Saat Raja Solo Dilarang Duduk di Singgasana

Saat Raja Solo Dilarang Duduk di Singgasana

Raja Surakarta, Paku Buwono XIII Hangabehi, hingga kini belum bisa menduduki singgasananya di Bangsal Sasana Sewaka. Ia bahkan tak bisa menuju bangunan utama di keratonnya sendiri. Dilarang oleh sejumlah bangsawan.

Sejak Jumat malam hingga Sabtu dini hari kemarin, Raja Hangabehi didampingi adiknya Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung (KGPH PA) Tedjowulan bersemedi di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta. Tempat semedi raja-raja Mataram. Setelah itu, Raja dan Mahapatih kembali ke Sasana Narendra, kediaman pribadinya.

Menurut juru bicara Hangabehi-Tedjowulan, KPH Bambang Pradotonagoro, Hangebehi sempat menerima kunjungan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.

Sebagai bentuk dukungannya terhadap rekonsiliasi, Fadli Zon secara khusus menemui Hangabehi dan Tedjowulan di di Sasana Narendra yang terletak di sebelah pintu utama keraton.

“Fadli Zon tadi bertemu dengan beliau berdua,” kata Juru Bicara Hangabehi-Tedjowulan, KPH Bambang Pradotonagoro kepada VIVAnews.com, Sabtu malam, 26 Mei 2012.

Ketika ditanyai apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut, ia mengaku tidak tahu secara pasti. Ia hanya berjaga di luar.

“Tadi saat Fadli Zon selesai pertemuan langsung ke luar dan bilang mendukung rekonsiliasi dwi tunggal Hangabehi-Tedjowulan. Cuma itu saja yang saya dengar,” papar dia.

Ketika disinggung kegiatan Paku Buwono XIII Hangabehi setelah melakukan semedi di Parangkusumo, ia mengungkapkan bahwa seharian Sinuhun hanya istirahat di kediamannya. “Tidak ada kegiatan apa-apa.”

Konflik di Keraton Solo seakan berujung. Berawal delapan tahun lalu, sejak Pakubuwana XII mangkat pada tanggal 11 Juni 2004.

Kepergian raja sebelumnya yang tak punya permaisuri dan tanpa menunjuk putra mahkota memicu perebutan tahta yang berlangsung sengit selama 8 tahun. Keraton Solo memiliki matahari kembar, dua raja: Hangabehi dan Tedjowulan.

Saat dualisme berakhir Jumat 25 Mei 2012, saat Tedjowulan akhirnya mengalah dan rela menjadi Mahapatih, giliran kerabat Keraton yang murka. Mereka menentang rekonsiliasi itu dan tak ikhlas Tedjowulan pulang ke istana.