Waketum Partai Gerindra Fadli Zon membantah tudingan ambulans berlogo partainya mengangkut batu dan sejumlah uang di antara massa rusuh di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Uang tersebut diduga untuk membayar massa yang membuat kerusuhan.
“Saya kira tidak ada. Ambulans Gerindra jumlahnya ratusan, di mana-mana tugasnya melayani warga,” ujar Fadli saat ditemui di Kertanegara, Jakarta Selaran, Rabu (22/5/2019).
Fadli menegaskan, Partai Gerindra tidak pernah memberi komando dengan cara inkonstitusional. Sesuai imbauan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, semua aksi demonstrasi dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang dijamin konstitusi.
“Instruksi kita damai, Pak Prabowo sudah bilang jangan lawan kalau pun diprovokasi pihak mana pun,” kata elite Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ini.
Lebih lanjut, Fadli mengatakan semua massa yang bergerak sejak Selasa kemarin hingga hari ini murni membawa perlawanan atas kecurangan yang dirasakan pada Pemilu 2019. Mereka tidak lagi membawa identitas massa pendukung siapa pun, termasuk Prabowo-Sandi.
“Saya kira itu masyarakat umum yang punya hak demo, tidak ada label itu lagi, ini konsen akan ketidakadilan, memprotes kecurangan, ini tidak dimobilisasi, tak ada pengerahan fasilitas,” ucapnya memungkasi.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal menyampaikan, pihaknya menemukan sebuah mobil ambulans dengan logo partai politik yang disiapkan untuk memobilisasi massa aksi 22 Mei 2019.
Mirisnya, polisi justru menemukan batu-batu di dalam mobil tersebut yang diduga disiapkan untuk massa aksi. Ambulans tersebut ditemukan saat kerusuhan di Asrama Brimob, Tanah Abang, Jakarta Pusat dini hari tadi.
“Ada bukti-bukti ada satu ambulans, saya nggak sebut ambulans itu ada lambang partainya, itu penuh batu dan alat-alat,” ujar Iqbal di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Selain batu, polisi juga menemukan sejumlah uang dan amplop dalam ambulans tersebut. Polisi menduga, uang tersebut disiapkan untuk massa aksi bayaran.
“Saat ini Polda Metro Jaya sedang mendalami hal tersebut,” kata Iqbal.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah bahwa ambulans milik partainya digunakan untuk mengangkut batu saat demonstrasi menolak hasil Pilpres 2019 di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat.
Aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh itu terjadi dari Selasa (21/5/2019) malam hingga Rabu (22/5/2019) dini hari.
“Saya kira tidak ada ya,” ujar Fadli di kediaman pribadi Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2019).
Hal itu ia katakan saat dimintai konfirmasi mengenai foto ambulans berlogo Partai Gerindra berisi batu yang tersebar di media sosial.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, polisi menemukan ambulans berlogo partai yang di dalamnya penuh dengan batu dan alat-alat di dekat lokasi demonstrasi.
Namun, ia enggan menyebutkan nama partai yang logonya terpasang di ambulans tersebut.
Terkait hal itu, Fadli mengatakan, Partai Gerindra memang memiliki ambulans yang jumlahnya mencapai ratusan. Ambulans tersebut berfungsi untuk melayani warga di sejumlah daerah.
Ia pun menegaskan bahwa sejak awal Prabowo mengimbau agar setiap aksi unjuk rasa dalam menyikapi hasil pilpres harus dilakukan secara damai.
“Jadi kalau ada yang kayak gitu, pasti tidak mungkin karena instruksi kami semua dilakukan dengan cara yang damai. Seperti yang Pak Prabowo katakan ya, kami janganlah melawan kalau pun diprovokasi,” kata Fadli.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M Taufik membantah ada ambulans milik Partai Gerindra yang mengangkut batu seperti ramai beredar di media sosial.
Gerindra memang memiliki ambulans, tetapi ditegaskan Taufik, ambulans tersebut untuk mengangkut orang sakit.
“Enggak ada. Masa ambulans bawa batu. Kalau ambulans bawa orang. Gerindra pasti bawa orang,” kata Taufik ketika dihubungi, Rabu (22/5/2019).
Kata Taufik, jika ada ambulans berlambang Gerindra, kemungkinan dikerahkan oleh kader sendiri. Gerindra DKI sendiri mengklaim tak mengerahkan massa atau terlibat dalam aksi 22 Mei.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, polisi menemukan ambulans berlogo partai yang di dalamnya penuh dengan batu dan alat-alat di dekat lokasi demonstrasi.
