ISU gerakan ribuan mahasiswa dari seluruh Indonesia ditungganggi terus menjadi pembicaraan di dunia digital.
Demo mahasiwa ditungganggi antara lain dikatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di Gedung DPR.
“Kami harus jelaskan dengan baik karena di luar sana sekarang ini isu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik,” ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Indikasi Demo mahasiwa ditungganggi antara lain munculnya hastag #TurunkanJokowi.
Sebagian orang kemudian mengaitkan kelompok penunggang itu dengan kelompok pada Pemilu Presiden atau Pilpres 2019.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon akhirnya menulis cuitan khusus terkait aksi mahasiswa itu melalui akun twitternya, Kamis (26/9/2019) pagi ini.
Wakil Ketua DPRD Fadli Zon sebut gerakan mahasiswa 2019 ini memang ditunggangi.
Siapa penunggang gerakan mahasiswa versi Fadli Zon?
Fadli Zon menyebut, penunggang gerakan mahasiswa 2019 ternyata adalah para pelajar.
“Yang unik kini ditunggangi oleh pelajar,” ujar Fadli Zon melalui twitternya.
Tetapi, kata Fadli Zon, para pelajar yang berunjuk rasa itu biasanya memiliki militansi yang lebih tinggi.
Fadli Zon pun memberi contoh aksi para pelajar tahun 1966 lewat gerakan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI) untuk menumbangkan PKI.
“Pelajar biasanya lebih militan klu melihat KAPPI n KAPI mengganyang PKI thn 1966,” ujar Fadli Zon.
Fadli Zon mengatakan, gerakan mahasiswa 2019 kini menemukan sebuah momentum baru,
Simak cuitan Fadli Zon terkait gerakan mahasiswa 2019.
@fadlizon: Siklus 20 tahunan Gerakan Mahasiswa kini menemukan momentum. Mahasiswa adlh agent of change n selalu tampil menghela perubahan zaman.
Yg unik kini ditunggangi oleh pelajar. Pelajar biasanya lebih militan klu melihat KAPPI n KAPI mengganyang PKI thn 1966.
Seperti ketahui, gerakan mahasiswa kemarin juga diikuti oleh unjuk rasa sekelompok pelajar, sebagian besar adalah para pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau dulu disebut Sekolah Teknologi Menengah (STM).
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menilai aksi mahasiswa menuntut pembatalan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sejumlah undang-undang ditunggangi pihak tertentu.
Namun, Yasonna tak merinci siapa pihak tertentu yang dia maksud.
“Kami harus jelaskan dengan baik karena di luar sana sekarang ini isu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik,” ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019), seperti ditulis Kompas.com.
“Saya berharap kepada para mahasiswa, kepada adik-adik, jangan terbawa oleh agenda-agenda politik yang enggak benar,” kata politisi PDI-P itu.
Yasonna menyatakan, jika para mahasiswa mau bertanya, bahkan berdebat tentang RUU, sebaiknya tinggal datang ke DPR atau dirinya.
“Jangan terbawa oleh agenda-agenda politik yang enggak benar. Kalau mau debat, kalau mau bertanya tentang RUU, mbok ya datang ke DPR, datang ke saya, bukan merobohkan pagar,” ujar Yasonna.
Ia menambahkan, DPR dan pemerintah juga telah memenuhi permintaan mereka menunda pembahasan RKUHP dan sejumlah RUU bermasalah lainnya.
Yasonna menambahkan, pembahasan RKUHP dan sejumlah RUU yang mendapat kritik keras dari masyarakat akan dibahas pada periode DPR 2019-2024 bersama pemerintahan yang baru.
“Kemarin kan sudah ditemui oleh Ketua Baleg. Tadi sudah disepakati kalau ada, nanti mau ketemu ya ketemu. Saya hanya mengingatkan, kita ini mendengar, melihat ada upaya-upaya yang menunggangi, jangan terpancing,” tutur Yasonna.
Adapun terkait UU KPK yang baru saja direvisi DPR dan pemerintah, Yasonna menyatakan bahwa ada mekanisme hukum untuk menolaknya.
Salah satunya adalah uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
“Termasuk revisi UU KPK, negara kita negara hukum. Ada mekanisme konstitusional untuk itu, yaitu ajukan judicial review ke MK, bukan ke mahkamah jalanan. Sebagai intelektual, sebagai mahasiswa yang taat hukum, kita harus melalui mekanisme itu,” kata dia.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI Manik Marganamahendra memastikan jika aksi unjuk rasa mahasiswa tidak ditunggangi siapapun.
