Blog

Ada Menteri Mau Jadi Presiden, Fadli Zon: Bukan Niat, Tapi Kinerjanya

Ada Menteri Mau Jadi Presiden, Fadli Zon: Bukan Niat, Tapi Kinerjanya

Anggota DPR Fadli Zon menanggapi pernyataan politikus PDIP Kapitra Ampera terkait ada menteri yang masih berkeinginan menjadi presiden sehingga tidak fokus terhadap kinerjanya.

Menurut Fadli Zon, keinginan menjadi presiden itu merupakan urusan setiap orang. Fadli Zon menegaskan konstitusi RI memperbolehkan setiap orang untuk dipilih dan memilih presiden.

“Tentang dugaan yang disebut kudeta merangkak atau jadi presiden, saya kira itu urusan setiap orang. Konstitusi kita membolehkan setiap orang untuk dipilih (menjadi presiden) dan memilih (presiden),” ujar Fadli Zon dalam wawancara di Kabar Petang TV One seperti dikutip Suara.com, Senin (26/10/2020).

Fadli Zon mengatakan bisa saja ada delapan orang di kabinet Jokowi yang mau menjadi presiden. Dan itu, menurut politiku Partai Gerindra tersebut, adalah hak mereka dan tidak masalah.

“Mungkin dalam kabinet itu bisa jadi ada 8 orang yang ingin menjadi presiden, dan itu hak mereka, tidak ada masalah,” tutur Fadli Zon.

Kata Fadli Zon, soal menjadi presiden itu merupakan urusan nanti. Yang paling penting sekarang, menurut dia, bukan soal niatnya menjadi presiden, melainkan kinerjanya kekinian.

“Itu urusan nanti. Yang paling penting dinilai itu bukan soal niatnya, melainkan kinerjanya. Setelah diberikan amanah, kinerjanya bagaimana. Yang menilai presiden dan masyarakat,” tutur Fadli Zon.

Mulanya, dalam wawancara tersebut, Kapitra Ampera menyoroti desakan PDIP kepada Jokowi untuk melakukan reshuffle menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju.

Kapitra Ampera juga menyebut ada sejumlah menteri yang masih berkeinginan menjadi presiden. Alhasil, menurut dia, menteri yang bersangkutan tidak fokus ke tanggung jawabnya.

“Ada menteri-menteri yang masih berkeinginan menjadi presiden sehingga tidak fokus ke tanggung jawabnya. (Menteri itu) harus direshuffle,” kata Kapitra Ampera.

Sumber

Sepakat dengan Jimly Asshiddiqie, Fadli Zon Anggap Demokrasi Semakin Mundur

Sepakat dengan Jimly Asshiddiqie, Fadli Zon Anggap Demokrasi Semakin Mundur

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon sepakat dengan anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie yang menyebut proses demokrasi dibajak selama pandemi Covid-19. Jimly bahkan mengungkapkan pandemi Covid-19 itu dengan sendirinya akan melahirkan diktator konstitusional.

“Saya sependapat, sangat mungkin seperti dikhawatirkan sejak awal, pandemi Covid-19 dijadikan dalih untuk memperkuat kekuasaan dan demokrasi. Demokrasi jadi semakin mundur,” ujar Fadli Zon kepada SINDOnews, Minggu (25/10/2020).

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Barat V atau Kabupaten Bogor ini mengatakan, praktik kekuasaan cenderung makin otoriter. Fadli Zon menambahkan, beberapa fungsi parlemen juga dipreteli seperti dalam Perppu Corona.

“Diktator konstitusional dalam istilah ini benar karena dilakukan dengan interpretasi sepihak untuk mencapai penguatan kekuasaan. Represi terhadap demonstrasi dan penangkapan-penangkapan aktivis yang berbeda pandangan adalah contoh nyata praktik otoritarianisme,” pungkas mantan wakil ketua DPR RI ini.

Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menyinggung pernyataan Presiden Jokowi yang ingin membajak momentum Covid-19. Menurut Jimly, pembajakan itu benar-benar terjadi dengan dibuatnya beberapa kebijakan yang tidak mempertimbangkan pendapat masyarakat. Pendapat Jimly itu diungkapkan pada Webinar LP3ES bertajuk Evaluasi Bidang Hukum dan Demokrasi, Minggu 25 Oktober 2020.

