Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengusulkan penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) karena menuai polemik. Teranyar, ribuan mahasiswa di Jakarta dan daerah lainnya turun ke jalan menolak RKUHP tersebut.
“Sebaiknya RKUHP ditunda saja,” kata Fadli kepada Okezone di Jakarta, Rabu (24/9/2019).
Selain RKUHP, mahasiswa juga mendesak agar revisi Undang-undang KPK dibatalkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Namun, menurut Fadli, hal itu tergantung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menegaskan saat ini nasib Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di tangan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
“Revisi Undang-undang KPK terserah dan tergantung Presiden. Nasib KPK ada di tangan Presiden,” tandasnya.
Revisi Undang-undang KPK sebelumnya telah disahkan menjadi Undang-undang oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu. Jokowi juga telah menolak menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi Undang-undang KPK.
“Enggak ada (penerbitan Perppu),” singkat Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pengesahan revisi Undang-undang KPK menuai kritik dari berbagai kalangan karena terkesan buru-buru tanpa mendengarkan masukkan dari masyarakat dan eksponen lainnya. Sejumlah pasal yang terdapat dalam kebijakan itu juga dianggap melemahkan KPK, misalnya saja soal keberadaan dewan pengawas, penerbitan SP3 dan penyadapan.
Sedangkan pasal-pasal dalam RKUHP menuai kritik karena dinilai mengekang kebebasan rakyat dalam negara demokrasi. Misalnya saja Pasal 218 tentang penghinaan terhadap Presiden. Kebijakan tersebut dinilai bisa membungkam suara kritis yang datang dari masyarakat.
Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon sependapat dengan omongan Juru Bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, yang mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo karena hanya meminta DPR menunda pengesahan revisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Saat itu, Dahnil mengatakan jika seharusnya Jokowi juga juga turut andil dan melakukan hal yang sama saat DPR masih merencanakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi tidak membuat seolah-olah DPR salah dihadapan publik.
“Betul sekali,” tulis @fadlizon di Twitter.
Tidak banyak berpendapat, Fadli Zon hanya menuliskan kata itu di Twitter saat Dahnil berkomentar. Sepertinya, apa yang disampaikan Dahnil sudah mencangkup maksudnya.
Seperti diketahui, Dahnil berkomentar mengenai Jokowi yang menurutnya DPR salah di hadapan publik karena mensahkan RKUHP dan RUU KPK.
“Mengapa tidak demikian dengan RUU KPK kemarin, apa bedanya? Publik disodorkan drama presiden, agar seolah yang salah adalah DPR saja, yang digebukin publik DPR, padahal terang ini drama pak presiden,” kata Dahnil dikutip AKURAT.CO, Minggu (22/9/2019).
Diketahui, Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP. Jokowi ingin masukan dari berbagai kalangan didengar.
“Saya terus mengikuti perkembangan pembahasan RUU KUHP secara saksama. Dan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi-substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan, masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menerima kunjungan Penasihat Hubungan Luar Negeri China Y.M Song Tao, di kediamannya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Informasi pertemuan, sebagaimana diketahui lewat unggahan Twitter Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, yang terpantau, Minggu (22/9/2019).
“Tadi malam mendampingi P @prabowo menerima Penasihat Hubungan Luar Negeri Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT). H.E. Mr. Song Tao dan Duta Besar China untuk Indonesia H.E. Mr. Xiao Qian di Rumah Kartanegara,” tulis Fadli yang juga, Wakil Ketua DPR RI itu.
Dalam foto, terlihat Prabowo mengenakan beskap saat menerima kedatangan Tao. Elite Gerindra, seperti Fadli ataupun Sugiono, hadir dalam acara tersebut.
Sebelumnya, pada Jumat pagi, Song Tao menemui Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan Bogor. Jokowi menyambut rombongan Song Tao bersama Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir, serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kembali mencuitkan sebuah puisi di akun Twitter pribadinya @fadlizon, Jumat (20/9/19).
