Pemerintah Didesak Berangus Mafia Pajak

Pemerintah didesak tidak bertindak setengah hati, tetapi menabuh genderang perang total memberangus para mafia perpajakan. Sebab, reformasi di tubuh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dinilai belum mampu mengubah perilaku oknum aparat yang kerap melakukan penyimpangan.

Demikian kumpulan pendapat Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta, dan Ketua Bidang Politik DPP AMPI Dwi Aroem Hediatie, yang disampaikan secara terpisah di Jakarta, kemarin.
“Kultur dan perilaku di Ditjen Pajak sudah sangat kronis, sehingga sulit untuk bisa mengharapkan dan mendapatkan aparatur yang baik,” kata anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta di sela diskusi Forum Demokrasi Indonesia (FDI) di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, rusaknya mental aparatur pajak yang sudah sistemik ini juga dibuktikan dari hasil penilaian kinerja Ditjen Pajak yang dilakukan Badan Pemeriksa keuangan (BPK).
Audit kinerja BPK menyebutkan bahwa hampir seluruh aparatur pajak bertindak diluar prosedural dan tidak memahami aturan yang berlaku.
“Ini merupkan audit resmi yang konstuitusional yang dilakukan oleh lembaga negara. Harusnya ini direspon, karena jika tidak maka jelas melaggar aturan secara konstitusional,” katanya.
Munculnya kasus Gayus Tambunan, tutur Arif, semakin jelas membuktikan ke pada publik bahwa reformasi yang dijalankan selama ini di Ditjen pajak dengan segala fasilitas yang diberikan oleh negara telah gagal.
Lebih lanjut, ucap dia, adanya institusi pengawas internal yang ada yang dilakukan secara berlapis pun tidak mampu memperbaiki kinerja para aparatur pajak.
“Kerusakan yang terjadi seolah sudah menggurita sehingga adanya kenaikan gaji dan juga sistem yang dibuat tidak mampu. Untuk itu, yang diperlukan adalah restrukturisasi aparatur pajak,” ujarnya.
Dia menyebutkan, bahwa peneriman pajak merupakan harapan pendapatan negara yang berpotensi menggantikan pendapatan negara dari sektor komoditas.
Dengan pengelolaan pajak yang benar, diyakininya, Indonesia harusnya tidak perlu berhutang. “Dalam 10-15 tahun ke depan penerimaan pajak menjadi tumpuan besar negara mengingat sektor komoditas yang sulit untuk diharapkan,” katanya.
Rusak Negara
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon juga mengatakan bahwa kasus Gayus Tambunan jelas merusak dan merugikan potensi pendapatan negara.
Ia juga mengatakan, bahwa praktik mafia tidak hanya terjadi di perpajakan tetapi juga sudah ada di semua elemen bangsa tak hanya di eksekutif, legislatif dan juga di yudikatif. “Semua elemen sudah dikuasai oleh mafia,” katanya.
keberadaan rakyat sebagai pemberi amanat sudah tidak ada lagi. Sebab, sejak reformasi liberalisasi tidak hanya terjadi di ekonomi tetapi juga terjadi di politik. “Semua menjadi mata pencarian dan anggaran negara menjadi perburuan rente,” katanya.
Terkait pajak, Fadli menegaskan bahwa seharusnya Indonesia bisa mencontoh negara maju seperti Amerika dan Singapura dengan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pajak. “Di negara maju penarikan pajak jelas pengembaliannya ke masyarakat,” katanya.
Yang dibutuhkan sekarang ini, tutur dia, harusnya bukan hanya perbaikan sistem tetapi juga filosifi pajak disosialisasikan kemasyarakat.
Sementara itu, Dwi Aroem mengatakan, AMPI mendukung hak angket pemberantasan mafia pajak. “Ini sebagai usaha menyelamatkan pendapatan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hak angket ini tak semata-mata menyangkut permasalahan pajak, tetapi untuk mengatasi dan menunjukkan betapa lemahnya hukum, peraturaan, birokrasi di negara kita,” ujarnya.
Menurut dia, subtansi hak angket adalah mengatasi permasalahan pajak yang notabene merupakan pemasukan negara untuk pembangunan. “Karena itu, penegakan hukum harus adil dan berimbang,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam persidangan kasus Gayus Tambunan, terungkap bahwa ada 150 perusahaan nasional dan asing yang kasus pajaknya ditangani langsung oleh Gayus.