Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon, menampik ada motif tertentu dalam kunjungan Prabowo ke Dubai. Apalagi jika kunjungan mantan pangkostrad itu ke luar negeri dikait-kaitkan dengan wacana ngawur tentang intervensi terhadap pemilihan umum (pemilu) di Indonesia.
“Pemilunya kan sudah selesai, mau intervensi apa?” kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (29/5).
Dia memastikan beberapa warga negara asing yang menyertai Prabowo ke luar negeri adalah koleganya di Parlemen Rusia. Keberadaan mereka dalam rombongan Prabowo sama sekali tidak memiliki maksud untuk mengintervensi pemilu.
Fadli mengatakan, kunjungan ke mancanegara bersama orang-orang asing sudah lumrah dilakukan Prabowo. “Perkawanan-perkawanan itu kan biasa saja. Cuma kalau kali ini saya kira urusan privat, urusan biasa,” ujarnya.
Menurut dia, isu tentang intervensi asing terhadap pemilu Indonesia tidak relevan dan dinilai berlebihan. “Pak Prabowo juga sudah menjelaskan dan menyatakan jalan yang kita tempuh adalah jalan konstitusional, apalagi yang mau disembunyikan?” tuturnya.
Selasa (28/5) kemarin, Prabowo diketahui berangkat ke Dubai, Uni Emirat Arab, dengan pesawat Charter Private Jet Embraer 190/Lineage 1000. Ketua umum Partai Gerindra itu pergi bersama dengan sejumlah warga negara asing (WNA).
Politisi Gerindra Fadli Zon juga mengaku dirinya sempat beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan.
Namun, Wakil Ketua DPR itu menyesalkan polisi tidak melakukan proses hukum terhadap orang yang mengancamnya.
“Kalau saya memang pernah diancam, ada yang mengancam mau membunuh saya. Tapi orangnya enggak pernah diproses, enggak diapa-apain,” kata Fadli Zon kepada Kompas.com, Selasa (28/5/2019).
Fadli sudah melaporkan pemilik akun twitter @NathanSuwanto yang mengancam akan membunuhnya pada 2017 lalu.
Namun, laporan yang dilayangkan ke Badan Reserse Kriminal Polri itu sampai hari ini tidak jelas tindak lanjutnya.
Belakangan, politisi Partai Gerindra ini mengaku kembali mendapat ancaman pembunuhan dari akun twitter lainnya bernama Cindy.
Namun, ia kali ini tak terlalu menghiraukan ancaman itu.
“Yang sudah dua tahun lalu saja enggak diapa-apain,” kata dia.
Adapun cerita soal ancaman pembunuhan ini disampaikan Fadli menanggapi terungkapnya kelompok penumpang gelap aksi 22 Mei yang berencana membunuh empat pejabat negara.
Fadli mengatakan, sah-sah saja kepolisian menindak pelaku yang menarget nyawa para pejabat negara itu.
Namun ia mengingatkan bahwa polisi juga harus mengusut tuntas jatuhnya delapan korban tewas dan ratusan lainnya yang luka-luka dalam aksi menolak hasil pilpres 2019 itu.
“Menurut saya kejadian puncak dari peristiwa tanggal 21 22 Mei adalah wafatnya atau meninggalnya delapan orang korban, dan masih sejumlah orang berada di rumah sakit, dan saya juga menerima laporan masih ada yang hilang. Ini menurut saya perlu diklarifikasi,” kata dia.
Polisi sebelumnya mengungkap adanya kelompok perusuh 22 Mei yang berniat melakukan upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan seorang pimpinan lembaga survei.
Saat ini polisi sudah mengamankan kelompok yang terdiri dari enam orang itu dan menetapkan mereka sebagai tersangka.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal menegaskan, polisi sudah mengetahui orang yang menyuruh kelompok ini melakukan kerusuhan.
Namun, polisi masih melakukan pendalaman sehingga belum bisa mengungkap identitas orang tersebut.
Belakangan Kapolri Jenderal pol Tito Karnavian mengungkapkan identitas empat pejabat yang menjadi sasaran kelompok ini.
Mereka yakni Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan dan Stafsus Presiden Gorries Mere.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyebut penegakan hukum terhadap dua tersangka makar, Eggi Sudjana dan Lieus Sungkarisma, tidak sesuai dengan aturan main.
Menurut Fadli, banyak hak-hak hukum kedua orang tersebut tidak diberikan sebagaimana mestinya.
“Saya mendengarkan langsung apa yang menjadi aspirasi dari Saudara Eggi Sudjana maupun Saudara Lieus,” kata Fadli usai kunjungan kerja spesifik bersama anggota Komisi III DPR RI Supratman Andi Aktas di Ruang Tahanan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (29/5).