Sebab menurutnya, mahasiswa meyakini baik oposisi maupun pemerintah sama ngawurnya dalam menyusun Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Ada asumsi liar bahwa aksi kami ditunggangi katanya, kami akan jawab ia betul aksi kami ditunggangi, tapi ditunggangi oleh rakyat,” tegas Manik di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (24/9/2019) malam seperti dikutip Wartakotalive.
Hal itu kata Manik terlihat jelas dari aksi mahasiswa yang sama sekali tidak menyinggung soal guling menggulingkan jabatan elit tertentu.
“Saya rasa itu urusan para elit politik, silakan kalian urus saja, tidak perlu bawa-bawa rakyat dalam urusan elit politik,” kata Manik.
Apalagi kata Manik, selama ini baik oposisi atau pemerintah dianggap telah lalai dengan kepentingan publik yang lebih luas.
Misalnya saja kata Manik hal itu terlihat dari RKUHP yang tengah digodok oleh pemerintah dan DPR RI saat ini.
“Mau oposisi atau pemerintah menurut kami dua-duanya sama-sama ngawur dan dua-duanya sama-sama mau mengesahkan RKUHP yang ngawur,” jelas Manik.
Dikutip dari Kompas.com ribuan mahasiswa dari berbagai kampus akan kembali gelar unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Gregorius Anco bantah anggapan bahwa aksi mahasiswa ditunggangi kepentingan politik tertentu.
Ia menegaskan bahwa selama ini mahasiswa sudah secara tegas menyuarakan tuntutannya, yakni pembatalan undang-undang komisi pemberantasan korupsi (UU KPK) hasil revisi dan RKUHP.
Anco menilai kedua rancangan undang-undang tersebut tak sesuai dengan amanat reformasi.
“Tuntutan kami jelas, RUU KPK dan RKUHP dibatalkan karena RUU itu bermasalah dan tidak sesuai dengan reformasi. Kan enggak ada tuntutan turunkan Jokowi,” ujar Anco kepada Kompas.com, Senin (23/9/2019).
Secara terpisah, Perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti Edmund Seko mengatakan, pihaknya kembali akan gelar aksi dengan jumlah massa yang lebih banyak.
Unjuk rasa Beberapa perwakilan mahasiswa dari luar Jakarta direncanakan ikut bergabung.
Edmund memperkirakan ada 1.000 mahasiswa Trisakti yang akan turun ke jalan.
“Kurang lebih ada 1.000 mahasiwa dari Trisaksi,” ujar Edmund melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (23/9/2019).
Setidaknya ada empat poin tuntutan mahasiswa dalam aksinya, yakni:
1. Merestorasi upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2. Merestorasi demokrasi, hak rakyat untuk berpendapat, penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, dan keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan.
3. Merestorasi perlindungan sumber daya alam, pelaksanaan reforma agraria dan tenaga kerja dari ekonomi yang eksploitatif.
4. Merestorasi kesatuan bangsa dan negara dengan penghapusan diskriminasi antaretnis, pemerataan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan.
Paling tidak, pemerintah dan DPR sepakat untuk membatalkan pengesahan rancangan undang-undang yang dianggap bermasalah.
Mahasiswa di berbagai penjuru Indonesia kompak menolak Undang-Undang KPK karena dianggap melemahkan KPK. Mahasiswa menuntut Presiden Jokowi menerbitkan Perppu guna membatalkan UU KPK. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan kini nasib KPK ada di tangan Jokowi.
“Nasib KPK kini ada di tangan Presiden,” ujar Fadli Zon dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (25/9/2019). Dia merespons aksi massa mahasiswa yang berdemo di sekitar DPR.
Saat demonstrasi berlangsung dan berujung kerusuhan pada Selasa (25/9) kemarin, Fadli tidak sedang berada di DPR. Dia berada jauh di luar negeri, yakni di Kazakhstan menghadiri acara pertemuan pimpinan parlemen Eurasia.
Fadli Zon menjelaskan, UU KPK tidak bisa dilepaskan dari persetujuan Jokowi. UU itu disetujui DPR lewat rapat paripurna 17 September 2019. Dia meminta Jokowi untuk tak membuang badan dari aspirasi mahasiswa yang menginginkan Perppu.
“Presiden yang menyetujui pembahasan dan pengesahannya. Bola di tangan Presiden, jangan buang badan,” ujar Fadli.