Sumber

Ada Pasal UU Cipta Kerja Dihapus Istana, Ini Kata Fadli Zon

Ada Pasal UU Cipta Kerja Dihapus Istana, Ini Kata Fadli Zon

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengakui, telah dilakukan penghapusan satu pasal Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Penghapusan dilakukan oleh Sekretariat Negara (Setneg) terhadap ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 terkait minyak dan gas bumi.

Pasal 46 tersebut merupakan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Jokowi pada hari Rabu 14 Oktober 2020.

Namun, belakangan pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja yang versi 1.187 halaman yang dikirimkan Setneg ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Dini berdalih, yang dihapus bukanlah substansinya, melainkan kesalahan yang sifatnya administratif.

“Yang tidak boleh diubah itu substansi, dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo (salah ketik) dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam Rapat Panja Baleg DPR,” kata Dini, dikutip Seputartangsel.com dari Antara, Jumat 23 Oktober 2020.

Meski pihak istana berdalih yang dihapus bukan hal substantif, politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menilai langkah tersebut sebagai kekeliruan.

Fadli menyebut hal tersebut sebagai akibat dari terburu-burunya DPR RI dan Pemerintah dalam mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja tersebut.

Fadli pun menyarankan agar pemerintah lebih baik mengeluarkan Perppu agar hal ini tak jadi skandal berlarut-larut.

Fadli menegaskan hal tersebut melalui cuitan di akun Twitter @fadlizon, Minggu 25 Oktober 2020 siang.

“Secara prosedur sdh jelas salah, akibat terburu2. Perppu saja agar tak jd skandal berlarut2,” cuit Fadli Zon.

Sehari sebelumnya, Fadli Zon juga meretweet cuitan Benny K. Harman yang mempertanyakan kabar dihapusnya salah satu pasal dalam UU Cipta Kerja.

Benarkah Naskah OL Ciptaker Terbaru, 1 Pasal 4 Ayat Hilang?. Jika benar, ini kecerobohan fatal yang tiada maaf untuk pembuatnya. Merendahkan martabat Institusi DPR dan terutama bikin malu presiden. Selidiki motifnya dan pecat pelakunya. Rakyat Monitor,” cuit anggota Fraksi Partai Demokrat ini melalui akun @BennyHarmanID.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menjelaskan, penghapusan itu merupakan hasil kesepakatan dalam rapat panitia kerja (Panja) yakni pemerintah dan DPR.

“Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final, karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” ungkap Dini.

“Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final, karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” ungkap Dini.

Tidak hanya itu, Dini menilai penghapusan Pasal 46 justru menjadikan substansi UU Cipta Kerja menjadi sejalan dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat panja

Sumber

Informasi Aksi Rusuh UU Ciptaker Dibuka Ke Publik, Fadli Zon: Aneh, BIN Kok Pakai Jubir!

Informasi Aksi Rusuh UU Ciptaker Dibuka Ke Publik, Fadli Zon: Aneh, BIN Kok Pakai Jubir!

Informasi terbaru terkait aksi rusuh tolak omnibus law UU Cipta Kerja yang diungkap Jurubicara Badan Intelejen Negara (BIN), Wawan Purwanto, menuai kontroversi.

Sebabnya, Wawan mengungkap ke publik terkait capaian kerja BIN yang diakuinya telah mengantongi nama aktor penyandang dana aksi rusuh tersebut.

Persoalan ini kemudian dikritisi pula oleh Anggota DPR Fadli Zon, yang merasa aneh dengan struktural BIN yang memiliki Jurubicara.

“Memang aneh ini BIN kok pakai jubir segala,” ujar Fadli dalam akun Twitternya, @fadlizon, Sabtu (10/10).

Lebih lanjut, Politisi Partai Gerindra ini coba membandingkan BIN dengan lembaga intelejen di negara lain. Yang mana tidak memiliki Jurubicara.

Bahkan menurutnya, segala informasi yang didapat lembaga intelejen negara lain tidak biaa diumbar ke publik. Tetapi hanya disampaikan kepada Kepala Negara.

“Setahu saya dinas intelijen asing seperti CIA Amerika Serikat, MI6 Inggris atau SVR n FSB Rusia, tak ada juru bicara,” ungkap Fadli Zon.

“Apalagi sampai mengumumkan bahan info intelijen ke publik. Lapor saja ke Presiden apa infonya,” pungkasnya

Sumber

UU Omnibus Law Bermasalah Subtansi dan Prosedur

UU Omnibus Law Bermasalah Subtansi dan Prosedur

Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon mengatakan UU Omnibus Law bermasalah dalam dua hal, yakni subtansi atau isi, dan juga prosedur.

