
DPR RI menggelar pameran filateli dan penandatanganan sampul pameran bertema Politik Dalam Perangko. Pameran tersebut merupakan rangkaian acara dalam memeringati HUT ke-71 RI.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, prangko dianggap salah satu media yang digunakan untuk merekam sejarah. Kebiasaan tersebut sudah ada semenjak era Hindia Belanda.
“Dari Hindia Belanda sampai Indonesia merdeka dan mempertahankan kemerdekaan itu tercatat di dalam prangko. Kartu pos juga, bahwa sejarah juga direkam dalam filateli,” kata Fadli Zon, di lobi Gedung Kura-Kura Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Politikus Gerindra itu mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), PT Pos Indonesia, serta Persatuan Filateli Indonesia (PFI) yang ikut serta menyukseskan acara pameran tersebut.
Fadli berharap, dengan pameran Politik Dalam Perangko tersebut dapat menumbuhkan minat kaum muda terhadap filateli. Sebab, hobi tersebut tak banyak diminati oleh masyarakat saat ini.
“Salah satunya kita ingin menggerakkan orang-orang muda mencintai filateli dan prangko. Pameran ini dalam rangka menyongsong rencana pameran dan ekshibisi filateli dunia tahun depan di bawah koordinasi PFI dan kemenkominfo,” tuturnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudi Antara. Menurutnya, perkembangan teknologi saat ini membuat hobi terhadap prangko kurang diminati.
“Secara teknologi terjadi perubahan dan terobosan. Orang dengan adanya email sudah tidak berkirim surat lagi,” kata Rudi.
Meskipun begitu, Rudi menegaskan bahwa prangko memiliki keunggulan dibandingkan barang lain. Salah satunya, prangko mempunyai harga tinggi.
“Ini lebih baik daripada mobil antik, karena mobil antik setelah keluar mobil baru, maka harganya lebih murah. Tapi prangko tidak ada yang lebih murah dari waktu ke waktu,” ucap Rudi.
Selain harga yang mahal, validitas prangko sebagai perekam sejarah tidak bisa dipungkiri. Bahkan, tingkat validitas sejarah prangko lebih tinggi daripada buku.
Hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pencetakan prangko dilakukan pada tahun yang sama dengan peristiwa tersebut terjadi.
Kedua, prangko yang dicetak tidak hanya dipegang oleh negara bersangkutan. Tapi juga akan disimpan di Universal Postal Union (UPU).
”Sehingga akan menjadi bagian dari sejarah yang tidak bisa dihapus,” kata Rudi.