PERTAMA, terbesar dan terhebat, Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang dipercaya jadi pelaksana Southeast Asia Malay Art Festival (Sea MAF) 2012 yang membuka pintu referensi bagi masyarakat.
Cerahnya cuaca di Kota Serambi Mekkah seakan mendukung perhelatan besar untuk membentuk paradigma baru dalam peradaban Melayu. Wajah Kampus ISI Padangpanjang sebagai tuan rumah Sea MAF, tampak meriah dengan aneka spanduk, baliho, karangan bunga dan berbagai atribut terkait pagelaran seni terbesar pertama di Indonesia itu.
Di antara kemeriahan atribut dan pengunjung di kampus seni itu, sebuah relif kapal berdiri kokoh di tengah lapangan bola kampus.
Tak ayal, kreativitas ini menyita perhatian pengunjung. Replika kapal ini terbuat dari bambu tanpa polesan cat dan aksesoris. Relif itu tersempurnakan dengan kontur bambu bagian pucuk yang membentuk anjungan kapal secara alami. Replika kapal ini mengandung beberapa filosofi ketika berbicara tentang Melayu.
Konseptor relif kapal berukuran 22×4 meter itu, Amzah mengatakan, replika kapal ini menyimbolkan perjalanan dan perkembangan budaya Melayu di seantero nusantara dalam menyebarkan kebudayaan dengan cara berdagang.
Secara geografis, rumpun Melayu yang terdiri dari berbagai kerajaan, merupakan wilayah maritim. Sehingga untuk melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lainnya melakukan perdagangan, menggunakan kapal sebagai alat transportasi.
”Melayu itu dulunya adalah mencakup kesultanan-kesultanan di wilayah nusantara. Makanya, saya berpandangan bahwa perkembangan peradaban Melayu tidak terlepas dari pemanfaatan kapal sebagai alat mencapai suatu tujuan,” tutur Amzah yang juga dosen seni rupa ISI Padangpanjang itu.
Sedangkan 800 batang bambu sebagai material, kata Amzah, menggambarkan suatu kesatuan yang kokoh dan elastis. Bambu adalah tumbuhan berupa rumpunan yang tahan kokoh terhadap terpaan angin. “Filosofi bambu ini, menggambarkan bahwa rumpun Melayu tidak semestinya hidup terpisah. Sebaliknya tumbuh besar dalam satu rangkuman, meski dibedakan besar dan kecil seperti kenegaraan. Kekokohan batang bambu, menggambarkan sebuah harapan kebersamaan yang tidak bisa dirusak oleh apa pun,” ungkapnya.
Demikian juga bambu tanpa dicat, pesannya bahwa kebudayaan Melayu tidak semestinya hilang atau memudar. “Diumpamakan dengan cat, dipastikan mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu,” jelasnya.
Sederhana tapi tidak mudah. Meski relif kapal yang berukuran tidak besar mengunakan batang bambu tidak dicat dan dibentuk, namun memakan waktu hingga lima bulan sampai selesai.
”Terkesan memang mudah dalam pembuatannya. Tapi untuk sampai pada sebuah perwujudan kapal seperti ini, tidak semerta-merta langsung jadi. Pengkajian hingga layak dijadikan simbol peradaban Melayu, membutuhkan waktu hingga empat bulan lamanya,” pungkas Amzah.
Pamerkan Ratusan Artefak
Rangkaian Southeast Asia Malay Festival (Sea MAF) juga diisi dengan pameran artefak dan regalia Kesultanan Nusantara. Pameran berlangsung sampai Kamis (29/11) ini, digelar dan dibuka di Rumah Budaya Fadli Zon, siang kemarin (26/11).
Ratusan artefak, baik asli, replika maupun foto yang dipamerkan merupakan high light kekayaan peninggalan budaya Melayu. Ada di antaranya artefak pada abad 10 sebelum Masehi dan koleksi berumur 2.000 tahun. “Semua itu bukti peradaban bangsa. Saya memandang bahwa bangsa yang beradab adalah yang bisa menghargai kebudayaan,” sebut Fadli Zon, pemilik Rumah Budaya itu.
Wali Kota Padangpanjang, Suir Syam menyampaikan, pameran ini menggambarkan besar dan kuatnya nenek moyang bangsa ini pada dulu kala. “Melalui pameran ini, kita berharap bisa membuka mata kita bahwa bangsa ini terlahir dari orang-orang pemberani,” tutur Suir Syam sebelum pembukaan pameran dengan pemukulan gong dan pengguntingan pita.