Di sisi prosedur, Fadli mengaku hingga saat ini belum menerima RUU Omnibus Law yang disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu.

Menurut Fadli, dirinya sempat menanyakan mengapa dirinya belum menerima. Jawabannya, kata Fadli, masih diteliti dan dirapikan.

“Sampai hari ini sy sbg anggota @DPR_RI belum terima naskah RUU #OmnibusLaw yg disahkan 5 Oktober 2020. Sy tanya, masih diteliti dirapikan,” tulis Fadli di akun twitternya, @fadlizon, Jumat 9 Oktober 2020  kemarin.

Menurut Fadli, dengan dirinya sebagai anggota DPR RI belum menerima naskah UU Omnibus Law, maka UU tersebut memamg bermasalah. Tak hanya bermasalah soal ini atau subtansinya, namun juga bermasalah secara prosedur.

“Jd mmg UU ini bermasalah tak hanya substansi tp jg prosedur,” tambahnya.

Sumber

Sampai Hari Ini Saya Belum Terima Naskah RUU Omnibus Law

Sampai Hari Ini Saya Belum Terima Naskah RUU Omnibus Law

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon mengatakan sampai sekarang, Jumat (9/10/2020), belum menerima naskah Rancangan Undang Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR pada Senin (5/10/2020).

“Sampai hari ini saya sebagai anggota DPR belum terima naskah RUU Omnibus Law yang disahkan 5 Oktober 2020,” kata Fadli Zon.

Dia mengatakan sudah menanyakan hal itu dan mendapatkan penjelasan bahwa naskahnya sedang diteliti dan dirapikan.

“Saya tanya, masih diteliti dirapikan. Jadi memang UU ini bermasalah tak hanya substansi, tetapi juga prosedur,” kata Fadli Zon.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Jansen Sitindaon menggulirkan wacana rapat paripurna ulang.

“Membaca pernyataan beberapa anggota DPR RI sendiri mulai dari: ketika paripurna naskah RUU-nya tidak ada, sampai sekarang yang final masih dirapikan dan lain-lain, UU ini nyata telah cacat prosedur. Karena anggota DPR yang mengesahkan saja tidak tahu apa yang dia sahkan dan putuskan,” kata Jansen.

Mempertimbangkan hal tersebut, menurut Jansen, “harusnya paripurna ulang.”

Melalui media sosial, Jansen menjelaskan sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, DPR punya waktu paling lama tujuh hari untuk menyerahkan Undang Undang Cipta Kerja yang telah disetujui ke Presiden.

“Tapi rentang waktu tujuh hari ini saya pahami bukan untuk “utak-atik” ulang isinya. Karena isinya sudah disahkan di paripurna. Pertanyaannya isi mana yang jadi pegangan jika diparipurna tidak dibagi?” kata dia.

Sumber

Mahasiswa Turun Aksi, Fadli Zon: Ini Wujud Panggilan Sejarah

Mahasiswa Turun Aksi, Fadli Zon: Ini Wujud Panggilan Sejarah

Gelombang protes menolak UU Cipta Kerja yang dilakukan elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga buruh mendapatkan perhatian dari Politikus Gerindra, Fadli Zon.

Ketua BKSAP DPR RI ini mengamati jalannya aksi protes di Jakarta pada Kamis, 8 Oktober 2020 kemarin. Ratusan ribu massa menggelar aksi dari pagi hingga lanjut malam hari. Mereka menuntut UU Cipta Kerja dicabut kembali.

Fadli Zon pun menilai, aksi berjamaah di berbagai daerah ini merupakan wujud panggilan sejarah.

“Mahasiswa turun ke jalan serentak di seluruh Indonesia wujud panggilan sejarah. Menurut sy telah lahir sebuah Angkatan baru, “Gerakan Mahasiswa 2020”,” kata Fadli Zon dalam keterangannya, Jumat (9/10).

Sebagai mantan Aktivis 1998, Fadli Zon menilai aksi gerakan mahasiswa hari ini pastinya menghadapi sejumlah risiko, mulai dari sikap respresif, resesi dan kondisi pandemi.

“Di tengah represi, resesi dan pandemi, gerakan mahasiswa ini menghadapi berbagai risiko perjuangan. Mereka akan menghela sejarah,” tukas mantan Wakil Ketua DPR RI ini.