Namun, ia enggan menyebutkan nama partai yang logonya terpasang di ambulans tersebut.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, kepolisian juga akan mendalami dugaan keterlibatan partai dalam temuan ambulans berisi batu-batu tersebut.
“Kalau ada keterlibatan partai politik akan didalami, terus siapa aktor intelektual di balik itu semua,” kata Dedi. Oleh karena itu, kata Dedi, polisi akan meminta keterangan para saksi terkait temuan tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengaku menjenguk salah satu korban dan bertemu keluarga korban penembakan saat kericuhan di Petamburan, Jakarta Pusat, pada Rabu (22/5) dini hari pukul 02.40 WIB.
“Saya melihat korban dan keluarga korban, almarhum Rayhan usia 15 tahun, saya tadi juga ketemu dengan temannya juga,” ujar Fadli di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan, Rabu (22/5).
Fadli mengatakan berdasarkan keterangan dari ibu korban, saat itu Rayhan sedang duduk bersama temannya untuk menunggu sahur. Lalu, tiba-tiba ada peluru dan menembak ke arah Rayhan.
“Rayhan tidak ikut lakukan aksi apapun, dia duduk di kampungnya di Petamburan, sebagai seorang remaja masjid biasa, yang menunggu sahur, tidak ada perlawanan,” kata dia.
Selain bertemu dengan keluarga korban penembakan di Petamburan, Fadli mengatakan, dirinya melihat banyak peluru tajam yang dikumpulkan masyarakat. “Jumlah nya saya tidak tahu berapa, tapi dikumpulkan sepintas sekitar 1.171 peluru, kebanyakan peluru hampa dan karet, tapi ada peluru tajam panjanya 95 mili,” ujar dia.
Menurut Fadli, dalam berdemokrasi sebaiknya aparat tidak perlu melakukan permusuhan dengan masyarakat dalam bentuk kekerasan, apalagi menggunakan senjata tajam.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon meninjau tempat terjadinya kerusuhan atau bentrok massa dengan aparat di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Fadli membagi potret dirinya memegang sejumlah selongsong peluru di akun twitternya @fadlizon.
Dalam, cuitannya ia mengatakan telah menemukan ratusan selongsong peluru yang dihimpun oleh warga. Ia pun meminta temuan ini untuk dilaporkan.
“Ditemukan ratusan selongsong peluru, diantaranya diduga peluru tajam. Saya minta untuk diinventarisir dan dilaporkan,” ujar Fadli, Rabu (22/5).
Selain itu Fadli juga mengatakan pihaknya melihat langsung situasi tempat kerusuhan tersebut termasuk mengecek kondisi keluarga korban.
“Melihat langsung kondisi lingkungan termasuk keluarga korban,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengaku masih mengecek temuan selongsong peluru yang ditemukan oleh massa aksi 22 Mei. Ia menegaskan polisi tak berbekal peluru tajam saat mengamankan aksi.
“Masih dicek. Yang perlu disampaikan bahwa aparat keamanan dalam pengamanan unjuk rasa tidak dibekali oleh peluru tajam dan senjata api,” katanya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut menyinggung soal penyusup atau pihak ketiga yang bermain dalam aksi demo tersebut.
Misalnya, pada 21 Mei, petugas telah menangkap tiga orang bersama senjata jenis revolver dan Glock. Dalam penangkapan tersebut, kata Tito, turut diamankan dua jenis peluru sebanyak 60 butir.
“Di luar ini kami dapat info masih ada senjata lain yang beredar,” ujar Tito dalam jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (22/5).
Aksi 22 Mei digelar sejak Selasa (21/5). Itu merupakan reaksi dari pengumuman KPU terkait hasil rekapitulasi pemilihan presiden 2019.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan sejauh ini 6 orang yang meninggal akibat aksi itu. Tito pun membenarkannya meski masih menyelidiki perihal penyebab kematiannya.
Pihak kepolisian menemukan sejumlah amplop berisi uang dari hasil penggeledahan terhadap terduga provokator di sekitar kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rabu (22/5) dini hari. Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon menganggap kabar tersebut tidak benar.
“Halah itu hoaks semua, mana ada?,” kata Fadli saat ditemui di sekitar kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (22/5).
Fadli malah menyinggung temuan 400 ribu amplop yang berasal dari politikus Partai Golkar Bowo Sidik yang hendak dipakai untuk keperluan kampanye. Sementara itu terkait kabar temuan amplop oleh aparat kepolisian tersebut ia menegaskan bahwa hal itu tidak ada.