Koordinator Pameran Artefak Sea MAF, Erizal mengatakan, kegiatan yang dirancang sejak 4 bulan ini nyaris tidak terlaksana karena satu bulan setelah surat dilayang ke kepala beberapa museum di Indonesia tak ada balasan. “Namun setelah jemput bola, akhirnya dapat diwujudkan dengan sedikitnya 10 museum ikut berpartisipasi,” papar Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Padangpanjang. (yuwardi)
Partai Gerindra tidak mengenal kader Yahudi di Indonesia Benjamin Ketang, yang mengaku akan maju pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon mengaku tidak mengenal Benjamin yang mengklaim akan maju sebagai calon legislatif dari partai binaan Prabowo Subianto itu. “Aku tidak kenal, belum tahu. Kita saja belum tentukan,” tegas Fadli kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (14/11/2012).
Dijelaskannya, sampai saat ini Partai Gerindra belum memutuskan kader yang akan maju ke Pileg 2014. Menurutnya, partainya akan terlebih dahulu menyeleksi para kader yang akan maju ke Pileg. “Nanti kita belum memutuskan, nanti akan ada tim untuk menyeleksi para caleg,” jelas Fadli.
Sebelumnya diberitakan, meski Pemilu 2014 masih dua tahun lagi, namun sejumlah tokoh mulai mempersiapkan diri untuk maju. Salah satunya kader Yahudi di Indonesia. Adalah Benjamin Ketang, pria yang pernah kuliah di Israel dan kader Yahudi di Indonesia berencana maju dalam Pemilihan Legislatif 2014.
“Mohon doa restu saya mau nyaleg DPR RI dari Partai Gerindra, dapil Jember-Lumajang,” kata Benjamin kepada INILAH.COM, Rabu (14/11/2012).
Benjamin Ketang selama ini dikenal sebagai pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia-Israel Public Affairs Comitte (IIPAC). Lembaga ini dimaksudkan sebagai lembaga lobi untuk perdagangan Indonesia-Israel.
Saat perayaan hari kemerdekaan Israel pada 14 Mei 2011, Benjamin Ketang bersama komunitas Yahudi di Indonesia berencana menggelar perayaan hari kemerdekaan Israel. Namun karena tidak mendapat izin, perayaan tersebut dilaksanakan secara tertutup.
Benjamin menegaskan rencana maju dalam pemilihan legislatif mendatang diikhtiarkan untuk kebaikan bagi publik. “Masalah nomor caleg saya serahkan mekanisme di DPC Partai Gerindra Jember,” kata Benjamin.
Buku “Hari Terakhir Kartosuwiryo” karya penulis Fadli Zon SS MSc mengungkap kisah sejarah perjalanan sang imam pejuang DI/TII Kartosuwiryo menjelang hari terakhir sebelum di eksekusi.
Lebih dari 50 tahun kematian Kartosuwiryo, dalam beberapa buku sejarah dituliskan bahwa Kartosuwiryo yang dianggap sebagai pemberontak oleh Soekarno/gembong DI/TII, dieksukusi dan dimakamkan di Pulau Onrust (kawasan Kepulauan Seribu). Tapi nyatanya, berdasarkan foto dokumentasi yang berhasil dimiliki oleh Fadli Zon dan keterangan keluarga/anak Kartosuwiryo (Alm) bahwa dia dieksekusi dan dimakamkan di Pulau UBI (dekat Pulau Endus). Kini Pulau Ubi sudah tidak ada, karena sudah tenggelam.
Hal ini dikatakan Fadli Zon saat menjadi narasumber seminar dan bedah Buku “Hari Terakhir Kartosuwiryo” yang diselenggarakan oleh Forum Silaturahim Almuni Timur Tengah Jawa Barat, di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung, Minggu (11/11/2012).
Selain Fadli Zon, nara sumber lain adalah Prof DR Hj.Nina Herlina Lubis ( sejarahwan/ Guru Besar Unpad dan Sarjono Kartosuwiryo ( Anak Alm), dengan moderator DR. H.M. Arief Mufraini Y, LC, MA, dengan peserta sekitar 100 orang yang berasal dari kalangan akademis, Mahasiswa, Ormas Islam, Wartawan dan undangan lainnya.