Sumber

Fadli Zon Sarankan Diterbitkan Perppu Batalkan UU Cipta kerja

Fadli Zon Sarankan Diterbitkan Perppu Batalkan UU Cipta kerja

Penolakan terhadap pengesahan Undang Undang Cipta Kerja oleh DPR pada 5 Oktober 2020, terus mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Aksi demonstrasi pun terjadi di banyak daerah, termasuk Ibu Kota.

Puncaknya pada Kamis, 8 Oktober 2020, seperti di Jakarta, aksi berakhir dengan bentrokan. Tidak hanya itu, beberapa fasilitas publik juga rusak hingga terbakar.

Melihat kondisi itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menyarankan Presiden Joko Widodo mendengar aspirasi penolakan, dan segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu.

“Pak @jokowi, RUU ini atas inisiatif pemerintah. Walaupun telah disahkan @DPR_RI dengan jurus kilat dan tergesa-gesa, ada baiknya dipertimbangkan aspirasi masyarakat banyak. Saran saya segera keluarkan Perppu membatalkan #OmnibusLaw,” tulis Fadli Zon dia akun Twitter @fadlizon yang dikutip VIVA, Jumat 9 Oktober 2020.

Anggota Komisi I DPR RI ini juga prihatin dengan banyaknya benturan antara polisi dan pendemo saat aksi penolakan UU Cipta Kerja. Bahkan, ia menganggap tindakan polisi sangat represif terhadap para pendemo.

“Pak Kapolri, banyak polisi brutal dalam penanganan demonstrasi di berbagai tempat. Lihat saja video yang diambil warga. Sangat tidak profesional dan menganggap demonstran sebagai musuh. Seharusnya polisi di lapangan tak boleh bawa senjata @DivHumas_polri,” tulisnya.

Selain itu, Fadli mengapresiasi para kepala daerah yang melakukan dialog dengan para buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat di daerahnya yang menolak UU Cipta Kerja. Dan akan menyampaikan aspirasi agar Presiden Jokowi mengeluarkan perppu.

“Kalau banyak Gubernur seperti ini, saya yakin presiden @jokowi akan mempertimbangkan keluarkan Perppu membatalkan #OmnibusLaw,” kicaunya.

Sumber

Belum Ada buku yang Bahas Tentang Sejarah Parlemen

Belum Ada buku yang Bahas Tentang Sejarah Parlemen

Bidang Arsip dan Museum (Armus) Sekretariat Jenderal DPR RI mengadakan acara bedah buku “Seabad Rakyat Indonesia Berparlemen” yang dilaksanakan secara daring, dalam rangka memperingati Hari Museum Indonesia yang jatuh pada tanggal 12 Oktober dan Hari Parlemen yang jatuh pada tanggal 16 Oktober.

Hadir sebagai keynote speaker dalam acara tersebut, Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon yang juga sebagai inisiator atau penggagas ide dari buku “Seabad Rakyat Indonesia Berparlemen”. Fadli bersyukur dan berterima kasih karena buku yang ditunggu-tunggu itu akhirnya bisa hadir.

“Idenya dahulu adalah ketika ada rencana untuk perbaikan Museum DPR. Saya pikir memang perlu ada penulisan sejarah tentang parlemen. Karena buku tentang parlemen masih sangat jarang,” ucap Fadli, Kamis (8/10/2020).

Dikatakan Fadli, belum ada satu buku pun yang membahas secara lebih komprehensif tentang sejarah parlemen. Oleh karenanya pada tahun 2017 lalu, Fadli menggagas ide untuk dibuat buku tentang sejarah parlemen tersebut. Hingga akhirnya dibentuk sebuah tim yang diketuai oleh Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum. (Guru Besar Sejarah Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia).

“Memang situasi untuk melakukan riset ini cukup terbatas. Namun (seperti kata pepatah) seribu langkah selalu dimulai dari satu langkah. Percuma kita mempunyai mimpi tetapi mimpi tersebut tidak pernah diwujudkan. Saya ucapkan terima kasih kepada Profesor Susanto Zuhdi dan rekan-rekan sejarawan yang telah bersusah payah merumuskan dan menyusun buku ini hingga menjadi lima jilid, serta kepada Pimpinan DPR (periode kepemimpinan sebelumnya). Semoga diskusi ini bisa memberikan wawasan yang lebih baik tenatng parlemen ke depan,” harap politisi Partai Gerindra itu.

