Politik Etis Gerindra Respons Pelesiran DPR

Kepergian anggota DPR ke luar negeri untuk studi banding menimbulkan reaksi negatif publik. Partai Gerindra mencoba melakukan politik etis dengan melarang kadernya ikut pelesiran ke luar negeri.

Larangan bagi anggota parlemen ke luar negeri oleh Partai Gerakan Indonesia Raya itu beralasan. Kecaman masyarakat terhadap anggota DPR yang kerap melakukan kunjungan ke luar negeri yang begitu marak, menjadi pertimbangan Gerindra mengeluarkan larangan itu. Gerindra juga minta kepada yang belum berangkat untuk membatalkan kunjungan ke luar negeri itu. Sikap resmi itu disampaikan langsung Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra Prabowo Subianto dan diumumkan langsung dalam Rapimnas.

“Saya sudah keluarkan instruksi untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri dengan alasan apapun,” tegasnya di arena Rapimnas III Partai Gerindra di Jakarta, Sabtu (30/10). Mantan Pangkostrad ini menegaskan saat ini Indonesia sedang dalam keadaan susah. “Rakyat kita banyak yang susah. Anggran perjalanan luar negeri cukup besar untuk APBN,” katanya. Prabowo menegaskan anggaran perjalanan luar negeri untuk studi banding sebesar Rp19,5 triliun dapat dialokasikan untuk pembukaan ladang sawah. “Kalau dijadikan sawah berapa ratus ribu hektar dan berapa ratus ribu rakyat bisa hidup,” ujarnya.

Sejauh ini, Gerindra mencatat, anggaran ke luar negeri DPR dalam APBN Perubahan 2010 meningkat dibandingkan APBN 2010. Sebelumnya hanya Rp122 miliar, kemudian meningkat menjadi Rp170 miliar. “Biaya itu amat besar,” kata Waketum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, kemarin.

Sejumlah anggota Badan Kehormatan DPR sudah berkunjung ke Yunani dengan alasan studi banding soal kode etik. Di saat mereka berada di Yunani, bencana alam melanda Indonesia di beberapa tempat.  Setidaknya ada lima rombongan DPR yang berangkat ke manca negara. Salah satunya dari Komisi II yang juga membidangi pemerintahan. Komisi II akan berangkat ke India dan China untuk studi banding tentang kependudukan. Komisi II terbagi dalam dua rombongan. Mereka akan mempelajari tentang sistem administrasi kependudukan di dua negara padat penduduk itu. Menurut jadwal di Sekretariat Jenderal DPR, keberangkatan ke India ini dilakukan pada 9 November 2010. Sementara ke China pada 1 November.

Selain Komisi II, Komisi V juga akan terbang ke Italia. Agenda utama mereka dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Rumah Susun di negeri asal pembalap MotoGP Valentino Rossi itu. Anggota Komisi V yang terbang ke Italia yakni empat orang dari Fraksi Demokrat: Rustanto Wahid, Usmawarni Peter, Sutarip Tulis Widodo dan Zulkifli Anwar. Tiga orang dari Fraksi Golkar: Riswan Tony, Eko Sarjono Putro dan Roem Kono.

Dua dari Fraksi PDIP: Irfansyah dan Sadar Estuati. Dua orang dari Fraksi PAN: Yasti Soepredjo Mokoagow dan Ahmad Bakri. Serta masing-masing satu orang dari Chairul Anwar (FPKS), Epyardi Asda (F-PPP), Imam Nachrowi (F-KB), dan Gunadi Ibrahim (F-Gerindra). Rombongan selanjutnya yakni dari Badan Kehormatan (BK) DPR yang akan belajar tentang kode etik ke Yunani. Tugasnya, untuk menyempurnakan tata tertib dan kode etik anggota dewan. Dari semua anggota BK, yang tidak turut berangkat ke Yunani yakni Ketua BK dari F-PDIP Gayus Lumbuun dan Tri Tamtomo. Sedangkan semua anggota BK dan wakilnya terbang ke Yunani.

Rombongan terakhir adalah Komisi XI, khususnya Panitia Khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rombongan ini akan terbang ke empat negara, Inggris, Perancis, Jepang, dan Korea. Studi banding ini akan menghabiskan dana sekitar Rp1,7 miliar. Pimpinan Gerindra melihat biaya kunjungan itu, jauh melampaui harga sebuah menara early warning system di wilayah bencana. Di pasar Tiku, Tanjung Mutiara, Agam, Sumatera Barat, berdiri tegak sebuah menara sirene, yang akan secara otomatis menjerit bila ada gempa di lautan yang menimbulkan tsunami. Sejumlah wilayah di Sumbar memiliki menara seperti ini.  Tapi karena harganya mahal, sekitar Rp 1 miliar, warga di Mentawai tidak memilikinya dan hanya mengandalkan lonceng Gereja jika tsunami datang. Saat petaka 25 Oktober lalu itu, suara lonceng Gereja itu tenggelam oleh deru hujan yang lebat.

Melihat semua kemahalan biaya ke luar negeri itu, Gerindra mencoba berpolitik etis, semoga tidak sekedar lipstik dan lamis.