Menurut Ricky Kurniawan LC selaku Ketua Forum Silaturahim Alumni Timur Tengah Jabar mengatakan, buku Hari Terakhir Kartosuwiryo karya Fadli Zon, tidak bermaksud mengungkap peristiwa yang kelam tapi merupakan sebagai ilmu pengetahuan untuk menluruskan sejarah dan mengungkap fakta yang sebenarnya.
Kartosuwiryo meninggal sudah lebih dari 50 tahun silam, tapi kesimpang siuran tempat di eksekusi dan dimakamnya akhirnya terjawab sudah dalam buku ini Hari Terakhir Kartosuwiryo karya penulis Fadli Zon.ujarnya.
Buku hari terakhir Kartosuwiryo, cukup eksklusif dengan Hard cover berwarna hijau merupakan buku pengungkapan/ meluruskan sejarah (Histonic puzzle) sesuai dengan fakta yang selama ini telah terjadi kesimpang siuran kematian Kartosuwiryo.
Fadli Zon berhasil menterjemahkan dokumen foto sebanyak 61 foto ke dalam bentuk tulisan secara mendetail. Diceritakan bagaimana Kartosuwiryo saat diijinkan untuk bertemu terakhir kali dengan keluarganya. Sambil menyantap makan nasi rending, Kartosuwiryo memberikan wejangan kepada keluarganya.
Sebagai seorang muslim dan pejuang, beliau tidak gentar menghadapi eksekusi dan tetap beribadah/ sholat taubah, setelah itu, Kartosuwiryo dengan tangan terborgol dengan pengawalan superketat, dibawa pakai kapal laut menuju pulau Ubi, dalam kapal Tim Dokter melakukan pemeriksaan kesehatan. Sebelum sampai di pulau Ubi, bajunya diganti dengan serba putih tapi tetap memakai peci hitam.
Turun dari kapal laut, mata Kartosuwiryo ditutup kain putih menuju tiang eksekusi, ditiang eksekusi dirinya diikat, lalu pasukan eksekusi melakukan penembakan (military-red). Ada sebanyak 5 lobang peluru bersarang di dada kiri , 2 dibagian paha dan timbah satu di kepala yang dilakukan oleh komandan eksekusi dengan jarak yang cukup dekat.
Untuk memastikan, apakah Kartosuwiryo sudah meninggal terlebih dahulu di periksa oleh dokter. Setelah itu, dimandikan dengan menggunakan air laut dan disholatkan dan dimakamkan sesuai dengan syariat Islam. Makamnya cukup ditandai dengan pohon. Dipulau Ubi, Kartosuwiryo mengakhiri pergerakan perjuangan dan hayat hidupnya dengan cara dieksekusi cara militer ( 16 September 1962).
Menurut Prof Hj Nina Herlina Lubis, bahwa buku ini, sebuah buku sejarah “yang tampil beda” : karena dilihat dari 2 hal: penampilan fisik yang lux, dan jumlah halaman yang berisi tulisan hanya dari hal 1-26, sisanya 27-92: berisi foto yang “aheng” Buku sejarah ini boleh kita sebut sebagai “genre baru”, sejarah visual.
Kisah sejarah dapat dibaca melalui untaian foto, yang dibiarkan bicara sendiri, dengan hanya mengandalkan tulisan yang amat irit. Ketika orang melihat 81 foto yang diuntai dalam buku ini, bermacam perasaan bisa muncul: mungkin rasa sedih bagi pihak keluarga, rasa tidak enak bagi masyarakat umum yang menyaksikan bagaimana Kartosoewirjo menjemput maut diabadikan / didokumentasikan.
Sejarah yang beredar selama ini disebutkan, Kartosuwiryo ditanggap pada 4 Juni 1962 dan ditahan di Makodam V/ Jaya, dieksekusi dan dimakamkan di pulau Onrust. Namun setelah diungkap oleh Fadli Zon berdasarkan domentasi foto-foto ) ada 81 foto), ternyata bukan di pulau Onrust melain di pulau Ubi, jadi buku karya Fadli dapat meluruskan sejarah.
Nina juga mengkritik dan menyarankan kepada Fadli, karena tidak menyebutkan sumber foto hanya dituliskan dari seorang kolektor barang antik. Juga tidak menampilkan tulisan asli yang tentunya ditulis dibalik foto ini. Padahal tulisan tersebut bisa menambah nilai otentisitas dan kredibilitas sumber (foto).