“Amplop itu yang mau pemilu, yang mau pilpres, pileg, ada 400 ribu amplop tuhbaru ada,” sindir Fadli.
Sebelumnya Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal mengatakan bahwa dari hasil penggeledahan terduga provokator yang diamankan kepolisian ditemukan berbagai amplop. Menurut mantan Wakil Kepala Polda Jawa Timur tersebut, amplop-amplop itu berisi uang.
“Uangnya masih ada. Sedang kami sita dan saat ini Polda Metro Jaya sedang mendalami hal tersebut,” terangnya.
Iqbal mengatakan pihak kepolisian berhasil mengamankan setidaknya 69 terduga provokator pada peristiwa kericuhan antara massa dengan petugas keamanan semalam di sekitar Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menyayangkan aksi unjukrasa yang berujung ricuh di kantor Bawaslu, pada Rabu dini hari hingga pagi, (22/5/2019).
Berdasarkan tinjauannya ke Tanah Abang, Fadli mengatakan ditemukan sejumlah proyektil peluru yang sebagian besar karet dan hampa namun ada juga peluru tajam.
“Tadi saya juga bertemu dengan masyarakat di Petamburan (Tanah Abang) karena juga saya ingin dapatkan informasi langsung, di sana juga didapatkan peluru-peluru tajam jumlah peluru saya enggak tahu berapa tapi dikumpulkan baru sepintas saja sudah 171 peluru kebanyakan peluru hampa peluru karet tapi ada peluru-peluru tajam ada yang 9 mil,”kata Fadli di Jalan Kertanegara nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, (22/5/2019).
Fadli mengatakan dibeberapa titik, warga Petamburan mengaku tidak tahu mengapa kemudian unjukrasa ddi depan Bawaslu berlangsung rusuh dan mengarah ke wilayah mereka.
Berdasarkan penuturan warga, kerusuhan tiba-tiba terjadi saat mereka sedang mau mempersiapkan sahur.
“Menurut keterangan masyarakat, saya juga ketemu tokoh pemuda, dan sebagainya mereka tidak sedang dalam posisi menyerang seperti yang disampaikan, mereka sedang biasa saja mau mempersiapkan sahur duduk-duduk,” katanya.
Oleh karena itu menurut Fadli perlu ada investigasi mendalam terhadap kejadian kerusuhan di Tanah Abang yang menyebabkan sejumlah kendaraan terbakar itu. Harus dapat diungkap penyebab unjukrasa berujung rusuh, dan siapa pelaku kerusuhan tersebut.
“Demontrasi damai adalah bagian dari demokrasi itu sendiri tidak perlu ada satu permusuhan kepada warga masyarakt kita dan tidak boleh ada penggunaan kekerasan apalagi peluru tajam, peluru karet, saya kira tidak perlu. Negara-negara demokratis, mereka sudah meninggalkan apalagi senjata laras panjang ini rakyat yang dihadapi, jadi biasanya kalau di negara maju itu biasanya cuma tameng dan pentungan saja tidak ada yang lain,” pungkasnya.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menerima kunjungan keluarga Eggi Sudjana di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (21/5/2019). Istri Eggi melapor ke pimpinan DPR terkait kasus yang menimpanya.
“Saya kan terima laporan itu sebagai aspirasi masyarakat. Saya yakin Pak Eggi bukan makar. Kalau di mulut itu bukan makar, makar itu menggunakan kekerasan,” ujar Fadli Zon.
Menurut Fadli, pasal yang dibawa sejak zaman kolonial dulu ada di KUHP. Di zaman Orde Baru istilahnya subversif dan ini sudah dicabut pasal-pasal subversif tersebut.
“Kalau kita di negara demokrasi sebentar-sebentar temuannya makar, Lieus dibilang makar, Eggi disebut makar, semua makar, ya nggak sih bisa disebut negara demokrasi bubarkan saja semua itu DPR/MPR,” ucapnya.
Bila setiap orang bicara disebut makar, kata Fadli, maka ke depan tidak usah ada masa jabatan dua kali jadi kepala negara. Ia menyebut zaman presiden SBY, tidak ada sekalipun penggunaan makar dengan kritik yang tajam.