Ribuan mahasiswa menggelar demonstrasi terkait revisi UU KPK dan RUU KHUP. Sempat terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta aparat keamanan tak represif saat mengamankan aksi mahasiswa. Dia mengingatkan, demonstrasi bagian dari demokrasi. Negara juga menjamin kebebasan untuk berpendapat dan berkumpul.
“Pengamanan harus profesional. Jangan ada kekerasan,” kata Fadli Zon, Rabu (25/9).
Menurut Fadli, aksi represif hanya akan menimbulkan perlawanan yang lebih keras. Hal ini juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada aparat.
“Saya kira yang disuarakan mahasiswa merupakan aspirasi rakyat dan harus didengarkan. Saya menyesalkan aksi represif di dalam penanganan itu,” lanjutnya.
Fadli menilai aksi mahasiswa bebas dari kepentingan dan tidak ditunggangi pihak mana pun.
“Saya melihat ini aksi murni. Ini bukan bermotif politik. Mereka bergerak karena merasa ada yang tidak beres dengan negara ini, dan ini sah-sah saja,” tutup Fadli.
Ribuan mahasiswa dari berbagai Jabodetabek dan kota-kota lain menggelar aksi di Gedung DPR/MPR RI. Gelombang aksi demonstrasi juga terjadi di berbagai daerah.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendukung aksi mahasiswa. Aksi unjuk rasa sebagai bagian dari demokrasi.
“Aksi-aksi mahasiswa itu bagian dari demokrasi. Demo menyampaikan pendapat, sah sah saja. Kita berharap berjalan dengan tertib dan aman,” kata Fadli yang tengah berada di Kazakhstan dalam rangka menghadiri Forum Pertemuan Pimpinan Parlemen Eurasia, Selasa (24/9).
Dia berharap pemerintah mendengar aspirasi mahasiswa. Sebab saat ini bola Rancangan Undang-Undang KHUP dan Revisi UU KPK berada di tangan pemerintah.
“Nasib KPK ada di tangan presiden walau sudah diketok di DPR. Pemerintah bisa memilih untuk menandatangani, tidak menandatangani atau membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang membatalkan revisi UU KPK kemarin,” bebernya.
Fadli setuju RUU KHUP ditunda. Dia melihat ada pasal-pasal yang dinilai bermasalah seperti pasal penghinaan presiden. Menurutnya perlu pembahasan yang alot soal hal ini.
“KHUP ditunda saja,” jelasnya.
Fadli mempersilakan para mahasiswa berdemo di Gedung DPR. Menurutnya gedung DPR adalah rumah rakyat tempat menyampaikan aspirasi.
“Tidak masalah, biasanya saya yang menerima. Aspirasi mahasiswa ini hal baik yang perlu didengarkan,” lanjut Fadli.
Indonesia terpilih menjadi tuan rumah 5th Meeting of Speakers of Eurasian Countries Parlement tahun 2020 mendatang. Tahun ini pertemuan para pimpinan Parlemen Asia dan Eropa ini digelar di Nur Sultan, Kazakhstan.
Salah satu yang mendukung Indonesia menjadi tuan rumah adalah Korea Selatan.
“Hubungan kita dengan Korea Selatan sangat spesial. Tidak hanya perdagangan, kita juga kerjasama dalam hal Alutsista. Karena itu Korea mendukung Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan selanjutnya,” kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon usai bertemu Pimpinan Parlemen Korea Selatan, Heesan Mon di Nur Sultan, Kazakhstan, Selasa (24/9).
Rusia awalnya mengusulkan China menjadi tuan rumah. Namun akhirnya mayoritas negara yang lain lebih memilih Indonesia.
Fadli Zon menjelaskan pertemuan kelima pimpinan parlemen akan menjadi pertemuan penting. DPR akan mengundang delegasi Korea Utara ke Indonesia dan memfasilitasi pertemuan dengan pihak Korsel.
Selama penyelenggaraan MSEAP hingga tahun keempat , belum sekalipun Korut diundang. Pihak Korsel pun meminta Indonesia nanti menjadi fasilitator.
“Ini menunjukkan hal positif. Makin banyak yang mempercayai pertemuan antar parlemen ini untuk menyelesaikan konflik dan membuka dialog,” kata Fadli Zon.
Indonesia terpilih menjadi tuan rumah sidang parlemen Eurasia yang kelima tahun 2020 mendatang. Tahun ini The Meeting of Speakers of Eurasian Countries Parliaments (MSEAP) digelar di Nur-Sultan, Kazakhstan.