Ditambahkan, domentasi pasti dilakukan tentara yang ditugaskan saat itu, tapi kenapa sampai jatuh ketangan seorang kolektor, seharusnya tentara memberikan dokumentasi kepada arsip Nasional RI, dan tidak membiarkan oknum-oknum untuk menjualnya kepada kolektor. “Masih untuk dokumen penting ini jatuh ketangan Fadli Zon, coba kalau dijual ke orang asing, kita akan kesulitan untuk mengungkap sejarah yang sebenarnya,” pungkasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengakui Indonesia perlu memiliki Undang-Undang Keamanan Nasional yang kini rancangannya sedang dibahas di parlemen Indonesia, terlepas dari diskusi di dalamnya.
Usai menghadiri stadium generale Mahathir Mohamad di Universitas Mercu Buana, Jakarta, Kamis (8/11/2012), Fadli memberi catatan bahwa UU Kamnas yang harus dimiliki Indonesia tentu saja berbeda dengan Internal Security Act milik Malaysia.
“Yang harus dikritisi adalah pasal yang menimbulkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), tapi sebagaian pasal sudah sesuai. Abuse of power ini dapat dipakai penguasa bisa pertahankan kekuasaan. Tapi kita tetap butuh UU Kamnas,” ujar Fadli.
Menurut Fadli, RUU Kamnas yang digodok sekarang lebih soft dengan ISA yang lebih keras, lantaran bisa menahan seseorang yang mengganggu stabilitas negara. ISA sendiri diakui Mahathir sebagai warisan kolonial Inggris.
Mahathir yang bekas Perdana Menteri Malaysia 1981-2003, mengklaim ISA dijadikan model oleh Amerika yang menangkap pelaku terorisme dunia tanpa pernah diadili, yang kemudian menciptakan pelanggaran.
Masih kata Fadli, UU Kamnas ini nantinya akan mengikat seluruh warga negara Indonesia dan mengatur dalam kondisi damai dan perang. Setidaknya, UU Kamnas dapat menciptakan stabilitas negara sehingga investasi bisa masuk.
Diakuinya, stabilitas sebuah negara menjadi modal penting masuknya investasi. Sehingga lapangan kerja terbuka luas yang dapat dimanfaatkan bagi rakyat Indonesia. Dengan begitu dengan sendirinya rakyat yang bekerja membantu pertumbuhan ekonomi.
Meskipun jauh terlambat penetapan Bung Karno dan Hatta sebagai Pahlawan Nasional, Fadli Zon Wakil Ketua Umum Partai Gerindra menyambut gembira.
Fadli Zon melihat bahwa penetapan Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Pahlawan Nasional sebenarnya sudah tercakup dalam penetapan sebagai Pahlawan Proklamator.
Hanya saja, tegas dia, Undang-undang (UU) soal ini sangat sumir mendefinisikan pahlawan nasional termasuk menyamaratakan proklamator dengan pahlawan Ampera.
Untuk diketahui, pemberian gelar Pahlawan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Untuk gelar, hanya satu yang disebut dalam UU ini, yakni Gelar Pahlawan Nasional.
“Bung Karno dan Bung Hatta harus lebih ditinggikan tempatnya mengingat proklamator adalah pelaku terpenting bagi eksistensi RI,” tegasnya, kepada Tribunnews, Jakarta, Selasa (6/11/2012).
Fadli juga mendesak agar UU tersebut harus direvisi agar pahlawan nasional dibatasi mereka yang berjuang dan berjasa hingga tercapainya kemerdekaan RI.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menobatkan tokoh Proklamator Indonesia, Bung Karno sebagai pahlawan nasional pada 10 November nanti.
Pasangan Presiden Pertama RI, Wakil Presiden Bung Hatta, juga akan digelari Pahlawan. “Ya benar,” demikian konfirmasi yang diterima Tribunnews, dari Juru Bicara Kepresidenan, Julia A Pasha, Selasa (6/11/2012).
Julian kembali memastikan pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta pada tahun ini.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon membantah Prabowo Subianto menyumbang dana 1 juta dollar AS kepada Barack Obama, capres incumbent dalam pemilihan presiden Ameriksa Serikat saat ini.
“Itu nggak benar,” tegas Fadli kepada wartawan, hari ini.
Fadli Zon menegaskan, di Amerika seseorang tidak mudah menyumbang salah satu calon. Mereka punya aturan yang sangat ketat. “Tidak mungkin orang bisa menyumbang dengan seenaknya, apalagi orang asing. Jadi tidak ada lah itu, rumors,” tegasnya.
