Blog

Fadli Zon: Inpres Kamtibmas Bukti Kegagalan SBY

Fadli Zon: Inpres Kamtibmas Bukti Kegagalan SBY

Fadli Zon: Inpres Kamtibmas Bukti Kegagalan SBYPresiden SBY baru saja mengeluarkan Inpres No II Tahun 2013 tentang Kamtibmas, untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan gangguan keamanan.

Banyak konflik sosial di tahun 2012 yang tak tertangani dengan baik, menjadi landasan dikeluarkannya inpres tersebut.

Politisi Partai Gerindra Fadli Zon mengungkap, inpres diterbitkan untuk mencegah meluasnya konflik sosial. Dengan inpres ini, Polri dan pimpinan daerah diminta tak ragu menangani langsung kerusuhan sosial di masyarakat.

“Keluarnya inpres ini di satu sisi tampak menunjukkan keinginan kuat pemerintah menyelesaikan konflik sosial. Namun di sisi lain, Inpres ini bukti bahwa pemerintah gagal mengatasi sumber konflik yang selama ini sudah ada. Inpres ini lebih menggunakan pendekatan keamanan dalam penanganannya ketimbang pencegahan,” tegas Fadli Zon, Sabtu (2/2/2012).

Ia berharap, jangan sampai Inpres membuat aparat keamanan di lapangan bertindak prematur menangani konflik sosial dan bertindak represif. Hak-hak sipil politik masyarakat, Fadli mengingatkan, jangan terlanggar.

“Harusnya Presiden juga bisa responsif mengidentifikasi akar konflik sosial yang ada. Salah satu yang marak adalah konflik agraria. Petani seringkali dirugikan bahkan menjadi korban dalam penanganannya,” ujarnya.

Peran aparat keamanan hanya mencegah meluasnya konflik, namun jika sumber konflik tak diselesaikan akan percuma saja. Karena itu, imbuhnya,pemerintah juga harus fokus menggunakan pendekatan lain.

“Sumber konflik sosial utamanya adalah kesenjangan ekonomi dan ketimpangan kesejahteraan. Permasalahan ini strategis untuk bisa memadamkan sumber konflik sosial di masyarakat. Sehinggga, pendekatan ekonomi dan kesejahteraan cukup penting dilakukan,” pungkas Fadli Zon.

Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi Jalan Hidup Dalam Politik

Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi Jalan Hidup Dalam Politik

Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi Jalan Hidup Dalam Politik
“Munculnya kembali politisi yang dijadikan tersangka kasus korupsi adalah bukti korupsi sudah sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan (fact of life) tapi sudah menjadi jalan hidup (the way of life) praktik politik kita,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon
Jakarta, Kejahatan korupsi saat ini sudah sangat sistemik. Korupsi sudah menjadi jalan hidup dalam praktik politik di Indonesia.

“Munculnya kembali politisi yang dijadikan tersangka kasus korupsi adalah bukti korupsi sudah sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan (fact of life) tapi sudah menjadi jalan hidup (the way of life) praktik politik kita,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, melalui siaran perss yang diterima Aktual.co, Kamis, (31/01).

Fadli mengatakan, kejahatan korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Tak mengenal latar belakang partai, ideologo, agama, etnis maupun profesi.

“Peristiwa ini menandakan korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Tak kenal latar belakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia atau gender. Bahkan beberapa kasus korupsi sudah merupakan mega korupsi (grand corruption) yang melibatkan figur-figur politik utama,” tambahnya.

Ia juga memberikan komentar terkait penangkapan presiden PKS Luthfi Hasan Ishak oleh KPK karena dugaan kasus korupsi.

“Kejadian terhadap LHI ini sangat disayangkan. Selain memperburuk citra politik Indonesia, juga menunjukkan tak adanya efek jera bagi para politisi kita untuk tak korupsi,” pungkasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, bahwa KPK telah menetapkan status tersangka dan langsung menangkap Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak karena kasus korupsi daging sapi.

Politisi Tak Pernah Jera

Politisi Tak Pernah Jera

Politisi Tak Pernah Jera
Terjeratnya Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dalam perkara dugaan suap dinilai semakin memperburuk citra politik Indonesia. Selain itu, penangkapan Luthfi menunjukkan tidak adanya efek jera bagi para politisi untuk tidak korupsi.

“Munculnya kembali politisi dalam kasus korupsi adalah bukti korupsi sudah sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan, tapi sudah menjadi jalan hidup praktik politik kita,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, di Jakarta, Kamis ( 31/1/2013 ).