Fadli Zon yang memimpin delegasi parlemen Indonesia menilai kerja sama antar negara-negara di kawasan Eurasia perlu terus ditingkatkan.
“Perlu ditingkatkan kerja sama yang saling menguntungkan dan saling menghargai antara negara-negara di kawasan ini,” kata Wakil Ketua DPR RI ini dalam pidatonya, Selasa (24/9).
Ini adalah sidang MSEAP yang keempat. Forum yang awalnya diinisiasi oleh parlemen Korea Selatan dan Rusia ini pertama kali menggelar sidang tahun 2016 di Moskow, Rusia. Tahun berikutnya sidang digelar di Seoul, Korea Selatan, dan tahun lalu sidang dihelat di Antalya, Turki.
Rencananya sidang ke-5 akan digelar di Bali pertengahan tahun depan.
“Kami menyampaikan terima kasih atas kepercayaan anggota MSEAP, dan Indonesia berharap agar MSEAP bisa menjadi platform kerjasama parlemen di kawasan Eurasia,” kata Fadli.
Dalam sidang MSEAP kali ini Fadli Zon didampingi oleh lima orang anggota DPR, yaitu Evita Nursanty (PDIP), Achmad Farial (PPP), Wiryanti Sukamdani (PDIP), Putu Supadma Rudana (Demokrat), dan Nurhayati Ali Assegaf (Demokrat). Sidang MSEAP ke-4 ini diikuti oleh delegasi dari 65 negara serta 13 organisasi internasional.
Di sela-sela sidang, delegasi Indonesia sempat melakukan pertemuan bilateral dengan delegasi dari sejumlah negara.
Di antaranya dengan Askar Shakirov (Wakil Ketua Parlemen Kazakhstan), Heesan Moon (Ketua Parlemen Korea Selatan), Masood Pezeshkian (Wakil Ketua Parlemen Iran), Mustafa Sentop (Ketua Parlemen Turki), dan pertemuan bilateral dengan Ketua Parlemen Qatar.
Parlemen Indonesia dalam pertemuan ke-4 Parlemen Eurasia menyampaikan dukungan terhadap upaya membangun dialog, saling percaya, kerja sama, dan perdamaian. Selain itu, Indonesia juga mendukung keberadaan Eurasia.
“Yang disampaikan Indonesia dalam forum Eurasia ini adalah dukungan terhadap Eurasia itu sendiri,” kata Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di sela kegiatan Pertemuan ke-4 Parlemen Eurasia, di Kazakhstan, Selasa (24/8).
Dalam pertemuan yang mengambil tema ‘Greater Eurasia: Dialogue, Trust, Partnership’ ini, dihadiri tidak kurang dari 65 parlemen negara di kawasan Eropa dan Asia. Dari Indonesia hadir Fadli Zon serta Wakil Ketua DPD RI Damayanti Lubis, serta sejumlah anggota DPR dan DPD RI.
Fadli menyakini sikap-sikap tentang trust, dialog, and partnerships merupakan hal yang penting. Termasuk tentang pentingnya diplomasi parlemen.
“Penyelesaian konflik di berbagai wilayah melalui diplomasi parlemen merupakan hal yang dimungkinkan,” ungkap Fadli.
Sementara Damayanti mengatakan diharapkan dalam Eurasia dikembangkan dialog, saling percaya, dan perdamaian. “Kita bicara dalam tiga kerangka itu, yaitu bagaimana ada toleransi, bagaimana terosisme dihilangkan, dan tadi masuk ke geopolitik dan ekonomi,” ungkap dia.
Isu Spesifik
Dalam forum ini, menurut Fadli, Indonesia tidak membawa isu-isu spesifik dalam pertemuan Eurasia. Persoalan-persoalan yang dialami Indonesia, seperti masalah sawit, menurut dia, akan dilakukan melalui forum lobi.
“Kemarin dan tadi saya bertemu dengan beberapa ketua parlemen dari Turki dan beberapa negara eropa lainnya,” kata Fadli.
Selain itu, kata Fadli, juga tidak ada resolusi khusus . Sejumlah persoalan bilateral regional seperti masalah Semenanjung Korea, Rohingya, Kasmir, menurut dia, sempat dibicarakan, tapi hal itu menjadi pernyataan negara masing-masing.
“Dengan duduk bersama saja, negara yang terlibat konflik, itu sudah merupakan hal menarik, yang membuka kesempatan untuk membicarakan hal-hal tersebut,” ungkapnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, Indonesia siap untuk menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan The Meeting of Speakers of Eurasian Countries Parliaments (MSEAP), atau Pertemuan Pimpinan-pimpinan Parlemen Eurasia kelima pada 2020 mendatang.