Puisi yang ia beri judul “Sajak Sepatu Kotor” itu diduga dicuitkan Fadli terkait kasus kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Puisi ini menyinggung sepatu kotor yang dipamerkan di tengah kebakaran. Berikut bait-baitnya:
Sajak Sepatu Kotor
sepasang sepatu penuh tanah, debu dan kotoran kau pamerkan di tengah kebakaran ketika orang-orang tersiksa pengap udara sesak bau menyengat rakyat makin sekarat melahap asap
sepasang sepatu kotor monumen kerja rezim teledor di tengah api terus menari mengiri citra publikasi
seperti biasa kau berjalan sendirian mungkin mencari solusi persoalan tapi masalah terus berbuah
seperti biasa kau berpose yang sama diikuti puluhan kamera siap menangkap adegan sandiwara
sepasang sepatu kotor adalah jawaban dari kebakaran hutan
api gagal kau padamkan teror kabut asap terus mencekam
Fadli Zon, 19 September 2019
Adanya unggahan ini lantas memancing komentar warganet dan membalas cuitan Fadli Zon.
Salah satu balasan ditulis oleh akun @Biono15, “Karya seni yang bagus, akan lebih bagus lagi kalau dilakukan karya nyata sebagai wakil rakyat.”
Ada juga netter yang mencoba menghubungkan sajak Fadli Zon ini dengan revisi UU KPK dan RKUHP yang sedang memanas.
Bapak Fadli Zon yang terhormat, bolehkah kiranya saya request puisi? Puisi politik Pak. Tentang Revisi UU KPK dan RKHUP,” seperti yang dicuitkan akun @AhmadSrob.
Untuk diketahui, bahwa sebelumnya foto sepatu Presiden Jokowi yang sedang meninjau salah satu lokasi karhutla sempat viral dan menjadi perbincangan di jejaring sosial.
Foto ini menampilkan perbedaan yang mencolok pada sepatu yang digunakan oleh Jokowi, sebelum dan sesudah meninjau lokasi.
Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung bahkan mengunggah foto sepatu tersebut, di akun Instagram pribadinya pada 17 Desember 2019.
Sepatu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi kotor saat meninjau kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi perbincangan panjang. Setelah viral di media sosial, sepatu kotor Jokowi pun disindir Waketum Gerindra Fadli Zon lewat sebuah sajak.
Cerita sepatu kotor ini bermula saat Jokowi mengecek penanggulangan karhutla di wilayah Riau pada Selasa (17/9) lalu. Pembicaraan soal sepatu kotor Jokowi berawal dari posting-an Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang ikut meninjau penanganan karhutla bersama Jokowi.
Di akun Instagram-nya, Pramono mem-posting foto sepatu ‘before’ dan ‘after’ saat meninjau karhutla. Di foto pertama, terlihat foto sepatu Jokowi bersama Menko Polhukam Wiranto, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Pramono Anung sendiri yang masih bersih sebelum terjun ke lokasi kebakaran.
Di foto kedua, masih dengan posisi yang sama, terlihat sepatu Jokowi dan rombongan kotor oleh tanah. Celana mereka juga tampak kotor.
“Sepatu sebelum, dan sesudah kunjungan ke daerah yg terbakar di Pelalawan Riau. Sepatu Presiden @jokowi, Menko Polhukam @wiranto.official, MenPUPR Basuki dan @pramonoanungw diatas Heli Kepresidenan, mana sepatuku? Yg paling kotor #penangananasap #kerjakerjakerja #riau,” tulis Pramono dalam posting-annya pada Selasa (17/9).
Sepatu kotor Jokowi pun menjadi viral dan pembahasan di media sosial. Banyak netizen yang kemudian juga mem-posting foto sepatu Jokowi saat meninjau lokasi. Beberapa pegiat media sosial juga memberikan kritik dan menyebut Jokowi berlebihan.
Ada yang merasa kecewa karena persoalan sepatu kotor Jokowi lebih penting dibahas hingga menjadi viral, padahal masih banyak persoalan yang lebih penting dibahas, yakni para korban asap di Riau. Namun ada juga netizen yang memuji aksi Jokowi turun langsung ke lapangan melihat dampak kebakaran hutan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Gerindra, Fadli Zon membuat puisi dengan judul ‘Sajak Sepatu Kotor.’
