RUU Perlindungan Petani Mendesak Diberlakukan

RUU Perlindungan Petani Mendesak Diberlakukan

RUU Perlindungan Petani Mendesak Diberlakukan

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyatakan RUU pemberdayaan dan perlindungan petani sangat penting untuk menghentikan banjirnya impor produk hortikultura.

“Dengan kebijakan sekarang, yang diuntungkan hanyalah segelintir importir. Hanya dengan impor dan menjualnya ke pasar domestik, importir mendapat keuntungan berlipat ganda,” jelas Fadli Zon, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional HKTI, kepada Tribunnews.com, Rabu (27/3/2013).

Menurut Fadly, harus ada terobosan strategis untuk melindungi petani dari serangan produk pertanian impor. Salah satunya ialah dengan adanya regulasi impor produk pertanian yang secara tegas mengatur dan menjadi bagian dari RUU pemberdayaan dan perlindungan petani.

Salah satu pasal dalam RUU tersebut harus mengatur bahwa tak semua importir terdaftar produk pertanian bisa melakukan impor. “Jangan hanya karena punya uang, akses untuk impor, dan memiliki izin kemudian dengan mudahnya bisa impor,” ujarnya.

Dalam pandangan HKTI, selain importir produsen, yakni yang mengimpor untuk keperluan bahan produksi dan tak dipindahtangankan, impor produk pertanian hanya boleh dilakukan oleh importir yang juga memproduksi produk pertanian dimaksud. Serta mau menyerap dan bermitra dengan petani lokal.

“Misalnya, kalau tak memiliki kebun bawang merah, dan tak mau menyerap atau bermitra dengan petani bawang merah maka tidak boleh melakukan impor bawang merah. Ini harus menjadi syarat utama. Intinya, importir harus terlibat proses produksi di dalam negeri,” tegasnya.

Dengan cara ini, HKTI yakin petani lokal akan terlindungi dari banjir impor produk pertanian. Produksi petani akan terserap maksimal dan importir juga memiliki tanggung jawab moral dan ekonomi untuk ikut produksi dan membantu petani.