“Kalau penghinaan itu beda lagi. Kalau mengkritik saya kira bebas di negara demokrasi. Di Amerika kritik-kritik begitu tajam. Menurut saya jangan membungkam demokrasi itu sendiri karena itu akan ada aksi dan reaksi,” tandasnya.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengaku siap menjadi sosok yang menjamin penangguhan penahanan untuk politikus sekaligus advokat Eggi Sudjana. Diketahui Eggi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan makar oleh Polda Metro Jaya.
Fadli menilai langkah penahanan Eggi janggal karena tidak melalui proses gelar perkara sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap).
“Saya juga siap menjamin [penangguhan penahanan Eggi],” kata Fadli usai menerima kedatangan Keluarga dan pengacara Eggi di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5).
Dia menuturkan sejumlah penyimpangan terjadi dalam proses penahanan dan penangkapan Eggi. Politikus Partai Gerindra itu juga mengaku heran dengan cepatnya proses penanganan yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani kasus Eggi.
Menurut dia, langkah cepat itu seolah memperlihatkan bahwa pelapor dan aparat melakukan kerja sama.
“Jadi ada ketidakadilan yang dirasakan langsung masyarakat termasuk keluarga Eggi Sudjana. Apalagi hanya berbicara tapi tuduhannya berat sekali makar. Makar ini tuduhan yang saya kira tidak boleh sembarangan dipergunakan,” kata Fadli.
Di tempat yang sama, Asmini Budiani yang merupakan istri Eggi sempat mengeluh sulit untuk bertemu sang suami. Menurut dia, dibutuhkan proses yang lama jika ingin bertemu dengan Eggi.
“Kalau tahanan lain besuk ya besuk. Kami memang harus izin dari penyidik dan itu biasa memerlukan waktu yang cukup lama ya. Pasti yang ada di situ telepon dulu ke atas, kemudian baru kami bisa masuk didampingi anggota staf dari penyidik,” katanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mempersilakan Eggi mengajukan penangguhan penahanan. Menurut Argo, Eggi mempunyai hak. Meski begitu, polisi masih harus menilai pengajuan penangguhan penahanan itu akan diterima atau tidak.
“Pengajuan penangguhan penahanan itu adalah merupakan suatu hak tersangka untuk mengajukan ya, tidak masalah itu diajukan, nanti yang nilai penyidik apakah dikabulkan atau tidak,” ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Rabu (15/5).
Sebelumnya, polisi menetapkan Eggi Sudjana sebagai tersangka dugaan makar dan telah resmi ditahan sejak Selasa (14/5) pukul 23.00 WIB. Penahanan terhadap Eggi berdasarkan pada Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.HAN/587/V/2019/Ditreskrimum tanggal 14 Mei 2019.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik langkah Polri yang menarik kembali surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, yang dituduh melakukan perbuatan makar.
“Saya kira itu omong kosonglah ya. Jadi, apa yang dikatakan Pak Prabowo selama ini konstitusional. Jangan mengada-ada, apalagi kalau ada orang laporan langsung dipanggil,” kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5).
Fadli mengaku heran, Polri cepat menindaklanjuti laporan terkait Prabowo Subianto. Dilansir dari laman JPNN, Selasa (21/5) menurut Fadli berdasarkan laporan lain, seperti yang pernah dilaporkannya terkait suatu kasus tidak ada progress-nya.
“Saya melaporkan banyak orang dari dua tahun lalu, tidak ada yang dipanggil orang itu. Jadi kami melihat hukum ini harus adil lah ya karena ketidakadilan hukum akan merusak persatuan bangsa ini,” ujar Fadli.
Lebih jauh Fadli mengatakan, langkah Polri yang mengeluarkan SPDP terhadap Prabowo kemudian menarik lagi menandakan ketidakprofesionalan.
“Ini kan menunjukkan ketidakprofesionalan. Sangat jelas apa namanya kalau tidak profesional. Kelihatan sekali menjadi alat kekuasaan, alat politik. Saya kira kita harus gunakan hukum karena hukum ini milik bersama,” katanya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai pihak kepolisian tidak profesional dalam bertugas.
Hal itu disampaikannya menanggapi penarikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk Ketua Umumnya yakni Prabowo Subianto atas dugaan kasus makar.
“Ini kan menunjukkan ketidakprofesionalan, kan sangat jelas apa namanya kalau tidak profesional,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Fadli mengatakan selama ini ucapan Mantan Danjen Kopassus itu selalu berdasarkan konstitusi.
Karena itu, Fadli menilai penerbitan SPDP kepada Prabowo tidak masuk akal.