Puisi tersebut diduga menyindir pemerintahan Joko Widodo. Sindiran itu tentang kebakaran hutan dan lahan serta foto sepatu kotor Jokowi usai memasuki lahan kebakaran. Fadli mengunggahnya melalui Twitter pada Jumat (20/9/2019).
Inilah puisi Fadli Zon:
Sajak Sepatu Kotor Sepasang sepatu Penuh tanah, debu dan kotoran Kau pamerkan di tengah kebakaran Ketika orang-orang tersiksa pengap Udara sesak bau menyengat Rakyat makin sekarat Melahap asap Sepasang sepatu kotor Monumen kerja rezim teledor Di tengah api terus menari Mengiringi citra publikasi Seperti biasa Kau berjalan sendirian Mungkin mencari solusi persoalan Tapi masalah terus berbuah Seperti biasa Kau berpose yang sama Diikuti puluhan kamera Siap menangkap adegan sandiwara Sepasang sepatu kotor Adalah jawaban Dari kebakaran hutan Api gagal kau padamkan Teror kabut asap terus mencekam Fadli Zon, 19 Sep 2019.
Seperti diketahui, sepatu kotor milik Jokowi sebelumnya ramai diperbincangkan di media sosial. Selain itu, sepatu kotor itu sempat diunggah oleh Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung di akun Instagram pribadinya.
Pramono membandingkan sepatu sebelum dan sesudah meninjau lokasi karhutla pada 17 September 2019 lalu. Sepatu itu di antaranya milik Jokowi, Menko Polhukam Wiranto, Menteri PUPR Basuki dan milik Pramono sendiri.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah Indonesia dapat mengacaukan bahkan menjadi pukulan telak bagi diplomasi sawit yang diupayakan pemerintah.
Sebagai informasi, saat ini diplomasi dagang Indonesia tengah berjuang meyakinkan Uni Eropa dan World Trade Organization (WTO) untuk mendukung produk sawit Indonesia.
Adapun Uni Eropa sendiri menyoroti masalah deforestasi atau penggundulan hutan akibat adanya budidaya sawit yang masif.
“Tuduhan deforestasi justru dikonfirmasi akibat bencana karhutla yang terus menerus terjadi, terlebih 99 persen akibat ulah manusia,” ucap Fadli sesuai keterangan rilis yang Kompas.com terima, Jumat (20/9/2019).
Dampaknya, imbuh dia, pada awal tahun ini 28 negara Uni Eropa sepakat memasukkan minyak sawit Indonesia sebagai kategori tidak berkelanjutan.
“Mulai tahun 2030, Uni Eropa akan melarang total konsumsi sawit Indonesia. Artinya, sebelum itu mereka akan mulai mengurangi konsumsi,” ujarnya.
Dari sisi dagang, tentu saja hal tersebut merugikan Indonesia mengingat industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategi nasional, khususnya dalam kelompok non-migas.
“Berdasarkan hasil riset Perkumpulan Prakarsa, minyak sawit merupakan komoditas penyumbang ekspor terbesar Indonesia selama kurun 1989-2017,” terang Fadli.
Ia melanjutkan, dengan luas lahan sekitar 14 juta hektar (ha), saat ini produksi minyak sawit Indonesia mencapai 44 juta hingga 46 juta ton per tahunnya.
“Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan, produksi sawit akan mencapai 51,7 juta ton pada 2025,” lanjut Fadli.
Sayangnya, peningkatan produksi sawit berbanding terbalik dengan pasar ekspor nasional yang tengah menghadapi ancaman boikot.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pada 2018 ekspor sawit Indonesia ke Eropa mencapai 4,7 juta ton, 60 persennya digunakan untuk bahan bakar nabati (biofuel)
“Jumlah ekspor ke Eropa itu mencapai 14 persen dari total ekpor sawit Indonesia secara keseluruhan. Bisa dibayangkan apa jadinya jika Uni Eropa menghentikan impor sawit dari Indonesia,” jelas Fadli.
