya aparat bisa lebih profesional, bisa lebih persuasif di dalam menangani unjuk rasa yang memang dilindungi oleh UU,” kata Fadli.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menepis kabar adanya mobil ambulans partai yang dipakai untuk mengangkut batu. Fadli menegaskan mobil ambulans milik Gerindra berjumlah banyak dengan kontribusi untuk kepentingan sosial membantu masyarakat.
“Saya kira tidak ada ya, ambulans Gerindra jumlahnya ratusan ada di mana-mana. Tugasnya selama ini melayani warga di daerah masing-masing,” kata Fadli di Jakarta, Rabu, 22 Mei 2019.
Fadli menambahkan tak mungkin Gerindra secara logika memerintahkan mobil ambulans mengangkut batu untuk bentrokan. Kata dia, Gerindra dengan Ketua Umum Prabowo Subianto selalu menekankan aksi damai tanpa kekerasan.
“Pak Prabowo dan kami selalu menegaskan berulang kali aksi damai dilakukan. Jadi, enggak benar itu mobil ambulans tampung batu,” ujar Wakil Ketua DPR itu.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengamankan sebuah mobil ambulans Partai Gerindra saat unjuk rasa yang berakhir ricuh pada Rabu, 22 Mei dini hari tadi. Mobil ambulans tersebut diamankan di sekitar kawasan Sabang, Jakarta Pusat.
“Iya betul (milik Gerindra),” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono saat dimintai konfirmasi, Rabu, 22 Mei 2019.
Argo mengatakan mobil ambulans itu diamankan saat polisi membubarkan massa. Saat dicek, ambulans tersebut membawa sejumlah batu. “Isinya ya ada batu-batu,” ujar Argo.
Saat ini mobil ambulans tersebut diamankan di Polda Metro Jaya. Mobil tersebut diparkir di depan gedung Resmob Polda Metro Jaya dan dijaga polisi.