Sejarah Pemimpin ‘Pemberontakan’ DI/TII Diungkap Blak-blakan

Sejarah Pemimpin ‘Pemberontakan’ DI/TII Diungkap Blak-blakan


Buku “Hari Terakhir Kartosuwiryo” karya penulis Fadli Zon SS MSc mengungkap kisah sejarah perjalanan sang imam pejuang DI/TII Kartosuwiryo menjelang hari terakhir sebelum di eksekusi.

Lebih dari 50 tahun kematian Kartosuwiryo, dalam beberapa buku sejarah dituliskan bahwa Kartosuwiryo yang dianggap sebagai pemberontak oleh Soekarno/gembong DI/TII, dieksukusi dan dimakamkan di Pulau Onrust (kawasan Kepulauan Seribu). Tapi nyatanya, berdasarkan foto dokumentasi yang berhasil dimiliki oleh Fadli Zon dan keterangan keluarga/anak Kartosuwiryo (Alm) bahwa dia dieksekusi dan dimakamkan di Pulau UBI (dekat Pulau Endus). Kini Pulau Ubi sudah tidak ada, karena sudah tenggelam.

Hal ini dikatakan Fadli Zon saat menjadi narasumber seminar dan bedah Buku “Hari Terakhir Kartosuwiryo” yang diselenggarakan oleh Forum Silaturahim Almuni Timur Tengah Jawa Barat, di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung, Minggu (11/11/2012).

Selain Fadli Zon, nara sumber lain adalah Prof DR Hj.Nina Herlina Lubis ( sejarahwan/ Guru Besar Unpad dan Sarjono Kartosuwiryo ( Anak Alm), dengan moderator DR. H.M. Arief Mufraini Y, LC, MA, dengan peserta sekitar 100 orang yang berasal dari kalangan akademis, Mahasiswa, Ormas Islam, Wartawan dan undangan lainnya.

Menurut Ricky Kurniawan LC selaku Ketua Forum Silaturahim Alumni Timur Tengah Jabar mengatakan, buku Hari Terakhir Kartosuwiryo karya Fadli Zon, tidak bermaksud mengungkap peristiwa yang kelam tapi merupakan sebagai ilmu pengetahuan untuk menluruskan sejarah dan mengungkap fakta yang sebenarnya.

Kartosuwiryo meninggal sudah lebih dari 50 tahun silam, tapi kesimpang siuran tempat di eksekusi dan dimakamnya akhirnya terjawab sudah dalam buku ini Hari Terakhir Kartosuwiryo karya penulis Fadli Zon.ujarnya.
Buku hari terakhir Kartosuwiryo, cukup eksklusif dengan Hard cover berwarna hijau merupakan buku pengungkapan/ meluruskan sejarah (Histonic puzzle) sesuai dengan fakta yang selama ini telah terjadi kesimpang siuran kematian Kartosuwiryo.

Fadli Zon berhasil menterjemahkan dokumen foto sebanyak 61 foto ke dalam bentuk tulisan secara mendetail. Diceritakan bagaimana Kartosuwiryo saat diijinkan untuk bertemu terakhir kali dengan keluarganya. Sambil menyantap makan nasi rending, Kartosuwiryo memberikan wejangan kepada keluarganya.

Sebagai seorang muslim dan pejuang, beliau tidak gentar menghadapi eksekusi dan tetap beribadah/ sholat taubah, setelah itu, Kartosuwiryo dengan tangan terborgol dengan pengawalan superketat, dibawa pakai kapal laut menuju pulau Ubi, dalam kapal Tim Dokter melakukan pemeriksaan kesehatan. Sebelum sampai di pulau Ubi, bajunya diganti dengan serba putih tapi tetap memakai peci hitam.

Turun dari kapal laut, mata Kartosuwiryo ditutup kain putih menuju tiang eksekusi, ditiang eksekusi dirinya diikat, lalu pasukan eksekusi melakukan penembakan (military-red). Ada sebanyak 5 lobang peluru bersarang di dada kiri , 2 dibagian paha dan timbah satu di kepala yang dilakukan oleh komandan eksekusi dengan jarak yang cukup dekat.
Untuk memastikan, apakah Kartosuwiryo sudah meninggal terlebih dahulu di periksa oleh dokter. Setelah itu, dimandikan dengan menggunakan air laut dan disholatkan dan dimakamkan sesuai dengan syariat Islam. Makamnya cukup ditandai dengan pohon. Dipulau Ubi, Kartosuwiryo mengakhiri pergerakan perjuangan dan hayat hidupnya dengan cara dieksekusi cara militer ( 16 September 1962).

Menurut Prof Hj Nina Herlina Lubis, bahwa buku ini, sebuah buku sejarah “yang tampil beda” : karena dilihat dari 2 hal: penampilan fisik yang lux, dan jumlah halaman yang berisi tulisan hanya dari hal 1-26, sisanya 27-92: berisi foto yang “aheng” Buku sejarah ini boleh kita sebut sebagai “genre baru”, sejarah visual.

Kisah sejarah dapat dibaca melalui untaian foto, yang dibiarkan bicara sendiri, dengan hanya mengandalkan tulisan yang amat irit. Ketika orang melihat 81 foto yang diuntai dalam buku ini, bermacam perasaan bisa muncul: mungkin rasa sedih bagi pihak keluarga, rasa tidak enak bagi masyarakat umum yang menyaksikan bagaimana Kartosoewirjo menjemput maut diabadikan / didokumentasikan.

Sejarah yang beredar selama ini disebutkan, Kartosuwiryo ditanggap pada 4 Juni 1962 dan ditahan di Makodam V/ Jaya, dieksekusi dan dimakamkan di pulau Onrust. Namun setelah diungkap oleh Fadli Zon berdasarkan domentasi foto-foto ) ada 81 foto), ternyata bukan di pulau Onrust melain di pulau Ubi, jadi buku karya Fadli dapat meluruskan sejarah.
Nina juga mengkritik dan menyarankan kepada Fadli, karena tidak menyebutkan sumber foto hanya dituliskan dari seorang kolektor barang antik. Juga tidak menampilkan tulisan asli yang tentunya ditulis dibalik foto ini. Padahal tulisan tersebut bisa menambah nilai otentisitas dan kredibilitas sumber (foto).

Ditambahkan, domentasi pasti dilakukan tentara yang ditugaskan saat itu, tapi kenapa sampai jatuh ketangan seorang kolektor, seharusnya tentara memberikan dokumentasi kepada arsip Nasional RI, dan tidak membiarkan oknum-oknum untuk menjualnya kepada kolektor. “Masih untuk dokumen penting ini jatuh ketangan Fadli Zon, coba kalau dijual ke orang asing, kita akan kesulitan untuk mengungkap sejarah yang sebenarnya,” pungkasnya.