
Penyelenggaraan Pilkada serentak yang akan digelar 9 Desember mendatang terkesan digelar secara terburu-buru. Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, pemerintah lah yang memaksa agar pilkada serentak digelar akhir tahun ini.
Fenomena munculnya daerah yang hanya memiliki calon tunggal menjadi perhatian banyak pihak. Survei popularitas dan elektabilitas disebut-sebut sebagai salah satu faktor parpol untuk mencalonkan kandidat untuk melawan petahana yang kuat di daerahnya.
“Menurut saya parpol punya peran penting supaya survei tidak menjadikan landasan. Parpol cenderung mencari calon yang popuaritasnya tinggi dengan mengesampingkan track record,” ungkap Ketua Formappi, Sebastian Salang dalam dialog ‘Retaknya Pilkada Serentak’ di Waroeng Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu (8/8/2015).
Menurut mantan aktivis ini, jika ada skenario di mana calon sengaja membuat situasi tidak memiliki lawan, maka calon tersebut harus didiskualifikasi. Ia juga mempertanyakan mengapa penyelenggaraan Pilkada Serentak digelar dalam waktu relatif singkat dari waktu ditetapkan.
“Ini kok kayak main-main. Kenapa dipaksakan betul pada akhir 2015? Karena saya lihat ini tergesa gesa. KPU dulu kalau nggak salah meminta jangan dilaksanakan 2015 karena kurang persiapan tapi pada Juni 2016,” kata Sebastian.
Hal tersebut dijawab oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang juga turut hadir dalam dialog ini. Menurutnya permintaan itu datangnya dari pemerintah.
“Kenapa dipaksakan 2015? Sebenarnya KPU ingin Juni 2016, begitu juga dengan DPR, dalam hal ini komisi 2 juga sama (pilkada di 2016). Tapi pemerintah memaksakan,” ucap Fadli menjawab pertanyaan Sebastian.
Saat itu, kata Fadli, cara berpikir DPR adalah jika ada calon tunggal dan akhirnya diundur sehingga Bupati akan menjadi Plt hingga pilkada serentak periode 2, pamornya masih cukup ada di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan jarak penyelenggaran dengan waktu berakhir masa jabatan tidak terlalu jauh. Fadli mengaku tidak memahami apa pertimbangan pemerintah untuk buru-buru menggelar pilkada serentak.
“Kalau waktu jadi Plt-nya pendek, masih ada pengaruhnya di masyarakat. Visi berpikirnya (pertimbangan pemerintah) pendek,” tukasnya singkat.
Sementara itu KPU mengaku untuk saat ini siap melaksanakan Pilkada kapan saja. Mereka juga sudah mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi.
“KPU sudah mempersiapkan segala kemungkinan. Silakan saja gimana kebijakannya. Mau satu putaran atau gimana, termasuk calon tunggal apakah melawan punggung atau kolom kosong. Kami siap saja,” tegas Komisioner KPU Arief Budiman dalam kesempatan yang sama.