Wakil Ketua Umum Gerindra ini menjelaskan, Eggi merasa baru satu kali diperiksa sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Fadli juga mengatakan, belum ada gelar perkara terhadap Eggi.
“Tiba-tiba setelah proses pemeriksaan dari jam lima sore sampai jam tujuh pagi langsung ditangkap di tempat. Ini adalah satu tindakan yang menurut Saudara Eggi Sudjana jelas merampas haknya dan juga secara hukum tidak benar,” kata dia.
Selain Eggi, kata Fadli, penegakan hukum terhadap Lieus juga cenderung menyalahi aturan. Sebab, Lieus belum pernah diperiksa lalu ditahan.
“Pemanggilan sekali dia tidak terima, pemanggilan yang kedua itu langsung kata Saudara Lieus dengan beberapa surat sekaligus, ada tiga surat sekaligus dan langsung ditahan,” kata Fadli.
Kemudian, Fadli juga menyatakan bahwa Lieus sangat keberatan dengan beredarnya video penangkapan dirinya. Bahkan, ada kesan untuk video penangkapan itu diviralin.
“Ini sangat mengganggu privasi dan tentu saja mencemarkan nama baik dari Saudara Lieus,” kata dia.
Wakil Ketua Umum DPR RI, Fadli Zon menyambangi rumah tahanan Polda Metro Jaya. Dia didampingi anggota Komisi III Supratman Andi. Kedatangannya ini bertujuan untuk membesuk dua tersangka kasus dugaan makar Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma.
Dalam pertemuan ini, Eggi sempat berkeluh kesah kepada Fadli terkait kasus hukum yang menjeratnya. Eggi menilai prosesnya terlalu cepat serta tidak ada gelar perkara dan langsung dilakukan penahanan.
“Ini adalah satu tindakan yang menurut saudara Eggi Sudjana jelas merampas haknya dan juga secara hukum tidak benar. Apalagi saudara Eggi adalah seorang pengacara yang juga tentu dilindungi oleh UU advokat,” ujar Fadli di Polda Metro Jaya Jakarta, Rabu (29/5).
Fadli menuturkan, dengan kejanggalan kasusnya, Eggi akan berupaya mengajukan penangguhan penahanan. Fadli berharap permohonan ini dikabulkan atas dasar kemanusiaan. Apalagi Eggi memiliki beberapa riwayat penyakit sehingga tidak baik ditempatkan di sel sempit.
“Selnya itu 3×1 meter dan juga ada riwayat penyakit macam-macam yang saya kira bsa juga ini fobia terhadap tempat sempit, sehingga bisa ada halusinasi dan sebagainya,” katanya.
Tak berbeda jauh, Lieus juga mengeluhkan hal yang sama kepada Fadli. Dia merasa penahanan kepada dirinya sangat cepat. Karena baru dua kali dipanggil langsung ditahan. Selain itu, dia juga merasa terganggu dengan tersebarnya video saat dirinya ditangkap.
“Saudara Lieus sangat berkeberatan karena video, ada yang memvideokan dalam proses penangkapan di rumahnya itu dan diviralkan,” sambung Fadli.
Atad dasar itu, Eggi dan Lieus berharap ada keadilan bagi mereka. Sebagai anggota dewan, Fadli mengatakan akan meneruskan aspirasi mereka kepada pihak-pihak terkait.
“Mereka berharap ada keadilan karena tuduhan-tuduhan ini tidak mempunyai dasar yang kokoh, tidak mempunyai dasar yang kuat, ini lebih bernuansa pada politik dan kekuasaan ketimbang penegakan hukum,” pungkas Fadli.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan turut memberikan jaminan terkait permohonan penangguhan tersangka kasus dugaan makar Eggi Sudjana. Hal itu disampaikan Fadli usai menjenguk Eggi dan Lieus Sungkharisma di Rutan Polda Metro Jaya, Rabu (29/5/2019).
“Kalau penangguhan yang meminta penangguhan itu saudara Eggi Sudjana. Saya juga diminta untuk ikut menjamin, saya ikut menjamin penangguhan saudara Eggi,” tuturnya.
Fadli mengungkapkan, alasannya menjamin Eggi atas dasar pertimbangan kemanusiaan karena Eggi tengah mengidap suatu penyakit. Namun, dirinya tidak menjelaskan penyakit apa yang diderita Eggi.
“Saya kira alasannya, alasan kemanusiaan apalagi ada mengidap penyakit. Dan ini juga mau hari raya idul fitri gitu ya. Bagi seorang muslim hari raya idul fitri adalah tempat berkumpul dengan keluarga,” katanya.