Sebelumnya, dikabarkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menyumbang dana kampanye Barack Obama sebesar 1 juta dollar AS.
“Bahkan, sumbangan dari individu itu jauh lebih dibatasi. Kalau tidak salah, tidak lebih dari 200 dollar,” sanggah Fadli lagi.
Fadli menegaskan, yang memutuskan apakah Prabowo Subianto akan jadi presiden Indonesia adalah rakyat Indonesia sendiri. Bukan Amerika Serikat.
“Namun semua yang memutuskan rakyat kita, tidak ada hubungan dengan luar negeri. Luar negeri itu ya kita harus punya hubungan baik bilateral dan multilateral yang saling menguntungkan, hakikatnya untuk kepentingan nasional. Prioritasnya adalah bagaimana rakyat bisa dukung atau tidak,” jelasnya
Meski Fadli tak menampik sinyalemen dukungan dari Amerika Serikat terkait pancapresan Prabowo.
“Kalau itu kan saya kira mereka tentu melihat hasil poling dan lain-lain,” jelasnya merujuk survei Wall Street Journal, bahwa Prabowo dinilai kandidat calon Presiden terkuat Indonesia oleh publik Amerika.
An Indonesian worker turned artist has become a local celebrity after his unique artistic creations won him local fame.
Three years ago Wahyudi Susanto took his oil painting, which he practiced in his spare time, to the next level as he took up using eggshells to create intricate calligraphy of verses from the Holy Quran and celebrity portraits. Incensed by the waste of the eggshells once their contents were eaten, Susanto approached local food stalls to supply him with the empty shells, which he has since used as the main ingredient in his artwork.
“I started it because I have seen so many eggshells from food being wasted in my neighborhood,” Susanto told Reuters from his home in Jakarta.
The former employee quit his job in 2010 to fully dedicate his time to his artwork. He collects nearly 400 eggshells a week and spends between four days to one week on his Arabic calligraphy pieces and between three to four weeks on the portraits, which he is commissioned to produce.
“In the beginning I created eggshell mosaic calligraphy only for my personal collection, but then I started to receive orders for face mosaic paintings,” he said.
The creations are labor intensive and require hours of concentration and patience. First, Susanto washes the eggshells in detergent and water, then he carefully arranges them in the sun to dry and eliminate any traces of odor. He then sorts them in batches depending on the external color of the eggshell. He uses glue and the back of a brush to carefully secure them to the canvas.
His Arabic calligraphy pieces decorate the insides of hundreds of mosques across Indonesia’s provinces and his portraits include those of world icons like the king of pop Michael Jackson, U.S. President Barack Obama, Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono and Sultan Bolkiah of Brunei.His work caught the attention of locals and, in early 2012, he started receiving frequent commissions for portraits. Local politician Fadli Zon is one admirer of Susanto’s work.
“I like it because he uses the natural colors of the eggshell — eggshells have various colors ranging from white, brown to the blackish. It requires so much patience,” Zon told Reuters while an eggshell portrait of himself, one of Susanto’s creations, hung on a wall behind him.
Zon said he plans to order a number of eggshell portraits as gifts for his friends.
Budaya sebagai tonggak peradaban membentuk identitas sebuah bangsa. Identitas budaya ini menjadi landasan untuk mengokohkan karakter bangsa.
Demikian dikatakan Fadli Zon, Budayawan dan Pemerhati Seni yang tampil sebagai Pembicara Istimewa dalam Seminar Nasional “Jelajah Kreativitas Seni dan Budaya” yang diselenggarakan Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang bekerjasama dengan Rumah Budaya, Kamis (1/11/2012), di Ball Room Rumah Budaya, Aie Angek, Sumatera Barat.
Dia juga menekankan pentingnya kreativitas budaya dan pemberian perhatian (penghargaan) kepada pelaku seni dan karyanya di era globalisasi hari ini. Kepeduliaan terhadap produk seni dan produk budaya itu, harus menjadi perhatian bersama.
“Kita agaknya harus ‘berterima kasih’ kepada negara lain yang mengklaim produk budaya kita, Reog Ponorogo misalnya. Seniman-seniman Reog nyaris hilang, namun karena klaim itu pemerintah Indonesia mulai memberi perhatian kembali kepada aset-aset budaya kita,” ujar Fadli Zon.
Guru Besar ISI Surakarta, Victor Ganap, menyorot peneliti seni yang diharapkan menjunjung tinggi seni tradisi sebagai warisan budaya melalui pemahaman kearifan lokal dan tradisi lisan budaya Nusantara.