Sebelumnya, Luthfi ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait pemberian rekomendasi kuota impor daging kepada Kementerian Pertanian. Selain Luthfi, tiga orang lainnya juga ditetapkan tersangka, yakni Direktur PT Indoguna Utama (IU) berinisial AAE, Direktur PT IU berinisial JE, dan orang dekat Luthfi berinisial AF.

Fadli menambahkan, peristiwa itu menunjukkan korupsi bisa dilakukan siapa saja tanpa melihat latarbelakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia, atau gender. Bahkan, beberapa kasus korupsi melibatkan figur utama parpol.

Selain fokus menuntaskan perkara baru itu, Fadli berharap KPK tetap konsisten menuntaskan perkara korupsi besar sebelumnya seperti bailout Bank Century, proyek Hambalang, korupsi simulator surat izin mengemudi di Polri, korupsi di Badan Anggaran DPR, dan lainnya.

“Publik harus terus mendukung KPK dalam menuntaskan kasus korupsi yang ada. Jangan sampai KPK berpolitik atau melemah atas tekanan politik manapun,” kata Fadli.

Korupsi kak kenal partai, ideologi dan agama

Korupsi kak kenal partai, ideologi dan agama

Korupsi kak kenal partai, ideologi dan agama
Penetapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus korupsi menjadi bukti bahwa korupsi di Indonesia sudah sangat sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan, atau fact of life, tapi sudah menjadi jalan hidup, atau the way of life, praktek politik di republik ini.

“Peristiwa ini menandakan korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Tak kenal latar belakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia atau gender. Bahkan beberapa kasus korupsi sudah merupakan mega korupsi yang melibatkan figur-figur politik utama,” kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, kepada wartawan, hari ini.

Fadli pun menyayangkan kasus yang menimpa Luthfi. Sebab hal ini, selain memperburuk citra politik Indonesia, juga menunjukkan tak adanya efek jera bagi para politisi untuk tak korupsi.

Kepada KPK, Fadli pun mengingatkan bahwa selain harus fokus menangani kasus korupsi yang baru, publik juga berharap agar KPK tetap konsisten memproses beberapa kasus korupsi yang masih belum tuntas. Sebut saja misalnya kasus Century, Hambalang, simulator sim, rekening gendut polisi dan korupsi di badan anggaran.

“Nasib bangsa saat ini salah satunya ada di tangan KPK. Partai Gerindra mengajak publik untuk terus mendukung KPK dalam menuntaskan kasus korupsi yang ada. Jangan sampai KPK berpolitik atau melemah atas tekanan politik manapun,” demikian Fadli.

Berkenaan dengan kasus tersebut, secara terpisah, pakar hukum pidana UII, Mudzakir mengatakan tahun 2013 adalah tahun perhimpunan dana untuk pesta demokrasi 2014, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun terselubung dan tersistem.

Menurutnya, sistem penyelenggaraan Pemilu yang kini bersifat personal, yaitu berkampanye dengan biaya sendiri, membuat para calon legislatif banting tulang mencari dana sebanyak-banyaknya untuk mendanai kampanyenya.

“Alternatif yang paling mudah adalah melakukan korupsi untuk disimpan sebagai modal kampanye yang akan datang,” katanya kepada wartawan di Yogyakarta, hari ini.

Wakil Rektor I UII, Nandang Sutrisno secara terpisah menilai lemahnya penegakan hukum, khususnya dalam hal vonis pengadilan yang ringan menjadikan oknum Parpol tidak jera untuk melakukan korupsi. Terlebih semangat korupsi yang dilakukan tidak lain untuk menjaga agar parpolnya bertahan dan siap berkompetisi secara finansial di arena demokrasi 2014.

Fadli Zon: Tangkap Presiden PKS, KPK Tetap Harus Usut Rekening Gendut Polisi

Fadli Zon: Tangkap Presiden PKS, KPK Tetap Harus Usut Rekening Gendut Polisi

Fadli Zon Tangkap Presiden PKS, KPK Tetap Harus Usut Rekening Gendut Polisi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penangkapan spektakuler. Adalah Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq yang ditangkap KPK lantaran menerima uang suap kasus impor daging sapi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon kepada LICOM, Kamis (31/1/2013).

Namun, selain fokus menangani kasus korupsi yang baru, KPK juga harus konsisten memproses beberapa kasus korupsi yang masih belum tuntas.

“Tuntaskan kasus besar seperti seperti Kasus Century, Hambalang, Simulator SIM, rekening gendut polisi, korupsi di badan anggaran dan beberapa kasus lainnya,” sambung Fadli Zon.

“Nasib bangsa saat ini salah satunya ada di tangan KPK. Partai Gerindra mengajak publik untuk terus mendukung KPK dalam menuntaskan kasus korupsi yang ada. Jangan sampai KPK berpolitik atau melemah atas tekanan politik manapun,” katanya lagi.

