
“Demokrasi itu susah dan harus dikerjakan dengan komitmen merawat komitmen, nilai-nilai, dan institusi-institusinya,” kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Menurut Fadli Zon, tak hanya soal Pemilu yang bebas, jujur dan adil, namun di antara pemilu itu pun harus ada pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
“Tanpa ada kontrol legislatif, kontrol civil society, dan media, demokrasi mudah tergelincir menjadi sekedar prosedural demokrasi tapi praktiknya otoritarianisme.”
“Tantangan demokrasi lainnya yakni semakin mahalnya ongkos demokrasi, sehingga hanya “orang-orang kaya” saja yang bisa lolos dalam permainan demokrasi,” ungkap Wakil Ketua DPR dan juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini dalam diskusi di Leadership Forum yang diselenggarakan Kongres Amerika Serikat di bawah naungan House Democracy Partnership (HDP).
“Pendulum demokrasi pada satu titik tertentu dapat berayun kembali menuju rezim otoritarianisme, bahkan bisa di negara-negara yang mempraktikkan demokrasi liberal,” katanya.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon adalah salah seorang pembicara dan peserta Leadership Forum di Thomas Jefferson Building, Library of Congress, Washington, DC AS, yang diselenggarakan tanggal 16-17 Juli 2019.
Acara ini baru pertama kali diselenggarakan oleh HDP, diikuti anggota Kongres AS, sejumlah senator, dan sekitar 16 Pimpinan Parlemen dari negara-negara Mitra HDP.
HDP Leadership Forum terselenggara atas dukungan National Democratic Institute dan International Republican Institute (IRI), dua lembaga non profit yang fokus pada penguatan demokrasi.
DPR RI diwakili oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon (F Partai Gerindra) dan Desy Ratnasari (FPAN).
Dalam HDP Leadership Forum tersebut, menurut Fadli Zon, DPR AS melalui HDP bersama para Pimpinan Parlemen berdiskusi dan bertukar pikiran tentang isu-isu terbaru demokrasi.
“Sejumlah pembahasan mengemuka untuk menyikapi ancaman global terhadap demokrasi yang berkembang, saat ini, seperti berkembangnya otoritarianisme, propaganda anti demokrasi, polarisasi politik, hingga korupsi.”
“Pertemuan ini penting untuk mendengar situasi dan tren yang ada dan berkembang di negara-negara demokrasi baru.”
“Ada kecenderungan indeks demokrasi terus menurun secara global,” katanya.
Forum yang berlangsung selama dua hari itu membahas sejumlah topik diskusi seperti: upaya menjaga independensi lembaga legislatif dari tindakan otoritarianisme, polarisasi politik dan upaya lintas-partai untuk mengatasinya, tantangan baru demokrasi bagi Parlemen, hingga keterbukaan Parlemen dalam mendapatkan kepercayaan publik.
Pada forum tersebut, Fadli Zon juga menjelaskan bahwa demokrasi Indonesia mengalami berbagai perkembangan dan tantangan.
Eksperimen demokrasi terakhir adalah Pemilu serentak di seluruh Indonesia.
Tantangan-tantangan terhadap demokrasi terus bermunculan seperti demokrasi digital, masyarakat yang terbelah, ancaman pembungkaman hanya karena berbeda pendapat, pembajakan demokrasi melalui oligarki politik hingga nepotisme.
Pada pertemuan tersebut, kata Fadli Zon, para pihak meyakini jalan demokrasi masih merupakan pilihan paling layak.
“Semua sepakat bahwa proses menuju demokrasi itu sesuatu yang berat, termasuk bagi sejumlah negara besar seperti AS dan Indonesia.”
“Tetapi, demokrasi memberikan jalan untuk tetap mengontrol pemerintah dan membangun sistem check and balances yang kuat, sekaligus mengabdikan diri untuk kepentingan publik,” katanya.
Selain berbagi soal demokrasi, Fadli Zon juga menyampaikan paparan mengenai parlemen terbuka.
“Keterbukaan Parlemen adalah keniscayaan karena sebagai lembaga legislatif, keterbukaan adalah kunci merebut kepercayaan publik.”
“Sejumlah inisiatif telah dilakukan DPR seperti pengembangan SILEG, menjangkau media sosial, hingga aplikasi DPR Now!”
“DPR juga bergabung dalam Open Parliament melalui Rencana Aksi Keterbukaan Parlemen ke Open Government Partnership (OGP).”
“Segala langkah itu untuk mendorong keterbukaan,” katanya.
Namun, kata Fadli Zon, konsep tersebut tak sebatas hanya data informasi semata.
Keterbukaan Legislatif adalah tentang mengembalikan kontrol kepada rakyat atas hal-hal yang harus mereka ketahui.