“Peneliti seni hendaknya dapat mensosialisasikan hasil penelitiannya pada jurnal nasional dan internasional,” katanya.
Menurut Victor, peneliti seni dapat meningkatkan peran lembaga pendidikan yang memiliki posisi strategis bagi pelestarian seni tradisi melalui pembelajaran muatan lokal pada kurikulum sekolah.
“Karena lembaga pendidikan mampu memberikan patronasi terhadap seni tradisi, sebagai institusi yang dapat memperkenalkan anak pada tradisi budayanya sendiri,” katanya.
Sementara itu, Guru Besar Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Edi Sedyawati, berbicara soal seni pertunjukan. Menurutnya, seni pertunjukan perlu mendapat perhatian dari segi kualifikasi pentas, yang amat beragam, dari sasaran di tanah hingga panggung di rumah gadang.
“Bagi bangsa Indonesia yang multi-etnik ini, kiranya perlu diciptakan dan senantiasa dijaga keleluasaan ruang gerak bagi masing-masing ranah, yang nasional Indonesia dan khas etnik dalam seni pertunjukan kita,” katanya.
Ediwar, dari ISI Padangpanjang dalam menyampaiannya menyebutkan pentingnya kritik seni yang meluas dan dinikmati publik. Banyak produk-produk seni yang miskin kritik, baik dilakukan pemerhati seni maupun wartawan media massa.
“Kritik seni ini penting untuk menunjukkan kualitas produk seni dan budaya yang dihasilkan itu,” katanya.
Selain Fadli Zon, sebagai Pembicara Istimewa, juga diundang Datuk Suhaimi Mohd. Zain (Pakngah Production Kuala Lumpur), yang menyampaikan makalah dengan topik “Penciptaan Musik Melayu: Suatu Pengalaman”.
Dia menyebutkan, musik-musik Malaysia secara keseluruhannya banyak dipengaruhi oleh musik dari negara jiran, salah satunya Indonesia.
“Musik Malaysia telah melalui proses evolusi di mana permainannya telah menjadikannya satu bentuk permainan tersendiri. Proses inilah yang menjadikan musik Malaysia unik dan berbeda dari permainan asalnya,” katanya.
Narasumber lainnya tampil Daryusti (ISI Padangpanjang), dengan judul makalah Personality and Cultural of Dance. Kemudian, Rosta Minawati (ISI Padangpanjang) dengan makalah Pentas (Kolonial), Subaltern, dan Kajian Budaya. Serta, Nursyirwan (ISI Padangpanjang) dengan makalah Seni Pertunjukan di Minangkabau. Acara yang dihadiri peserta mahasiswa Pascasarjana ISI Padangpanjang dan peminat seni budaya di Sumatera Barat ini dimoderatori Febri Yulika. (rel)
Pasca Sarjana ISI Padangpanjang bekerja sama dengan Fadli Zon menggelar seminar nasional dengan tema “Jelajah Kreativitas Seni dan Budaya”. Seminar diadakan di Rumah Budaya Fadli Zon Aia Angek Cottage Bukittinggi, Kamis (1/11).
Seminar dibagi dalam dua sesi. Pada sesi pertama, diisi oleh pembicara yaitu Fadli Zon (Pemerhati Seni – IKJ Jakarta), Daryusti (ISI Padangpanjang), Edi Sedyawati (IKJ Jakarta), Rosta Minawati (ISI Padangpanjang). Sedangkan untuk sesi kedua, para pembicara yaitu Victor Ganap (ISI Yogyakarta), Datuk Suhaimi Mohd. Zain (Pakngah Production Kuala Lumpur), Nusyirwan (ISI Padangpanjang), Ediwar (ISI Padangpanjang).
Seminar yang diikuti 150 peserta terdiri dari para mahasiswa Pasca Sarjana ISI Padangpanjang, dosen ISI Padangpanjang, dosen UNP Padang dan guru-guru di Sumatera Barat. Menurut Ketua Pelaksana Seminar Martion, tujuan seminar ini digelar adalah untuk memperluas wawasan mahasiswa atau peserta seminar dalam menyerap informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, baik yang bersifat aktual maupun yang diaktualisasikan kembali. “Memotivasi dalam peningkatan kreatifitas seni yang berdampak pada pengembangan seni dan budaya secara luas, juga merupakan salah satu tujuan seminar ini”, tutup Martion.