Tugas Parlemen Memastikan Jaring Pengaman tidak Terhalang Praktik Korupsi

Tugas Parlemen Memastikan Jaring Pengaman tidak Terhalang Praktik Korupsi

Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon menyinggung pentingnya parlemen memiliki komitmen antikorupsi dalam merespons kebijakan eksekutif selama pandemi Covid-19.

Terlebih lagi, kata dia, praktik korupsi rentan terjadi dan berpotensi meningkat selama pandemi menerpa dunia. Hal itu diungkapkan Fadli saat menghadiri Konferensi Negara Pihak untuk Konvensi Anti-Korupsi PBB atau Conference of the State Parties to the United Nations Convention against Corruption (CoSP UNCAC) di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Selasa (14/12).

“Sebagai anggota parlemen, tugas bersama memastikan bahwa jaring pengaman bagi orang-orang yang paling rentan tidak terhalang oleh segala bentuk praktik korupsi,” kata Fadli dalam keterangan persnya, Sabtu (18/12).

Legislator Fraksi Partai Gerindra itu dalam acara yang sama menyinggung peran parlemen dalam menerjemahkan komitmen global Konvensi Anti-Korupsi PBB. Terutama, di dalam kerangka kebijakan nasional melalui ratifikasi, lokalisasi, dan pengawasan terhadap implementasinya.

Resolusi 8/14 yang diadopsi pada CoSP sesi kedelapan pada 2019 menegaskan bahwa parlemen dan anggotanya memiliki peran kunci dalam pemberantasan korupsi. “Kami mengharapkan kemitraan yang lebih kuat dan strategis antara GOPAC (Global Organization of Parliamentarians against Corruption) dengan negara anggota, mitra internasional, dan lembaga pembangunan memperkuat peran dan kapasitas parlemen dalam bidang ini,” tutur Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu.

Sementara itu, Fadli Zon turut memaparkan pentingnya keterbukaan parlemen dan partisipasi publik dalam pencegahan korupsi.

Dia mengatakan itu saat GOPAC menyelenggarakan sesi paralel khusus dengan tema memperkuat integritas yang juga dilaksanakan di Mesir, pada Jumat (17/12). “Reformasi keterbukaan di parlemen sangat penting untuk membangun akuntabilitas dan kepercayaan publik,” tutur Fadli Zon. Adapun konferensi dihadiri sekitar 2.700 peserta yang berasal dari negara pihak, negara peninjau, institusi internasional dan regional, serta organisasi masyarakat sipil.

Pertemuan dilaksanakan setiap dua tahun sekali untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan praktik terbaik antarnegara anggota mengenai berbagai upaya antikorupsi meliputi pencegahan, penegakkan hukum dan pemidanaan, hingga kerja sama internasional.

Sumber