Polemik Bendera Aceh, Fadli Zon: Jangan Sampai Ganggu Perdamaian

Polemik Bendera Aceh, Fadli Zon: Jangan Sampai Ganggu Perdamaian

Polemik Bendera Aceh, Fadli Zon Jangan Sampai Ganggu Perdamaian

Penetapan bendera Gerakan Aceh merdeka (GAM) sebagai simbol Provinsi Aceh dalam Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh menuai pro dan kontra. Perbedaan pandangan itu dianggap suatu hal yang wajar.

“Sejauh perbedaan tersebut tak mengarah pada konflik yang menganggu situasi damai di Aceh,” jelas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (3/4/2013).

Fadli mengusulkan 3 solusi menyelesaikan polemik bendera GAM ini. Pertama, diadakan upaya dialogis dan demokratik, yakni melalui mekanisme yang terlembaga. Kedua, proses yang berjalan memperhatikan aspirasi warga dan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Dalam MoU Helsinki artikel 1.1 Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh dan 1.1.5 Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan hymne.

“Dan ketiga, yang paling utama, polemik ini harus memelihara situasi damai dan menunjang iklim kondusif masyarakat Aceh dalam melakukan aktivitas ekonominya dan membangun kesejahteraannya,” ucap Fadli.

Dia pun mengimbau agar menghargai aspirasi warga Aceh. “Namun sebagai bendera NKRI harus Merah Putih. Perlu dicatat, rakyat Aceh sangat berjasa dalam kemerdekaan RI dan ikut dalam mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1949. Aceh punya saham terhadap kemerdekaan RI,” kata pria kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971 ini.

Di sisi lain, ucap Fadli, polemik ini merupakan evaluasi juga bagi pemerintah pusat, untuk terus mengawal proses pembangunan perdamaian di Aceh. Karena diperlukan sebuah pendekatan khusus mengingat Aceh baru saja terbebas dari konflik.

“Sehingga, respons yang diberikan pusat tak reaksioner ketika ada gejolak-gejolak di masyarakat Aceh,” ujar Fadli. “Untuk menangani ini, pemerintah pusat, provinsi dan perwakilan masyarakat perlu duduk bersama,” tambahnya.

Kementerian Dalam Negeri menyampaikan surat klarifikasi terkait Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh kepada Pemerintah Provinsi Aceh. Qanun yang disahkan DPR Aceh itu menuai kontroversi karena menggunakan lambang organisasi separatis GAM.

“Surat dari Mendagri atas nama pemerintah pusat sudah disampaikan. Dan diberikan waktu 15 hari kepada pemerintah dan legislatif Aceh untuk mempelajarinya,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan di Banda Aceh, Selasa 2 April kemarin.(Ais)