Meski begitu, Fadli menilai Indonesia masih memiliki harapan asalkan pemerintah memanfaatkan bencana karhutla untuk membersihkan industri perkebunan sawit nasional dari perusahaan perusak lingkungan.
“Menurut saya, cerita ini akan sedikit memulihkan citra buruk industri sawit kita di mata dunia,” jelas Fadli.
Fadli juga turut menyoroti belum terbuka pemerintah dalam melakukan audit industri sawit.
Padahal, audit terbuka merupakan bagian dari kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).
“Seharusnya seluruh perusahaan sawit diperiksa oleh auditor independen yang bertugas, apakah betul industri sawit kita tidak mendegradasi lingkungan dengan cara-cara merusak lingkungan,” tutup Fadli.
Pemerintah tidak serius menindak pelaku industri sawit ‘nakal’ sehingga membuat negara-negara anggota Uni Eropa (UE) tidak percaya terhadap produk-produk sawit asal Indonesia.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam keterangan tertulis yang diterima Beritalima.com, Jumat (20/9) mengatakan, produk sawit Indonesia yang diboikot Uni Eropa terselip kepentingan dagang untuk melindungi produk dari kawasan Eropa yaitu ‘Sun Flower Oil’ dan ‘Rapeseed Oil’.
“Tidak adanya keterbukaan dan keseriusan tindakan dari Pemerintah pada pelaku industri sawit yang nakal telah ikut mempersulit munculnya kepercayaan masyarakat Eropa,” kata Fadli Zon.
Apalagi, selain ancaman boikot dari Uni Eropa, kini juga muncul kampanye global “Palm Oil Free” (Bebas Minyak Sawit) yang mengarah pada boikot total seluruh produk sawit.
“Palm Oil Free adalah kampanye negatif terhadap penggunaan produk sawit untuk berbagai industri, terutama ‘consumer product’. Sejumlah LSM lingkungan, serta para aktivis di berbagai belahan dunia, merupakan motornya. Mereka menekan sejumlah industri global untuk mencantumkan label POF di produk yang mereka hasilkan.”
Fadli mengungkapkan, kini ada lebih dari 200 perusahaan multinasional dengan ribuan produk pangan dan non-pangan global yang telah mengadopsi label POF.
Produk-produk itu mencakup biskuit, mi instan, coklat, margarin/mentega, sereal, es krim, makanan ringan, serta makanan beku dan kalengan.
Fadli menyatakan, kampanye tersebut tentu bisa merugikan Indonesia yang merupakan produsen sawit terbesar di dunia. Apalagi, secara global 83% penggunaan minyak sawit memang untuk industri pangan.
“Sementara 17 persen sisanya untuk industri non-pangan, termasuk di dalamnya biodiesel. Sehingga, jika labelisasi POF ini kian meluas, maka Indonesia akan kian kesulitan memasarkan minyak sawitnya,” ungkap Fadli.
Itu sebabnya, Fadli mendorong Pemerintah agar mereformasi industri perkebunan sawit di Tanah Air. Pemerintah harus memperbaiki tata kelola perkebunan sawit agar tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan deforestasi.
“Tindak tegas semua perusahaan sawit yang merusak lingkungan. Tanpa adanya perbaikan yang drastis, produk sawit kita akan semakin ditolak dunia,” demikian Fadli Zon.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencermati ketidakseriusan Pemerintah menindak pelaku industri sawit yang ‘nakal’ sehingga membuat Uni Eropa tidak percaya terhadap produk-produk sawit asal Indonesia.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam keterangan resminya, Jumat (20/9/2019) mengatakan bahwa produk sawit Indonesia yang diboikot oleh Uni Eropa terselip kepentingan dagang untuk melindungi produk dari kawasan Eropa yaitu ‘Sun Flower Oil’ dan ‘Rapeseed Oil’.
