UI Pentaskan Sketsa Robot Ver.2.0

JAKARTA, KOMPAS.com–Persoalan pendidikan di Indonesia sudah begitu akut dan menjadi lingkaran setan. Lembaga pendidikan mulai dari sekolah taman kanak-kanak, pendidikan dasar, hingga pendidikan tinggi sudah menjadi industri. Subyek didik diperlakukan sebagai sumber keuangan , dengan sasaran bagaimana ia masuk dengan biaya yang relatif mahal, lalu cepat lulus dengan segala cara.

Persoalan tak berhenti sampai di situ. Sarjana yang dihasilkan perguruan tinggi amat jauh dari harapan. Kualitas dan profesionalitasnya dipertanyakan. Lembaga pendidikan dengan kurikulumnya hanya dituntut menyiapkan pekerja-pekerja yang siap pakai dalam waktu singkat. Hanya menghasilkan pekerja, bukan untuk memanusiakan manusia. Kadang seolah mengabaikan hukum supply and demand, bahwa ketersediaan pekerja yang banyak membuat harganya turun. Dan hasilnya adalah generasi baru yang lebih merobot.

Demikian benang merah yang dikemukakan pengamat budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, I Yudhi Soenarto, dan Ketua Alumni FIB Universitas Indonesia Fadli Zon, di sela-sela latihan Tea ter Sastra Universitas Indonesia, yang tengah menyiapkan pementasan Sketsa Robot Ver.2.0 , Kamis (18/11) di Jakarta. Berbagai kritikan yang diarahkan ke dunia pendidikan, sudah banyak dilakukan banyak kalangan. Namun, kali ini, untuk pertama kalinya, dikritik melalui pementasan teater genre komedi satire, kata Yudhi Soenarto, yang sekaligus bertindak sebagai penulis naskah Sketa Robot Ver.2.0 dan sutradara.

Menurut dia, dalam tradisi teater barat, komedi sering digunakan untuk mengangkat persoalan besar ke atas panggung. Tercatat beberapa drama komedi seperti Lysistrata (Aristophanes, 411 Sebelum Masehi) yang bertema antiperang. The Tempest (W Shakespeare, 1611) yang mengangkat persoalan kolonialisme, Der Zerbrochne Krig (H Von Kleist, 1808) yang mengangkat tema keadilan versus pengadilan, dan Pygmalion (GB Shaw, 1913) yang mengangkat kepalsuan masyarakat kelas atas Inggris.

Agar persoalan lebih membumi, jelas Yudhi Soenarto, Teater Sastra UI dalam produksinya yang ke-322, sejak berdiri tahun 1984, mengkritik masalah pendidikan dalam konteks masa depan di mana teknologi robot semakin maju. Sudah ada robot berwujud manusia yang dilengkapi dengan artificial intelligence yang memungkinkan robot untuk bukan hanya melakukan p ekerjaan-pekerjaan manusia, tapi juga melakukan perilaku yang diprogram untuk menyerupai manusia.

Fadli Zon mengatakan, sejak zaman Yunani, komedi memang bukan hanya sekedar hiburan, tapi cara untuk mengingatkan/menyadarkan orang tentang suatu masalah. Pementasan Sketsa Robot Ver.2.0 , Sabtu dan Minggu (20-21/11) di Graha Bahkti Budaya Taman Ismail Marzuki, jalan Cikini, Jakarta, tak hanya sekadar mengangkat persoalan sistem sosial, ekonomi dan pendidikan kita yang morat-marit ke atas pangg ung, tetapi juga menyelipkan pesan-pesan penting untuk mengingatkan/menyadarkan orang tentang suatu masalah, katanya.

Menurut Fadli Zon, Teater Sastra UI sebenarnya sudah menerapkan konsep komedi dalam format lenong kontemporer, sejak 10 tahun lalu, tahun 2000. Dalam periode 2000-2006, Teater Sastra UI sudah memanggungkan lebih dari seratus judul cerita dengan label Lenong Kampus di berbagai tempat. Beberapa bahkan ditayangkan di televisi. Tahun ini kembali berkomedi, dengan persoalan-persoalan yang sangat urgen: kecenderungan pola kehidupan yang serba praktis dan morat-maritnya pendidikan, tandasnya.