Eggi berharap agar penangguhan yang diajukannya itu bisa disetujui oleh pihak kepolisian. Penahanan terhadap Eggi juga tidak pas dilakukan.
“Saudara Eggi tadi berharap karena kasusnya sangat sumir menurut beliau, beliau meminta agar penangguhan penahanan itu bisa. Kemudian mereka berharap ada keadilan karena tuduhan tuduhan ini tidak mempunyai dasar yang kokoh, tidak mempunyai dasar yang kuat, ini lebih bernuansa pada politik dan kekuasaan ketimbang penegakan hukum. Ini yang disampaikan oleh baik saudara Eggi,” tuturnya.
Adapun dalam kasus ini Polda Metro Jaya telah menahan Eggi Sudjana usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus makar. Penahanan dilakukan selama 20 hari. Penahanan terhadap Eggi merujuk pada Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.HAN/587/V/2019/Ditreskrimum, tertanggal 14 Mei 2019.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengunjungi Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma di rutan Polda Metro Jaya. Dalam kunjungannya itu Fadli mendengarkan langsung keluhan yang disampaikan Eggi maupun Lieus.
“Saudara Eggi Sudjana merasa bahwa dia baru diperiksa satu kali, belum ada gelar perkara dan tiba-tiba setelah proses pemeriksaan dari jam 5 sore sampai jam 7 pagi langsung ditangkap di tempat,” kata Fadli usai menjenguk dj Polda Metro Jaya, Rabu (29/5/2019).
Eggi menilai kata Fadli penahan yang dilakukan kepada dirinya tidak tepat, terlebih dirinya juga merupakan seorang pengacara yang dilindungi undang-undang.
“Ini adalah satu tindakan yang menurut saudara Eggi Sudjana jelas merampas haknya dan juga secara hukum tidak benar. Apalagi saudara Eggi adalah seorang pengacara, advokat yang juga tentu dilindungi oleh UU advokat dan juga sebagai ketua umum penasehat dari KAI ya, advokat Indonesia,” paparnya.
Begitu juga yang dirasakan Lieus lanjut Fadli, Ia merasa proses penangkapannya itu janggal. Pasalnya Lieus mengaku baru menerima satu kali surat pemanggilan namun langsung ditangkap.
“Karena pemanggilan sekali dia tidak terima, pemanggilan yang kedua itu langsung kata saudara Lieus dengan beberapa surat sekaligus, ada 3 surat sekaligus dan langsung ditahan,” tambahnya.
Lieus juga mengaku keberatan terkait beredarnya video penangkapannya itu. Menurutnya hal itu melanggar privasinya sebagai warga negara.
“Saudara Lieus sangat berkeberatan karena video, ada yang memvideokan dalam proses penangkapan di rumahnya itu dan diviralkan. Ini sangat mengganggu privasi dan tentu saja mencemarkan nama baik dari saudara Lieus,” tukasnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon membenarkan adanya rencana menggelar munajat doa bersama untuk para korban meninggal kerusuhan 22 Mei 2019.
Munajat tersebut akan diikuti sejumlah tokoh bangsa.
“Rencana dari beberapa tokoh mau mengajak doa bersama, salat gaib dan munajat,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (28/5/2019).
Menurut Fadli kegiatan tersebut harus didukung sebagai ucapan duka cita kepada para korban meninggal dunia.
Untuk lokasinya, Fadli mengaku belum tahu. Hanya saja berdasarkan informasi yang ia terima, munajat akan digelar di Masjid.
“Ada yang bilang di masjid, saya kurang tahu. Saya kan bukan panitianya. Tapi diminta mendukung, ya saya kira kita mendukung. Apalagi ini dalam rangka munajat, ada 8 yang wafat. Ini kan anak-anak bangsa,” katanya.
Sementara itu Fadli mengaku belum tahu apakah akan hadir dalam acara tersebut.
Yang pasti menurutnya bahwa kerusuhan 22 Mei harus diungkap.
Apalagi mereka yang meninggal usai masih remaja dan diduga bukan Perserta aksi.
“Bahkan ada yang menurut orang tua mereka, bukan peserta aksi. Jadi memang harus diusut,” pungkasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mengaku dirinya tak tahu siapa yang melakukan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional pada kerusuhan 21-22 Mei 2019. Ia malah mengatakan dirinya juga pernah mengalami ancaman pembunuhan.
“Saya enggak tahu siapa yang melakukan ancaman itu, siapa yang mau melakukan. Kalau saya memang ada yang mengancam, ada yang mau membunuh saya kemarin. Tapi orangnya enggak diapa-apain tuh,” ujar Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 28 Mei 2019.