Gerindra: Yang Agamanya Kuat Juga Bisa Korupsi

Gerindra: Yang Agamanya Kuat Juga Bisa Korupsi

Gerindra Yang Agamanya Kuat Juga Bisa Korupsi
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon berpendapat korupsi bisa dilakukan siapa saja. Termasuk mereka yang memiliki pemahaman agama yang baik.

Seperti kasus yang dugaan suap impor daging sapi yang menyeret Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

“Korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Tak kenal latar belakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia atau gender. Bahkan beberapa kasus korupsi sudah merupakan megakorupsi (grand corruption) yang melibatkan figur-figur politik utama,” katanya, Kamis (31/1).

Dalam kasus dugaan suap impor daging sapi itu, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Presiden PKS yang juga anggota Komisi I DPR, Luthfi Hasan Ishaaq, dua direktur PT Indoguna Utama yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, serta Ahmad Fathanah, yang diduga orang dekat Luthfi.

KPK juga menangkap seorang perempuan bernama Maharani saat sedang berduaan dengan Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (29/1) pukul 20.20.

Juard, Arya dan Ahmad Fathanah ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Selasa (29/1) malam. Juard dan Arya ditangkap KPK di rumah Arya pada pukul 22.30 WIB di Cakung pascamenyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Ahmad Fathanah di Gedung PT Indoguna Utama.

Uang Rp 1 miliar yang dibungkus dalam tas kresek hitam itu, diduga bagian dari suap seluruhnya yang diduga mencapai Rp 40 miliar kepada Luthfi untuk mengamankan kuota daging sapi.

Keempatnya kemudian digiring ke gedung KPK. Namun KPK menyatakan Maharani tidak terlibat dalam kasus tersebut dan sudah diperbolehkan pulang, Kamis (31/1) dini hari.

Korupsi Perburuk Citra Parpol

Korupsi Perburuk Citra Parpol

Korupsi Perburuk Citra Parpol
Munculnya kembali politisi yang dijadikan tersangka kasus korupsi adalah bukti korupsi sudah sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan (fact of life) tapi sudah menjadi jalan hidup (the way of life) praktik politik saat ini.

“Peristiwa ini menandakan korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Tak kenal latar belakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia atau gender. Bahkan beberapa kasus korupsi sudah merupakan mega korupsi (grand corruption) yang melibatkan figur-figur politik utama,” ujar poltisi Partai Gerindra, Fadli Zon, Kamis (31/1/2013).

Fadli Zon kemudian menyayangkan kejadian yang dialami Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq. Selain memperburuk citra politik Indonesia, juga menunjukkan tak adanya efek jera bagi para politisi kita untuk tak korupsi.

“Selain fokus menangani kasus korupsi yang baru, publik juga berharap agar KPK tetap konsisten memproses beberapa kasus korupsi yang masih belum tuntas seperti kasus Century, Hambalang, Simulator SIM rekening gendut polisi, korupsi di badan anggaran, dan beberapa kasus lainnya,” harapnya.

“Nasib bangsa saat ini salah satunya ada di tangan KPK. Partai GERINDRA mengajak publik untuk terus mendukung KPK dalam menuntaskan kasus korupsi yang ada. Jangan sampai KPK berpolitik atau melemah atas tekanan politik manapun,” ujarnya lagi.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyakini tidak salah sasaran menjerat empat orang terkait kasus impor daging sebagai tersangka. Satu di antaranya yakni Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus anggota DPR Komisi 1, Luthfi Hasan Ishaaq.

Lembaga superbody pimpinan Abraham Samad Cs ini berkeyakinan adanya andil Lutfi dalam kasus tersebut. Sehingga penyidik KPK menyangkakan yang bersangkutan dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.

Dalam Pasal tersebut tertuang tentang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima sesuatu mapun menjanjikan sesuatu lantaran pemberian sesuatu. KPK sejatinya siap membuktikan sangkaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Kami ingin buktikan itu nanti di pengadilan. Menurut keyakinan kami ada dua alat bukti yang cukup yang sudah bisa dipakai sebagai dasar untuk mengklarifikasi seseorng diduga terlibat atau tidak terlibat,” kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di kantornya, Kamis (31/1/2013).

Terlebih terang Bambang, Pasal 5 tidak hanya memuat mengenai barang, namun juga janji masuk ke dalamnya.

“Pasal 5 itu kan bukan hanya sekedar barang tapi janji juga bisa masuk situ. Memberi atau menjanjikan sesuatu untuk pemberinya. Yang saya ingin kemukakan itu bahwa janji juga bisa menjadi bagian dari ini,” ujar Bambang.

“Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya mereka berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Itu ada yang seperti itu. Ada juga pasalnya berkaitan degan pasal 11, pegawai negeri atau penyelenggara negara yg menerima hadiah atau janji gtu lho. Jadi bentuknya seperti itu,” tambahnya.

HKTI Minta Pemerintah Batasi Kuota Impor

HKTI Minta Pemerintah Batasi Kuota Impor

HKTI Minta Pemerintah Batasi Kuota Impor“Ini pertama kali sepanjang sejarah, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit sangat besar. Hal ini terjadi karena ekspor kita menurun dan impor kita mengalami lonjakan,”

Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Fadli Zon, mengatakan pemerintah harus membatasi kuota impor guna menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia tahun 2012 yang tercatat defisit.

“Ini pertama kali sepanjang sejarah, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit sangat besar. Hal ini terjadi karena ekspor kita menurun dan impor kita mengalami lonjakan,” kata Fadli Zon pada siaran pers yang diterima skalanews.com di Jakarta, Rabu (30/1).

Dia mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit pada neraca perdagangan pada 2012 mencapai 1,33 miliar dolar AS, yang merupakan defisit terbesar sepanjang sejarah.

“Bahkan, ketika krisis ekonomi 1997-1998 saja kita masih surplus,” katanya.

BPS mencatat bahwa nilai ekspor Indonesia pada 2012 turun sebesar 4,6 persen, sementara nilai impor meningkat sebesar 9,92 persen.

Oleh karena itu, menurut Fadli, pemerintah harus membuat langkah strategis untuk menangani defisit tersebut, yakni menata ulang pola perdagangan dengan mengadakan ‘National Trade Policy’ (Kebijakan Perdagangan Nasional) yang mengutamakan kepentingan nasional.

“Selama ini, kita telah membuka sebesar-besarnya perdagangan bebas, namun karena daya ekspor dan daya saing kita kurang, akhirnya malah Indonesia menjadi pasar bagi produk-produk asing,” ujarnya.

Dia memperkirakan neraca perdagangan pada 2013 akan tetap mengalami defisit bila nilai impor masih lebih tinggi dibanding nilai ekspor.

“Perkiraan ekspor Indonesia pada 2013 mencapai 9,22 persen, namun impor bisa mencapai 9,24 persen,” kata Fadli.

Dia mendesak pemerintah untuk segera membatasi kuota impor, khususnya kuota impor barang holtikultura, barang modal, dan migas.

“Sebab komoditas-komoditas itu yang mengalami peningkatan impor pada tahun lalu,” jelasnya.

Selain itu, dia menyarankan adanya penguatan sektor industri domestik untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, dimana Indonesia tidak perlu mengimpor bahan baku dari luar jika memang tersedia di dalam negeri.

Dia mengatakan, realisasi impor bahan baku pada 2012 Rp313,2 triliun dibandingkan target awal yang hanya sebesar Rp283 triliun.

“Selama ini, investasi modal selalu diiringi impor bahan baku. inilah yang menyebabkan neraca perdagangan menjadi defisit,” ujarnya.

Fadli menekankan bahwa pemerintah harus segera melakukan evaluasi terhadap tata cara investasi dan perdagangan bebas yang diterapkan sekarang ini.

“Pola perdagangan bebas saat ini terbukti tidak tak mampu mendorong ‘performance’ ekonomi nasional sehingga hal ini harus dicegah agar neraca perdagangan kita tidak defisit terus-menerus,” katanya

Kubu Prabowo Subianto: Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi The Way of Life

Kubu Prabowo Subianto: Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi The Way of Life

Kubu Prabowo Subianto Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi The Way of Life
Dijadikannya Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus anggota DPR RI Luthfi Hasan Ishaq menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan korupsi adalah penyakit yang sistemik.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Fadli Zon kepada LICOM, hari ini (Kamis, 31/1/2013).

“Munculnya kembali politisi yang dijadikan tersangka kasus korupsi adalah bukti korupsi sudah sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan (fact of life) tapi sudah menjadi jalan hidup (the way of life) praktik politik kita,” sambungnya.

Peristiwa ini, sambungnya, menandakan korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Korupsi tak kenal latar belakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia atau gender. Bahkan beberapa kasus korupsi sudah merupakan mega korupsi (grand corruption) yang melibatkan figur-figur politik utama.

“Kejadian terhadap LHI ini sangat disayangkan. Selain memperburuk citra politik Indonesia, juga menunjukkan tak adanya efek jera bagi para politisi kita untuk tak korupsi,” sambungnya.