“Saya kira itu omong kosong lah ya. Jadi apa yang dikatakan Pak Prabowo selama ini konstitusional, jangan mengada-ada apalagi kalau ada orang laporan langsung dipanggil,” katanya.
Wakil Ketua DPR RI itu juga melihat Kepolisian menjadi alat kekuasaan pemerintah.
Padahal, Polisi adalah pilar penegakan hukum.
“Kita ini berbagai ras keberagaman menyatukan kita salah satunya di dalam konstitusi kita di dalam hukum dan pemerintahan tanpa ada kecuali. Tapi kalau kita lihat hukum itu hanya untuk penguasa saya kira itu sangat berbahaya nanti,” pungkasnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya menarik Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan terlapor Prabowo Subianto terkait kasus dugaan makar dengan tersangka Eggi Sudjana dengan terlapor Prabowo Subianto.
Sebelumnya, SPDP tersebut dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan saat ini belum tepat untuk mengeluarkan SPDP atas nama Prabowo. Mengingat Prabowo hanya disebut namanya oleh Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma.
“Bapak Prabowo merupakan tokoh bangsa yang harus dihormati. Dari hasil analisis penyidik bahwa belum waktunya diterbitkan SPDP karena nama pak Prabowo hanya disebut namanya oleh tersangka Eggi Sudjana dan Lieus,” ujar Argo saat dikonfirmasi, Selasa (21/5/2019).
Menurut Argo, saat ini belum perlu dilakukan proses penyidikan. Saat ini penyidik bakal melakukan penyelidikan lebih dahulu.
Penyidik bakal melakukan pengecekan lebih dahulu dengan beberapa alat bukti lain. Sehingga pihaknya menarik SPDP dengan terlapor Prabowo.
“Karena perlu dilakukan cross check dengan alat bukti lain. Oleh karena itu belum perlu sidik maka SPDP ditarik,” pungkas Argo.
Seperti diketahui, sebelumnya beredar SPDP dengan tuduhan turut melakukan makar bersama Eggi Sudjana dengan terlapor Prabowo.
Surat pelaporan Prabowo ini tercatat dengan nomor LP/B/0391/IV/2019/Bareskrim, tanggal 19 April 2019. Nama pelapor adalah DR Supriyanto S.H, MH, M, Kn.
“Diberitahukan bahwa pada tanggal 17 Mei 2019 telah dimulai penyidikan yang diduga perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan/atau menyiarkan suatu berita atau Polda Metro Jaya menarik Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan terlapor Prabowo Subianto terkait kasus dugaan makar dengan tersangka Eggi Sudjana dengan terlapor Prabowo Subianto.
Sebelumnya, SPDP tersebut dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan saat ini belum tepat untuk mengeluarkan SPDP atas nama Prabowo. Mengingat Prabowo hanya disebut namanya oleh Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma.
“Bapak Prabowo merupakan tokoh bangsa yang harus dihormati. Dari hasil analisis penyidik bahwa belum waktunya diterbitkan SPDP karena nama pak Prabowo hanya disebut namanya oleh tersangka Eggi Sudjana dan Lieus,” ujar Argo saat dikonfirmasi, Selasa (21/5/2019).
Menurut Argo, saat ini belum perlu dilakukan proses penyidikan. Saat ini penyidik bakal melakukan penyelidikan lebih dahulu.
Penyidik bakal melakukan pengecekan lebih dahulu dengan beberapa alat bukti lain. Sehingga pihaknya menarik SPDP dengan terlapor Prabowo.
“Karena perlu dilakukan cross check dengan alat bukti lain. Oleh karena itu belum perlu sidik maka SPDP ditarik,” pungkas Argo.
Seperti diketahui, sebelumnya beredar SPDP dengan tuduhan turut melakukan makar bersama Eggi Sudjana dengan terlapor Prabowo.
Surat pelaporan Prabowo ini tercatat dengan nomor LP/B/0391/IV/2019/Bareskrim, tanggal 19 April 2019. Nama pelapor adalah DR Supriyanto S.H, MH, M, Kn.
“Diberitahukan bahwa pada tanggal 17 Mei 2019 telah dimulai penyidikan yang diduga perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan/atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dan atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar berlebihan atau yang tidak lengkap, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, diketahui terjadi pada tanggal 17 April 2019 di Jl Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan/atau tempat lainnya dengan tersangka DR H Eggi Sudjana, yang diduga dilakukan secara bersama-sama dengan terlapor lainnya,” isi surat SPDP tersebut.