Sayang, Draf RUU Perdagangan Pro Asing!

Sayang, Draf RUU Perdagangan Pro Asing!

Sayang, Draf RUU Perdagangan Pro Asing

Hingga kini, RUU perdagangan belum juga tuntas pembahasannya. Masalahnya, draf yang ada saat ini, yang berasal dari pemerintah, dinilai lebih memihak pada kepentingan asing dibanding kepentingan nasional. Pemerintah juga belum melakukan perubahan mendasar pada draft yang ada.

Isu utama yang substansial adalah proteksi pedagang tradisional, keberpihakan pada UKM (usaha kecil menengah), kebijakan ekspor barang jadi, pembatasan waralaba asing, dan regulasi produk impor. Isu-isu itu belum mencerminkan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat.

“Misalnya dalam pasal 1 saja tidak ada pembedaan antara pelaku usaha domestik dan asing. Semua disamakan, kompetisi bebas. Dalam pasal 48 juga tak ada dukungan kuat terhadap UKM, sebagai kebijakan affirmative action,” kata Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra dalam keterangan pers kepada LICOM, Senin malam (GERINDRA).

Sebenarnya RUU perdagangan ini sangat kita butuhkan. Sebab, sejak merdeka hingga sekarang, kita belum punya UU Perdagangan. Selama ini regulasi hanya bersandar pada kitab UU hukum dagang warisan kolonial. Jadi, wajar saja jika negeri ini dibanjiri impor produk asing setiap tahunnya.

“Di satu sisi, pemerintah aktif mendukung pembuatan aturan perdagangan bebas di ASEAN, namun aturan perdagangan di dalam negeri sendiri tak dibenahi untuk memproteksi kepentingan nasional,” sambungnya.

Jangan sampai ada pembiaran pemerintah agar asing tetap bisa bermain bebas di Indonesia tanpa aturan dagang yang ketat. UU perdagangan harus berpihak pada kepentingan rakyat.

“UU perdagangan mendesak kita perlukan. Saat ini sudah masuk prolegnas 2013 dan harus dituntaskan. Meskipun harus tuntas, namun bukan RUU perdagangan yang kental kepentingan asing. Draft yang ada sekarang harus lebih memihak kepentingan nasional. Jika tidak,UU perdagangan yang nanti ada, hanya menjadi jalan baru bagi asing untuk mendominasi perdagangan Indonesia. Indonesia bisa-bisa hanya jadi pasar bagi produk asing. Dan pedagang lokal tak sanggup bersaing,” demikian Fadli.