Pernyataan kesiapan Indonesia itu disampaikan Fadli Zon saat memimpin delegasi Indonesia dalam perumusan dokumen pernyataan MSEAP, Senin 23 September 2019 kemarin.
“Mewakili Indonesia, saya menyambut baik kepercayaan dari negara-negara Eurasia yang telah meminta Indonesia menjadi tuan rumah acara MSEAP ke-5 tahun 2020,” kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Selasa 24 September 2019.
Fadli mengaku, dalam forum tersebut dirinya menyampaikan terima kasih atas kepercayaan anggota MSEAP, dan Indonesia berharap agar MSEAP bisa menjadi platform kerjasama parlemen di kawasan Eurasia.
Sementara hari ini, Selasa 24 September 2019, atas nama DPR RI, Fadli Zon memimpin delegasi DPR RI dalam pembukaan The Meeting of Speakers of Eurasian Countries Parliaments (MSEAP) di Nur-Sultan, Kazakhstan.
Acara pembukaan sekaligus sidang dilakukan di gedung Palace of Independence, yang biasa digunakan untuk acara-acara kenegaraan, termasuk forum-forum internasional. Acara berlangsung meriah, karena dibuka langsung oleh mantan Presiden sekaligus Presiden pertama Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev.
Fadli menelaskan, even ini adalah sidang MSEAP yang keempat. Forum yang awalnya diinisiasi oleh parlemen Korea Selatan dan Rusia ini pertama kali menggelar sidang tahun 2016 di Moskow, Rusia. Tahun berikutnya sidang digelar di Seoul, Korea Selatan, dan tahun lalu sidang dihelat di Antalya, Turki.
Dalam sidang MSEAP kali ini Fadli Zon didampingi oleh lima orang anggota DPR, yaitu Evita Nursanty (PDIP), Achmad Farial (PPP), Wiryanti Sukamdani (PDIP), Putu Supadma Rudana (Demokrat), dan Nurhayati Ali Assegaf (Demokrat). Sidang MSEAP ke-4 ini diikuti oleh delegasi dari 65 negara serta 13 organisasi internasional.
Tema sidang MSEAP keempat tahun ini adalah “Dialog, Kepercayaan, Kerjasama”. Dalam sambutannya, Bapak Bangsa Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev menyampaikan pentingnya keterlibatan anggota parlemen dalam mengatasi krisis dan konflik global. Menurutnya, anggota parlemen harus bisa mempengaruhi pemerintah dalam mendorong terjadinya dialog politik demi peradaban masa depan.
Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah untuk Pertemuan Kelima Pemimpin Parlemen Negara-negara Eurasia yang akan diselenggarakan pada tahun 2020. Capaian demokrasi melalui pemilihan umum dan populasi di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan dipilihnya Indonesia untuk bertanggungjawab menyelenggarakan pertemuan ini.
“Kami akan sampaikan kesanggupan terhadap penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah untuk pertemuan lanjutan pada 2020. Ini merupakan kepercayaan besar terhadap Indonesia dan juga menunjukkan Indonesia dipandang di mata internasional,” ujar Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang menjadi perwakilan delegasi Indonesia pada Pertemuan Keempat Pemimpin Parlemen Negara-negara Eurasia, di Nur-Sultan, Kazakhstan, Selasa (24/9/2019).
Pertemuan antarnegara Eurasia ini dimulai sejak tahun 2016. Pertama kali, kegiatan ini digelar di Moskow, Rusia dengan mengangkat tema “Inter-Parliamentary Cooperation for Joint Prosperity of Eurasian Countries in the 21st Century“. Pada 2017, pertemuan kedua digelar di Seoul, Korea Selatan dengan tema “Promotion of Inter-Parliamentary Cooperation for Common Prosperity in the Eurasian Region“.
Berlanjut pada tahun 2018, para pemimpin parlemen negara Eurasia berkumpul di Antalya, Turki membahas tema “Economic Cooperation, Environment and Sustainable Development in Eurasi“. Tahun ini, tema yang diusung adalah “Greater Eurasia: Dialogue, Trust, Partnership“.
“Karena itu, kehadiran Indonesia juga menjadi bentuk silaturahmi untuk penguatan kerja sama dan menjaga kepercayaan,” kata Fadli.
Terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan tahun depan disepakati oleh perwakilan dari 50 negara. Menurut Fadli, hal ini tidak bisa dilepaskan dari diplomasi parlemen yang selama ini dilakukan dan keaktifan Indonesia menjalin hubungan baik dengan salah satu negara inisiator yaitu Kazakhstan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Darmayanti Lubis yang turut hadir juga menyampaikan, sejumlah lokasi tengah dibahas untuk menggelar pertemuan internasional ini. Salah satu kota yang dipertimbangkan sebagai lokasi pertemuan adalah Bali.
“Selama ini, Bali dikenal sebagai simbol juga bagi Indonesia. Kemudian dari lokasi juga memadai untuk menerima banyak delegasi asing yang jumlahnya cukup banyak,” kata Darmayanti.
Kendati demikian, kata dia, tidak menutup kemungkinan daerah lain menjadi lokasi pertemuan, seperti di Jakarta atau di Yogyakarta. “Ini nanti yang memutuskan DPR karena mereka yang mendapat tanggung jawab menyelenggarakan. Sejauh ini, lokasi-lokasi itu dianggap representatif, tapi itu kewenangan dari para anggota DPR yang nanti dilantik,” ungkap Darmayanti.
Indonesia terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan Parlemen Negara-Negara Eurasia ke-5 (The 5th Meeting of Speakers of the Eurasian Countries’ Parliaments/MSEAP) tahun 2020.
“Indonesia mendapat dukungan dari negara Eurasia. Banyak yang berminat, namun Indonesia terpilih sebagai penyelenggara MSEAP tahun 2020,” kata Wakil Ketua DPD-RI Darmayanti Lubis, di sela 4th Meeting of Speakera of Eurasian Countries Parlements/MEAP), di Kazakhstan, Selasa waktu setempat.
Darmayanti mengatakan, lokasi penyelenggaraan MSEAP 2020 diserahkan sepenuhnya kepada DPR/MPR/DPD periode berikutnya, alternatifnya bisa di Jakarta, Bali, atau Jogja.
Selain Darmayanti dan sejumlah delegasi dari DPD-RI, pertemuan yang dihadiri 50 ketua parlemen dari 84 negara itu, juga dihadiri Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon yang didampingi sejumlah anggota DPR dan DPD.
MSEAP sebelumnya digelar di Moskow (2016), Seoul (2017), Turki (2018), Kazakhstan (2019).
Darmayanti menjelaskan, pada tahun 2020 saat Indonesia menjadi penyelenggara MSEAP harus lebih bagus dan diharapkan jumlah peserta negara-negara yang hadir bisa lebih besar.
“Indonesia di kawasan Asia Tenggara mempunyai posisi yang sangat strategis. Karena itulah negara-negara Eurasia meminta secara khusus agar Indonesia menjadi tuan rumah pada 2020,” katanya.
Diharapkan pada pertemuan tersebut Eurasia bisa menjadi kerja sama multilateral yang penting.
“Eurasia adalah negara-negara yang mempunyai hubungan menarik dari sisi perdagangan maupun sisi yang lain politik dan kebudayaan,” ujarnya.
Ia pun mengapresiasi penyelenggaraan MSEAP di Kazakhstan yang digelar pada 23-24 September.
Dibuka oleh Parlemen Kazakhstan yang dilanjutkan dengan sambutan Presiden pertama Kazakhatan Nur Sultan Nazarbayev, tokoh dengan pemikiran cemerlang yang menginisiasi pembentukan pertemuan parlemen negara-negara Eurasia.
“Hakikatnya adalah bagaimana parlemen seluruh negara yang ada di kawasan ini berperan aktif dan memiliki kepentingan yang sama untuk meningkatkan kerja sama multilateral,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon mengatakan bagi Indonesia pertemuan parlemen Eurasia sangat penting, untuk memperkuat fungsi kelembagaan sekaligus dapat meningkatkan kerja sama multilateral.
Eurasia bisa menjadi pintu masuk bagi Indonesia dalam melakukan diplomasi dagang. Misalnya, soal kelapa sawit saat ini ada kampanye negatif soal palm oil yang diinsiasi oleh beberapa negara Eropa.
“Diplomasi parlemen adalah salah satu cara untuk bisa berkomunikasi dengan negara lainnya, karena sebagian besar negara-negara di kawasan ini berbasis parlementer,” ujarnya.
Fadli Zon menjelaskan, kerja sama Eurasia belum menukik pada kerja sama ekonomi, namun yang menjadi dasar penting sudah cukup bagus yaitu semangat menjalin perdamaian dan saling menghormati antarnegara.