Pemerintah Harus Segera Atasi Kartel Pangan

Pemerintah Harus Segera Atasi Kartel Pangan

Pemerintah Harus Segera Atasi Kartel Pangan

Jakarta – Terungkapnya kasus korupsi impor daging menjadi bukti kuat praktik kartel pangan yang menyebabkan tingginya harga daging, kedelai, dan beberapa komoditas pangan lain. Pemerintah diminta menyiapkan langkah-langkah struktural mengatasi dan memberantas kartel tersebut.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, KPK sendiri telah mengakui banyaknya mafia impor pangan dalam bentuk kartel-kartel. Kartel pangan ini diduga kuat punya jaring ke pihak pengambil keputusan.

“Mereka berkolusi dengan penguasa. Informasi KPK ini harusnya membuat pemerintah segera mengambil tindakan untuk mentertibkannya. Bukan justru meminta publik tak gegabah menyalahkan adanya kartel,” kata Fadli Zon di Jakarta, Jumat (15/4).

Pria yang juga duduk sebagai Sekjen DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu melanjutkan Pemerintah selama ini terlalu percaya diri dengan sistem yang dibuatnya. Pemerintah yakin bahwa sistem akan menghindari terbentuknya kartel pangan sehingga tak aktif atau tak mau menyelidiki keberadaan kartel-kartel pangan.

Beberapa hal harus dibenahi termasuk UU Antimonopoli yang lemah sehingga kartel pangan menjamur.

“Benar, kita punya UU No 5 tahun 1999, tapi aturan tersebut dibuat dalam konteks memenuhi pesanan IMF terkait berapa besaran kerugian negara akibat kartel pangan? Berdasarkan hitungan Fadli, pada 2012, total impor pangan senilai Rp81,5 triliun, dan kartel importir bahan pangan mengambil 30 persen keuntungan pertahun atau sekitar Rp11,3 triliun.

“Tahun ini kuota impor mulai diturunkan. Pemerintah harus pertahankan kebijakan ini. Jangan sampai disetir oleh kepentingan kartel pangan untuk menambah kuota impor demi menstabilkan harga. Impor bebas hanya akan menguntungkan kartel pangan dan merugikan petani serta konsumen,” tegas dia.

Kartel pangan juga sering memanfaatkan kelemahan pemerintah soal akurasi data pangan, sebagaimana sering terjadi dalam sensus cadangan sapi nasional. Simpang siur data pangan inilah yang seringkali dimainkan kelompok kartel.

“Agar pangan nasional terjamin, pemerintah tak cukup melakukan pembatasan impor, namun juga harus bertindak tegas menghapuskan kartel-kartel pangan,” tandas Fadli.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan akan segera menyerahkan sebagian data hasil auditnya terkait impor sapi ke DPR.

Pernyataan itu keluar tak lama setelah Ekonom Dradjad Wibowo mengeluarkan hasil penelusurannya bahwa ada sekitar Rp540 miliar lebih pertahun potensi penerimaan negara lewat PPN impor daging sapi dan jeroan sapi yang ‘disunat’ oleh mafia impor. Itu masih ditambah dengan puluhan miliar rupiah yang diembat mafia via mengakali bea masuk impor.

Dia menduga uang itulah yang digunakan oleh para mafia impor untuk menyuap politisi dan aparat negara terlibat dalam permainan itu.

KPK sendiri sudah menangkap mantan Presiden PKS Luthfie Hasan Ishaaq dalam kasus dugaan suap impor sapi. Dalam kasus itu, KPK menetapkan beberapa tersangka, yakni Luthfi dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah, serta direktur PT Indoguna Utama, yakni Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi.

Luthfi bersama orang dekatnya, Ahmad Fathanah, diduga menerima hadiah Rp1 miliar dari Juard dan Arya. Pemberian uang itu diduga berkaitan dengan kepengurusan rekomendasi kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna.

Penulis: Markus Junianto Sihaloho/AYI