Sebagai informasi, pada tahun 2019 lalu, Sekretariat Jenderal DPR RI menerbitkan buku “Seabad Rakyat Indonesia Berparlemen”. Buku tersebut diterbitkan untuk memperingati 100 tahun Indonesia memiliki lembaga parlemen dalam sistem politik dan pemerintahan modern. Hal ini mengacu pada pertama kalinya Volksraad (Dewan Rakyat) bersidang pada 21 Mei 1918, yang sebelumnya, para anggotanya dilantik pada 18 Mei 1918.

Setelah itu, dari masa penjajahan Jepang hingga sekarang, lembaga parlemen di Indonesia, masih aktif berperan menyuarakan aspirasi rakyat dan memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pembangunan politik dan pengembangan kehidupan berdemokrasi, melalui bidang legislatif.

Penerbitan buku “Seabad Rakyat Indonesia Berparlemen”, bertujuan untuk mengungkap sejarah lembaga parlemen di Indonesia yang diharapkan dapat menjadi rujukan utama oleh publik, khususnya, para peneliti yang konsen terhadap sejarah dan peminatan terhadap lembaga parlemen di Indonesia.

Pengerjaan buku ini dikerjakan secara kolaboratif antara Sekretariat Jenderal DPR RI dengan tim dari Departemen Sejarah Universitas Indonesia.

Dalam proses pengerjaannya dilakukan secara serius dan rinci untuk mendapatkan hasil yang maksimal, utuh, komprehensif, dan bermutu baik. Setelah buku “Seabad Rakyat Indonesia Berparlemen”, terbit pada Oktober 2019, maka, perlu ada sosialisasi atau pengenalan buku ini agar dapat dimanfaatkan dengan baik oleh publik. Salah satu bentuk sosialisasinya adalah program Bedah Buku yang diselenggarakan oleh Museum DPR RI.

Adapun tujuan utama dari program Bedah Buku ini, selain memperkenalkan buku ini kepada publik, juga ingin mengetahui opini atau saran terkait dengan kekurangan maupun kelebihan dari isi buku, baik dari para pembedah maupun partisipan yang mengikuti program Bedah Buku. Museum DPR RI sendiri berperan menjadi penggerak dalam sosialiasi buku ini.

Turut hadir sebagai pembedah buku “Seabad Rakyat Indonesia Berparlemen”, baik secara fisik dan virtual yaitu Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum. (Ketua Tim Buku Satu/Guru Besar Sejarah Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Maiza Elvira, M.Hum. (Peneliti sejarah dari Center for Strategic and International Studies /CSIS), dan Bonnie Triyana (Pemimpin Redaksi historia.id).

Sumber

Fadli Zon Serang Kepala BKPM: Bahlil Jangan Bahlul!

Fadli Zon Serang Kepala BKPM: Bahlil Jangan Bahlul!

Waketum Gerindra Fadli Zon mengkritik pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila soal ‘negara tidak boleh semena-mena, tapi rakyat jangan terlalu kuat’. Fadli tidak sependapat dengan pernyataan Bahlil.

“Bahlil jangan bahlul, siapa bilang rakyat tak boleh kuat,” kata Fadli lewat akun Twitter, Jumat (9/10/2020).

Fadli menjelaskan mengenai arti demokrasi yang berasal dari kata ‘demos’ dan ‘kratos’. Artinya, kata Fadli, demokrasi adalah pemerintahan rakyat kuat.

“Demokrasi (demos-rakyat; kratos-pemerintahan). Demokrasi itu ya pemerintahan rakyat kuat. Rakyat yang memilih pemimpin semua level,” ujar Fadli.

Pernyataan ini sebelumnya disampaikan Bahlil terkait UU Cipta Kerja. Menurutnya, omnibus law UU Cipta Kerja merupakan jalan tengah atau ‘win-win’ solution buat negara, pengusaha, dan rakyat.

“Saya pikir negara harus hadir bersama-sama dengan rakyat dan pengusahanya. Pengusahanya tidak boleh mengatur negara. Negara juga tidak boleh semena-mena kepada pengusaha. Begitupun sebaliknya pengusaha, negara tidak boleh juga semena-mena kepada rakyat. Tapi rakyat juga jangan terlalu juga lebih kuat daripada negara dan pengusaha,” kata dia dalam konferensi pers virtual, Kamis (8/10).

Sumber