Penghargaan Internasional untuk SBY Dikritik

Penghargaan Internasional untuk SBY Dikritik

Penghargaan Internasional untuk SBY Dikritik

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menerima penghargaan World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation, sebuah organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antar kepercayaan. Rencananya, anugerah itu akan diberikan 30 Mei mendatang di New York, Amerika Serikat.

Pemberian anugerah ini tentu positif bagi Presiden SBY, menambah deretan penghargaan dunia internasional yang diterimanya. Barangkali, di antara Presiden RI era reformasi, SBY-lah yang paling banyak menerima gelar atau penghargaan.

Selama 9 tahun menjabat presiden, SBY sudah memperoleh 7 gelar Doktor Honoris Causa. Presiden Soeharto yang menjabat 30 tahun sering ditawari, tetapi tidak bersedia menerima penghargaan DR HC.

Namun apa arti gelar dan penghargaan tersebut bagi rakyat Indonesia? Sebab, bagi pemimpin negara, yang terpenting adalah apa yang dicapai dan apa diwariskan bagi rakyat, ‘legacy’.

“Bukan jumlah gelar atau penghargaan luar negeri yang diterimanya. Mikhail Gorbachev terima Hadiah Nobel dan banyak penghargaan dunia, namun tak dihargai rakyat di dalam negeri, bahkan Uni Soviet mengalami disintegrasi,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, melalui rilis yang diterima, Jakarta, Rabu (8/5/2013).

Anugerah World Statesman Award tersebut diberikan bagi mereka yang berhasil membangun perdamaian, demokrasi dan toleransi. “Tapi jika kita lihat di masa kini, tingkat konflik yang melibatkan kelompok etnis dan keagamaan justru makin meningkat,” tegasnya.

Menurutnya, bagi seorang pemimpin negara, yang utama harus didapat adalah penghargaan dari rakyat. Penghargaan yang muncul secara tulus dari rakyat atas keberhasilan menciptakan kebahagiaan, kesejahteraan, kemerdekaan dan perdamaian. “Jangan sampai, dunia internasional memberikan penghargaan namun rakyat sendiri justru menilai sebaliknya,” ucap Fadli.