“Tidak adanya keterbukaan dan keseriusan tindakan dari Pemerintah pada pelaku industri sawit yang nakal telah ikut mempersulit munculnya kepercayaan masyarakat Eropa,” ujarnya.
Apalagi, selain ancaman boikot dari Uni Eropa, kini juga muncul kampanye global “Palm Oil Free” (Bebas Minyak Sawit) yang mengarah pada boikot total seluruh produk sawit.
“POF [Palm Oil Free] adalah kampanye negatif terhadap penggunaan produk sawit untuk berbagai industri, terutama ‘consumer product’. Sejumlah LSM lingkungan, serta para aktivis di berbagai belahan dunia, merupakan motornya. Mereka menekan sejumlah industri global untuk mencantumkan label POF di produk yang mereka hasilkan,” katanya.
Fadli mengungkapkan, kini ada lebih dari 200 perusahaan multinasional dengan ribuan produk pangan dan non-pangan global yang telah mengadopsi label POF.
Produk-produk itu mencakup biskuit, mi instan, coklat, margarin/mentega, sereal, es krim, makanan ringan, serta makanan beku dan kalengan.
Fadli menyatakan, kampanye tersebut tentu bisa merugikan Indonesia yang merupakan produsen sawit terbesar di dunia. Apalagi, secara global 83% penggunaan minyak sawit memang untuk industri pangan.
“Sementara 17% sisanya untuk industri non-pangan, termasuk di dalamnya biodiesel. Sehingga, jika labelisasi POF ini kian meluas, maka Indonesia akan kian kesulitan memasarkan minyak sawitnya,” ungkap Fadli.
Itu sebabnya, Fadli mendorong Pemerintah agar mereformasi industri perkebunan sawit di Tanah Air.
Pemerintah harus memperbaiki tata kelola perkebunan sawit agar tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan deforestasi.
“Tindak tegas semua perusahaan sawit yang merusak lingkungan. Tanpa adanya perbaikan yang drastis, produk sawit kita akan semakin ditolak dunia.”
‘Badai’ asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang saat ini sedang terjadi, tak ubahnya seperti lemparan kotoran bagi para diplomat RI yang sedang berjuang meyakinkan Uni Eropa dan juga World Trade Organization (WTO) untuk mendukung produk sawit Indonesia.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon di akun Twitter miliknya, @fadlizon, Kamis (19/9/2019).
“Bencana ini benar-benar merupakan etalase buruk bagi perjuangan diplomasi dagang kita,” tulis Fadli Zon.
Itu sebabnya, lanjut Fadli, pemerintah harus menggunakan bencana karhutla sebagai alat untuk membersihkan industri perkebunan sawit nasional dari perusahaan-perusahaan nakal perusak lingkungan.
Cara ini, menurut dia, akan sedikit memulihkan citra buruk industri sawit RI di mata dunia.
“Bagaimana kita bisa merayu negara-negara Eropa untuk terus membuka pasarnya bagi produk sawit Indonesia, ketika pada saat bersamaan semua tuduhan mereka atas perkebunan sawit Indonesia yang merusak lingkungan, melakukan deforestasi, malah dikonfirmasi oleh bencana karhutla yang 99 persen akibat ulah manusia dan terus-menerus terjadi.”
Sebagaimana yang diketahui bersama, awal tahun ini, 28 negara Uni Eropa sepakat untuk memasukan minyak sawit Indonesia sebagai kategori tidak berkelanjutan, sehingga tak akan mereka gunakan sebagai bahan baku biodiesel.
Mereka menyoroti masalah deforestasi akibat adanya budidaya sawit yang masif. Mulai 2030, Uni Eropa akan melarang total konsumsi sawit Indonesia. Artinya, kata dia, sebelum itu mereka akan mulai mengurangi konsumsi sawit asal Indonesia.
Dari sisi dagang, keputusan Uni Eropa tersebut tentu saja merugikan RI. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategi nasional, khususnya dalam kelompok non-migas.
“Kita harus memperbaiki tata kelola perkebunan sawit agar tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan deforestasi,” kata Fadli.