Menurut Fadli kabar tersebut harus dicek kembali, karena ia menganggap informasinya masih simpang siur. Fadli lebih memilih untuk menyoroti meninggalnya beberapa orang pada aksi 21-22 Mei.
“Menurut saya kejadian puncak dari peristiwa tanggal 21-22 Mei adalah wafatnya atau meninggalnya 8 orang korban itu yang terverifikasi, dan masih sejumlah orang berada di rumah sakit dan saya juga menerima laporan masih ada yang hilang. Dan ini menurut saya perlu diklarifikasi,” tuturnya.
Sebelumnya kepolisian menemukan adanya kelompok lain, di luar dua kelompok yang sudah diungkap polisi, yang diduga diperintahkan seseorang untuk membuat kerusuhan 22 Mei di Jakarta. Kelompok tersebut beranggotakan enam orang dan memiliki misi membunuh empat tokoh nasional dan pemimpin lembaga survei swasta.
Hal itu dikatakan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat pada Senin, 27 Mei 2019. Kata dia, pengungkapan kelompok ketiga ini merupakan hasil pengembangan lanjutan dari tim investigasi bentukan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Tim investigasi ini bekerja untuk mengusut kericuhan yang terjadi dalam aksi dan berkembang menjadi Rusuh 22 Mei.
Keenam anggota kelompok ini semua memiliki senjata api ilegal dan ditangkap dalam rentang waktu 21-24 Mei 2019. Tersangka pertama berinisial HK, warga Cibinong, Bogor. Dia berperan sebagai pemimpin yang mencari senjata api, eksekutor, sekaligus menjadi eksekutor. “Yang bersangkutan ada pada tanggal 21 Mei membawa satu pucuk senjata api revolver taurus cal 38,” kata Mohammad Iqbal.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon membela Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustofa Nahrawardaya. Menurut Fadli Zon, Mustofa seharusnya dibebaskan.
“Saya kira pasti kita dukung. Seharusnya mereka dibebaskan semua, termasuk Ahmad Dhani hanya karena urusan ludah dan idiot gitu ya dan tidak ada alamatnya, perhari ini masih mendekam sudah hampir empat bulan,” ujar Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2019).
Sementara, dia mengatakan orang yang menghina Prabowo Subianto tidak diproses hukum. “Semuanya bebas-bebas saja. Jadi kita ini jadi warga negara kelas dua jadinya di Republik Indonesia ini,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Dia melanjutkan penegakan hukum saat ini tajam kepada orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah. Padahal, kata Fadli, oposisi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi.
Dan itu lah adanya check and balance supaya tidak ada kediktatoran, kediktatoran muncul karena tidak ada kontrol ya tidak ada pengawasan. Harusnya ini menjadi partner di dalam berdemokrasi,” kata Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini.
Adapun Mustofa ditahan dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks terkait Aksi 22 Mei sejak dini hari tadi. Mustofa ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Minggu 26 Mei 2019.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon, menerangkan bukti dugaan kecurangan yang disampaikan pihaknya ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah peristiwa, bukan berita di media massa.
“Berita di media itu mungkin hanya menunjukkan indikator dan laporan saja, bukan menjadi bukti. Bukti tetap mengacu pada apa yang sebenarnya terjadi,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, dilansir dari Antara.
Namun Fadli enggan merinci bukti-bukti peristiwa apa saja yang disampaikan BPN dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2019 di MK. Tim Advokasi BPN yang akan mengungkapnya.
“Tim Advokasi BPN merupakan para ahli hukum yang mengenal dan mengetahui secara mendalam persoalan yang bersifat konstitusional,” katanya.
Politikus Gerindra itu tidak tertarik menanggapi pernyataan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf tentang bukti yang tidak cukup. Dia yakin yang disampaikan pihaknya sudah melalui pertimbangan yang matang.
Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto telah mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 ke MK pada Jumat 24 Mei 2019 malam. Mantan ketua KPK itu menyerahkan 51 daftar bukti (beserta alat bukti yang segera disampaikan) saat mendaftarkan gugatan sengketa hasil pilpres MK. Sedangkan alat buktinya akan segera disampaikan.
Sebelumnya, BPN membantah hanya bermodal bukti beberapa tangkapan layar (screenshot) berita online saat melaporkan kecurangan di Pemilu 2019 ke Bawaslu.
Juru bicara BPN Andre Rosiade menyatakan tangkapan layar berita online itu adalah bukti yang dibawa oleh Relawan IT saat melapor ke Bawaslu.
Selain laporan relawan IT, BPN juga melaporkan ke Bawaslu melalui Direktorat Advokasi dan Hukum BPN yang dipimpin oleh Sufmi Dasco Ahmad. Namun laporan Dasco ini dikembalikan karena ada berkas yang harus dilengkapi.