Wakil Ketua DPR Dampingi Keluarga KPPS Kebon Jeruk ke RS Pelni

Wakil Ketua DPR Dampingi Keluarga KPPS Kebon Jeruk ke RS Pelni

fadli zon waketum gerindra

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendampingi salah satu keluarga dari seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Rumah Sakit Pelni, Palmerah, Jakarta Barat.

Pantauan Liputan6.com, Fadli bersama keluarga almarhun Umar Madi, yakni istri dan putrinya tiba di RS Pelni pukul 14.25 WIB. Rombongan langsung dipertemukan dengan salah satu petinggi rumah sakit.

Pertemuan dan diskusi antara kedua belah pihak berlangsung kurang lebih 2 jam. Sebab, perwakilan keluarga meminta penjelasan kronologi kejadian kematian Umar.

“Saya mendapatkan pengaduan dari ibu Evi dan keluarga atas kematian bapak Umar Madi yang kebetulan juga wakil KPPS dari TPS 68 Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk,” kata Fadli di RS Pelni, Sabtu (11/5/2019).

Fadli menjelaskan, dari cerita Ketua KPPS TPS 68, persiapan sebelum pelaksanaan Pemilu sangat melelahkan. Bahkan beberapa hari sebelum dan sesudahnya, petugas KPPS tidak tidur.

Dia menyebut, Umar mulai masuk rumah sakit pada 24 April 2019. Dan keluarga merasa tidak mendapatkan pelayanan yang cepat.

“Waktu itu dianggap oleh Ibu Evi pelayanannya cukup lambat dalam respons ketika ayahanda kritis. Dan tadi dijelaskkan oleh kepala rumah sakit dan direktur RS Pelni tentang kronologi peristiwa,” ucapnya.

Meskipun belum mendapatkan penjelasan resmi, Fadli menyebut dalam pertemuan selanjutnya akan dijelaskan secara terperinci.

“Ini termasuk bagian dari evaluasi rumah sakit bagaimana ada karyawan pegawai atau respons rumah sakit yang cukup lambat dalam menanggulangi hal-hal yang kritis,” jelasnya.

Hingga 4 Mei 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu mencatat, jumlah petugas KPPS yang meninggal sebanyak 440 orang.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyoroti soal banyaknya korban jiwa pada Pemilu Serentak 2019.

Korban jiwa yang dimaksud Titi adalah para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

“Jadi memang tahun ini, kalau saya bandingkan dengan 2004, 2009, dan 2014, 2019 adalah peristiwa di mana korban jiwa itu paling banyak,” ungkap Titi di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu, 21 April 2019.

Titi meminta pemerintah segera mengevaluasi Pemilu 2019. Menurut dia, kasus meninggalnya petugas KPPS karena kelelahan saat proses penghitungan suara tidak boleh kembali terulang.

Titi pun menyayangkan tidak adanya asuransi yang diberikan untuk para petugas KPPS. Sebab, ia menganggap, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 lebih banyak.

“Menurut saya kepada para petugas yang mengalami, menjadi korban jiwa dan yang sakit atau pun luka karena kecelakaan kerja, harusnya negara memberi kompensasi yang sepadan. Saat ini mereka tidak mendapatkan asuransi kesehatan, kematian, atau pun ketenagakerjaan,” tukas Titi.

 

Sumber